• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENENTUAN PERBANDINGAN AMPAS SAGU TERHADAP TEPUNG BERAS UNTUK PRODUKSI PIGMEN ANGKAK DARI MONASCUS PURPUREUS The Study of Determination Sago Hampas Comparison Toward Rice Flour to Production of Angkak Pigment with Monascus purpureus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI PENENTUAN PERBANDINGAN AMPAS SAGU TERHADAP TEPUNG BERAS UNTUK PRODUKSI PIGMEN ANGKAK DARI MONASCUS PURPUREUS The Study of Determination Sago Hampas Comparison Toward Rice Flour to Production of Angkak Pigment with Monascus purpureus"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 STUDI PENENTUAN PERBANDINGAN AMPAS SAGU TERHADAP TEPUNG

BERAS UNTUK PRODUKSI PIGMENANGKAK DARI MONASCUS

PURPUREUS

The Study of Determination Sago Hampas Comparison Toward Rice Flour to Production of Angkak Pigment with Monascus purpureus

Alfi Asben1*, Wenny Surya Murtius1, Puti Helmia1 1

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Padang

*Email : alfi_asben@yahoo.com

Abstrak

P e n e l i t i a n b e r t u j u a n u n t u k m e n g e t a h u i k a r a k t e r i s t i k p i g m e n a n g k a k y a n g d i p r o d u k s i d a r i s u b s t r a t a m p a s s a g u d e n g a n t e p u n g b e r a s , d a n m e n e n t u k a n p e r b a n d i n g a n y a n g t e p a t a n t a r a a m p a s s a g u d e n g a n t e p u n g b e r a s d a l a m m e m p r o d u k s i p i g m e n a n g k a k . P e n e l i t i a n d i l a k s a n a k a n d e n g a n 5 p e r l a k u a n d a n 3 u l a n g a n . P e r l a k u a n a d a l a h p e r b a n d i n g a n a m p a s s a g u t e r h a d a p t e p u n g b e r a s ( g : g ) y a i t u : A 1 : 1 ( 1 2 . 5 0 : 1 2 . 5 0 ) , B 2 : 1 ( 1 6 . 7 0 : 8 . 3 0 ) , C 3 : 1 ( 1 8 . 7 5 : 6 . 2 5 ) , D 4 : 1 ( 2 0 . 0 0 : 5 . 0 0 ) , d a n E 5 : 1 ( 2 0 . 8 5 : 4 . 1 7 ) . H a s i l p e n e l i t i a n m e m p e r l i h a t k a n b a h w a p e r b e d a a n p e r b a n d i n g a n a n t a r a a m p a s s a g u t e r h a d a p t e p u n g b e r a s y a n g s e m a k i n t i n g g i m e n g h a s i l k a n i n t e n s i t a s p i g m e n a n g k a k , p H , d a n a k t i v i t a s a n t i o k s i d a n y a n g m a k i n r e n d a h k e c u a l i r e s i d u p a t i . P e r b a n d i n g a n a n t a r a a m p a s s a g u t e r h a d a p t e p u n g b e r a s y a n g t e p a t a d a l a h p e r l a k u a n A 1 : 1 ( 1 2 . 5 : 1 2 . 5 ) d e n g a n n i l a i i n t e n s i t a s p i g m e n p a d a w a r n a k u n i n g (λ 400 nm) dan w a r n a m e r a h (λ 500 nm) adalah 9.72 dan 9.09 masing-masingnya, dengan nilai pH 4.53, residu pati 10.90%, aktivitas antioksidan 67.69 (pada konsentrasi 1000 ppm) dan lovastatin sebesar 256 ppm.

Kata kunci: Intensitas pigmen, pati, antioksidan, lovastatin.

