• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN - Identifikasi kerusakan dan desain teknik perbaikan outer ringroad Kota Madiun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN - Identifikasi kerusakan dan desain teknik perbaikan outer ringroad Kota Madiun"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

58

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Meningkatnya pembangunan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan

pertumbuhan lalu lintas. Sarana infrastruktur jalan mempunyai peran yang sangat

penting

untuk

menunjang

pertumbuhan

ekonomi

masyarakat

dalam

pendistribusian barang dan jasa. Ketersediaan jalan yang baik berpengaruh

terhadap kelancaran arus lalu lintas. Tingginya pertumbuhan lalu lintas sebagai

akibat pertumbuhan ekonomi menimbulkan masalah yang serius bila tidak

diimbangi dengan perbaikan mutu sarana dan prasarana jalan. Diperlukan

penambahan sarana infrastruktur jalan dan pemeliharaan yang rutin agar kondisi

jalan aman untuk memberikan pelayanan lalu lintas. Pertumbuhan kendaraan yang

begitu cepat berdampak pada kepadatan lalu lintas baik di jaln dalam kota maupun

luar kota, hal itu menuntut kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan.

Kota Madiun terkenal dengan motto “Kota Gadis”, yang merupakan singkatan

dari Kota Perdagangan, Pendidikan dan Industri memiliki tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi. Untuk menunjang hal itu, dibutuhkan sarana dan prasarana

yang memadai untuk mendukung aktifitas masyarakatnya. Outer Ringroad Kota

Madiun termasuk jalan kabupaten yang terletak di Kecamatan Kartoharjo. Jalan

ini memiliki panjang 5 km dan lebar 17m, terdiri dari 4 lajur, 2 jalur dan 2 arah.

Outer Ringroad Kota Madiun dibangun untuk mengalihkan lalu lintas dari arah

Solo-Surabaya atau sebaliknya, yang masuk lewat Kota Madiun.

(2)

Belum ada penanganan yang serius dari Pemerintah Daerah Kota Madiun

khususnya Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun.

Selama ini penanganan kerusakan jalan yang dilakukan pada Outer Ringroad Kota

Madiun terbatas pada kegiatan pemeliharaan, yaitu dengan menggali kerusakan

pada lapisan permukaan (

Surface Course)

dan menggantinya dengan batu gebal

kemudian menutupnya dengan penetrasi. Penanganan ini tidak tepat karena tidak

bisa bertahan lama sehingga setiap hari terus dilakukan perbaikan yang tidak ada

hentinya.

Oleh karena itu dalam perbaikan

Outer Ringroad

Kota Madiun perlu diadakan

penelitian secara serius yaitu dengan adanya identifikasi terhadap kerusakan yang

ada dan membuat design perbaikan yang tepat berupa

rigid pavement,overlay,

dan

Cement

Treated Recycling Base (CTRB)

terhadap kerusakan yang terjadi dengan

dasar pertimbangan alternatif perbaikan secara teknis dan ekonomis terhadap

ketiga metode tersebut yang ditinjau dari segi konstruksi, pemeliharaan, dan

alternatif perbaikan.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian perumusan latar belakang masalah, maka dapat diambil suatu

rumusan masalah, yaitu

a.

Apakah jenis kerusakan yang terjadi pada Outer Ring-Road Kota Madiun.

b.

Apakah teknik perbaikan yang tepat untuk menangani kerusakan yang terjadi

pada Outer Ring-Road Kota Madiun.

1.3

Batasan Masalah

Untuk melaksanakan penelitian pada ruas jalan Ring-Road Kota Madiun diberikan

batasan-batasan sebagai berikut :

a.

Lokasi penelitian dibatasi pada ruas jalan Ring-Road kota Madiun pada Sta

0+000 sampai Sta 3+550 di Kecamatan Kartoharjo kota Madiun.

(3)

c.

Untuk menentukan tebal lapis perkerasan menggunakan Metode Analisis

Komponen 2002 pada perkerasan lentur.

d.

Untuk menentukan tebal plat yang digunakan menggunakan Pedoman

Perencanaan perkerasan jalan beton semen 2003.

e.

Data tanah dari data Sekunder.

f.

Umur rencana 20 tahun.

g.

Sistem Rehabilitasi yang diterapkan adalah Metode perbaikan standar Bina

Marga, metode pelapisan ulang jalan (

overlay

),

Cement

Treated Recycling

Base

(CTRB)

dan perencanaan perkerasan jalan beton semen (

rigid

).

h.

Untuk menentukan nilai sisa perkerasan lama menggunakan perbandingan

beton semen dengan laston berdasarkan asumsi yang dikembangkan oleh

penulis yang mengacu pada landasan teori yang berkaitan.yaitu sebesar 1:3.

i.

Penilaian desain perbaikan perkerasan hanya meliputi penilaian terhadap segi

konstruksi, segi pemeliharaan dan segi alternatif perbaikan.

j.

Optimasi desain perbaikan perkerasan dilakukan berdasarkan asumsi

yang dikembangkan oleh penulis yang mengacu pada landasan teori yang

berkaitan.

k.

Penentuan biaya konstruksi berdasarkan harga satuan pekerjaan dari data

Rencana Anggaran Biaya di Dinas Pekerjaan Umum kota Madiun tahun

2009.

1.4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

a.

Mengidentifikasi jenis kerusakan yang terjadi pada Outer Ringroad Kota

Madiun.

b.

Menentukan teknik perbaikan yang tepat pada Outer Ring-Road Kota

Madiun.

1.5

Manfaat Penelitian

(4)

a.

Manfaat praktis

Memberi masukan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun untuk cara

penanganan perbaikan Jalan Ring-Road Kota Madiun sehingga dapat

memberikan pelayanan yang baik terhadap lalu lintas yang melewati jalan

Ring-Road Kota Madiun.

b.

Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan & wawasan tentang teknik perbaikan jalan.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1

Tinjauan Pustaka

Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan, gangguan, atau penurunan

kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk melayani kegiatan operasi

lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu, semua prasarana yang terdapat pada

suatu sistem transportasi khususnya transportasi darat, memerlukan perawatan dan

perbaikan kerusakan yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa

pelayanan ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar

yang aman. Aspek dari perawatan dan perbaikan jalan raya yang baik adalah ketika

prasarana tersebut berada pada keadaan siap pakai di setiap waktu untuk menjamin

kelancaran dan keamanan pengguna jalan serta keselamatan operasi transportasi darat.

