• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR - Etika Organisasi PrajabII 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KATA PENGANTAR - Etika Organisasi PrajabII 2011"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Berdasarkan Surat Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Nomor: ST-005/PP.2/2010 tanggal 13 Januari 2010 tentang Penyusunan Modul Diklat Prajabatan Golongan II Tahun Anggaran 2011, Sdr. Raynal Yasni, ditunjuk sebagai penyusun modul ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH.

Penunjukan ini sangat beralasan karena penyusun memiliki pengalaman mengajar cukup lama yang memungkinkan penyusun memilih materi yang diharapkan memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta Diklat Prajabata Golongan II.

Hasil penyusunan modul ini telah dipresentasikan di hadapan para Widyaiswara serta pejabat struktural terkait di lingkungan Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Kementerian Keuangan.

Kami menyetujui modul ini digunakan sebagai bahan ajar bagi peserta Diklat Prajabatan Golongan II, namun mengingat modul Etika Organisasi Pemerintah sebagai bahan studi yang senantiasa berkembang, maka penyempurnaan modul perlu selalu diupayakan agar tetap memenuhi kriteria kemutakhiran dan kualitas.

Pada kesempatan ini, kami mengharapkan saran atau kritik dari semua pihak (termasuk peserta diklat) untuk penyempurnaan modul ini. Setiap saran dan kritik yang membangun akan sangat dihargai.

Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Januari 2011 Kepala Pusat,

Ttd.

Tony Rooswiyanto

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ... PETA KONSEP MODUL ... A. PENDAHULUAN ... 1. Deskripsi Singkat ... 2. Prasyarat Kompetensi ... 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 4. Relevansi Modul ... B. KEGIATAN BELAJAR

KEGIATAN BELAJAR 1: ETIKA, MORAL, ETOS, ETIKET, DAN KODE ETIK 5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI-TEORI ETIKA

(3)

3. Rangkuman ... 4. Tes Formatif 2 ... 5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... KEGIATAN BELAJAR 3: ETIKA ORGANISASI PEMERINTAH

1. Uraian dan Contoh ... a. Etika dalam Organisasi ... b. Etika dalam Pemerintahan ... c. Etika dalam Jabatan ... d. Good Governance sebagai Trend Global Etika Pemerintahan ... 2. Latihan 3 ... 3. Rangkuman ... 4. Tes Formatif 3 ... 5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... KEGIATAN BELAJAR 4: KODE ETIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN 5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... C. PENUTUP ... Simpulan ... TES SUMATIF ... KUNCI JAWABAN (TES FORMATIF DAN TES SUMATIF) ... DAFTAR PUSTAKA ...

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Teori Etika Dan Hubungannya Dengan Paradigma Hakikat

Manusia ...

Tabel 4.1. Perbandingan Kode Etik antar unit Eselon I di Lingkungan

Kementerian Keuangan ...

Tabel 4.2. Perbandingan Sanksi Pelanggaran dan Lembaga yang Bertugas Memeriksa Pelanggaran Kode Etik dalam Aturan Kode Etik

tiap Unit Eselon I ... 27

48

51

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Terbentuknya Tindakan Etis ...

Gambar 2.1. Peran Etika dalam Tindakan ...

Gambar 2.2. ...

Gambar 2.3. ... 11

20

23

(5)

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Modul Etika Organisasi Pemerintah ini adalah uraian terkecil bahan ajar diklat untuk memandu peserta diklat dalam proses pembelajaran diklat secara rinci. Modul ini berisi uraian dari pokok-pokok bahasan sesuai dengan kompetensi dasar yang dilengkapi dengan metode dan media pembelajaran, petunjuk penugasan, diskusi, latihan-latihan, dan evaluasinya.

Langkah-langkah belajar yang sebaiknya dilakukan oleh peserta dalam menguasai materi modul ini adalah sebagai berikut:

- Bacalah modul ini terlebih dahulu sebelum Anda mengikuti pembelajaran di kelas. Hal ini akan membantu Anda dalam memahami penjelasan yang disampaikan oleh fasilitator. Tidak ada informasi yang perlu dihafal.

- Fasilitator di kelas adalah orang yang akan membantu pemahaman Anda secara lebih baik dan tempat untuk bertanya bila terdapat hal yang masih sulit dipahami.

- Kerjakan semua soal latihan yang terdapat di akhir tiap kegiatan belajar dengan seksama begitu Anda menyelesaikan tiap kegiatan belajar. Bacalah kembali bagian yang belum Anda kuasai.

Modul yang ada di tangan pembaca ini merupakan sarana kegiatan belajar mengajar yang memiliki beberapa tujuan dalam penulisan. Secara lengkap, tujuan penulisan modul ini adalah sebagai berikut:

1. Referensi materi

Modul ini merupakan suatu paket pengajaran yang disusun secara sistematis, terarah, dan lengkap sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

2. Referensi belajar

Modul ini dapat digunakan untuk referensi belajar atau pengganti tatap muka antara widyaiswara/tenaga pengajar dan peserta diklat.

3. Referensi lanjutan belajar

(6)

4. Motivator

Modul ini digunakan untuk memperjelas dan mempermudah penyajian pesan atau materi agar tidak terlalu bersifat verbal. Selain itu, modul ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar bagi peserta diklat dan mengembangkan kemampuan peserta diklat dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan.

5. Evaluator

Modul ini dapat digunakan oleh peserta diklat untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya karena modul ini memungkinkan peserta diklat belajar mandiri.

6. Pembelajaran yang fleksibel

(7)

PETA KONSEP MODUL

Etika Organisasi Pemerintah

Kode Etik di Lingkungan Kementerian Keuangan

Etika Etos Etiket

Deontologi Teleologi Keutamaan

Moral

(8)

A

(9)

1. Deskripsi Singkat

Etika menjadi prasyarat utama bagi efektifnya fungsi organisasi pemerintah. Organisasi pemerintah yang memang dibentuk untuk menjalankan fungsi pelayanan publik memiliki tanggung jawab hukum dan moral kepada masyarakat luas sebagai pemangku kepentingan dalam pencapaian kinerjanya. Adanya pelanggaran etika sekecil apapun yang dilakukan oleh aparatur pemerintah akan menyebabkan publik menjadi tidak percaya kepada organisasi ini.

Sering terjadi, ketika suap dan korupsi marak, pelayanan publik yang rumit dan bertele-tele, serta krisis moralitas terjadi di lingkungan organisasi pemerintah, isu etika menjadi penting dan mendesak untuk diperhatikan oleh semua unsur aparatur pemerintah dari level pimpinan tertinggi yaitu Presiden, hingga ke level pelaksana terendah di unit organisasi pemerintah. Padahal, pembangunan etika yang baik sesungguhnya tidak melihat momentum ataupun kondisi tertentu, bila kondisi sudah mencemaskan maka barulah etika diperhatikan. Lebih dari itu, etika sepatutnya tidak hanya dipahami dalam tataran teori saja namun harus mampu mengembangkan perilaku, keterampilan, dan sikap yang mendukung pelaksanaan tugas aparatur pemerintah.