Abstract

The objectives of the research w e r e to know the characteristic of angkak pigment that produced from rice flour and sago hampas substrates, and to determine of the appropriate comparison between sago hampas toward rice flour in producing angkak pigment. The research had done with 5 treatments and 3 replications. The treatments were a comparison of sago hampas toward rice flour (g : g) i.e.; A 1:1 (12.50:12.50), B 2:1 (16.70: 8.30), C 3:1 (18.75:6.25), D 4:1 (20.00:5.00) and E 5:1 (20.83: 4.17). The result showed t h a t t h e h i g h e r different comparison between sago hampas toward rice flour the lower in pigment intensity, pH, antioxidant activity, except to residue of starch. The appropriate comparison between sago hampas toward rice flour to producing angkak pigment of Monascus purpureus was A 1:1 (12.50:12.50) treatment with pigment intensity in yellow (λ

400 nm) and red colour (λ 500 nm) were 9.72 and 9.09 respectively, with pH 4.53, residue of starch

10.90%, antioxidant activity 67.69 (concentration 1000 ppm) and lovastatin 256 ppm.

Keywords: Pigment intensity, starch, antioxidant, lovastatin.

PENDAHULUAN

(2)

2

untuk pengembangan pewarna alami. Angkak merupakan salah satu pewarna alami yang dapat digunakan dan dikembangkan. Penggunaan angkak sebagai pewarna telah banyak diaplikasikan khususnya di wilayah Asia. Angkak diketahui memiliki warna yang konsisten tetapi kurang stabil terhadap pengaruh fisik dan kimia seperti panas, sinar-UV dan sinar matahari, walaupun demikian pigmen angkak dapat bercampur dengan pewarna alami lainnya dengan bahan makanan.

Produksi angkak dengan sistem fermentasi padat dilakukan secara tradisional menggunakan beras sebagai substrat. Namun, saat ini angkak juga banyak diproduksi dari berbagai substrat, seperti limbah industri makanan, diantaranya dedak padi, ampas tahu dan onggok ( Kusumawati, Suranto dan Setyaningsih, 2005). Bahan lain yang banyak mengandung pati dan juga potensial untuk digunakan sebagai substrat angkak adalah ampas sagu. Pembuatan angkak pada penelitian ini menggunakan ampas sagu dan tepung beras sebagai substrat. Pemanfaatan ampas sagu saat ini masih terbatas dan biasanya dibuang begitu saja ketempat penampungan atau ke sungai yang ada di sekitar daerah penghasil, sehingga ampas sagu berpotensi menimbulkan dampak pencemaran lingkungan. Pemanfaat ampas sagu ini dapat mengurangi efek pencemaran lingkungan.

Asben, Irawadi, Syamsu dan Haska (2012) menyatakan, persentase kandungan bahan utama ampas sagu yaitu, hemiselulosa 14%, selulosa 21%, lemak 2%, protein kasar 1%, lignin 6%, pati 51% dan lainnya 5%. Pada ampas sagu ini ternyata masih ditemui banyak mengandung pati. Rendahnya kandungan protein ampas sagu menyebabkan perlunya penambahan bahan pangan sebagai sumber protein. Tepung beras merupakan salah satu produk olahan beras yang banyak mengandung pati dan juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 7.00 g per 100 g bahan (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996). Dengan kandungan nutrisi yang cukup ini terutama karbon dan nitrogen akan menunjang pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan rangkaian percobaan di laboratorium, dimana pelaksanan penelitian bertempat di laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil Pertanian dan laboratorium Instrumentasi Pusat Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat murni Monascus

purpureus (M. purpureus) (IPB Culture Collection), tepung beras, ampas sagu yang

diambil dari Nagari Koto Marapak, Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman, media Potato Dextrose Agar (PDA), garam fisiologis, aquades steril, starter, larutan glukosa, HCL 3%, NaOH 20%, luff schrool, KI 20%, H2SO4 25%, indikator kanji 0.5%, kertas pH, Na2S2O3 (thio) 0,1N, methanol, DPPH, larva udang Artemian salina

Leach yang diperoleh dari Laboratorium Biota Sumatera Universitas Andalas, air laut, DMSO, asetonitril, asam fosfat, dan standar lovastatin (cholvastin, SANBE).

Alat

(3)

3

UV 1800), pH meter (Delta OHM MD), oven (Memmert-UNB400), autoclave

(Haryama), haemocytometer (Nesco, Neubauer), cabinet dryer (Corsair manufacturing), mikroskop (Nikon), ultrasonicbath (Elma S300H), HPLC (Shimadzu UFLC), pendingin tegak, sentrifuse, blender (Miyako), laminar flow (Telstar), pipet mikro (Dragon Lab), vortex (VM -300), shaker incubator (Wise Cube), water bath

shaker (Julabo) dan colony counter.