(Prasetyo, 2007)

Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan bermotor baik itu kendaraan roda

dua ataupun roda empat yang akhir-akhir ini perkembangannya sangat pesat maka

(5)

memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dari

beban sumbu kendaraan, daya dan lain-lainnya.

(Sukirman, 1999)

Konstruksi perkerasan jalan menerima dan menyebarkan beban lalu lintas yang

dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti

pada konstruksi itu sendiri sehingga dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna

jalan selama masa pelayanan jalan tersebut. Besarnya beban yang diimpahkan tersebut

tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda

dan perkerasan jalan, kecepatan kendaraan dan lain-lain. Dengan demikian, efek dari

masing-masing kendaraan terhadap kerusakan jalan yang ditimbulkan tidaklah sama

satu dengan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan beban standar sehingga

semua beban lainnya dapat diekuivalensikan ke beban standar tersebut. (Silvia

Sukirman, 1995)

Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan

mutu dan daya tahan konstruksi tidak lepas dari tanah dasar yang berasal dari lokasi itu

sendiri atau tanah dari lokasi didekatnya yang telah dipadatkan sampai tingkat

kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan

mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat

perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. (Sukirman, 1995)

Ada dua jenis perkerasan jalan yang umum digunakan di indonesia, antara lain

perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasannya bersifat memikul

dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Syarat perkerasan lentur yaitu :

a. Permukaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.

b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban

yang bekerja diatasnya.

c. Permukaan cukup kesat sehingga memberikan gesekan yang baik antara ban

dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.

(6)

Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan

beban harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Memiliki ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau

muatan lalu lintas ke tanah dasar.

b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan dibawahnya.

c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

dapat cepat dialirkan.

d. Memiliki kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tapa menimbulkan

deformasi yang berarti. (Sukirman, 1995)

Kemampuan untuk menerima beban ini dapat ditunjukkan dengan nilai CBR yang tinggi.

Tanah dasar dengan nilai CBR yang tinggi dapat menahan beban yang besar. Untuk

mengatasi kerusakan jalan dapat menggunakan perkerasan beton atau perkerasan kaku.

Kelemahan dan kelebihannya yaitu biaya konstruksi yang mahal, biaya pemeliharaan

rendah dan waktu konstruksi lama (Aly, 2004).

Sedangkan kelebihannya adalah perkerasan beton mampu mendukung beban lalu lintas

yang besar.Selain itu juga dapat menggunakan metode teknologi daur ulang.

Daur ulang perkerasan yaitu pamakaian ulang dari scarified permukaan jalan atau

lapisan jalan yang kasar dengan cara merotavatingnya sampai kedalaman 20 cm (8 inci)

dan mencampurnya dengan bahan pengikat bitumen yang panas atau dingin, sering kali

akan seperti semen. (Scott, 1993)

“The bituminous pavement rehabilitation alternatives are mainly overlaying, recycling

and reconstruction. In the recycling process the material from deteriorated pavement,

known as reclaimed asphalt pavement (RAP), is partially or fully reused in fresh

construction. Some of the advantages associated with pavement recycling are less user

delay conservation of energy preservation of environment reduced cost of construction

conservation of aggregate and binder preservation of existing pavement geometrics etc.

It is also reported that recycled mix has higher resistance to shearing and scuffing, which

in turn increase the rutting resistance. Chances of reflective cracking are found to be less

(7)

Ruas jalan yang menggunakan teknologi CTRB adalah Paket Karawang I dan II, Paket

Kandang Haur-Palimanan serta Paket Losari-Cirebon (Techno Konstruksi, 2008). Pada

akhir tahun 2008 di ruas jalan Boyolali – Kartosuro juga dilaksanakan rehabilitasi jalan

sepanjang 6,95 km. Untuk mencapai hasil yang memuaskan dari daur ulang perkerasan

lama, maka material bekas garukan aspal ini perlu ditambah suatu bahan sebagai

stabilisasi untuk meningkatkan daya dukungnya. Semen adalah zat stabilizing yang

banyak digunakan.

Kadar semen yang memenuhi persyaratan Unconfined Compresive Strength (UCS) untuk

Cement Treated Recycling Base (CTRB) adalah 5% sampai 6% (Karsikun, 2008). Nilai

Drying shrinkage material CTRB sampai pada umur 28 hari untuk kadar semen 5%

sebesar 805,3 micro strain dan kadar semen 6% adalah 826,3 micro strain” (Muda,

2009).

2.2 Landasan Teori

2.2.1

Jenis Konstruksi Perkerasan

Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:

a. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah konstruksi perkerasan yang terdiri dari lapisan-lapisan

perkerasan yang dihampar diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan tersebut

dapat menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Kekuatan konstruksi perkerasan

ini ditentukan oleh kemampuan penyebaran tegangan tiap lapisan, yang ditentukan

oleh tebal lapisan tersebut dan kekuatan tanah dasar yang diharapkan.

Sesuai dengan namanya, perkerasan lentur ini bila diberikan beban maka perkerasan

akan melendut/melentur. Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas beberapa lapisan

dengan material tertentu. Pada lapisan struktur perkerasan dibawahnya akan

menerima/mendukung beban yang lebih ringan, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.1. Penyebaran beban relatif lebih kecil pada perkerasan lentur sehingga

lapis pondasi dan lapis pondasi bawah memberi sumbangan yang besar dalam

(8)

Sumber: DPU, 2005

Guna memberikan rasa aman, nyaman dan irit bagi pengguna jalan, maka konstruksi

perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut:

1) Fungsional

Perkerasan tersebut mampu melaksanakan fungsi yang baik bagi pengguna jalan.

Fungsi tersebut mencakup keamanan, dan kenyamanan dalam berkendaraan.

Persyaratan tersebut adalah meliputi antara lain:

a) Permukaan yang rata, tidak bergelombang/melendut dan tidak berlubang.

b) Permukaan cukup kuat kesat sehingga permukaan perkerasan tidak licin/tidak

mudah selip.

c) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

dapat dengan cepat dialirkan ke saluran samping.

2) Struktural

Perkerasan mampu memikul dan menyalurkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi adalah antara lain:

a) Mempunyai ketebalan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan

beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.

b) Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan

dibawahnya.

