57
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRIH (
PIPER
BETLE L.
) TERHADAP PERTUMBUHAN
STAPHYLOCOCCUS
AUREUS
ISOLAT DARI PENDERITA FARINGITIS
Effa1, Nona Rahmaida Puetri2
1Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh
Email : nona_dolphin@yahoo.com
HP : 085260873465
ABSTRAK
Daun sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang mengandung berbagai macam senyawa kimia yang berkhasiat obat yaitu minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri dari daun sirih memiliki kegunaan untuk menyembuhkan radang tenggorokan (faringitis) yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri daun sirih terhadap Staphylococcus aureus penyebab faringitis. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu P0 (kontrol negatif akuades),P1 (kontrol positif
eritromisin sebagai antibiotik),P2 (ekstrak etanol daun sirih 75%),P3 (ekstrak etanol
daun sirih 50%), dan P4 (ekstrak etanol daun sirih 25%), masing-masing perlakuan
diulangi sebanyak 5 kali. Metode yang digunakan adalah metode difusi agar. Parameter yang diamati adalah panjang diameter zona hambat pertumbuhan S. aureus. Data dianalisis menggunakan analisis varian (ANAVA), dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) karena terdapat pengaruh perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun sirih yang diberikan maka zona hambat pertumbuhan S. aureus semakin besar.
Kata kunci : S. aureus., Piper betle L, zona hambat
ABSTRACT
Betel leaf (Piper betle L.) is one of the herbs that contain various chemical compounds that have medicinal essential oils. The content of essential oil from the leaves of the betel have uses to cure sore throat (pharyngitis) caused by bacteria. Therefore, it is necessary to do research on the antibacterial activity against Staphylococcus aureus betel leaf causes of pharyngitis. The design used a completely randomized design (CRD) with 5 treatment that is P0 (negative control distilled water), P1 (positive control as the antibiotic erythromycin), P2 (betel leaf etanol extract 75%), P3 (betel leaf etanol extract 50%), and P4 (betel leaf etanol extract 25%), each treatment was repeated 5 times. The method used is the agar diffusion method. Parameters measured were the long diameter of the growth inhibition zone of S. aureus. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA), followed by Least Significant Difference test (LSD) because there is a treatment effect. This study shows that the higher the concentration of betel leaf extract given the growth inhibition zone of S. aureus greater.
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan suatu komponen penting dalam kehidupan manusia, terutama sebagai sumber makanan dan sebagai obat-obatan.1
Tumbuhan secara empiris mempunyai aktivitas antimikroba dan secara tradisional telah banyak digunakan untuk pengobatan. Daun sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang sering digunakan sejak dulu untuk menjaga kesehatan, pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit2. Daun sirih mengandung berbagai macam senyawa kimia yang berkhasiat obat yaitu minyak atsiri yang terdiri dari fenol dan senyawa turunannya seperti kavikol. Kandungan minyak atsiri dari daun sirih memiliki kegunaan untuk menyembuhkan radang tenggorok (faringitis) yang disebabkan oleh bakteri.3
Kandungan fenol dan kavikol dari daun sirih dapat menyembuhkan radang tenggorok (faringitis)4, nyeri tenggorok yang disertai demam dan batuk merupakan gejala faringitis. Faringitis adalah infeksi pada tenggorokan yang disebabkan oleh virus atau bakteri. 3
Bakteri yang terdapat di tenggorokan dan merupakan penyebab faringitis diantaranya adalah Staphylococcus aureus yang bersifat patogen (menimbulkan infeksi)5. Faringitis biasanya dapat diobati dengan menggunakan antibiotik,
namun pengobatan dengan antibiotik tidak selalu efektif bahkan dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut6. Pengganti