Prosedur Penelitian

Rancangan Penelitian

Penelitian produksi pigmen angkak dilakukan dengan menggunakan variasi perbandingan ampas sagu dterhadap tepung beras. Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Data diolah secara statistik dengan hitung rata-rata. Variasi perlakuan percobaan disajikan sebagai berikut :

A. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 1:1 (12.50 g :12.50 g) B. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 2:1 (16.70 g : 8.30 g) C Perbandingan ampas sagu : tepung beras 3:1 (18.75 g : 6.25 g) D. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 4:1 (20.00 g : 5.00 g) E. Perbandingan ampas sagu : tepung beras 5:1 (20,83 g : 4,17 g)

Pelaksanan Penelitian

Persiapan Bahan Baku Sebagai Substrat

Ampas sagu yang diambil dari lapangan selanjutnya dikeringkan sampai kadar air 10-11%, Kemudian ampas sagu dikecilkan dengan ukuran 40-60 mesh. Tepung beras yang digunakan berasal dari tepung beras yang dibeli di pasar, dimana kadar airnya diketahui 9.35%.

Persiapan Kultur (Asben dan Kasim, 2015)

Biakan murni M. purpureus diinkubasi pada suhu 28- 30oC pada agar miring PDA. Biakan siap dipakai setelah berumur 21 hari. Selanjutnya, lepaskan askospora maupun konidia yang ada pada permukaan agar menggunakan lup inokulasi dengan cara memasukkan 5 ml aquades steril ke dalam 1 testube agar miring dan digerus menggunakan jarum ose sehingga askospora dan konidia terlepas. Selanjutnya, hitung spora dengan menggunakan haemocytometer.

Fermentasi Ampas Sagu dan Tepung Beras Sebagai Media Padat (Asben dan Kasim,2015)

Erlenmeyer 250 ml steril disiapkan sebanyak 5 buah. Masukkan substrat sesuai perlakuan, yaitu (A) ampas sagu : tepung beras 1 : 1 (12.50 g : 12.50 g), (B) ampas sagu : tepung beras 2 : 1 (16.70 g : 8.30 g), (C) ampas sagu : tepung beras 3 : 1 (18.75 g : 6.25 g), (D) ampas sagu : tepung beras 4 : 1 (20.00 g : 5.00 g), (E) ampas sagu : tepung beras 5 : 1 (20.83 g : 4.17 g). Ampas sagu yang digunakan adalah lolos 40 mesh dan tertampung 60 mesh. Tambahkan larutan glukosa 2.5% sampai kadar air substart mencapai ±50%, ukur pH dan kandungan pati substrat awal. Lakukan sterilisasi. Selanjutnya dimasukkan inokulum M. purpureus sebanyak 10%. Diaduk- aduk substrat hingga homogen. Inkubasi pada suhu ruang 28-30oC selama 21 hari. Selanjunya hasil fermentasi dikeringkan selama 48 jam pada kondisi yang sama pada suhu 40-45oC dalam cabinet drying. Hitung dan tentukan kadar air produk angkak setelah jadi serbuk sekitar 6- 7%. Pigmen angkak siap dianalisis. Lakukan hal yang sama untuk ulangan 2 dan 3.

(4)

4

Pengamatan yang dilakukan pada bahan baku dan substrat awal yaitu kadar air , pH dan kadar pati awal (AOAC, 2005); pada kultur yaitu dengan perhitungan jumlah spora dengan haemocytometer; produk angkak yaitu kadar air dan pH (AOAC, 2005), intensitas pigmen (Kasim et al, 2006a), uji pati (Luff Schrool), uji aktivitas antioksidan (metode DPPH; Anggraini, 2013), uji lovastatin (Kasim, Suharna, dan Nurhidayat, 2006a) dan uji toksisitas (Hernindia et al, 2014),

HASIL DAN PEMBAHASAN Substrat Awal

Ampas sagu yang diperbandingkan dengan tepung beras sesuai perlakuan dianalisis untuk mengetahui kondisi awal yang mendukung proses fermentasi M.

purpureus. Adapun data hasil analisis substrat awal untuk fermentasi pigmen angkak

ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Analisis Substrat Awal untuk Fermentasi Angkak Ampas Sagu-Tepung Beras.