(9)

Gambar 2.2. Struktur Perkerasan Lentur

c) Perkerasan mampu menahan tegangan dan regangan akibat beban lalu

lintas.

d) Permukaan yang cukup kaku sehingga tidak mudah berubah

bentuk/deformasi.

Struktur perkerasan beraspal pada umumnya terdiri atas: Lapisan Tanah Dasar

(subgrade), Lapis Pondasi Bawah (Subbase), Lapis Pondasi Atas (Base) dan Lapis

Permukaan (Surface). Struktur perkerasan aspal dapat dilihat pada Gambar 2.2.

b. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan

pengikat. Beton dengan tulangan atau tanpa tulangan diletakkan di atas lapis pondasi

bawah atau langsung di atas tanah dasar yang sudah disiapkan, dengan atau tanpa

lapisan aspal sebagai lapis permukaan.

Kekuatan perkerasan kaku ditentukan oleh kekuatan lapisan beton itu sendiri,

sedangkan kekuatan tanah dasar tidak begitu menentukan. Kekuatan plat beton yang

tinggi dapat memikul sebagian besar beban lalu lintas sehingga pengaruh pada daya

dukung tanah dasar kecil. Gambar distribusi beban pada perkerasan kaku terdapat

pada Gambar 2.3. Karena kekakuan pelat beton yang relatif tinggi sehingga dapat

menyebarkan beban pada bidang yang luas. Tegangan yang timbul pada lapis pondasi

(10)

Sumber: DPU, 2005

Perkerasan beton mempunyai kekakuan atau modulus elastisitas yang tinggi dari

perkerasan lentur. Beban yang diterima akan disebarkan ke lapisan dibawahnya

sampai ke lapis tanah dasar. Dengan kekakuan beton yang tinggi, maka beban yang

disalurkan tersebut berkurang tekanannya karena makin luasnya areal yang

menampung tekanan beban sehingga mampu dipikul oleh lapisan dibawah (tanah

dasar) sesuai dengan kemampuan CBR.

Dalam perkerasan kaku, tebal plat beton didesain agar mampu memikul tegangan

yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan, perubahan suhu dan kadar air, serta

perubahan volume yang terjadi pada lapisan dibawahnya. Untuk memikul

repetisi/pengulangan pembebanan lalu lintas sesuai dengan konfigurasi sumbu dan

bebannya, dalam perhitungan tebal plat beton diterapkan kelelahan (fatigue). Pada

prinsipnya, perkerasan kaku didesain atas dasar:

1) Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k).

2) Tebal dan jenis lapisan pondasi bawah yang salah satunya untuk mendapatkan

keseragaman daya dukung di bawah pelat.

3) Kekuatan beton yang dinyatakan dalam kekuatan lentur tarik mengingat

keruntuhan pada perkerasan beton berupa retakan oleh tegangan lentur tarik

yang berlebihan. Perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku diberikan

pada Tabel 2.1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku.

Tabel 2.1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku

(11)

No. Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1. Komponen Konstruksi Multi Layer yaitu terdiri dari:

a. Lapis Permukaan b. Lapis Pondasi Atas c. Lapis Pondasi Bawah

d.

Tanah Dasar

Single Layer yaitu terdiri atas:

2. Kemampuan penyebaran

beban

Kemampuan penyebaran beban plat beton lebih besar karena modulus elastisitas plat beton lebih tinggi dibandingkan dengan perkerasan lentur.

3. Ketahanan terhadap

pelapukan/oksidasi

Konstruksi semen relatif lebih sedikit mengandung bahan-bahan organik (C) dibandingkan aspal, sehingga perkerasan beton lebih tahan terhadap oksidasi (penuaan/aging) dari pada perkerasan aspal

4. Kebutuhan pemeliharaan Pemeliharaan perkerasan kaku lebih kecil/jarang

dibandingkan perkerasan lentur. Kegiatan

pemeliharaan beton dilakukan dalam rangka menghambat kerusakan yang diakibatkan dari proses pelapukan (penuaan) dan proses keausan karena pemakaian.

5. Biaya konstruksi Pada saat ini biaya kedua jenis perkerasan tersebut

relatif hampir sama, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. Dengan beban lalu lintas dan daya dukung tanah dasar yang sama, maka ketebalan konstruksi perkerasan kaku lebih tipis dibandingkan perkerasan lentur.

(12)
(13)

2.2.2

Kerusakan Perkerasan

2.2.2.1 Jenis-jenis kerusakan jalan

Jenis-jenis kerusakan jalan pada perkerasan dapat dikelompokkan atas 2 macam, yaitu:

1) Kerusakan struktural

Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau seluruhnya,

yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu menahan beban yang bekerja

diatasnya. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara

pemberian pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan perkerasan yang ada.

2) Kerusakan fungsional

Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat

menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan

atau tidak dengan kerusakan struktural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan

masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat

kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapisan permukaan

perkerasan harus dirawat agar tetap dalam kondisi baik.

2.2.2.2 Penyebab Kerusakan

Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Faktor Lalu Lintas

Kerusakan pada konstruksi jalan terutama disebabkan oleh lalu lintas. Faktor lalu

lintas tersebut ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban

kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya.

Dengan adanya pertambahan volume lalu lintas yang eksponensial, maka akan

mempercepat terjadinya kerusakan dan umur rencana dari perkerasan tidak dapat

(14)

2) Faktor Non Lalu Lintas

Selain faktor lalu lintas ada faktor lain yang memberikan pengaruh yang besar dalam

kerusakan jalan. Faktor non lalu lintas tersebut adalah: bahan perkerasan,

pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca). Terjadinya kerusakan akibat

faktor-faktor non lalu lintas ini dapat disebabkan oleh:

a. Kekuatan tanah dasar dan material perkerasan

b. Pemadatan tanah dasar dan lapis perkerasan

c. Faktor pengembangan dan penyusutan tanah dasar

d. Kedalaman muka air tanah

e. Curah Hujan

f. Variasi temperatur sepanjang tahun.

2.2.2.3 Mekanisme Kerusakan

Pada perkerasan beraspal, kerusakan pada perkerasan dapat terjadi melalui berbagai

mekanisme sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 2.7. Akibat beban kendaraan,

pada setiap lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan. Pengulangan beban

mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapis beraspal serta deformasi pada semua

lapisan. Cuaca menyebabkan lapis beraspal menjadi rapuh (getas) sehingga makin

rentan terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan). Bila retak sudah mulai

terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat hingga akhirnya terjadi

lubang.