Donald C. Menzel yang pernah menjabat sebagai Presiden American Society for Public Administration mengatakan bahwa tidak ada obat ajaib yang dapat

diaplikasikan kepada organisasi sektor publik untuk mentransformasi mereka menjadi organisasi yang berintegritas. Organisasi sektor publik yang berintegritas harus mampu menjadi tempat kerja dimana tiap individu memperlakukan satu sama lain dengan rasa hormat, menghargai pekerjaannya, saling peduli, mengutamakan akuntabilitas, dan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan. Beberapa perangkat yang saling bersinergi dapat digunakan untuk mewujudkan organisasi pemerintah yang ideal tersebut, yaitu:

 Kepemimpinan yang menjadi teladan  Pelatihan Etika

 Kode Etik dan Sumpah Jabatan  Pemeriksaan Etika, dan

(10)

Pendidikan dan pelatihan etika, salah satunya melalui Diklat Prajabatan Golongan II, sebagai salah satu media transformasi organisasi penting untuk diberikan kepada para pegawai khususnya pegawai Kementerian Keuangan agar kelak mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan-tuntutan etika dalam bernegara, berorganisasi, dan bermasyarakat. Lebih lanjut, pemahaman terhadap etika diharapkan akan membekali para peserta Diklat Prajabatan Golongan II dalam mengapresiasi organisasi tempat mereka bekerja.

Pelatihan etika melalui diklat seperti Diklat Prajabatan ini adalah pelatihan yang bersifat off the job training. Yang utama, etika tidak cukup dibangun melalui aktivitas seperti ini tetapi harus juga dikembangkan ketika para pegawai telah berkecimpung dalam kesibukan di kantor masing-masing. Disini menjadi tugas para pimpinan unit organisasi untuk dapat mengembangkan on the job training seperti melakukan orientasi kepada pegawai, coaching (pemberian instruksi), mentoring (pembekalan rutin), atau melalui rapat rutin dan penugasan yang akan memberi wawasan berkesinambungan bagi pegawai di tempat kerja.

2. Prasyarat Kompetensi

Para peserta yang ditunjuk untuk mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II adalah CPNS yang mempunyai kompetensi yang diindikasikan dari sikap dan perilakunya yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada negara, bermoral dan bermental baik, profesional, sadar akan tanggung jawab sebagai pelayan publik, serta mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan negara. Selanjutnya, peserta yang mengikuti mata diklat Etika Organisasi Pemerintah ini hendaknya telah memiliki pemahaman dasar tentang konsep perilaku dan prinsip perilaku utama yang dianut suatu organisasi sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran selanjutnya.

3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

(11)

a. Menghayati etika sebagai konsep, teori, dan nilai-nilai bersama yang berlaku;

b. Melaksanakan etika dalam kehidupan kerja;

c. Menginternalisasi dan merefleksi etika sehingga dapat dikembangkan perilaku-perilaku etis.

Kompetensi dasar adalah serangkaian kecakapan atau kompetensi yang diharapkan dapat dicapai setelah mempelajari modul secara mandiri dan memperoleh pengalaman belajar melalui kegiatan-kegiatan tutorial. Serangkaian kompetensi dasar yang diharapkan adalah:

a. Memahami konsep-konsep etika dan aplikasi etika dalam dunia kerja; b. Menyimpulkan berbagai argumentasi dari teori-teori etika;

c. Menghargai pentingnya aplikasi etika dalam kehidupan birokrasi;

d. Menganalisis keterkaitan antar unsur dalam berbagai kode etik di lingkungan Kementerian Keuangan.

4. Relevansi Modul

Modul Etika Organisasi Pemerintah ini menyajikan bahasan studi mulai dari penjelasan umum tentang konsep-konsep etika secara teoretis hingga bagaimana penerapan etika di lingkungan Kementerian Keuangan yang dilakukan dengan sistematika yang sederhana. Relevansi modul etika organisasi pemerintah ini bagi peserta dan pelaksanaan diklat meliputi:

a. Para peserta diberikan pemahaman dan kerangka acuan berpikir yang utuh tentang etika yang selanjutnya dapat menjadi panduan untuk diaplikasikan di unit kerja masing-masing;

(12)

Tes Sederhana untuk Menguji Keyakinan Etis Anda

Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan tindakan yang mungkin Anda lakukan. Lingkarilah salah satu angka dari 1 sampai 4 yang paling menunjukkan keyakinan Anda.

1) Sebagai seorang pegawai, Anda melaporkan secara tertulis kepada atasan jika berada dalam situasi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugas:

1 Sangat tidak setuju 3 Setuju

2 Tidak setuju 4 Sangat setuju

2) Anda memberitahukan kepada atasan langsung mengenai pertemuan dengan pihak lain yang akan dan telah dilaksanakan, baik sendiri atau bersama orang lain, dalam hubungannya dengan tugas kedinasan:

1 Sangat tidak setuju 3 Setuju

2 Tidak setuju 4 Sangat setuju

3) Anda boleh mengumpulkan kontribusi di tempat kerja untuk membiayai aktivitas politik:

1 Sangat setuju 3 Tidak setuju

2 Setuju 4 Sangat tidak setuju

4) Anda tidak membutuhkan persetujuan untuk bekerja atau beraktivitas di luar ketika hal ini tidak berkaitan dengan pekerjaan Anda di instansi pemerintah:

1 Sangat setuju 3 Tidak setuju

2 Setuju 4 Sangat tidak setuju

(13)

1 Sangat setuju 3 Tidak setuju

2 Setuju 4 Sangat tidak setuju

6) Anda membatasi diri dari menggunakan fasilitas olahraga, hotel, restoran dan atau hiburan lainnya secara berlebihan bersama dengan pihak atau pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan:

1 Sangat tidak setuju 3 Setuju

2 Tidak setuju 4 Sangat setuju

7) Ketika anda mendapatkan sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan etika dalam pekerjaan, Anda seharusnya:

1 Melempar koin

2 Bertanya pada bawahan 3 Bertanya kepada atasan 4 Bertanya pada bagian KITSDA

(14)

B

(15)

Etika, Moral, Etos, Etiket, dan Kode Etik

1. Uraian dan Contoh

a. Etika dan Moral

Dalam bahasa Inggris etika disebut ethic (singular) atau ethics (plural) yang berarti aturan atau cara berperilaku yang didasarkan pada ide tentang apa yang secara moral baik dan buruk. Seperti misalnya di sebuah unit eselon I Kementerian Keuangan, para pegawai diwajibkan mengenakan tanda pengenal, berpakaian rapi dan sopan selama jam kerja dan dilarang mengenakan celana jeans dan/atau kaos oblong di lingkungan kantor. Ini adalah aturan cara berperilaku (etika) di kantor tersebut dimana kewajiban harus dilaksanakan karena secara moral dianggap baik sementara larangan harus ditinggalkan karena secara moral dianggap buruk. Akan tetapi, terkadang ethics (uncountable atau bentuk kata benda yang tidak dapat dihitung) berarti suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral.

Istilah etika dalam bahasa Yunani disebut ethikos yang diterjemahkan menjadi karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengandung konsep-konsep seperti harus, mesti, benar-salah; mengandung pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral; serta mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Dalam bahasa Yunani Kuno, etika disebut ethos (bentuk tunggal) yang mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,

Kegiatan Belajar 1

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah mempelajari Kegiatan Belajar ini diharapkan peserta mampu:

• Membedakan dalam garis besar istilah etika, moral, etos, dan etiket;

• Membandingkan perbedaan mendasar antara etika dan etiket;

• Menjelaskan pengertian kode etik;

(16)

adat, akhlak, watak perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamaknya (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan.

Jadi, jika kita membatasi pada asal-usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Secara lebih rinci, etika merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.