Perlakuan (Perban-dingan Ampas Sagu dengan Tepung Beras)

Kadar Air (%) pH

Pati (%)

A (1:1) 48.03 ± 0.86 5.75 ± 0.07 44.03 ± 0.55

B (2:1) 47.73 ± 0.02 5.70 ± 0.14 43.51 ± 0.61

C (3:1) 48.55 ± 1.96 5.75 ± 0.07 43.12 ± 0.46

D (4:1) 47.99 ± 0.14 5.65 ± 0.07 42.22 ± 0.31

E (5:1) 47.90 ± 0.21 5.60 ±0.00 41.54 ± 0.15

Keterangan : ± menunjukan nilai standar deviasi.

Kadar air pada substrat awal berkisar antara 47.73 sampai 48.55%. Kadar air ini cukup mendukung untuk pertumbuhan awal M. purpureus, dimana berdasarkan penelitian Asben dan Kasim (2015), kadar air awal yang baik untuk menghasilkan pigmen alami pada produk angkak adalah ±50%.

M. purpurues adalah salah satu mikroorganisme dalam kelompok fungi

(kapang). Umumnya , pada kadar air substrat yang tinggi (80%) pertumbuhan miselium kapang terhambat karena terjadinya penurunan porositas medium dan laju difusi oksigen yang menyebabkan perpindahan panas dan masa berlangsung kurang baik. Pada substrat dengan kadar air yang rendah (kecil 40%) mengakibatkan aktivitas metabolit mikroorganisme rendah sehingga pertumbuhan kapang tidak baik

(5)

5 Jumlah Spora awal

Pengukuran jumlah spora dilakukan untuk mengetahui kecukupan spora bagi pertumbuhan kapang dalam produksi pigmen angkak. Hasil analisis spora M. purpureus

disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Pengukuran Jumlah Spora M. purpureus yang Digunakan Untuk Produksi Pigmen Angkak.

Ulangan Jumlah spora (sel/mL) 1 2.05 ± 0.25 X 106 2 2.18 ± 0.17 X 106

3 2.00 ± 010 X 106

Rata-rata 2.08 ± 0.17 X 06 Keterangan : ± menunjukan nilai standar deviasi.

Hasil pengukuran jumlah spora M. purpureus setiap ulangan yang akan digunakan untuk produksi pigemen angkak menunjukkan hasil tidak jauh berbeda, dimana rata-ratanya adalah 2.08 x 106 sel/ml. Penambahan inokulum M purpureus

dalam bentuk spora telah menenuhi persyaratan untuk dapat terlaksanaknya proses produksi angkak, dimana jumlah spora/sel yang dianjurkan untuk fermentasi padat umumnya adalah sebanyak 2 x 106 hingga 2 x 108 sel/ml. (Gonzalez dan Mejia, 1996; cit Zubaidah dan Sari, 2015). Fermentasi angkak yang menggunakan media padat pada umumnya memerlukan inokulum dalam jumlah yang tinggi untuk mencegah tumbuhnya kontaminan dan mendorong produksi pigmen yang besar.

Produk Pigmen Angkak

(i) Kadar air, pH, dan Pati Sisa

Pigmen angkak yang dihasilkan dengan perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras menggunakan kapang M. purpureus telah berhasil didapatkan. Hasil analisis produk pigmen angkak meliputi kadar air, pH dan pati sisa dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Hasil analisis Kadar Air, pH dan Pati Sisa Pigmen Angkak Ampas Sagu Tepung Beras.

Perlakuan (Perban-dingan Ampas Sagu dengan

Tepung Beras)

Kadar Air (%) Nilai pH Pati sisa (%)

(6)

6

Kadar air untuk produk angkak y a n g d i h a s i l k a n berkisar antara 6.97 – 7.35%. Pada kandungan/kadar air yang relatif sama ini maka kandungan bahan lain pada produk tersebut dapat diperbandingkan (Asben dan Kasim, 2015). Rendahnya kadar air tidak akan mempengaruhi produk selama proses penyimpanan, malah akan mempertahankan kondisi pigmen selama penyimpanan, karena faktor perusak dari mikroba bisa diminimalkan.