Disamping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga

mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan

perubahan volume. Deformasi kumulatif pada jejak roda dapat terjadi dalam bentuk

(15)

Gambar 2.4. Mekanisme dan Interaksi Kerusakan Beraspal (Paterson,1987)

Retak A

l

u r

Umur

Air Meresap

Umur

Penurunan Kekakuan

dan Kekuatan

Percepatan Deformasi

Perbedaan Mutu &

Kinerja

Perubahan Geser

Ketidakrataa Tambalan Dalam Tambalan

Gelombang Keriting Pelepasan Butir

(16)

2.2.2.4 Penentuan Kondisi Perkerasan

Nilai kondisi perkerasan

Pavement Condition Index

(PCI) digunakan untuk

mengetahui nilai kondisi lapis permukaan pada suatu ruas jalan yang besarnya

dipengaruhi oleh keadaan permukaan perkerasan yang diakibatkan oleh kerusakan

yang terjadi.

a. Survei Kerusakan

Survai kerusakan dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi

pada perkerasan jalan. Hasilnya dipergunakan untuk menentukan tingkat kerusakan

jalan, jenis pemeliharaan yang akan dilaksanakan, prioritas penanganan serta untuk

menentukan besarnya dana yang diperlukan.

Pengidentifikasian kerusakan dimaksudkan untuk menentukan jenis-jenis kerusakan,luas

kerusakan,dan kelas kerusakan.Adapun jenis-jenis kerusakan yang diamati dan kriteria

pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran kerusakan

No Type Kerusakan Kriteria Pengukuran

1 Deformasi

a.

Ambles,alur Kedalaman (mm) diukur dibawah

penggaris 1,2 m

b.

Keriting Kedalaman (mm) diukur dibawah

penggaris 1,2 mm jarak dari puncak gelombang

c.

Sungkur/jembul Kedalaman (mm) diukur dibawah

penggaris 1,2 mm

2 Retak

a.

Retak bulan sabit,

Retak diagonal, retak tengah,

(17)

memanjang (lebar kotak)

3 Kerusakan Tepi

a.

Rusak tepi Lebar maksimum dari lapis

permukaan yang lepas (mm)

b.

Penurunan tepi Tinggi penurunan (mm)

4 Cacat permukaan

a.

Pengelupasan Ketebalan dari lapisan yang

mengelupas (mm)

b.

Kegemukan,pengausan,pelepasan

butir,tergerus

Tidak ada spesifikasi

5 Lubang Kedalaman lubang (mm)

6 Path Tidak ada spesifikasi

Sumber: Austroad, 1987

b.

Penentuan Kapasitas Jalan

Pengertian kapasitas selalu dihubungkan dengan kemampuan suatu bagian jalan untuk

melewatkan arus lalu lintas, dengan kata lain kapasitas adalah jumlah arus maksimum

yang dapat dilewatkan oleh suatu bagian segmen jalan. Menurut keperluan

penggunaannya, kapasitas ada tiga macam yaitu :

1.

Basic capasity

(kapasitas dasar), adalah jumlah kendaraan maksimum yang

dapat melewati suatu penampang pada suatu jalur jalan selama satu jam

dalam keadaan kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.

2.

Possible capasity

(kapasitas yang mungkin), adalah jumlah kendaraan

maksimal yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan

selama satu jam pada kondisi jalan serta lalu lintas yang ada.

(18)

Menurut Departemen Pekerjaan Umum, 1997 (Manual Kapasitas Jalan Indonesia)

besarnya kapasitas pada kondisi sesungguhnya untuk jalan perkotaan dipengaruhi oleh

kapasitas dasar, faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas, faktor

penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah, faktor penyesuaian kapasitas akibat

hambatan samping dan faktor ukuran kota. Besarnya kapasitas dapat dihitung dengan

rumus :

C = C0 x FCW x FCSP x FCSF (smp/jam) ... (2.1)

dimana :

C : kapasitas (smp/jam)

C

0

: kapasitas dasar (smp/jam)

FCW : faktor penyesuaian lebar jalan

FCSP : faktor penyesuaian akibat pemisahan arah

FCSF : faktor penyesuaian hambatan samping

Besaran nilai C0, FCW, FCSP, FCSF dan FCCS dapat dilihat pada Tabel 2.3, Tabel 2.4, Tabel

2.5, Tabel 2.6, dan Tabel 2.7

Tabel 2.3. Kapasitas Dasar (C0)

Tipe Jalan/Tipe alinyemen Kapasitas dasar (smp/jam/lajur)

(19)

1600

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur lalu-Lintas (FCw)

Tipe Jalan

Lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc)

(m)

Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah

(20)

11 1.27

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah (FCSP)

Pemisahan arah SP 5-5 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

FCSP Dua-lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88

Empat-lajur 4/2 1.00 0.975 0.97 0.925 0.90

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping (FCSF)

Tipe jalan

Kelas hambatan

samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FCSF

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Untuk pengaruh dari sifat lalu lintas terhadap kapasitas, diperhitungkan dengan

membandingkan terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang, yang disebut

(21)

Tabel 2.7. Ekivalen Mobil Penumpang Jalan Perkotaan

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Keterangan :

LV : Kendaraan ringan :

Kendaraan bermotor dua as beroda 4 dengan jarak as 2,0–3,0m (termasuk

mobil penumpang, opelet, mikrobis, pik-up, dan truk kecil sesuai sistem

klasifikasi Bina Marga).

HV : Kendaraan berat :

(22)

MC : Sepeda motor

:

Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan

kendaraan beroda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga ).

c.

Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)

Lalu lintas harian rata-rata dapat didefinisikan sebagai volume lalu lintas yang

menyatakan jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan. Data

volume kendaraan digunakan untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas setiap tahun.

Untuk mendapatakan besarnya volume lalu lintas, harus diketahui sebelumnya jumlah

lalu lintas per hari per tahun serta arah dan tujuan lalu lintas pada suatu lokasi. Oleh

karena itu diperlukan juga penyelidikan lapangan terhadap semua jenis kendaraan untuk

mendapatkan data lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR dinyatakan dalam satuan mobil

penumpang (smp). Satuan mobil penumpang adalah jumlah mobil yang digantikan

tempatnya oleh kendaran lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang

berlaku. Data lalu lintas harian rata-rata diambil dari tempat pengamatan.