antibiotik untuk mengatasi resistensi bakteri salah satunya dapat berasal dari senyawa aktif yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan. Senyawa aktif tersebut mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen, sehingga dapat berperan sebagai zat antimikroba7. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh daun sirih terhadap S. aureus penyebab faringitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan konsentrasi ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan isolat S. aureus dari penderita faringitis.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini akan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu kontrol negatif (akuades), kontrol positif (eritromisin sebagai antibiotik), larutan uji yaitu ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 75%, ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 50%, dan ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 25%. Masing-masing perlakuan diulangi sebanyak 5 kali ulangan. Rancangan percobaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1: Bentuk Rancangan Penelitian
Perlakuan Ulangan
A B C D E
Po Po A Po B Po C Po D Po E
P1 P1 A P1 B P1 C P1 D P1 E
P2 P2 A P2 B P2 C P2 D P2 E
P3 P3 A P3 B P3 C P3 D P3 E
59 Keterangan :
Po : Akuades sebagai kontrol negatif
P1 : Eritromisin 15µg/20µl sebagai kontrol positif
P2 : Ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 75%
P3 : Ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 50%
P4 : Ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 25%
Prosedur Kerja
Sampel berupa swab tenggorok diperoleh dari penderita faringitis dengan cara mulut pasien dibuka dan lidah ditekan dengan spatel lidah. Kemudian dimasukkan swab tenggorok hingga menyentuh dinding belakang faring, diusap ke kiri dan kanan dinding belakang faring dan ditarik ke luar dengan tidak menyentuh bagian mulut lain.5
Selanjutnya swab tenggorok tersebut langsung dimasukkan ke dalam media transpor stuart. Setelah itu swab yang ada dalam media transpor disapukan pada media Blood
Agar (BA) untuk menumbuhkan
bakteri Gram positif, kemudian media tersebut dimasukkan dalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam. Pemeriksaan awal pada bakteri hasil isolasi dilakukan dengan pewarnaan Gram.5
Apabila terdapat koloni kuman yang berbentuk coccus bergerombol dilanjutkan dengan uji katalase dan koagulase. Bila terbentuk gelembung udara hasil uji katalase positif menunjukkan Staphylococcus sp., sedangkan bila tidak terjadi gelembung hasil uji katalase negatif. Hasil uji koagulase positif bila pada kaca objek terjadi penggumpalan, menunjukkan S. aureus. Kuman hasil identifikasi diuji sensitifitasnya dengan metode cakram pada media MHA.8,9,10
Selanjutnya membuat ekstraksi daun sirih. Daun sirih yang sudah kering ditimbang 30 gram dan dimaserasi dengan 150 ml etanol 70% mendidih. Kemudian disaring dan diperas dengan menggunakan corong
kaca dan kertas saring, selanjutnya hasil saringan tersebut dievaporasi (diuapkan) dalam vacum rotary evaporator dengan suhu 40oC. Hasil
akhir didapatkan ekstrak murni dengan cairan kental dan berwarna coklat kehitaman. Ekstrak yang diperoleh dijadikan larutan stok dengan konsentrasi 100%, kemudian diencerkan dengan akuades untuk memperoleh konsentrasi 75%, 50%, dan 25%. Hasil ekstrak digunakan sebagai bahan uji antimikrobial terhadap S. aureus pada konsentrasi 75%, 50%, dan 25%.
Selanjutnya setelah kering diletakkan kertas cakram yang diisi dengan konsentrasi antibiotik yang digunakan di atas media, lalu dikeringkan pada keadaan dingin5,10. Berdasarkan studi pendahuluan pada satu media diletakkan cakram yang berisi kontrol negatif (akuades) dengan kontrol positif (eritromisin 15 µ g) pada daerah yang berbeda (A dan B). Pada cawan petri lainnya diletakkan cakram berisi larutan uji yaitu ekstrak etanol daun sirih dengan 3 konsentrasi (C : 75%, D : 50%, dan E : 25%) untuk satu set percobaan.
Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan diamati
pertumbuhan bakteri dengan zona hambat pada setiap daerah. Apabila zona hambat belum terbentuk atau belum tampak media diinkubasi dan diamati kembali. Daerah hambatan yang tampak diukur dengan penggaris dalam satuan milimeter 5,10.
yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian (ANAVA), dilanjutkan dengan uji BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Staphylococcus aureus
diisolasi dari swab tenggorok pasien yang diduga menderita faringitis, dari sembilan pasien yang diperiksa ada dua pasien yang diduga terdapat Staphylococcus setelah diisolasi ke media BA. Selanjutnya bakteri tersebut diidentifikasi untuk mendapatan S. aureus. Hasil identifikasi pada pasien pertama menunjukkan Staphylococcus sp. dengan uji koagulase negatif, identifikasi bakteri pada pasien selanjutnya ditemukan S. aureus.