Semua perlakuan menunjukkan hasil yang sama setelah difermentasi selama 21 hari, dimana nilai pH mengalami penurunan dari sekitar 5.60-5.75 (Tabel 1) menjadi sekitar 4.10-4.53. Penurunan pH selama fermentasi memperlihat kecenderungan bahwa pertumbuhan M. purpureus juga mengalami penurunan akibat kondisi pH yang semakin jauh dari kondisi optimumnya. Hal ini diperkuat juga dengan data hasil uji kadar pati sisa.

Perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras yang semakin besar, menunjukkan pH produk semakin menurun. Penurunan pH akhir dibandingkan dari kondisi optimumnya 5-7 memperlihatkan t e l a h t e r j a d i n y a s e r a n g k a n p r o s e s m e t a b o l i s m e y a n g m e n y e b a b k a n m e n u r u n k a n p H . J i k a d i p e r b a n d i n g k a n a n t a r a p e r l a k u a n , t e r l i h a t b a h w a s e m a k i n r e n d a h k a n d u n g a n p a t i ( T a b e l 1 ) m e m p e n g a r u h i t e r h a d a p k o n d i s i f e r m e n t a s i y a n g t e r j a d i . S e m a k i n k u r a n g p a t i y a n g t er s e d i a ( t e r u t a m a d a r i t e p u n g b e r a s ) , p r o s e s f e r m e n t a s i t e r l i h a t k u r a n g o p t i m a l . H a l i n i d i l i h a t d e n g a n s e m a k i n j a u h n y a ( r e n d a h ) p H p a d a p e r l a k u a n y a n g t e r k a i t , d a r i k o n d i s i p H o p t i m a l n y a . H a l i n i j u g a d i t u n j u k k a n d e n g a n p a t i s i s a y a n g j u g a s e m a k i n b e s a r un t u k p e r l a k u a n p e n i n g k a t a n p e r b a n d i n g a n a m p a s s a g u t e r h a d a p t e p u n g b e r a s y a n g s e m a k i n b e s a r p u l a ( T a b e l 3 ) .

Kapang M. purpureus membutuhkan bahan-bahan yang mengandung pati sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi. Senyawa karbon merupakan sumber energi dalam pembentukan sel kapang dan pigmen. M. purpureus menghasilkan enzim amilase dan protease (Rahayu, Indarti, Utami, Haryani dan Cahyanto, 1993). Hal tersebut menyebabkan M. purpureus dapat tumbuh dengan baik pada medium yang mengandung pati dan protein (Purwanto, 2011).

Dibandingkan kadar pati substrat awal yaitu pati dari ampas sagu maka pati pada perlakuan A (1 :1) dikonversi lebih baik. Hal ini juga diperkuat dengan proses fermentasi yang sangat baik pada perlakuan perbandingan ampas sagu dan tepung beras 1:1 dimana pH semakin mendekati pH optimum.

Ampas sagu merupakan limbah hasil pertanian berlignoselulosa dengan kandungan pati yang cukup tinggi. Ampas sagu merupakan limbah hasil pertanian yang spesifik karena kandungan pati yang terdapat disekitar bahan lignoselulosanya (Asben

et al.,2012). Chew dan Shim (1993) menyatakan bahwa hasil pengujian mikroskopik

menggambarkan sejumlah besar pati terperangkap dalam matrik lignoselulosa. Hal ini menyebabkan M. purpureus sulit memanfaatkan pati dari ampas sagu dimana kandungan proein juga rendah. Sedangkan tepung beras memiliki kandungan protein yang cukup tinggi untuk dijadikan sebagai substrat angkak. Campuran tepung beras pada substrat angkak bertujuan sebagai sumber nitrogen bagi mikroba selama proses fermentasi.

(7)

7

dan metabolisme mikroba tersebut (Uhi, 2007). Kadar pati yang tersisa semakin tinggi dengan semakin tingginya tingginya penggunaan ampas sagu menunjukkan bahwa pati yang cederung dimanfaatkan berasal dari pati tepung beras. Hal ini berkaitan dengan kandungan protein (unsur N) yang ada pada bahan, dimana tepung beras mengandung protein lebih besar dari ampas sagu sehingga cocok untuk pertumbuhan M. purpureus.