2.2.3

Kerusakan yang Terjadi pada Perkerasan Lentur

Seiring dengan bertambahnya umur, perkerasan akan mengalami penurunan kondisi.

Penurunan kondisi akan lebih cepat terjadi apabila beban kendaraan yang cenderung

jauh melampaui batas dan disertai dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Akibat

beban kendaraan, pada lapis-lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan yang

besarnya tergantung pada kekakuan dan tebal lapisan. Pengulangan beban

mengakibatkan terjadinya retak lelah pada apisan berasapal serta deformasi pada

lapisan berasapal. Bila sudah mulai terjadi retak, luas dan kaparahan retak akan

berkembang cepat sehingga terjadi gompal dan akhirnya terjadi lubang. Retak

memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga mempercepat deformasi dan

memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan perubahan volume.

(Sjahdanulirwan, 2003)

Kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur antara lain :

(23)

Deformasi adalah perubahan bentuk pada permukaan jalan dari bentuk awal yang

dibangun. Deformasi dapat terjadi setelah pembangunan dalam kaitan dengan pengaruh

lalu lintas (yang dihubungkan dengan beban) atau pengaruh lingkungan (tidak

berhubungan dengan beban). Pada beberapa kasus, deformasi terjadi pada perkerasan

baru dnegan kontrol yang buruk.deformasi merupakan suatu unsure penting pada

kondisi perkerasan. Deformasi mempunyai pengaruh langsung pada kualitas berkendara

dengan perkerasan (kekasaran) dan mencerminkan kekurangan pada struktur

perkerasan. Deformasi dapat berujung ke retak-retak pada lapisan permukaan.

Beberapa tipe deformasi :

1) Bergelombang (corrugation)

Bergelombang adalah kerusakan dimana aspal menjadi bergelombang yang lekat

dengan jarak teratur. Dengan jarak ombak kurang dari 2 meter. Kerusakan ini

disebabkan karena kurang stabilnya lapisan aspal atau lapisan datar.

2) Depresi (depression)

Depresi adalah kerusakan pada perkerasan berupa cekungan pada permukaan.

Kerusakan ini disebabkan penurunan pelayanan dan melebarnya parit, konsolidasi

pada daerah tertentu yang lembut dan pemadatan tanah dasar atau material

timbunan yang kurang baik, perubahan volume material tanah dasar yang

disebabkan oleh pengaruh lingkungan, penurunan tanah karena kurang stabilnya

timbunan.

3) Alur (rutting)

Alur adalah kelainan pada permukaan aspal yang sejajar dengan alur kendaraan.

Dapat terjadi pada satu atau kedua alur kendaraan. Alur disebabkan oleh kurangnya

ketebalan perkerasan, kurangnya pemadatan pada lapisan permukaan atau tanah

dasar, kurangnya stabilitas (kekuatan) pada lapisan permukaan atau tanah dasar.

4) Pergeseran (shoving)

Shoving adalah pembengkakan permukaan jalan, biasanya paralel dengan arah

jalan atau arus lalu lintas atau perubahan horizontal pada material permukaan,

biasanya disebabkan lalu lintas saat pengereman atau akselerasi awal. Pergeseran

(24)

2.2.3.2 Retak (crack)

Retak adalah celah sebagai hasil dari patahan parsial atau komplet pada permukaan

perkerasan. Retak pada permukaan perkerasan jalan dapat terjadi dengan berbagai

variasi, baik retak tunggal yang terisolasi maupun retak yang saling berhubungan dan

berkembang diatas seluruh permukaan perkerasan. Bentuk retak, baik sendirian

maupun berhubungan dengan deformasi dapat digunakan untuk memperkirakan

penyebab kerusakan. Retak yang dimasuki air dapat menjadi penyebab utama deformasi

dan lubang.

Bentuk retak yang biasa terjadi antara lain :

1) Retak blok (block cracks)

Retak blok adalah retak yang saling berhubungan membentuk rangkaian

kotak-kotak, kira-kira dalam bentuk segi empat. Biasanya merata diatas permukaan

perkerasan, luasnya lebih besar dari 200 mm sampai 3000 mm. sambungan pada

perkerasan dapat menyebabkan retak pada lapisan permukaan dan terlihat seperti

bentuk segi empat, terutama sambungan pada perkerasan beton yang dilapisi

dengan aspal. Retak blok disebabkan sambungan pada lapisan beton, penyusutan

dan kelelahan pada material semen.

2) Retak kulit buaya (crocodile cracks)

Retak yang saling berhubungan atau terjalin membentuk polygon kecil yang saling

merangkai seperti kulit buaya. Ukuran polygon antara 150 mm sampai 300 mm.

Retak kulit buaya disebabkan oleh kurangnya ketebalan perkerasan dan modulus

tanah dasar yang rendah.

3) Retak tidak beraturan (crescent shaped cracks)

Retak tidak beratutan biasanya dihubungkan dengan pergeseran (shoving), sering

terjadi dengan jarak yang rapat. Penyebabnya adalah ikatan yang lemah antara

lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya, rendahnya modulus tanah dasar,

lapisan permukaan yang tipis, lapisan aspal yang terseret oleh pengguna jalan saat

temperature aspal rendah, takanan yang tinggi saat pengereman atau akselerasi

(25)

4) Retak memanjang (longitudinal cracks)

Retak memanjang yang searah sumbu jalan. Dapat berupa retak tunggal atau retak

yang saling berangkai. Penyebab retak tuunggal adalah penyusutan sambungan

pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau aspal bagian bawah), rendahnya

konstruksi sambungan pada lapisan aspal, perubahan cuaca harian atau pengerasan

aspal, dan perpindahan sambungan karena melebarnya perkerasan. Sedangkan

etak yang saling berangkai disebabkan peningkatan volume tanah liat di bagian

dasar, perlemahan pada bagian samping perkerasan dan perbedaan penurunan

tanah antara galian dan timbunan.

5) Retak melintang (transverse cracks)

Retak yang melintang tegak lurus sumbu jalan. Retak melintang disebabkan oleh

penyusutan sambungan pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau lapisan

semen), berubahnya konstruksi sambungan pada lapisan permukaan aspal (karena

temperatur rendah atau pengerasan aspal), dan gagalnya struktur beton di bagian

dasar.