Zona Hambat Ekstrak Daun Sirih terhadap S. aureus
Berdasarkan uji antibakteri ekstrak daun sirih terhadap bakteri S. aureus tampak bahwa perlakuan P2,
P3, maupun P4 dengan konsentrasi
masing-masing 75%, 50% dan 25% menghasilkan diameter zona hambat dengan rata-rata 33,0 mm; 31,0 mm; dan 29,4 mm (Gambar 1). Sedangkan rata-rata diameter zona hambat antibiotik P1 (eritromisin sebagai
kontrol positif) adalah 24,8 mm lebih kecil dari ekstrak daun sirih pada konsentrasi 25%, namun pada perlakuan P0 (akuades sebagai kontrol
negatif) tidak menunjukkan respon penghambatan dengan diameter rata-rata 0,0 mm (Gambar 2). Lebarnya zona hambatan menunjukkan derajat kepekaan kuman tersebut terhadap antibiotik yang digunakan.5
Daya hambat pertumbuhan bakteri yang kuat dari ekstrak daun sirih ini diduga karena ekstrak tersebut mengandung senyawa metabolit sekunder. Hal ini dibuktikan dengan adanya zona hambat yang relatif sama untuk setiap konsentrasi.
Gambar 1. Diameter zona hambat ekstrak daun sirih (Piper betle L.) pada konsentrasi A: 75%, B: 50%, dan C: 25%
Keterangan: a. Zona hambat b. Koloni bakteri
c. Cakram yang diberikan ekstrak daun sirih b
c
B A
61 Gambar 2. Zona hambat: A. Eritromisin pada konsentrasi 15 µg; dan B. Aquades
Keterangan: a. Cakram eritromisin b. Zona hambat c. Koloni bakteri
d. Cakram yang diberikan akuades
Hasil Analisis Varian menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan dengan
control (P<0,01). Hasil uji BNT pada taraf 0,01 dapat dilihat pada tabel 1 di bawah.
Tabel 2: Rata-rata diameter zona hambat bakteri S. aureus akibat pemberian beberapa konsentrasi ekstrak etanol daun sirih (P. betle L.) dan eritromisin 15 µg
Perlakuan Rata-rata ± SD
P0 (akuades) 0,0a ± 0,00
P1 (eritromisin dengan konsentrasi 15 µg) 24,8b ± 0,45
P2 (ekstrak etanol daun sirih 75%) 33,0d ± 2,83
P3 (ekstrak etanol daun sirih 50%) 31,0cd ± 2,12
P4 (ekstrak etanol daun sirih 75%) 29,4c ± 0,89
Keterangan : Superscript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa ekstrak etanol daun
sirih mampu menghambat
pertumbuhan S. aureus mulai dari konsentrasi yang terkecil yaitu 25%. Pada perlakuan ekstrak etanol daun sirih dengan konsentrasi 75%, 50% dan 25% menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan dengan kontrol (eritromisin dan
akuades). Perlakuan P2 tidak berbeda
nyata dengan P3 namun berbeda nyata
dengan P4. Perlakuan P3 tidak berbeda
nyata dengan P2 dan P4, dan perlakuan
P4 berbeda nyata dengan P2 namun
tidak berbeda nyata dengan P3.
Tabel 2 di atas juga menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang terbentuk semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi a
d
A B
ekstrak etanol daun sirih. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun sirih yang diberikan, maka semakin banyak pula kandungan senyawa aktif antibakteri tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jawetz et al (2001), bahwa suatu zat antimikroba menjadi efektif apabila dipengaruhi oleh
konsentrasi zat tersebut. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan kandungan bahan aktif yang berfungsi sebagai bahan antimikroba semakin meningkat, sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan mikroba juga semakin besar9.