(ii) Intensitas Pigmen (Warna)

Intensitas pigmen angkak diukur dpada panjang gelombang yang sesuai untuk masing-masing warna yang dianalisis, yaitu warna kuning dan warna merah. Hasil pengukuran intensitas warna ditampilkan pada gambar berikut :

Gambar 1. Hasil nalisis Intensitas Warna Pigmen Angkak Ampas Sagu-Tepung Beras pada 2 Panjang Gelombang.

Berdasarkan data dari Gambar 1 di atas, intensitas pigmen mengalami penu-runan seiring dengan semakin tinggi konsentrasi ampas sagu diberikan dimana intensitas pigmen yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan perbandingan jumlah sumber karbon dan sumber nitrogen yang akan digunakan oleh M. purpureus dalam memproduksi pigmen pada substrat pertumbuhannya semakin besar. Kata lain perbandingan nutrisi sebagai sumber C dan N bagi M. purpureus makin jauh berbeda dan unsur N untuk menyeimbangkan pertumbuhan makin kecil dengan semakin tingginya penggunaan ampas sagu.

Pada dasarnya produksi pigmen dipengaruhi oleh kadar pati pada substrat, tetapi unsur nitrogen dari protein juga memperngaruhi. Dari hasil pengujian kadar pati (Tabel 3) bisa dilihat hubungan antara kadar pigmen dengan jumlah pati yang digunakan selama proses fermentasi. Dimana produk dengan kadar pigmen yang tinggi,

M. purpureus menggunakan pati dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga kadar pati

yang tertinggal pada produk sedikit.

Keadaan di atas kurang sesuai dengan kondisi fermentasi yang biasa terjadi dimana apabila konsentrasi karbon dalam media meningkat harus diimbangi dengan peningkatan konsentrasi nitrogen yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum dan pembentukan pigmen. Kusumawati et al. (2005) juga menjelaskan bahwa perbandingan karbon dan nitrogen yang berbeda didalam media akan menyebabkan intensitas warna yang dihasilkan juga akan berbeda.

Nilai absorbansi pada panjang gelombang 400 nm (kuning) pada setiap perlakuan menunjukkan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan nilai absorbansi

(8)

8

panjang gelombang 500 nm (merah), yang artinya pigmen kuning yang dihasilkan oleh produk angkak mempunyai nilai lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Asben dan Kasim (2015), dimana pigmen tertinggi angkak dari ampas sagu dan tepung beras adalah pigmen kuning.

Pembentukan pigmen Monascus purpureus dimulai pada fase pertumbuhan lambat dan meningkat pada fase stasioner. Nutrisi yang terkandung pada media terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi pertumbuhan. Apabila pertumbuhan mencapai maksimum, nutrisi yang tersisa pada media digunakan untuk pembentukan pigmen (Kusumawati et al., 2005).

Hasil penelitian secara menyeluruh memperlihatkan bahwa parameter analisis yang dilakukan memperlihatkan bahwa perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras dengan perlakuan A (1 : 1) memberikan hasil yang lebih baik dari perlakuan lain terutama dari nilai intesitas warnanya. Selanjutnya untuk parameter analisis spesifik lainnya seperti antioksidan, kadarr lovastatin dan uji toksiistas dilakukan pada perlakuan yang memberikan hasil terbaik ini yaitu perlakuan A (1 : 1 )

(iii) Antioksidan, Lovastatin dan Uji Toksisitas (Produk Dengan Intensitas Pigmen Tertinggi)

Hasil analisisis antioksidan, lovastatin dan uji toksisitas terhadap perlakuan perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras 1 : 1 (A) ditampilkan pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan, Kadar Lovastatin dan Pengujian Toksisitas Pada Produk Pigmentan Antang dengan perbandingan Ampas sagu dengan Tepung beras 1 : 1

Aktivitas antioksidan pimen angkak ini cukup baik dimana aktivitas antioksidan dalam pigmen mampu mengatasi radikal bebas dari DPPH dalam mengoksidasi bahan. Pada konsentrasi pigmen angkak kasar 1000 ppm telah mampu mengatisipasi pengaruh radikal bebas DPPH sebanyak 67.69 % sehingga oksidasi bisa dihambat. Kemampuan aktivitas antioksidan pada angkak dipengaruhi pigmen yang ada, terutama pigmen merah yang diduga mengandung antosianin. Wanti (2008) menyatakan warna merah yang dihasilkan M. purpureus merupakan pigemn alami yang mengandung antosianin yang dapat berperan sebagai antioksidan. Makin tinggi intesitas pigemen merah (λ 500 nm) pada angkak makin tinggi aktivitas antioksiannya.

(9)

9

lovastatin yang diproduksi. Kasim et al., (2006a) menyatkan, semakin pekat warna pigmen yang dihasilkan, maka semakin banyak lovastatin yang diproduksi.

Hasil pengukuran lovastatin menggunakan substrat ampas sagu dan tepung beras lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan beras putih sebagai substrat. Berdasarkan penelitian Kasim et al. (2006a), dimana kandungan lovastatin yang dihasilkan mencapai 0,2%. Kadar monakolin (lovastatin) paling tinggi dihasilkan pada fermentasi beras oleh M. purpureus selama 14 hari. Pembentukan monakolin oleh

M. purpureus terjadi setelah fase stasioner pertumbuhan (Kasim, Kurniawati, dan

Nurhidayat, 2006b). Diperkirakan kadar lovastatin produk angkak dari ampas sagu dengan tepung beras dengan perbandingan 1:1 akan menghasilkan hasil yang lebih tinggi pada lama fermentasi 14 hari. Hasil yang dilaporkan pada penelitian ini adalah dengan lama fermentasi 21 hari. Hubungan antara lama fermentasi dengan kandungan lovastatin pada angkak belum dilaporkan secara jelas.

Suatu senyawa dinyatakan mempunyai toksisitas akut jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1000 µg/mL. LC50 (Lethal Concentration 50) merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya kematian 50% hewan percobaan, yaitu larva Artemia salina Leach (Rolliana, 2010). Pigmen angkak hasil produksi mengunakan M. purpureus dengan substrat ampas sagu dengan tepung beras (perbandingan 1 : 1) menghasilkan nilai LC50 diatas 1000 µg/mL (Tabel 4) sehingga

bisa dinyatakan produk tidak mempunyai kandungan racun yang bersifat akut. Nilai ini mengindikasikan produk ini layak untuk dikembangkan. Nilai LC50 untuk perlakuan

perbandingan ampas sagu terhadap tepung beras 1 : 1 (A) ini merupakan nilai terendah dibandingkan perlakuan lainnya (data tidak ditampilkan). Semakin berkurang ampas sagu yang digunakan LC50 makin tinggi.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Perlakuan perbandingan ampas sagu yang semakin besar terhadap tepung beras memberikan perbedaan pada intensitas pigmen angkak yang dihasilkan semakin rendah, menghasilkan pH dan kadar antioksidan semakin rendah dengan pati sisa yang semakin tinggi. Produk angkak yang dihasilkan tidak bersifat toksit.

2. Perbandingan antara ampas sagu terhadap tepung beras yang tepat adalah perlakuan A 1:1 (12.5 g : 12.5g) dengan nilai intensitas pigmen pada warna kuning (λ 400 nm) dan warna merah (λ 500 nm) adalah 9.72 dan 9.09 masing-masingnya, dengan nilai pH 4.53, residu pati 10.90%, aktivitas antioksidan 67.69 (pada konsentrasi 1000 ppm) dan lovastatin sebesar 256 ppm.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan pada Kementrian Ristekdikti yang telah membiayai penelitian ini lewat Dana DIPA Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, T. 2013. The Exotic Plants of Indonesia: Mahkota Dewa (Phaleria

macrocarpa),Sikaduduak (Melastoma malabathricum Linn) and Mengkudu

(Morinda citrifolia) as Potent Antioxidant Sources. Progress report. Daikin

(10)

10

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methode of

Analysis of Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC:

AOAC International.

Asben, A., Irawadi, T. T., Syamsu, K., dan Haska, N. 2012. Kajian Potensi dan Pemanfaatan Limbah Ampas Sagu Setelah Pretreatment. LUMBUNG / jurnal Penelitian Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh 11 (1).

Asben, A dan Kasim, A. 2015. Studi Lama Fermentasi dan Tingkat Kadar Air dalam Produksi Pigmen Angkak pada Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras Menggunakan Monascus purpureus. Di dalam: Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI; Madura: 2-3. September 2015. Madura: Program Studi TIP- UTM: 185-191.