6) Retak diagonal (diagonal cracks)

Retak yang membentuk garis diagonal pada perkerasan. Penyebabya adalah

penyusutan sambungan pada lapisan dengan material semen, perbedaan

penurunan tanah antara timbunan, galian dan struktur, akar pohon dan instalasi

layanan (TELKOM, PLN dan PDAM).

2.2.3.3 Cacat tepi (edge defects)

Kerusakan ini terjadi pada pertemuan antara lapisan aspal dengan bahu jalan, dimana

kerusakan terjadi pada lapisan aspal bukan pada bahu jalan. Cacat tepi sering terjadi

pada bagian tepi jalan yang peka terhadap ban aus karena gesekan.

Bentuk cacat tepi yang basa terjadi antara lain :

1) Patah tepi (edge break)

Patah yang tiadak beraturan dibagian samping permukaan aspal. Patah tepi

disebabkan kurangnya lebar perkerasan, bentuk alinemen jalan yang membuat

(26)

2) edge drop off

Perbedann jarak vertikal 10-15 mm antara permukaan aspal bagian tepi sengan

permukaan bahu jalan. Penyebabnya adalah kurangnya lebar perkerasan, material

bahu jalan yang tidak kuat menahan erosi dan abrasi, dan pelapisan kembali

perkerasan tanpa pelapisan bahu jalan.

2.2.3.4 Cacat permukaan

Cacat permukaan disebabkan oleh hilangnya material permukaan baik banyak maupun

sedikit. Cacat permukaan mengurangi kualitas layanan perkerasan dan mengurangi

struktur perkerasan.

Bentuk cacat permukaan yang biasa terjadi antara lain :

1) Delamination, yaitu hilangnya permukaan asapal karena kurangnya pembersihan

atau pelapisan sebelum pemasangan lapisan diatasnya, rembesan air melalui aspal

(terutama retakan) sehingga melepaskan ikatan permukaan aspal dengan bagian

dibawahnya, dan adhesi yang mengikat permukaan aspal ke roda kendaraan.

2) Flushing, disebabkan oleh berlebihnya tingkat pengikatan dalam hubungannya

dengan ukuran batu maupun tekanan agregat ke bawah.

3) Polishing merupakan kerusakan yang tidak terdefinisi dengan jelas. Namun, derajat

kegilapan harus signifikan sebelum dimasukkan ke dalam survey kondisi dan dinilai

sebagai suatu kerusakan karena terlepasnya butiran agregat dari aspal.

4) Raveling, disebabkan agregat atau binder telah mulai usang atau aus dengan sedikit

partikel yang hilang, jika ada.

2.2.3.5 Lubang

Lubang adalah cekungan berbentuk mangkuk pada permukaan perkerasan karena

hilangnya lapisan permukaan atau material dibawahnya. Lubang dapat terjadi karena

mengelupasnya sebagian kecil lapisan permukaan akibat lalu lintas yang diikuti

masuknya air kedalam lapisan perkersan, beban yang berlebihan dan terbawanya

lapisan aspal permukaan akibat adhesi yang mengikat aspal ke roda.

(27)

Tambalan disebabkan adanya perbaiakan pada perkerasan yang mengalami kerusakan

maupun penggalian untuk instalasi umum (PLN, PDAM, dan TELKOM). Terdapat dua tipe

tambalan, yaitu tambalan tanpa penggalian dan tambalan dengan penggalian (dimana

material dipindahkan kemudian perkerasan dibangun ulang).

2.2.4

Jenis Penanganan Kerusakan Jalan

2.2.4.1 Metode Perbaikan Standar

Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan metode perbaikan standar

Direktorat Jenderal Bina Marga 1995. Jenis-jenis metode penanganan tiap-tiap kerusakan

adalah:

a) Metode perbaikan PI (penebaran pasir)

Ø Jenis kerusakan yang ditangani:

Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.

Ø Langkah penanganannya:

- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Memberi tanda yang akan diperbaiki.

- Membersihkan daerah dengan air compressor.

- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10mm) di atas permukaan yang terpengaruh kerusakan.

- Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1- 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).

b) Metode perbaikan P2 (pelaburan aspal setempat)

Ø Jenis kerusakan yang ditangani:

- Kerusakan tepi bahu jalan beraspal

- Retak buaya < 2mm

- Retak garis lebar < 2mm

- Terkelupas

(28)

- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,

permukaan jalan harus bersih dan kering.

- Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk cut back 1 liter/m2.

- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata.

- Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).

c) Metode perbaikan P3 (pelapisan retakan)

Ø Jenis kerusakan yang ditangani:

Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2 mm.

Ø Langkah penanganannya:

- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,

permukaan jalan harus bersih dan kering.

- Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/m2 di daerah yang akan diperbaiki).

- Tebar dan ratakan campuran aspal beton pada seluruh daerah yang sudah diberi tanda.

- Lakukan pemadatan ringan (1 - 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata dan kepadatanoptimum (kepadatan 95%).

d) Metode perbaikan P4 (pengisian retak)

Ø Jenis kerusakan yang ditangani:

Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm.

Ø Langkah penanganannya:

- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani denganair compressor,

permukaan jalan harus bersih dan kering.

- Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 1/m2 menggunakan aspal sprayer

atau dengan tenaga manusia.

(29)

- Memadatkan minimal 3 lintasan dengan babyroller.

e) Metode perbaikan P5 (penambalan lubang-lubang)

Ø Jenis kerusakan yang ditangani

- Lubang kedalaman > 50 mm

- Keriting kedalaman > 30 mm

- Alur kedalaman > 30 mm

- Ambles kedalaman > 50 mm

- Jembul kedalaman > 50 mm

- Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan

- Retak buaya lebar > 2mm

Ø Langkah penanganannya:

- Gali material sampai mencapai lapisan dibawahnya.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.

- Semprotkan lapis resap pengikat primecoat dengan takaran 0,5 liter/m.

- Tebarkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh permukaan yang rata.

- Pemadatan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).

f) Metode perbaikan P6 (perataan)

Ø Jenis kerusakan yang ditangani:

- Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mml.

- Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm.

- Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm.

- Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman < 50 mm.

- Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm.

Ø Langkah penanganannya:

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.

- Laburkan tack coat 0,5 liter/m2.

- Menaburkan campuran aspal beton kemudian memadatkannya sampai diperoleh permukaan yang rata.