Tabel 3 Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri menurut Greenwood11
Diameter zona hambat Respon hambatan pertumbuhan
…> 20 mm Kuat
16 - 20 mm Sedang
1 - 15 mm Lemah
…0 mm Tidak ada
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa apabila diameter zona hambat lebih besar dari 20 mm, maka respon hambatan pertumbuhannya kuat. Sedangkan respon hambatan pertumbuhan dinyatakan tidak ada jika diameter zona hambat 0 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun sirih 75%, 50%, dan 25% dapat digunakan sebagai zat antibakteri terhadap S. aureus. Hal ini disebabkan karena zona hambat yang terbentuk akibat pemberian ekstrak etanol daun sirih pada ketiga konsentrasi tersebut memiliki diameter rata-rata lebih besar dari 20 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih memiliki respon hambatan pertumbuhan yang kuat terhadap S.
aureus. Demikian pula dengan
eritromisin yang juga menunjukkan respon hambatan pertumbuhan yang kuat, sedangkan akuades tidak menunjukkan respon hambatan pertumbuhan terhadap S. aureus karena memiliki diameter zona hambat 0 mm.
Kemampuan ekstrak etanol daun sirih dalam menghambat pertumbuhan S. aureus lebih besar bila dibandingkan
dengan eritromisin. Apabila dibandingkan dengan kemampuan eritromisin, konsentrasi ekstrak etanol daun sirih 75%, 50% dan 25% memiliki kemampuan hambat yang setara dengan 19,95 µg, 18,75 µg dan 17,7 µg. Selain faktor konsentrasi, kandungan senyawa antimikrobial juga menentukan kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
63 dengan minyak atsiri daun sirih, hal ini
diduga karena adanya kandungan senyawa lain yang larut dalam etanol12.
Senyawa yang dapat larut dalam etanol tersebut diduga dapat merusak protein sel bakteri, sehingga aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang merupakan suatu protein. Sebagaimana pernyataan Pelczar dan Chan (2005), bahwa protein akan terdenaturasi oleh panas dan terendap oleh etanol atau garam-garam anorganik berkonsentrasi tinggi seperti ammonium sulfat.13 Hal ini didukung oleh pernyataan Jawetz et al. (2001), bahwa sebagian besar obat antimikroba memiliki mekanisme kerja dengan menghambat sintesis protein, sintesis dinding sel, sintesis asam nukleat, dan menghambat fungsi selaput sel9.
Uraian di atas menjelaskan bahwa ekstrak etanol daun sirih memiliki kandungan senyawa yang dapat larut dalam etanol, namun tidak terkandung dalam minyak atsiri daun sirih. Kandungan senyawa ini diduga mampu menghambat pertumbuhan S.
aureus dengan merusak protein
penyusun membran sel. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa senyawa dari ekstrak etanol daun sirih mempunyai aktivitas yang bersifat bakterisida terhadap S. aureus.
Kemampuan ekstrak etanol daun sirih dalam menghambat pertumbuhan
S. aureus lebih besar bila
dibandingkan dengan eritromisin dan dapat dilihat pada lampiran 4. Apabila dibandingkan dengan eritromisin 15 µg/µl konsentrasi ekstrak daun sirih 75%, 50% dan 25% memiliki kemampuan hambatan yang setara dengan 19,95 µ g, 18,75 µg, dan 11,7 µg. Selain faktor konsentrasi, jenis bahan antimikroba juga menentukan kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Daun sirih mampu menghambat pertumbuhan S. aureus karena adanya
pengaruh dari kandungan zat bioaktif yang terkandung dalam ekstrak. Komponen utama dari zat bioaktif tersebut adalah kavikol yang merupakan kandungan dari minyak atsiri. Minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunan seperti estragol, eugenol, karvakrol, dan seskuiterpen. Selain kavikol ekstrak daun sirih juga mengandung estragol, eugenol, karvakrol, betelphenol, seskuiterpen, hidroksikavikol, kavibetol, dan diastase.14
Senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat tertentu, sehingga daun sirih dapat menjadi obat yang mapu menyembuhkan berbagai penyakit. Eugenol memiliki sifat antiseptik, analgesik, dan anti peradangan yang mempercepat proses penyembuhan luka. Estragol memiliki sifat antibakteri, terutama terhadap Shigella sp. Serta monoterpen dan seskuiterpen memiliki sirfat yang sama dengan eugenol.15 Karvakrol bersifat sebagai desinfektan dan antijamur sehingga dapat digunakan sebagai anti septik.16
Ekstrak daun sirih mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan saponin dengan kadarnya yang standar. Senyawa ini diduga bekerja bersama-sama saling menguatkan, diantara senyawa-senyawa tersebut steroid merupakan senyawa yang lebih banyak ditemukan sedangkan senyawa alkaloid hanya pada satu pereaksi dinyatakan positif terkandung dalam ekstrak. Senyawa alkaloid yang berjumlah sedikit juga berperan sebagai antimikroba melalui mekanisme kerjanya yang berhubungan dengan kemampuan untuk berinteraksi dengan DNA bakteri.17
dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini menyebabkan protein terdenaturasi. Deret asam amino tersebut tetap utuh setelah terdenaturasi, namun aktivitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya.16
Uraian di atas menjelaskan bahwa ekstrak etanol daun sirih memiliki komponen utama minyak atsiri yang terdiri dari fenol dan senyawa turunannya seperti kavikol. Kandungan senyawa ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus melalui kerusakan protein penyusun membran sel. Selain itu daun sirih juga mengandung metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, steroid, dan saponin dalam jumlah yang sedikit, namun juga mempunyai komponen yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa senyawa dari ekstrak etanol daun sirih mempunyai aktivitas yang bersifat bakterisida terhadap S. aureus.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dapat menghambat pertumbuhan S. aureus isolat dari penderita faringitis.