Chew TY, Shim YL. 1993. Management of Sago Processing Wastes. In: Yeoh BG, Chee KS, Phang SM, Isa Z, Idris A, Mohamed M, eds. Waste management in

Malaysia – current status and prospects for bioremediation. Kuala Lumpur:

Ministry of Science, Technology and the Environment.

Direktorat Gizi Depkes RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Jaelani, A. 2007. Optimalisasi Fermentasi Bungkil Inti Sawit (Elaeis guineensis Jacq) oleh Kapang Trichoderma reesei. Jurnal Ilmu Ternak 7 (2):87-94.

Kasim, E., Suharna, N., dan Nurhidayat, N. 2006a.Kandungan Pigmen dan Lovastatin pada Angkak Beras Merah Kultivar Bah Butong dan BP 1804 IF 9 yang Difermentasi dengan Monascus purpureus Jmba. Jurnal Biodiversitas 7 (1): 7-9.

Kasim., Kurniawati, Y., dan Nurhidayat, N. 2006b. Pemanfaatan Isolate Lokal

Monascus purpureus Untuk Menurunkan Kolesterol Darah Pada Tikus

Putih Galur Sprague Dawley. Biodiversitas 7(2): 123-126.

Kusumawati, T. H., Suranto., dan Setyaningsih, R. 2005.Kajian Pembentukan Warna pada Monascus- Nata Kompleks dengan Menggunakan Kombinasi Ekstrak Beras, Ampas Tahu dan Dedak Padi sebagai Media. Biodiversitas 6 No. 3: 160-163.

Nasution, A. S. 2014. Kandungan Zat Pewarna Sintetis Pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tanggerang Selatan. [Skripsi]. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. 78 hal.

Purwanto, A. 2011. Produksi Angkak oleh Monascus purpureus dengan Menggunakan Beberapa Varietas Padi yang Berbeda Tingkat Kepulenannya. Widya Warta (1): 40-56.

Rahayu, E. S. R., Indarti, T., Utami, E., Haryani., dan Cahyanto, M. N. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. Yogyakarta. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada.

Rolliana, E. R. 2010. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kamboja (Plumeria

alba L) TerhadapLarva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp

(11)

11

Uhi, H. T. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Ampas Sagu (Metroxylon Sp) Melalui Bio-Fermentasi. Jurnal Ilmu Ternak 7 (1): 26-31.

Wanti, S. 2008. Pengaruh Berbagai Jenis Beras Terhadap Aktivitas Antioksidan pada Angkak oleh Monascus purpureus. [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. 48 hal.

Gambar

Tabel 1.  Hasil Analisis Substrat Awal untuk Fermentasi Angkak Ampas Sagu-Tepung              Beras
Tabel 3. Hasil analisis Kadar Air, pH dan Pati Sisa  Pigmen Angkak Ampas Sagu Tepung Beras
Gambar 1. Hasil nalisis Intensitas Warna Pigmen Angkak Ampas Sagu-Tepung                              Beras pada 2 Panjang Gelombang

Referensi

Dokumen terkait

Tidak saja cakupan kajiannya yang luas dan mendalam, tetapi juga peran para filsuf Muslim sendiri dalam menggelorakan potensi kreatif dan imajinatif dalam

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pendorong masyarakat Desa Peninsung dalam menjaga hutan adat serta menganalisis hubungan dari masing-masing

Hasil penelitian yang diperoleh adalah Evaluasi Ergonomi dengan menggunakan metode ergoceklist belum diterapkan di PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, Kondisi

Berdasarkan survey awal diperoleh 10 dokumen rekam medis Pasien BPJS Dinasrawat jalan terdapat 60% tidak lengkap persyaratannya dan 40% lengkap persyaratannya.Dokumen rekam medis

Iya, Manuel Antonio Añapa de la Cruz-yu , iyaa entsa kiika taawasha mumu puushu juntsa kiyu ¨ Rampidal tenanu chumu chachilla' tinbu-kuinda keraa kuinda, yalaya Atahualpa

Jika semua aspek di rata-rata maka prosentase kelayakan media pembelajaran e-book interaktif adalah sebesar 81% dengan kualifikasi sangat baik; (2) keterlaksanaan