Dalam perkembangannya, etika memiliki pengertian-pengertian yang lebih luas. Agoes dan Ardana (2009) mengutip beberapa pengertian etika tersebut di antaranya:

1) Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi (Bertens, 2000). Sebagai praksis, etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang baik yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai praksis sama artinya dengan moral atau moralitas – yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dan sebagainya. Seperti misalnya korupsi, pembunuhan, penindasan, dan pelanggaran hak asasi manusia secara praksis tidak boleh dilakukan atau tidak pantas dilakukan karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma moral. Namun dalam kenyataan masih banyak orang-orang yang melakukan hal tersebut. Sementara itu, etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja mencoba merumuskan suatu teori, konsep, asas, atau prinsip-prinsip tentang perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut dianggap baik atau tidak baik, mengapa menjadi baik itu sangat bermanfaat, dan sebagainya. Ketika kita membaca tulisan Socrates, Plato, dan Aristoteles yang mendiskusikan etika maka kita telah berhubungan dengan etika sebagai refleksi.

(17)

perilaku kita bermoral atau tidak dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental – bagaimana kita berpikir dan bertindak terhadap orang lain dan bagaimana kita inginkan mereka berpikir dan bertindak terhadap kita.

3) Menurut David P. Baron (2005), etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintesis, dan reflektif.

4) Istilah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik, dan sila artinya kebiasaan atau tingkah laku. Jadi, susila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Etika sebagai ilmu disebut tata susila, yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta hubungan yang baik di antara sesama manusia (Suhardana, 2006).

Dari beberapa definisi di atas, tampak jelas bahwa kajian tentang etika sangat dekat dengan kajian moral. Sebagai perbandingan, moral berasal dari bahasa Latin moralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Bila dijabarkan lebih jauh moral mengandung arti; (1) baik-buruk, benar-salah, dan tepat-tidak tepat dalam aktivitas manusia, (2) tindakan benar, adil, dan wajar, (3) kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan orang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah, (4) sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain. Meskipun demikian, moral dan etika memiliki sedikit perbedaan. Prinsip etika merupakan titik awal bagi perilaku hidup manusia, sementara moral merupakan prinsip yang membimbing ke arah kebahagiaan spiritual.

(18)

satu belum tentu sama dengan orang yang lain. Oleh karena itu baik, benar, dan adil tersebut harus diukur/dinilai dengan kriteria-kriteria tambahan sebagai berikut: sesuai dengan hati nurani (filosofi hidup), sesuai dengan pendapat umum (masyarakat/budaya/keluarga/lingkungan), dan sesuai dengan keyakinan/agama yang dianutnya.

Gambar 1.1. Terbentuknya Tindakan Etis

b. Etos

Etos dapat didefinisikan sebagai karakter mendasar atau semangat dari suatu budaya; suatu sentimen yang menginformasikan tentang kepercayaan, adat kebiasaan, dan praktik dari suatu kelompok atau masyarakat. Dalam bahasa Inggris, ethos diterjemahkan sebagai suatu keyakinan yang membimbing orang, kelompok,

ataupun organisasi (Merriam-Webster’s, 2008). Secara lebih luas, Magnis Suseno (1992) mendefinisikan etos sebagai semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang terhadap kegiatan tertentu yang di dalamnya termuat nilai-nilai moral tertentu.

Moralitas dan Pilihan Moral

Kode Etik, Hukum, dan Peraturan Agama

Masyarakat, Budaya, Komunitas

Filosofi Hidup

Lingkungan

Keluarga/Klan

Argumen Prinsip dan

Kritis dari Individu Konteks Lokal

(19)

Pemakaian kata etos seringkali tampak pada kombinasi etos kerja, etos profesi, dan sebagainya. Beberapa pengertian etos kerja, yaitu:

• Keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok orang atau sebuah institusi.

• Etos kerja merupakan perilaku khas suatu komunitas atau organisasi, mencakup motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan standar-standar.

• Sehimpunan perilaku positif yang lahir sebagai buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja yang integral.

Akar yang membentuk etos kerja menurut Jansen H. Sinamo adalah motivasi kerja. Lebih jauh, Jansen H. Sinamo mengidentifikasi delapan etos kerja profesional, yaitu:

1) Kerja adalah Rahmat: bekerja tulus penuh syukur.

2) Kerja adalah Amanah: bekerja benar penuh tanggung jawab 3) Kerja adalah Panggilan: bekerja tuntas penuh integritas. 4) Kerja adalah Aktualisasi: bekerja keras penuh semangat. 5) Kerja adalah Ibadah: bekerja serius penuh kecintaan. 6) Kerja adalah Seni: bekerja cerdas penuh kreativitas.

7) Kerja adalah Kehormatan: bekerja tekun penuh keunggulan. 8) Kerja adalah Pelayanan: bekerja paripurna penuh kerendahan hati.

(20)

positif yang akan meningkatkan etos kerja Ditjen Perbendaharaan. Lingkup kegiatan etos kerja aparatur ini memang bersifat off job relation, artinya kegiatan tersebut berada di luar kewenangan-kewenangan formal dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi.

c. Etiket

Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah keduanya mengatur mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis, artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.

Istilah etiket berasal dari etiquette (Perancis) yang berawal dari suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan sikap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.

Ada beberapa pengertian etiket, menurut para pakar, di antaranya, etiket merupakan kumpulan tata cara dan sikap yang baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.

Menurut K. Bertens (2000) selain ada persamaannya, ada empat perbedaan antara etika dan etiket, secara umum sebagai berikut:

(21)

2) Etika adalah nurani (batiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan.

3) Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi; perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi. Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah tertentu, belum tentu demikian di daerah lainnya.

4) Etika berlakunya tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.

d. Kode Etik

Selama ini kode etik hanya dikenal di lingkungan profesi tertentu seperti dokter, pengacara, atau akuntan publik. Ketiga profesi ini adalah bagian dari bidang pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup. Profesi secara sempit memang bisa disebut sebagai pekerjaan, tetapi secara lebih luas profesi dapat diartikan sebagai kelompok moral yang memiliki ciri-ciri dan nilai-nilai bersama yang harus dijunjung tinggi (Cominish 1983:48). Pada dasarnya semua orang yang secara khusus bekerja penuh (purna waktu) dan hidup dari pekerjaan ini dengan mengandalkan keahlian dan keterampilannya yang tinggi dan memiliki komitmen pribadi yang menjunjung tinggi pekerjaannya dapat dikatakan sebagai kelompok profesional, termasuk di dalamnya seorang Pegawai Negeri Sipil.

(22)

Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu anggota profesi sebagai seorang yang profesional supaya tidak merusak citra profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:

• Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

• Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengendalian terhadap para pelaksana di lapangan kerja.

• Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi terkait dengan hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di instansi atau perusahaan lain.

Saat ini makin banyak organisasi yang menyadari pentingnya aspek sikap dan perilaku ini sehingga makin banyak organisasi yang mengembangkan kode etik untuk dijadikan acuan perilaku bagi seluruh karyawannya, tak terkecuali instansi pemerintah. Kode etik yang baik tidak hanya cukup menjadi pedoman yang dihasilkan oleh suatu organisasi, namun harus dipahami, disadari pentingnya, dan dijalankan oleh semua pegawai termasuk manajemen puncak.

Berdasarkan studi oleh Weaver, Trevino, dan Cochran (dalam Brooks, 2003:149) ada sedikitnya enam dimensi program etik agar suatu kode etik dapat dipatuhi, yaitu:

1) Kode etik formal, yaitu suatu kode etik yang dirumuskan atau ditetapkan secara resmi oleh suatu asosiasi, organisasi profesi, atau suatu lembaga/entitas tertentu.