2. Semakin besar konsentrasi ekstrak yang diberikan, maka semakin tinggi pula
kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan S. aureus.
3. Kemampuan ekstrak daun sirih konsentrasi 75%, 50% dan 25% setara dengan eritromisin 19,95 µg, 18,75 µg dan 17,7 memberikan arahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini, serta I-MHERE Batch II yang telah mendanai penelitian ini melalui Student Grant Batch II.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Sudewo, B . Tanaman Obat
Populer Penggempur Aneka
Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 2004.
2. Anonymous. Sirih. 2002.
http://id.wikipedia.org/Sirih. Diunduh Tanggal : 23 Oktober 2007.
3. Dakunil. Faringitis. 2007.
http://www.fhf.its.ac.id/node/10 96. Diakses Tanggal : 27 Maret 2008.
4. Heyne, K. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid kedua. Terjemahan dari De Nuttige Planten Van Indonesie, oleh Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. 1987.
5. Gupte, S. Mikrobiologi Dasar Edisi Ketiga. Terjemahan dari The
Textbook of Medical
Microbiology, oleh J. E.
Suryawidjaja. Binarupa Aksara, Jakarta. 1990.
6. Anonimus. Pengobatan Radang Tenggorokan. 2006. http://www.Medicastore.
Com/cooling5/obat_radang_tengg orokkan.html. Diakses: 27 Maret 2008.
65 2007. http://www.beritaiptek.com.
Diakses: 21 Oktober 2007.
8. Anonymous. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994.
9. Jawetz, E., L. Melnick dan E. A. Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran Edisi ke-22. Terjemahan dari Medical Microbiology, Twenty Second Ed, oleh Bagian Mikrobiologi FK Universitas Airlangga. Salemba Medika, Jakarta. 2001.
10. Lay, B. W. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1994.
11 Pratama, M. R., Pengaruh Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus Dengan Metode Difusi Agar. Skripsi. IPB.
Bogor. 2005.
http://skripsi.blogsome.com/.
Diakses Tanggal: 3 Februari 2008.
12. Poeloengan, M. A. Aktivitas Air Perasan, Minyak Atsiri dan Ekstrak Etanol Daun Sirih terhadap Bakteri yang Diisolasi dari Sapi Mastitis Subklinis.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006.
Hal. 250-255. 2006.
http://peternakan.litbang.deptan.
go.id/publikasi/semnas/pro06-38.pdf. Diakses: 11 Februari
2009.
13. Pelczar, M dan E. C. S. Chan.
Dasar-dasar Mikrobiologi, jilid 2. Terjemahan dari Basic of Microbiology. Oleh R. S. Hadioetomo. UI Press, Jakarta. 2005.
14. Moeljanto, R. D. dan Mulyono. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih. Agromedia Pustaka, Jakarta. 2003.
15. Mooryati, S. Alam Sumber
Kesehatan. 1998.
http://www.sinar-harapan.co.id/ip
tek/kesehatan/2003/0613kes4.ht ml.
16. Syukur, C.. dan Hernani. Budidaya
Tanaman Obat Komersial.
Penebar Swadaya, Jakarta. 2003.
17. Harborne, J. B. Metode Fitokimia (Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan). Terjemahan dari Methode of
Phytochemistry, oleh K.