(30)

2.2.4.2 Metode Overlay

Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen

Pekerjaan Umum Direktoral Jendral Bina Marga, Metode Analisa Komponen Pt

T-01-2002-B. Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah

mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat

kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamana, tingkat

kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.

a.

Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada

sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus

resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan

Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil

atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom &

Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil)

dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR ... (2.2)

Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai

akibat beban lalu-lintas.

b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar

air.

c) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah

dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat

pelaksanaan konstruksi.

d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk

jenis tanah tertentu.

e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan

(31)

b.

Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Angka eivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan)

ditentukan menurut tabel pada Lampiran D.1. Tabel ini hanya berlaku untuk roda

ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan

roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan.

Angka Ekuivalen = ... (2.3)

c.

Reliabilitas

Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree

of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam

alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur

rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi

perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan

tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu

yang direncanakan. Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan

kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang

diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas

yang lebih tinggi. Tabel 2.8 memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk

bermacam-macam klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih

tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat

(32)

Tabel 2.8 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi

jalan.

Klasifikasi Jalan

Rekomendasi tingkat reliabilitas

Perkotaan

Antar Kota

Bebas Hambatan

85 – 99.9

80 – 99,9

Arteri

80 – 99

75 – 95

Kolektor

80 – 95

75 – 95

Lokal

50 – 80

50 – 80

Sumber : Pt T-01-2002-B

Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang dikalikan

dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk memperoleh prediksi

kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan, reliability factor merupakan

fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall standard deviation,S0) yang

memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas dan perkiraan kinerja

untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan lentur, level of reliabity

(R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal standar (standard normal

deviate, ZR). Tabel 2.9 memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu.

Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :

1) Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan jalan

perkotaan atau jalan antar kota.

2) Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.9.

3) Deviasi standar (S0) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang nilai S0

adalah 0,40 – 0,50.

Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate )

Reliabilitas, R (%)

Standar normal deviate, ZR

50

0,000

60

- 0,253

70

- 0,524

(33)
(34)

Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate )

Reliabilitas, R (%)

Standar normal deviate, ZR

85

- 1,037

90

- 1,282

91

- 1,340

92

- 1,405

93

- 1,476

94

- 1,555

95

- 1,645

96

- 1,751

97

- 1,881

98

- 2,054

99

99,9

99,99

- 2,327

- 3,090

- 3,750

Sumber : Pt T-01-2002-B

d.

Lalu lintas pada lajur rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar.

Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut

ini :

w18 = DD x DL x ŵ18 ... (2.4)

Dimana :

DD = faktor distribusi arah.

DL = faktor distribusi lajur.

(35)

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian

dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa

penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana

yang berat dan kosong.

Tabel 2.10 Faktor distribusi lajur (DL)

Jumlah lajur per arah

% beban gandar standar dalam lajur rencana

1

100

2

80-100

3

60-80

4

50-75

Sumber : Pt T-01-2002-B

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam

pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini

didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana

selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara

numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

Wt= w18 pertahun × ((1+g) n

-1)/g ... (2.5)

Dimana:

Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.

w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.

n = umur pelayanan (tahun).

g = perkembangan lalu lintas (%).

e.

Indeks permukaan (IP)

Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan atau kehalusan serta

kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang

lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di

bawah ini :

(36)

sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan

tidak terputus)

IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih

mantap

IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan

baik

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana diperlihatkan

(37)

Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT).

Kualifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan

1,0 – 1,5

Sumber : Pt T-01-2002-B

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai

dengan Tabel 2.12 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0).

Tabel 2.12. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapis Perkerasan IP0

Ketidakrataan *) (IRI,

Sumber : Pt T-01-2002-B

f.

Kondisi struktur perkerasan jalan

Survai mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk mengetahui

tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan dimaksud yang

meliputi :

- Lapis permukaan (D1)

(38)

- Lapis pondasi bawah (D3)

Berdasarkan keadaan perkerasan di lapangan dapat dinilai kondisi perkerasan sesuai

(39)

Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak

kulit buaya dan/atau hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan

rendah

0.35–0.40

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah

dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang

dan tinggi

0.25–0.35

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah

dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang

dan/atau

5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang

dan tinggi

0.20–0.30

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang

dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi

dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang

dan tinggi

0.14–0.20

(40)

dan/atau

(41)

Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a) (lanjutan)

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

0.20–0.35

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.15–0.25

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.15–0.20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.10–0.20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

(42)

Lapis pondasi atau lapis pondasi bawah granular

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines.

0.10–0.14

Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.00–0.10

Sumber : Pt T-01-2002-B

g.

Lapisan Permukaan

Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya

dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk

menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi

keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan

kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien

drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah apabila

digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.14 memperlihatkan nilai tebal

minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.

Tabel 2.14 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi

agregat (inchi)

Sumber : Pt T-01-2002-B

Lalu-lintas (ESAL) Beton aspal LAPEN LASBUTAG

Lapis pondasi

agregat

inci cm inci cm inci cm inci cm

(43)

2.2.4.3

Metode Rigid

Perencanaan desain perkerasan kaku menggunakan Pedoman Perencanaan dan

Pelaksanaan Perkerasan Jalan Beton Semen Pd T-14-2003, Departemen Pekerjaan

Umum. Perkerasan kaku ( Rigid Pavement ) adalah struktur yang terdiri atas pelat beton

semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus

dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau

dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal

sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5. Tipikal struktur perkerasan kaku

Sumber: DPU, 2005

Perkerasan kaku dibedakan dalam 4 jenis :

-

Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.

-

Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.

-

Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.

-

Perkerasan beton semen pra-tegang.

Pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.

Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan

kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar

air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan. Lapis

pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama

yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut :

-

Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.

(44)

-

Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.

-

Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.

Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban

pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di

bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton

semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.Persyaratan teknis

(45)

a. Tanah dasar

Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI

03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989,

masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila

tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi

bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang

dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

b. Pondasi bawah

Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton

semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan

penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan

pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar

sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku

tanah ekspansif.

Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai

dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila

direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus

menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum

yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan CBR tanah dasar efektif didapat

dari Gambar 2.7.