(23)

Kita mengenal di Kementerian Keuangan terdapat unit yang bernama Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai sebagai sebuah contoh komite etika yang dibentuk untuk mengembangkan kebijakan tentang etika di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

3) Sistem komunikasi etika, yaitu suatu media atau cara untuk menyosialisasikan kode etik dan perubahannya, termasuk isu-isu etika dan cara mengatasinya yang bersifat dua arah – antara pejabat otoritas etika dengan pihak-pihak terkait dalam suatu entitas/organisasi. Di lingkungan organisasi pemerintah, para pimpinan unit kerja tertentu dapat menggunakan coaching, mentoring, dan pertemuan koordinasi (on the job training) untuk

menyosialisasikan kode etik sehingga dapat menumbuhkan perilaku, keterampilan, dan sikap yang diharapkan oleh organisasi dari para pegawai. 4) Pejabat etika (ethics officers, ombuds persons), yaitu pihak yang

mengoordinasikan kebijakan, memberikan pendidikan, dan menyelidiki tuduhan adanya pelanggaran etika. Dalam organisasi Kementerian Keuangan lembaga ini dikenal dengan nama Majelis Kode Etik.

5) Program pelatihan etika, yaitu program yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan membantu karyawan dalam merespons masalah-masalah etika. Sebagai contoh, pelatihan etika dapat dilakukan melalui diklat Pra Jabatan maupun diklat yang dilakukan oleh konsultan swasta (outsourcing). 6) Proses penetapan disiplin dalam hal terjadi perilaku tidak etis.

2. Latihan 1

Jawab dan tanggapi beberapa pertanyaan dan instruksi berikut.

1. Jelaskan hubungan antara etika dan moral! 2. Jelaskan pengertian etos kerja!

3. Jelaskan apa yang membedakan antara etika dan etiket! 4. Jelaskan pengertian kode etik!

(24)

3. Rangkuman

Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika merupakan sistem moral dan prinsip-prinsip dari suatu perilaku manusia yang kemudian dijadikan sebagai standardisasi baik-buruk, salah-benar, serta sesuatu yang bermoral atau tidak bermoral.

Etos dapat didefinisikan sebagai karakter mendasar atau semangat dari suatu budaya; suatu sentimen yang menginformasikan tentang kepercayaan, adat kebiasaan, dan praktik dari suatu kelompok atau masyarakat.

Istilah etika berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket berkaitan dengan nilai sopan santun dan tata krama dalam pergaulan formal.

Di dalam kode etik biasanya tertuang nilai-nilai dan kepercayaan dominan dari pemimpin suatu organisasi yang menjadi landasan dari budaya organisasi. Ada sedikitnya enam dimensi program etik agar suatu kode etik dapat dipatuhi, yaitu: kode etik formal, komite etika, sistem komunikasi etika, pejabat etika (ethics officers, ombuds persons), program pelatihan etika, dan proses penetapan disiplin dalam hal

terjadi perilaku tidak etis.

4. Tes Formatif 1

I. Tulislah B bila pernyataan di bawah ini Benar atau S bila Salah

1. Antara etika dan etiket terdapat kesamaan yaitu sama-sama mengacu pada norma moral.

2. Kode etik adalah seperangkat aturan moral dalam sebuah organisasi mengenai bagaimana semua anggota organisasi harus bersikap dan berperilaku.

3. Kode etik formal yaitu suatu media atau cara untuk menyosialisasikan kode etik dan perubahannya.

4. Etika sebagai praksis sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat.

(25)

II. Pilihlah A, bila pernyataan-pernyataan 1, 2, dan 3 benar B, bila pernyataan-pernyataan 1 dan 3 benar C, bila pernyataan-pernyataan 2 dan 4 benar D, bila semua pernyataan benar

6. Moral dan etika memiliki beberapa kesamaan yaitu:

1. Asal kata sama-sama diambil dari bahasa Yunani kuno 2. Bersifat situasional

3. Dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang diyakini 4. Mengandung arti adat istiadat atau kebiasaan

7. Moral dapat diartikan sebagai:

1. Pembeda antara yang harus dan tidak harus dilakukan 2. Dorongan batin dalam diri seseorang

3. Adat istiadat 4. Kebiasaan

8. Hal-hal berikut yang menerangkan tentang “Etos” yaitu:

1. Terlihat dalam cara dan semangat orang melakukan kegiatan

2. Dipengaruhi oleh pandangan, harapan, dan kebiasaan kelompoknya 3. Kuat lemahnya terlihat pada saat menghadapi hambatan dan tantangan 4. Pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari individu

9. Etika dapat dikaitkan dengan hal-hal berikut:

1. Dalam arti sempit, sama maknanya dengan moral 2. Juga merupakan bidang studi filsafat

3. Sebagai praksis diartikan sebagai nilai-nilai moral yang mendasari perilaku

4. Berlakunya tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.

10. Profesi merupakan istilah yang memiliki dimensi: 1. secara sempit disebut sebagai pekerjaan, 2. hanya untuk dokter, pengacara, dan akuntan

(26)

5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokkan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%

Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91% s.d 100% 81% s.d. 90,00% 71% s.d. 80,99% 61% s.d. 70,99% 0% s.d. 60%

: : : : :

Sangat Baik Baik

Cukup Kurang

Sangat Kurang

(27)

Teori-Teori Etika

1. Uraian dan Contoh

a. Etika sebagai Cabang Filsafat

Menurut Ginandjar Kartasasmita (1996) etika adalah dunianya filsafat, nilai, dan moral. Etika bersifat abstrak dan mengacu kepada pengetahuan secara menyeluruh dan sistematis yang berkenaan dengan perilaku baik dan buruk, sementara moral lebih ke arah pola aktual dari perilaku dan aturan yang secara

langsung mempengaruhi tindakan. Sebagai cabang filsafat etika didiskusikan secara ilmiah dan berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.

Gambar 2.1. Peran Etika dalam Tindakan

Kegiatan Belajar 2

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah mempelajari Kegiatan Belajar ini diharapkan peserta mampu:

• Menguraikan alasan mengapa etika dikatakan sebagai cabang filsafat;

• Membedakan dalam garis besar pengertian antara etika deontologi, etika teleologi, dan etika

keutamaan;

• Membandingkan perbedaan pokok antara egoisme etis dan utilitarianisme.

Realita Etika

Moral

Tindakan

(28)

Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat tiga macam pendekatan menurut K. Bertens (2000) sebagai berikut:

1) Etika Deskriptif

Etika deskriptif menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dan tidak mengevaluasi secara moral. Ia tidak menilai apakah adat mengayau (memenggal kepala) yang dilakukan oleh suatu suku primitif bisa diterima atau ditolak. Ia juga tidak menilai apakah abortus yang sangat permisif di Cina bisa diterima atau ditolak.

Etika deskriptif tampak pada ilmu-ilmu sosial, seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi, Sejarah dan sebagainya. Objek penyelidikannya adalah individu-individu, dan kebudayaan-kebudayaan. Ilmu-ilmu ini hanya membatasi diri pada pengalaman atau peristiwa inderawi. Karena alasan ini, etika deskriptif tidak dapat dimasukkan dalam kelompok filsafat umumnya dan filsafat moral khususnya.

2) Etika Normatif

Etika normatif menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

(29)

perilaku manusia. la tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak suatu etika tertentu.

Etika normatif lebih lanjut dibagi dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum memfokuskan pada kajian-kajian umum, seperti apa yang dimaksud dengan norma moral, mengapa norma moral berlaku umum, apa perbedaan antara hak dan kewajiban, apa persyaratan agar manusia dapat dikatakan memiliki kebebasan, dan sebagainya. Di lain pihak, etika khusus menitikberatkan pada prinsip-prinsip atau norma-norma moral pada perilaku manusia yang khusus, misalnya perilaku manusia di bidang bisnis, kedokteran, politik, dan sebagainya. Karena etika khusus terkait dengan perilaku manusia yang khusus, etika khusus sering juga disebut sebagai etika terapan.

3) Metaetika

Metaetika membahas mengenai bahasa atau logika khusus yang digunakan di bidang moral, sehingga perilaku etis tertentu dapat diuraikan secara analitis. Awalan meta (Yunani) berarti melebihi atau melampaui. Metaetika seolah-olah bergerak pada taraf yang lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf bahasa etis atau bahasa yang digunakan di bidang moral. Karena fungsinya yang menganalisis, metaetika sering juga disebut sebagai etika analisis dan dapat dimasukkan dalam kelompok filsafat umumnya dan filsafat moral khususnya.

Dari berbagai pembahasan di atas dapat diklasifikasikan tiga jenis pandangan terhadap etika, yaitu sebagai berikut:

Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.

Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, hingga akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.

(30)

perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.

b. Beberapa Teori Etika

Ada 3 (tiga) macam teori etika yang berkaitan langsung dengan etika sebagai refleksi kritis sebagaimana disebutkan dan dirinci oleh Sonny Keraf (2002), yaitu:

1) Etika Deontologi

Deontologi berasal dari bahasa Yunani, deon berarti tugas/kewajiban dan logos berarti pengetahuan. Sehingga etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Paham ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804). Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai kewajiban yang mengacu pada nilai-nilai atau norma-norma moral. Dengan kata lain, bahwa tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Sebagai contoh, jika Anda menolong orang yang selama ini menjadi musuh Anda maka Anda telah menerapkan etika deontologi. Membantu orang lain yang sedang mengalami kesusahan adalah tindakan yang baik, karena ini merupakan kewajiban manusia untuk melakukannya.

Gambar 2.2.

“Kamu memang menyebalkan. Tapi

(31)

2) Etika Teologi

Teleologi berasal dari kata Yunani telos, yang berarti tujuan. Etika teleologi yaitu etika yang mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan. Suatu tindakan dinilai baik jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat. Misalnya: mencuri sebagai etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Seorang anak mencuri untuk membiayai berobat ibunya yang sedang sakit sepintas tindakan ini baik untuk moral kemanusian, tetapi dari aspek hukum jelas tindakan ini melanggar hukum. Sehingga etika teologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu.

Pertanyaan mendasar berkaitan dengan tujuan adalah apabila tujuan itu dinilai baik, baik bagi siapa: diri sendiri, orang lain, atau banyak orang? Untuk menjawab pertanyaan ini, etika teleologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme.

a) Egoisme etis memandang bahwa perilaku dapat diterima tergantung pada

konsekuensinya. Memaksimalkan kepentingan kita terkait erat dengan akibat yang kita terima yang berupaya mengembangkan kebaikan bagi diri sendiri. Yang amat dikenal sebagai penganut paham ini adalah Niccolo Machiavelli, seorang birokrat Itali (Florensia) pada abad ke-15, yang menganjurkan bahwa kekuasaan dan survival pribadi adalah tujuan yang benar untuk seorang administrator pemerintah.

b) Utilitarianisme yang pangkal tolaknya adalah prinsip kefaedahan (utility),

(32)

melihat apakah suatu tindakan bermanfaat atau sebaliknya merugikan bagi orang-orang terkait. Secara lebih rinci kriteria obyektif itu dapat dilihat dalam 3 kriteria berikut:

1) Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu apakah suatu tindakan

mendatangkan manfaat tertentu.

2) Kriteria kedua adalah manfaat yang lebih besar atau terbesar, yaitu

apakah suatu tindakan mendatangkan manfaat lebih besar atau terbesar dibandingkan dengan tindakan lainnya.

3) Kriteria ketiga adalah manfaat lebih besar atau terbesar bagi

sebanyak mungkin orang, yaitu bahwa suatu tindakan dinilai baik

apabila manfaat lebih besar atau terbesar dirasakan oleh sebanyak mungkin orang.

Di antara dua cabang teleologi, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme, tidak terdapat jurang pemisah yang tajam karena merupakan suatu kontinuum, yang di antaranya dapat ditempatkan, misalnya, pandangan Weber bahwa seorang birokrat sesungguhnya bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri pada waktu ia melaksanakan perintah atasannya, yang oleh Chandler (1994) disebut sebagai “a disguise act of ego”.

Dapat diperkirakan bahwa dalam masa modern dan pasca modern ini, pandangan utilitarianisme atau kelompok pendekatan teleologis ini memperoleh lebih banyak perhatian. Dalam pandangan ini yang amat pokok adalah bukan memperhatikan nilai-nilai moral, tetapi konsekuensi dalam keputusan dan tindakan administrasi itu bagi masyarakat. Kepentingan umum (public interest) merupakan ukuran penting menurut pendekatan ini.

3) Etika Keutamaan (Virtue Theory)

(33)

orang. Menurut Bertens (2000) teori keutamaan berangkat dari manusianya. Beberapa contoh sifat keutamaan itu antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Dalam dunia bisnis, sifat-sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan, dan keuletan.

Dalam ilmu psikologi, karakter merupakan disposisi sifat/watak seseorang. Karakter seseorang ditentukan oleh kebiasaannya, sedangkan kebiasaan dibentuk oleh tindakan yang berulang ulang. Tindakan yang berulang-ulang ditentukan oleh tujuan/makna hidup yang ingin dicapai, dan makna hidup ditentukan oleh pola/paradigma berpikir. Berdasarkan asumsi ini, sebenarnya teori keutamaan bukan merupakan teori yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori etika tindakan (deontologi dan teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari tindakan yang berulang-ulang.

Sebagai contoh dalam birokrasi pemerintah, etika keutamaan, kejujuran, dapat membedakan antara karakteristik figur pegawai yang satu dan yang lain. Etika keutamaan menekankan pada arti penting kejujuran yang selama ini dirindukan kehadirannya dalam segala tindak tanduk pejabat dan birokrat kita. Kejujuran menjadi perwujudan etika keutamaan karena tidak dilandaskan pada aspek tindakan. Fenomena itulah yang menjadikan etika keutamaan dipandang mampu melampaui dua aliran etika yang mendominasi dalam diskusi moralitas, yakni etika teleologi (bertujuan) dan etika deontologi (kewajiban).

(34)

Keunggulan etika keutamaan adalah bahwa moralitas dalam suatu masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita. Melalui sejarah atau cerita disampaikan pesan-pesan moral, nilai-nilai, dan berbagai keutamaan moral agar dapat ditiru dan dihayati oleh semua anggota masyarakat.

Meskipun demikian, etika keutamaan memiliki kelemahan yaitu, ketika berbagai kelompok masyarakat memunculkan berbagai keutamaan moral yang berbeda-beda sesuai dengan persepsi masing-masing. Khususnya dalam masyarakat modern dimana cerita atau dongeng tidak lagi memperoleh tempat seperti pada masyarakat yang belum maju, moralitas dapat kehilangan relevansinya. Demikian pula dalam masyarakat dimana kita sulit menemukan tokoh publik yang bisa memberikan keteladanan moral, maka moralitas akan hilang dari masyarakat tersebut. Dalam masyarakat kita sekarang, kita sangat sulit menemukan keteladanan moral dari tokoh-tokoh tertentu. Yang kita peroleh adalah keteladanan semu, seperti bagaimana menjadi kaya melalui cara yang tidak halal, atau berbisnis dengan keuntungan besar tetapi dengan cara curang.

Secara umum, pada tabel 2.1. dapat dilihat ringkasan berbagai teori etika dan hubungannya dengan paradigma hakikat manusia.

Tabel 2.1. Teori Etika Dan Hubungannya Dengan Paradigma Hakikat Manusia

No Teori

Paradigma

Penalaran Teori Kriteria Etis Tujuan Hidup 1 Deontologi Tindakan itu

sendiri

Kewajiban mutlak setiap orang

Demi kewajiban itu sendiri bagi banyak orang

Kesejahteraan duniawi masyarakat

4 Keutamaan Disposisi karakter Karakter positif negatif individu

Kebahagiaan duniawi dan mental (psikologis)

(35)

2. Latihan 2

Jawab dan tanggapi beberapa pertanyaan dan instruksi berikut.

1. Jelaskan pengertian etika teleologi! 2. Jelaskan pengertian etika deontologi!

3. Jelaskan apa yang membedakan antara egoisme etis dan utilitarianisme! 4. Jelaskan pengertian etika keutamaan!

5. Sebutkan pendekatan dalam membahas etika sebagai ilmu!

3. Rangkuman

Sebagai cabang filsafat etika didiskusikan secara ilmiah dan berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Terdapat tiga macam pendekatan menurut K. Bertens (2000) dalam membahas etika sebagai ilmu, yaitu Etika Deskriptif, Etika Normatif, dan Metaetika.

Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri.

Etika teleologi yaitu etika yang mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan. Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat. Etika teleologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme.

(36)

4. Tes Formatif 2

I. Tulislah B bila pernyataan di bawah ini Benar atau S bila Salah.

1. Etika deskriptif dan metaetika dapat dimasukkan dalam kelompok etika sebagai cabang filsafat.

2. Etika keutamaan lebih memfokuskan pada nilai-nilai universal untuk menilai moral.

3. Teori Keutamaan telah ada cukup lama dan didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant.

4. Metaetika membahas mengenai bahasa atau logika khusus yang digunakan di bidang moral.

5. Etika umum menitikberatkan pada norma-norma moral dari perilaku manusia misalnya perilaku manusia di bidang bisnis, kedokteran, politik. 6. Mencuri sebagai etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan

tindakan itu sendiri.

II. Untuk setiap nomor pernyataan di bawah ini, pilihlah satu jawaban yang Saudara anggap paling benar dari beberapa kemungkinan jawaban berikut.

7. Menurut K. Bertens (2000), tiga pendekatan dalam memandang etika, yaitu: a. Etika positif, etika normatif, dan metaetika

b. Etika deskriptif, etika positif, dan etika normatif c. Etika deskriptif, etika positif, dan metaetika d. Etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika

8. Prinsip yang dianut oleh Utilitarianisme adalah: a. Tindakan harus dapat memberikan manfaat b. Tindakan harus memberikan nilai tambah

c. Tindakan mendatangkan manfaat bagi sebanyak mungkin orang d. Tindakan harus menguntungkan semua orang

9. Yang bukan merupakan keunggulan etika keutamaan adalah: a. Memunculkan berbagai keutamaan moral yang heterogen b. Sangat menghargai kebebasan dan rasionalitas

c. Moralitas masyarakat dibangun melalui sejarah atau cerita d. Berpijak pada keteladanan dari pemimpin dan contoh nyata

(37)

5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokkan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%

Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91% s.d 100% 81% s.d. 90,00% 71% s.d. 80,99% 61% s.d. 70,99% 0% s.d. 60%

: : : : :

Sangat Baik Baik

Cukup Kurang

Sangat Kurang

(38)

Etika Organisasi Pemerintah

1. Uraian dan Contoh

a. Etika dalam Organisasi

Dalam konteks organisasi, etika dapat berarti pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi (organizational culture) yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan.

Organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya memerlukan etika agar organisasi dapat melayani kepentingan masyarakat dan menjaga keluhuran organisasi. Ada beberapa alasan mengapa etika dalam kehidupan organisasi sangat penting.

Pertama, etika memungkinkan organisasi memilih dan menyepakati nilai-nilai moral yang harus dijunjung tinggi oleh setiap anggota organisasi. Kedua, etika dapat menjembatani konflik moralitas antaranggota organisasi yang berbeda latar belakang suku, agama, ras, dan budaya karena etika mengetengahkan nilai-nilai universal yang disepakati semua anggota organisasi. Ketiga, etika yang dilaksanakan secara efektif oleh organisasi akan meningkatkan citra dan reputasi organisasi dan akan melanggengkan eksistensi organisasi. Pola perilaku yang ditekankan dalam upaya terjaganya nama baik organisasi, biasanya dituangkan

Kegiatan Belajar 3

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah mempelajari Kegiatan Belajar ini diharapkan peserta mampu:

• Menyebutkan dan menjelaskan mengapa etika dalam organisasi sangat penting;

• Menjelaskan dalam garis besar apa yang dimaksud dengan pembinaan jiwa korps PNS;

• Menyebutkan dan menjelaskan etika dalam jabatan;

(39)

dalam sejumlah aturan mengenai apa yang harus dan terlarang dilakukan oleh setiap anggota organisasi.

Secara konseptual, model organisasi yang ideal sebagaimana dirumuskan oleh Max Weber – yaitu birokrasi – memiliki karakteristik yang sekaligus menjadi nilai-nilai perilaku bagi para anggota organisasi tersebut. Beberapa karakteristik tersebut di antaranya adalah adanya:

1) Spesialisasi atau pembagian pekerjaan; 2) Tingkat berjenjang (hirarki);

3) Berdasarkan aturan dan prosedur kerja; 4) Hubungan yang bersifat impersonal;

5) Pengangkatan dan promosi anggota/pegawai berdasarkan kompetensi; Sedangkan setiap anggota birokrasi tersebut diharapkan memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

1) Bebas dari segala urusan pribadi (personally free) selain yang berkaitan dengan tugas-tugas yang telah ditetapkan.

2) Setiap anggota harus mengerti tugas dan ruang lingkup kedudukan dalam hirarki organisasi.

3) Setiap anggota harus mengerti dan dapat menerapkan kedudukan hukumnya dalam organisasi, dengan memahami aturan yang menetapkan kewajiban dan kewenangannya dalam organisasi. 4) Setiap anggota bekerja berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja

dengan kompensasi tertentu sesuai dengan tugs dan tanggung jawab yang dibebankan organisasi kepadanya.

5) Setiap anggota organisasi diangkat dan dipromosikan berdasarkan merit atau prestasi dan kompetensi.

6) Setiap anggota organisasi diberikan kompensasi berdasarkan tarif standar yang sesuai dengan kedudukannya, maupun tugas pokok dan fungsinya.

(40)

8) Setiap anggota organisasi ditempatkan dengan struktur karir yang jelas. 9) Setiap anggota organisasi harus berdisiplin dalam perilaku kerjanya dan

untuk itu dilakukan pengawasan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dimensi perilaku manusia dalam organisasi dengan nilai-nilai etikanya, mencakup beberapa dimensi, yaitu:

1) Dimensi hubungan antara anggota dengan organisasi yang tertuang dalam perjanjian atau aturan-aturan legal;

2) Hubungan antara anggota organisasi dengan sesama anggota lainnya, antara anggota dengan pejabat dalam status hirarki;

3) Hubungan antara anggota organisasi yang bersangkutan dengan anggota dan organisasi lainnya; dan

4) Hubungan antara anggota dengan masyarakat yang dilayaninya.

b. Etika Dalam Pemerintahan

Bagi aparatur pemerintah, budaya dan etika kerja merupakan hal yang penting untuk dikembangkan baik pada tingkat pemerintahan Pusat maupun Daerah, pada tingkat Kementerian atau organisasi maupun unit-unit kerja di bawahnya. Adanya etika ini diharapkan mampu membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan masyarakat.

Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, nilai–nilai etika pemerintahan terwakili dengan pernyataan dalam Mukaddimah UUD 1945 alinea keempat, yaitu:

1) melindungi segenap bangsa dan tumpah darah indonesia, 2) memajukan kesejahteraan umum,

3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

4) ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia dan perdamaian yang abadi. Sedangkan nilai-nilai filosofi yang melandasinya adalah ideologi negara, yaitu Pancasila.

(41)

peraturan-peraturan yang mengetengahkan nilai-nilai atau norma-norma moral. Beberapa peraturan penting mengenai etika adalah:

 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa;

 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;

 Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik tercermin dalam Ketetapan Undang-Undang No. 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Dalam Pasal 3 dan Penjelasannya ditetapkan mengenai asas-asas umum pemerintahan yang mencakup:

1) Asas Kepastian Hukum,

2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, 3) Asas Kepentingan Umum,

4) Asas Keterbukaan, 5) Asas Proporsionalitas, 6) Asas Profesionalitas, 7) Asas Akuntabilitas.

Asas-asas umum pemerintahan sebagaimana diterapkan di Indonesia, tidak terlepas dari kecenderungan global berlakunya paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dikenal dengan paradigma kepemerintahan yang baik (good governance).

(42)

Pegawai Negeri. Semua kewajiban dan larangan tersebut harus dipahami oleh semua Pegawai Negeri Sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar atau norma dan aturan yang merupakan bagian dari etika atau kode etik Pegawai Negeri secara umum yang notabene merupakan aparat birokrasi.

Selain kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, pembentukan Etika Birokrasi juga harus didukung dengan adanya sanksi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas. Jenis sanksi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pegawai Negeri bervariasi sesuai tingkat pelanggaran.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 merupakan salah satu bagian dari kode etik birokrasi yang nantinya dapat mengatur segala bentuk tingkah laku dari aparatur pemerintah dengan segala sanksi yang mengikat, sehingga diharapkan pelaksanannya dapat membuat aparat tersebut lebih beretika. Jadi selain etika yang berlaku dalam masyarakat dimana aparat birokrasi merupakan bagian dalam masyarakat, yang secara otomatis harus terikat dengan aturan tersebut, di sisi lain aparat birokrasi mempunyai aturan main sendiri yang secara nasional berlaku untuk semua PNS di seluruh Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan pemerintah yang paling konkrit mengatur etika PNS. Peraturan-peraturan sebelumnya dianggap masih terlalu umum dalam mengatur etika PNS.

Beberapa butir penting dalam peraturan ini adalah:

 Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari.

(43)

pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tersebut, dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari- hari, setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, terdapat nilai-nilai dasar yaitu nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh setiap pegawai dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan sehari-hari yang seringkali ikut dimasukkan sebagai kode etik. Nilai-nilai dasar yang melandasi etika Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam kehidupan, meliputi:

1) ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2) kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 3) semangat nasionalisme;

4) mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

5) ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; 6) penghormatan terhadap hak asasi manusia;

7) tidak diskriminatif;

8) profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; 9) semangat jiwa korps.

c. Etika Dalam Jabatan

Para penyelenggara negara, termasuk PNS, sebelum memangku jabatannya diwajibkan untuk mengangkat sumpah/janji sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumpah/janji inilah yang menjadi kesepakatan dan komitmen terhadap nilai-nilai dan standar-standar sebagai kode etik jabatan.

(44)

1) Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatannya;

2) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; 3) Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah

menjabat;

4) Tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme;

5) Melaksanakn tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan golongan;

6) Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang tersebut ditegaskan ketentuan bahwa hubungan antar penyelenggara negara dilaksanakan dengan mentaati norma-norma kelembagaan, kesopanan, kesusilaan, dan etika yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

d. Good Governance Sebagai Trend Global Etika Pemerintahan

Perhatian dan rasa terhadap nilai-nilai dalam diri setiap aparatur sangat erat kaitannya dengan latar belakang sejarah, budaya, dan perkembangan kondisi sosial dan lingkungan kehidupan saat ini. Dalam konteks negara, perbedaan tersebut jelas sesuai dengan perbedaan sejarah, budaya dan lingkungannya, sehingga kita dapat mengatakan bahwa setiap individu akan memiliki pandangan yang berbeda tentang nilai-nilai dan setiap negara akan memiliki standar dan ketentuan etika yang berbeda satu sama lainnya.

(45)

tampaknya dipicu oleh permasalahan yang relatif sama yaitu korupsi. Adanya kesamaan dalam pengaturan mengenai etika pemerintahan tersebut tampaknya berkaitan dengan fungsi atau keberadaan aparatur pemerintah dalam melayani masyarakat, dimana kejujuran (fairness) dan netralitas menjadi persyaratan yang memerlukan tingkat disiplin tertentu yang kurang lebih sama di berbagai negara walaupun dengan latar belakang berbeda.

Promosi mengenai nilai-nilai good governance, ternyata bukan hanya di negara-negara berkembang yang pemerintahannya dinilai korup, tetapi ternyata juga dikembangkan di negara-negara maju.

Nilai-nilai kepemerintahan yang baik (good governance) telah menjadi kecenderungan global sebagai etika dalam pemerintahan secara umum menekankan bahwa penyelenggaraan kepemerintahan negara harus merupakan keseimbangan interaksi dan keterlibatan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (civil society). Nilai-nilai atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik menurut Badan PBB untuk Pembangunan atau UNDP (1997) adalah mencakup:

1) Partisipasi: setiap warga masyarakat harus memiliki hak suara yang sama

dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Partisipasi yang luas ini perlu dibangun melalui kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2) Aturan Hukum (Rule of Law): Kerangka aturan hukum dan

perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh tanpa memihak kepada siapapun (impartially), terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi manusia.

3) Transparasi: Transparasi harus dibangun dalam kerangka kebebasan

aliran informasi. Berbagai proses, kelembagaan, dan informasi harus dapat diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya, dan informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti.

(46)

diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).

5) Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation): Pemerintahan yang

baik akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

6) Berkeadilan (Equity): Pemerintahan yang baik akan memberikan

kesempatan yang sama terhadap laki-laki dan perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

7) Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency): Setiap proses

kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia.

8) Akuntabilitas (Accountability): Para pengambil keputusan dalam

organisasi sektor publik (pemerintah), swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum). Pertanggung jawaban tersebut berbeda-beda, bergantung apakah jenis keputusan organisasi bersifat internal atau eksternal.

9) Bervisi Strategis (Strategic Vision): Para pemimpin dan masyarakat

memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia (human development), bersama dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Mereka juga memahami aspek-aspek historis, kultural, dan kompleksitas sosial yang mendasari perspektif mereka.

10) Saling keterkaitan (Interrelated): Keseluruhan ciri good governance

tersebut di atas adalah saling memperkuat dan saling terkait (mutually reinforcing) dan tidak bisa berdiri sendiri. Partisipasi yang semakin luas

(47)

keabsahan atau legitimasi atas berbagai keputusan yang ditetapkan. Tingkat legitimasi keputusan yang kuat pada gilirannya akan mendorong efektivitas pelaksanaannya, dan sekaligus mendorong peningkatan partisipasi dalam pelaksanaannya. Dan kelembagaan yang responsif haruslah transparan dan berfungsi sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku agar keberfungsiannya itu dapat dinilai berkeadilan.

Sebagai komitmen terhadap pelaksanaan good governance, di berbagai negara, telah dikembangkan berbagai inisiatif yang diarahkan pada peningkatan etos kerja birokrasi pemerintahan yang diarahkan melalui pengembangan norma-norma etika pemerintahan.

2. Latihan 3

Jawab dan tanggapi beberapa pertanyaan dan instruksi berikut.

1. Jelaskan mengapa etika dalam kehidupan organisasi sangat penting!

2. Jelaskan asas-asas pemerintahan yang menjadi nilai–nilai etika pemerintahan!

3. Jelaskan tentang etika dalam jabatan! 4. Jelaskan pengertian good governance!

5. Sebutkan nilai-nilai atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik menurut Badan PBB untuk Pembangunan!

3. Rangkuman

Etika organisasi dapat berarti pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara kseluruhan akan membentuk budaya organisasi (organizational culture) yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan.

(48)

organisasi maupun unit-unit kerja di bawahnya.

Para penyelenggara negara, termasuk PNS, sebelum memangku jabatannya diwajibkan untuk mengangkat sumpah/janji sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Nilai-nilai pemerintahan yang baik (good governance) telah menjadi kecenderungan global sebagai etika dalam pemerintahan yang secara umum menekankan bahwa penyelenggaraan kepemerintahan negara harus merupakan keseimbangan interaksi dan keterlibatan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (civil society).

4. Tes Formatif 3

I. Pilihlah A, bila pernyataan-pernyataan 1, 2, dan 3 benar

B, bila pernyataan-pernyataan 1 dan 3 benar C, bila pernyataan-pernyataan 2 dan 4 benar D, bila semua pernyataan benar

1. Prinsip yang menuntut agar seorang pejabat publik dalam birokrasi untuk bertindak yang dapat menjaga nama baik serta tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain dikenal sebagai:

1. Integritas moral 2. Profesionalisme 3. Prinsip moral PNS 4. Etika PNS

2. Beberapa karakteristik organisasi yang ideal menurut Max Weber di antaranya:

1. Tingkatan berjenjang

2. Hubungan yang bersifat impersonal 3. Pengangkatan dan promosi

4. Pembagian kekuasaan

3. Prinsip-prinsip Good Governance menurut UNDP 1997 adalah: 1. Efektivitas dan efisiensi

(49)

4. Dimensi etika organisasi pemerintah antara lain mencakup: 1. Etika dalam pemerintahan

2. Etika dalam jabatan 3. Good governance 4. Etika dalam kantor

5. Etika dalam jabatan diterapkan melalui: 1. Tidak melakukan KKN

2. Pasal 5 UU No. 28 tahun 1999 3. Pasal 7 UU no. 28 tahun 1999

4. Bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN

II. Untuk setiap nomor pernyataan di bawah ini, pilihlah satu jawaban

yang Saudara anggap paling benar dari beberapa kemungkinan jawaban berikut.

6. Sebelum memangku jabatannya seorang PNS diwajibkan untuk mengangkat sumpah/janji sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumpah/janji ini menjadi:

a. Kesepakatan dan komitmen terhadap nilai-nilai dan standar-standar sebagai kode etik jabatan

b. Dasar untuk dibuatkan Surat Keputusan Pengangkatan PNS c. Menjamin tertib administrasi dan tertib aturan

d. Menjadi pegangan hidup bagi PNS yang bersangkutan

7. Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat Majelis Kode Etik adalah:

a. Lembaga struktural pada instansi pemerintah b. Lembaga non struktural pada instansi pemerintah

c. Bertugas melakukan penuntutan hukum terhadap PNS yang melanggar d. Melaporkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri

Sipil.

8. Birokrasi memiliki karakteristik di antaranya adalah sebagai berikut, kecuali: a. Spesialisasi atau pembagian pekerjaan;

b. Tingkat berjenjang (hirarki);

c. Berdasarkan aturan dan prosedur kerja; d. Hubungan yang bersifat personal;

(50)

a. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001

b. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 c. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 d. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004

10. Asas-asas umum pemerintahan mencakup hal-hal berikut kecuali: a. Asas Kepastian Hukum;

b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, c. Asas Transparansi

d. Asas Kepentingan Umum

5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokkan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci sebagaimana rumus di bawah ini.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%

Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91% s.d 100% 81% s.d. 90,00% 71% s.d. 80,99% 61% s.d. 70,99% 0% s.d. 60%

: : : : :

Sangat Baik Baik

Cukup Kurang

Sangat Kurang

(51)

Kode Etik di Lingkungan Kementerian Keuangan

1. Uraian dan Contoh

a. Latar Belakang Penyusunan Kode Etik di Lingkungan Kementerian

Keuangan

Peningkatan disiplin pegawai untuk Kementerian Keuangan sebenarnya telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 15/KMK.01/UP.6/1985 tentang Ketentuan Penegakkan Disiplin Kerja Dalam Hubungan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara kepada Pegawai dalam Lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Nomor SE-99/SJ/2000 tentang Penegakkan Disiplin Kerja dalam Hubungan Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tersebut merupakan aturan kode etik yang mengatur segala bentuk tingkah laku dari aparatur pemerintah dengan segala sanksi yang mengikat. Dalam perkembangannya peraturan tersebut memang tidak mampu mengakomodasi kebutuhan organisasi Kementerian Keuangan yang semakin berkembang akan meningkatnya batasan etis dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sehari-hari. Selain itu, PP 30 berisi aturan yang

Kegiatan Belajar 4

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah mempelajari Kegiatan Belajar ini diharapkan peserta mampu:

 Menjelaskan tentang latar belakang penyusunan kode etik di tiap unit eselon I Kementerian Keuangan;

 Menyebutkan prinsip dasar penyusuna kode etik;  Membedakan bentuk sanksi pelanggaran kode etik;  Mengapresiasi peraturan tentang kode etikdi tiap

unit eselon I Kementerian Keuangan;

Gambar

Gambar 1.1. Terbentuknya Tindakan Etis
Gambar 2.1. Peran Etika dalam Tindakan
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pusat Unggulan Iptek yang dimaksud dalam pedoman ini adalah suatu organisasi baik berdiri sendiri maupun berkolaborasi dengan organisasi lainnya (konsorsium)

Di dalam penulisan Tugas Akhir ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi perancangan dan pembuatan aplikasi penerjemah Indonesia – Inggris berbasis

Oleh karena itu, peneliti berinisiatif untuk melakukan pelatihan Art- Enginering (Areng) terhadap Pemuda Karang Taruna Griya Asri Kalitengah bersama Pawitra Art

pengaruh yang signifikan terhadap keputusan produk Jelly Cup Wong Coco.. Koefisien Determinasi (R

Berdasarkan permasalahan pencemaran lingkungan berupa timbal (Pb) di udara dan berbagai penelitian mengenai potensi tanaman dalam menyerap timbal (Pb) di udara,

Dan benar Daud Zhahiri (w. 270 H.), bahwa larangan meminang pinangan orang lain yang terdapat da- lam hadis sebenarnya maksudnya adalah larangan menikahi perempuan yang sudah