Gambar 2.6. Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan kaku

(46)

Gambar 2.7. CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah

Sumber : Pd T-14-2003

Lapis pemecah ikatan pondasi bawah dan pelat ini didasarkan bahwa antara pelat

dengan pondasi bawah tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien

geseknya dapat dilihat pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15. Nilai koefisien gesekan (µ)

No. Lapis pemecah ikatan Koefisien

gesekan (µ)

1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0

2 Laburan parafin tipis pemecah ikat 1,5

3 Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2,0

Sumber : Pd T-14-2003

c.

Lalu lintas

Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan

dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan

konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus

dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu,

(47)

untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total

minimum 5 ton.

Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai

berikut :

-

Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)

-

Sumbu tunggal roda ganda (STRG)

-

Sumbu tandem roda ganda (STdRG)

-

Sumbu tridem roda ganda (STrRG)

d.

Umur rencana

Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional

jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat

ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return,

kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola

pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan

dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.

e. Pertumbuhan lalu lintas

Volume lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tahap

di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan lalu lintas yang dapat

ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :

... (2.6)

Dengan pengertian :

R : Faktor pertumbuhan lalu lintas

i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.

UR : Umur rencana (tahun)

Faktor pertumbuhan lalu lintas ( R ) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 2.16.

(48)

Umur Rencana

(Tahun)

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)

0 2 4 6 8 10

5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1

10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9

(49)

Tabel 2.16. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R) (lanjutan)

Umur Rencana

(Tahun)

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)

0 2 4 6 8 10

20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3

25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3

30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5

35 35 50 73,7 111,4 172,3 271

40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6

Sumber : Pd T-14-2003

f.

Lalu lintas rencana

Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur

rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada

setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal

dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.

Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut

:

JSKN = JSKNH x 365 x R x C ... (2.7)

Dimana:

JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .

JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan

dibuka.

R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (2.5) atau Tabel 2.16

C : Koefisien distribusi kendaraan

(50)

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan

beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai

(51)

Tabel 2.17. Faktor keamanan beban (FKB)

No. Penggunaan Nilai FKB

1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi.

Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.

1,2

2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah.

1,1

3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0 1,0

Sumber : Pd T-14-2003

h.

Sambungan

Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk membatasi tegangan dan

pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban

lalu lintas,memudahkan dalam proses pelaksanaan dan mengakomodasi gerakan

pelat.Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :

1) Sambungan pelaksanaan memanjang

Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara

penguncian. Bentuk dan ukuran penguncian dapat berbentuk trapesium atau

setengah lingkaran sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan untuk tipikal

sambungan memanjang dapat dilihat pada Gambar 2.8 Sebelum penghamparan

pelat beton di sebelahnya, permukaan sambungan pelaksanaan harus dicat

dengan aspal atau kapur tembok untuk mencegah terjadinya ikatan beton lama

(52)

Gambar 2.8. Tipikal sambungan memanjang

Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 2.9. Ukuran standar penguncian sambungan memanjang

Sumber : Pd T-14-2003

2)

Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)

Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya

retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 - 4 m. Sambungan

memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24

dan berdiameter 16 mm dan Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.

Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

(53)

l = (38,3 x φ) + 75 ... (2.9)

Dimana:

At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).

b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi

perkerasan (m).

h = Tebal pelat (m).

l = Panjang batang pengikat (mm).

φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).

3) Sambungan pelaksanaan melintang

Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat) harus

menggunakan batang pengikat berulir, sedangkan pada sambungan yang

direncanakan harus menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di

tengah tebal pelat. Tipikal sambungan pelaksanaan melintang diperlihatkan pada

Gambar 2.10 dan Gambar 2.11. Sambungan pelaksanaan tersebut di atas harus

dilengkapi dengan batang pengikat berdiameter 16 mm, panjang 69 cm dan jarak

60 cm, untuk ketebalan pelat sampai 17 cm. Untuk ketebalan lebih dari 17 cm,

ukuran batang pengikat berdiameter 20 mm, panjang 84 cm dan jarak 60 cm.

Gambar 2.10. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak

direncanakan untuk pengecoran per lajur

(54)

Gambar 2.11. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak

direncanakan untuk pengecoran seluruh lebar perkerasan

Sumber : Pd T-14-2003

4) Sambungan susut melintang

Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat untuk

perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk

lapis pondasi stabilisasi semen sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.12 dan

Gambar 2.13.

(55)

Gambar 2.13 Sambungan susut melintang dengan ruji

(56)

Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa

tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan

tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan

tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini harus

dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan

bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat

pelat beton menyusut. Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri

dengan bahan anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.

Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel

2.18.

Tabel 2.18 Diameter ruji

No Tebal pelat beton, h (mm) Diameter ruji (mm)

1 125 < h < 140 20

2 140 < h < 160 24

3 160 < h < 190 28

4 190 < h < 220 33

5 220 < h < 250 36

Sumber : Pd T-14-2003

Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas kerusakan Retak

fatik (lelah) tarik lentur pada pelat dan Erosi pada pondasi bawah atau tanah

dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak

yang direncanakan.

Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta

jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan

selama umur rencana.

Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung

Gambar

Gambar 2.1. Distribusi Beban Pada Perkerasan Lentur
Gambar 2.4. Mekanisme dan Interaksi Kerusakan Beraspal (Paterson,1987)
Tabel 2.3. Kapasitas Dasar (C0)
Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran aktif berdasarkan kajian terhadap amalan GCPI sebagaimana yang ditunjukkan dalam Jadual 1 menyentuh enam perkara, iaitu peranan guru, peranan pelajar,

(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan pada Petugas yang ditunjuk oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah

Bagan Prosedur PTK (Tim pelatihan Proyek PGSM (1999:7) Subjek yang dikenai tindakan dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SDN Sumberkembar Mojokerto

Berlandaskan isu yang dikemukakan, objektif kajian ini ialah menganalisis secara deskriptif kedudukan keterangan dalam ayat dan mengemukakan contoh ayat daripada data korpus

Dalam proses pembelajaran, dosen model menyampaikan materi objek-objek multimedia secara singkat kemudian memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk melakukan praktik

Namun secara keseluruhan bahan ajar Hidrologi model dinilai layak digunakan dengan kategori sangat baik (skor 4,62), secara khusus lembar kerja juga pada

Penelitian ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, persamaannya terletak pada objek yaitu marga Colocasia dan tujuan dari

Wafatnya, (Surabaya : Terbit Terang, tth), hlm.. membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, di samping usaha ibu. Apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan