58
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Meningkatnya pembangunan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan lalu lintas. Sarana infrastruktur jalan mempunyai peran yang sangat
penting
untuk
menunjang
pertumbuhan
ekonomi
masyarakat
dalam
pendistribusian barang dan jasa. Ketersediaan jalan yang baik berpengaruh
terhadap kelancaran arus lalu lintas. Tingginya pertumbuhan lalu lintas sebagai
akibat pertumbuhan ekonomi menimbulkan masalah yang serius bila tidak
diimbangi dengan perbaikan mutu sarana dan prasarana jalan. Diperlukan
penambahan sarana infrastruktur jalan dan pemeliharaan yang rutin agar kondisi
jalan aman untuk memberikan pelayanan lalu lintas. Pertumbuhan kendaraan yang
begitu cepat berdampak pada kepadatan lalu lintas baik di jaln dalam kota maupun
luar kota, hal itu menuntut kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan.
Kota Madiun terkenal dengan motto “Kota Gadis”, yang merupakan singkatan
dari Kota Perdagangan, Pendidikan dan Industri memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Untuk menunjang hal itu, dibutuhkan sarana dan prasarana
yang memadai untuk mendukung aktifitas masyarakatnya. Outer Ringroad Kota
Madiun termasuk jalan kabupaten yang terletak di Kecamatan Kartoharjo. Jalan
ini memiliki panjang 5 km dan lebar 17m, terdiri dari 4 lajur, 2 jalur dan 2 arah.
Outer Ringroad Kota Madiun dibangun untuk mengalihkan lalu lintas dari arah
Solo-Surabaya atau sebaliknya, yang masuk lewat Kota Madiun.
Belum ada penanganan yang serius dari Pemerintah Daerah Kota Madiun
khususnya Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun.
Selama ini penanganan kerusakan jalan yang dilakukan pada Outer Ringroad Kota
Madiun terbatas pada kegiatan pemeliharaan, yaitu dengan menggali kerusakan
pada lapisan permukaan (
Surface Course)
dan menggantinya dengan batu gebal
kemudian menutupnya dengan penetrasi. Penanganan ini tidak tepat karena tidak
bisa bertahan lama sehingga setiap hari terus dilakukan perbaikan yang tidak ada
hentinya.
Oleh karena itu dalam perbaikan
Outer Ringroad
Kota Madiun perlu diadakan
penelitian secara serius yaitu dengan adanya identifikasi terhadap kerusakan yang
ada dan membuat design perbaikan yang tepat berupa
rigid pavement,overlay,
dan
Cement
Treated Recycling Base (CTRB)
terhadap kerusakan yang terjadi dengan
dasar pertimbangan alternatif perbaikan secara teknis dan ekonomis terhadap
ketiga metode tersebut yang ditinjau dari segi konstruksi, pemeliharaan, dan
alternatif perbaikan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian perumusan latar belakang masalah, maka dapat diambil suatu
rumusan masalah, yaitu
a.
Apakah jenis kerusakan yang terjadi pada Outer Ring-Road Kota Madiun.
b.
Apakah teknik perbaikan yang tepat untuk menangani kerusakan yang terjadi
pada Outer Ring-Road Kota Madiun.
1.3
Batasan Masalah
Untuk melaksanakan penelitian pada ruas jalan Ring-Road Kota Madiun diberikan
batasan-batasan sebagai berikut :
a.
Lokasi penelitian dibatasi pada ruas jalan Ring-Road kota Madiun pada Sta
0+000 sampai Sta 3+550 di Kecamatan Kartoharjo kota Madiun.
c.
Untuk menentukan tebal lapis perkerasan menggunakan Metode Analisis
Komponen 2002 pada perkerasan lentur.
d.
Untuk menentukan tebal plat yang digunakan menggunakan Pedoman
Perencanaan perkerasan jalan beton semen 2003.
e.
Data tanah dari data Sekunder.
f.
Umur rencana 20 tahun.
g.
Sistem Rehabilitasi yang diterapkan adalah Metode perbaikan standar Bina
Marga, metode pelapisan ulang jalan (
overlay
),
Cement
Treated Recycling
Base
(CTRB)
dan perencanaan perkerasan jalan beton semen (
rigid
).
h.
Untuk menentukan nilai sisa perkerasan lama menggunakan perbandingan
beton semen dengan laston berdasarkan asumsi yang dikembangkan oleh
penulis yang mengacu pada landasan teori yang berkaitan.yaitu sebesar 1:3.
i.
Penilaian desain perbaikan perkerasan hanya meliputi penilaian terhadap segi
konstruksi, segi pemeliharaan dan segi alternatif perbaikan.
j.
Optimasi desain perbaikan perkerasan dilakukan berdasarkan asumsi
yang dikembangkan oleh penulis yang mengacu pada landasan teori yang
berkaitan.
k.
Penentuan biaya konstruksi berdasarkan harga satuan pekerjaan dari data
Rencana Anggaran Biaya di Dinas Pekerjaan Umum kota Madiun tahun
2009.
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
a.
Mengidentifikasi jenis kerusakan yang terjadi pada Outer Ringroad Kota
Madiun.
b.
Menentukan teknik perbaikan yang tepat pada Outer Ring-Road Kota
Madiun.
1.5
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat praktis
Memberi masukan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun untuk cara
penanganan perbaikan Jalan Ring-Road Kota Madiun sehingga dapat
memberikan pelayanan yang baik terhadap lalu lintas yang melewati jalan
Ring-Road Kota Madiun.
b.
Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan & wawasan tentang teknik perbaikan jalan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan PustakaSemua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan, gangguan, atau penurunan
kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk melayani kegiatan operasi
lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu, semua prasarana yang terdapat pada
suatu sistem transportasi khususnya transportasi darat, memerlukan perawatan dan
perbaikan kerusakan yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa
pelayanan ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar
yang aman. Aspek dari perawatan dan perbaikan jalan raya yang baik adalah ketika
prasarana tersebut berada pada keadaan siap pakai di setiap waktu untuk menjamin
kelancaran dan keamanan pengguna jalan serta keselamatan operasi transportasi darat.
(Prasetyo, 2007)
Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan bermotor baik itu kendaraan roda
dua ataupun roda empat yang akhir-akhir ini perkembangannya sangat pesat maka
memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dari
beban sumbu kendaraan, daya dan lain-lainnya.
(Sukirman, 1999)
Konstruksi perkerasan jalan menerima dan menyebarkan beban lalu lintas yang
dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti
pada konstruksi itu sendiri sehingga dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna
jalan selama masa pelayanan jalan tersebut. Besarnya beban yang diimpahkan tersebut
tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda
dan perkerasan jalan, kecepatan kendaraan dan lain-lain. Dengan demikian, efek dari
masing-masing kendaraan terhadap kerusakan jalan yang ditimbulkan tidaklah sama
satu dengan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan beban standar sehingga
semua beban lainnya dapat diekuivalensikan ke beban standar tersebut. (Silvia
Sukirman, 1995)
Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan
mutu dan daya tahan konstruksi tidak lepas dari tanah dasar yang berasal dari lokasi itu
sendiri atau tanah dari lokasi didekatnya yang telah dipadatkan sampai tingkat
kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan
mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat
perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. (Sukirman, 1995)
Ada dua jenis perkerasan jalan yang umum digunakan di indonesia, antara lain
perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasannya bersifat memikul
dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Syarat perkerasan lentur yaitu :
a. Permukaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.
b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
yang bekerja diatasnya.
c. Permukaan cukup kesat sehingga memberikan gesekan yang baik antara ban
dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan
beban harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Memiliki ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau
muatan lalu lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat cepat dialirkan.
d. Memiliki kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tapa menimbulkan
deformasi yang berarti. (Sukirman, 1995)
Kemampuan untuk menerima beban ini dapat ditunjukkan dengan nilai CBR yang tinggi.
Tanah dasar dengan nilai CBR yang tinggi dapat menahan beban yang besar. Untuk
mengatasi kerusakan jalan dapat menggunakan perkerasan beton atau perkerasan kaku.
Kelemahan dan kelebihannya yaitu biaya konstruksi yang mahal, biaya pemeliharaan
rendah dan waktu konstruksi lama (Aly, 2004).
Sedangkan kelebihannya adalah perkerasan beton mampu mendukung beban lalu lintas
yang besar.Selain itu juga dapat menggunakan metode teknologi daur ulang.
Daur ulang perkerasan yaitu pamakaian ulang dari scarified permukaan jalan atau
lapisan jalan yang kasar dengan cara merotavatingnya sampai kedalaman 20 cm (8 inci)
dan mencampurnya dengan bahan pengikat bitumen yang panas atau dingin, sering kali
akan seperti semen. (Scott, 1993)
“The bituminous pavement rehabilitation alternatives are mainly overlaying, recycling
and reconstruction. In the recycling process the material from deteriorated pavement,
known as reclaimed asphalt pavement (RAP), is partially or fully reused in fresh
construction. Some of the advantages associated with pavement recycling are less user
delay conservation of energy preservation of environment reduced cost of construction
conservation of aggregate and binder preservation of existing pavement geometrics etc.
It is also reported that recycled mix has higher resistance to shearing and scuffing, which
in turn increase the rutting resistance. Chances of reflective cracking are found to be less
Ruas jalan yang menggunakan teknologi CTRB adalah Paket Karawang I dan II, Paket
Kandang Haur-Palimanan serta Paket Losari-Cirebon (Techno Konstruksi, 2008). Pada
akhir tahun 2008 di ruas jalan Boyolali – Kartosuro juga dilaksanakan rehabilitasi jalan
sepanjang 6,95 km. Untuk mencapai hasil yang memuaskan dari daur ulang perkerasan
lama, maka material bekas garukan aspal ini perlu ditambah suatu bahan sebagai
stabilisasi untuk meningkatkan daya dukungnya. Semen adalah zat stabilizing yang
banyak digunakan.
Kadar semen yang memenuhi persyaratan Unconfined Compresive Strength (UCS) untuk
Cement Treated Recycling Base (CTRB) adalah 5% sampai 6% (Karsikun, 2008). Nilai
Drying shrinkage material CTRB sampai pada umur 28 hari untuk kadar semen 5%
sebesar 805,3 micro strain dan kadar semen 6% adalah 826,3 micro strain” (Muda,
2009).
2.2 Landasan Teori
2.2.1
Jenis Konstruksi PerkerasanBerdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:
a. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur adalah konstruksi perkerasan yang terdiri dari lapisan-lapisan
perkerasan yang dihampar diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan tersebut
dapat menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Kekuatan konstruksi perkerasan
ini ditentukan oleh kemampuan penyebaran tegangan tiap lapisan, yang ditentukan
oleh tebal lapisan tersebut dan kekuatan tanah dasar yang diharapkan.
Sesuai dengan namanya, perkerasan lentur ini bila diberikan beban maka perkerasan
akan melendut/melentur. Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas beberapa lapisan
dengan material tertentu. Pada lapisan struktur perkerasan dibawahnya akan
menerima/mendukung beban yang lebih ringan, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1. Penyebaran beban relatif lebih kecil pada perkerasan lentur sehingga
lapis pondasi dan lapis pondasi bawah memberi sumbangan yang besar dalam
Sumber: DPU, 2005
Guna memberikan rasa aman, nyaman dan irit bagi pengguna jalan, maka konstruksi
perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut:
1) Fungsional
Perkerasan tersebut mampu melaksanakan fungsi yang baik bagi pengguna jalan.
Fungsi tersebut mencakup keamanan, dan kenyamanan dalam berkendaraan.
Persyaratan tersebut adalah meliputi antara lain:
a) Permukaan yang rata, tidak bergelombang/melendut dan tidak berlubang.
b) Permukaan cukup kuat kesat sehingga permukaan perkerasan tidak licin/tidak
mudah selip.
c) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat dengan cepat dialirkan ke saluran samping.
2) Struktural
Perkerasan mampu memikul dan menyalurkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi adalah antara lain:
a) Mempunyai ketebalan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan
beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.
b) Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan
dibawahnya.
Gambar 2.2. Struktur Perkerasan Lentur
c) Perkerasan mampu menahan tegangan dan regangan akibat beban lalu
lintas.
d) Permukaan yang cukup kaku sehingga tidak mudah berubah
bentuk/deformasi.
Struktur perkerasan beraspal pada umumnya terdiri atas: Lapisan Tanah Dasar
(subgrade), Lapis Pondasi Bawah (Subbase), Lapis Pondasi Atas (Base) dan Lapis
Permukaan (Surface). Struktur perkerasan aspal dapat dilihat pada Gambar 2.2.
b. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan
pengikat. Beton dengan tulangan atau tanpa tulangan diletakkan di atas lapis pondasi
bawah atau langsung di atas tanah dasar yang sudah disiapkan, dengan atau tanpa
lapisan aspal sebagai lapis permukaan.
Kekuatan perkerasan kaku ditentukan oleh kekuatan lapisan beton itu sendiri,
sedangkan kekuatan tanah dasar tidak begitu menentukan. Kekuatan plat beton yang
tinggi dapat memikul sebagian besar beban lalu lintas sehingga pengaruh pada daya
dukung tanah dasar kecil. Gambar distribusi beban pada perkerasan kaku terdapat
pada Gambar 2.3. Karena kekakuan pelat beton yang relatif tinggi sehingga dapat
menyebarkan beban pada bidang yang luas. Tegangan yang timbul pada lapis pondasi
Sumber: DPU, 2005
Perkerasan beton mempunyai kekakuan atau modulus elastisitas yang tinggi dari
perkerasan lentur. Beban yang diterima akan disebarkan ke lapisan dibawahnya
sampai ke lapis tanah dasar. Dengan kekakuan beton yang tinggi, maka beban yang
disalurkan tersebut berkurang tekanannya karena makin luasnya areal yang
menampung tekanan beban sehingga mampu dipikul oleh lapisan dibawah (tanah
dasar) sesuai dengan kemampuan CBR.
Dalam perkerasan kaku, tebal plat beton didesain agar mampu memikul tegangan
yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan, perubahan suhu dan kadar air, serta
perubahan volume yang terjadi pada lapisan dibawahnya. Untuk memikul
repetisi/pengulangan pembebanan lalu lintas sesuai dengan konfigurasi sumbu dan
bebannya, dalam perhitungan tebal plat beton diterapkan kelelahan (fatigue). Pada
prinsipnya, perkerasan kaku didesain atas dasar:
1) Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k).
2) Tebal dan jenis lapisan pondasi bawah yang salah satunya untuk mendapatkan
keseragaman daya dukung di bawah pelat.
3) Kekuatan beton yang dinyatakan dalam kekuatan lentur tarik mengingat
keruntuhan pada perkerasan beton berupa retakan oleh tegangan lentur tarik
yang berlebihan. Perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku diberikan
pada Tabel 2.1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku.
Tabel 2.1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku
No. Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1. Komponen Konstruksi Multi Layer yaitu terdiri dari:
a. Lapis Permukaan b. Lapis Pondasi Atas c. Lapis Pondasi Bawah
d.
Tanah DasarSingle Layer yaitu terdiri atas:
2. Kemampuan penyebaran
beban
Kemampuan penyebaran beban plat beton lebih besar karena modulus elastisitas plat beton lebih tinggi dibandingkan dengan perkerasan lentur.
3. Ketahanan terhadap
pelapukan/oksidasi
Konstruksi semen relatif lebih sedikit mengandung bahan-bahan organik (C) dibandingkan aspal, sehingga perkerasan beton lebih tahan terhadap oksidasi (penuaan/aging) dari pada perkerasan aspal
4. Kebutuhan pemeliharaan Pemeliharaan perkerasan kaku lebih kecil/jarang
dibandingkan perkerasan lentur. Kegiatan
pemeliharaan beton dilakukan dalam rangka menghambat kerusakan yang diakibatkan dari proses pelapukan (penuaan) dan proses keausan karena pemakaian.
5. Biaya konstruksi Pada saat ini biaya kedua jenis perkerasan tersebut
relatif hampir sama, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Dengan beban lalu lintas dan daya dukung tanah dasar yang sama, maka ketebalan konstruksi perkerasan kaku lebih tipis dibandingkan perkerasan lentur.
2.2.2
Kerusakan Perkerasan2.2.2.1 Jenis-jenis kerusakan jalan
Jenis-jenis kerusakan jalan pada perkerasan dapat dikelompokkan atas 2 macam, yaitu:
1) Kerusakan struktural
Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau seluruhnya,
yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu menahan beban yang bekerja
diatasnya. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara
pemberian pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan perkerasan yang ada.
2) Kerusakan fungsional
Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan
atau tidak dengan kerusakan struktural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan
masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat
kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapisan permukaan
perkerasan harus dirawat agar tetap dalam kondisi baik.
2.2.2.2 Penyebab Kerusakan
Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Faktor Lalu Lintas
Kerusakan pada konstruksi jalan terutama disebabkan oleh lalu lintas. Faktor lalu
lintas tersebut ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban
kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya.
Dengan adanya pertambahan volume lalu lintas yang eksponensial, maka akan
mempercepat terjadinya kerusakan dan umur rencana dari perkerasan tidak dapat
2) Faktor Non Lalu Lintas
Selain faktor lalu lintas ada faktor lain yang memberikan pengaruh yang besar dalam
kerusakan jalan. Faktor non lalu lintas tersebut adalah: bahan perkerasan,
pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca). Terjadinya kerusakan akibat
faktor-faktor non lalu lintas ini dapat disebabkan oleh:
a. Kekuatan tanah dasar dan material perkerasan
b. Pemadatan tanah dasar dan lapis perkerasan
c. Faktor pengembangan dan penyusutan tanah dasar
d. Kedalaman muka air tanah
e. Curah Hujan
f. Variasi temperatur sepanjang tahun.
2.2.2.3 Mekanisme Kerusakan
Pada perkerasan beraspal, kerusakan pada perkerasan dapat terjadi melalui berbagai
mekanisme sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 2.7. Akibat beban kendaraan,
pada setiap lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan. Pengulangan beban
mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapis beraspal serta deformasi pada semua
lapisan. Cuaca menyebabkan lapis beraspal menjadi rapuh (getas) sehingga makin
rentan terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan). Bila retak sudah mulai
terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat hingga akhirnya terjadi
lubang.
Disamping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga
mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan
perubahan volume. Deformasi kumulatif pada jejak roda dapat terjadi dalam bentuk
Gambar 2.4. Mekanisme dan Interaksi Kerusakan Beraspal (Paterson,1987)
Retak A
l
u r
Umur
Air Meresap
Umur
Penurunan Kekakuan
dan Kekuatan
Percepatan Deformasi
Perbedaan Mutu &
Kinerja
Perubahan Geser
Ketidakrataa Tambalan Dalam Tambalan
Gelombang Keriting Pelepasan Butir
2.2.2.4 Penentuan Kondisi Perkerasan
Nilai kondisi perkerasan
Pavement Condition Index
(PCI) digunakan untuk
mengetahui nilai kondisi lapis permukaan pada suatu ruas jalan yang besarnya
dipengaruhi oleh keadaan permukaan perkerasan yang diakibatkan oleh kerusakan
yang terjadi.
a. Survei Kerusakan
Survai kerusakan dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi
pada perkerasan jalan. Hasilnya dipergunakan untuk menentukan tingkat kerusakan
jalan, jenis pemeliharaan yang akan dilaksanakan, prioritas penanganan serta untuk
menentukan besarnya dana yang diperlukan.
Pengidentifikasian kerusakan dimaksudkan untuk menentukan jenis-jenis kerusakan,luas
kerusakan,dan kelas kerusakan.Adapun jenis-jenis kerusakan yang diamati dan kriteria
pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran kerusakan
No Type Kerusakan Kriteria Pengukuran
1 Deformasi
a.
Ambles,alur Kedalaman (mm) diukur dibawahpenggaris 1,2 m
b.
Keriting Kedalaman (mm) diukur dibawahpenggaris 1,2 mm jarak dari puncak gelombang
c.
Sungkur/jembul Kedalaman (mm) diukur dibawahpenggaris 1,2 mm
2 Retak
a.
Retak bulan sabit,Retak diagonal, retak tengah,
memanjang (lebar kotak)
3 Kerusakan Tepi
a.
Rusak tepi Lebar maksimum dari lapispermukaan yang lepas (mm)
b.
Penurunan tepi Tinggi penurunan (mm)4 Cacat permukaan
a.
Pengelupasan Ketebalan dari lapisan yangmengelupas (mm)
b.
Kegemukan,pengausan,pelepasanbutir,tergerus
Tidak ada spesifikasi
5 Lubang Kedalaman lubang (mm)
6 Path Tidak ada spesifikasi
Sumber: Austroad, 1987
b.
Penentuan Kapasitas JalanPengertian kapasitas selalu dihubungkan dengan kemampuan suatu bagian jalan untuk
melewatkan arus lalu lintas, dengan kata lain kapasitas adalah jumlah arus maksimum
yang dapat dilewatkan oleh suatu bagian segmen jalan. Menurut keperluan
penggunaannya, kapasitas ada tiga macam yaitu :
1.
Basic capasity
(kapasitas dasar), adalah jumlah kendaraan maksimum yang
dapat melewati suatu penampang pada suatu jalur jalan selama satu jam
dalam keadaan kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.
2.
Possible capasity
(kapasitas yang mungkin), adalah jumlah kendaraan
maksimal yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan
selama satu jam pada kondisi jalan serta lalu lintas yang ada.
Menurut Departemen Pekerjaan Umum, 1997 (Manual Kapasitas Jalan Indonesia)
besarnya kapasitas pada kondisi sesungguhnya untuk jalan perkotaan dipengaruhi oleh
kapasitas dasar, faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas, faktor
penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah, faktor penyesuaian kapasitas akibat
hambatan samping dan faktor ukuran kota. Besarnya kapasitas dapat dihitung dengan
rumus :
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF (smp/jam) ... (2.1)
dimana :
C : kapasitas (smp/jam)
C
0: kapasitas dasar (smp/jam)
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP : faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCSF : faktor penyesuaian hambatan samping
Besaran nilai C0, FCW, FCSP, FCSF dan FCCS dapat dilihat pada Tabel 2.3, Tabel 2.4, Tabel
2.5, Tabel 2.6, dan Tabel 2.7
Tabel 2.3. Kapasitas Dasar (C0)
Tipe Jalan/Tipe alinyemen Kapasitas dasar (smp/jam/lajur)
1600
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur lalu-Lintas (FCw)
Tipe Jalan
Lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc)
(m)
Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah
11 1.27
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah (FCSP)
Pemisahan arah SP 5-5 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCSP Dua-lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
Empat-lajur 4/2 1.00 0.975 0.97 0.925 0.90
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping (FCSF)
Tipe jalan
Kelas hambatan
samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FCSF
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Untuk pengaruh dari sifat lalu lintas terhadap kapasitas, diperhitungkan dengan
membandingkan terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang, yang disebut
Tabel 2.7. Ekivalen Mobil Penumpang Jalan Perkotaan
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Keterangan :
LV : Kendaraan ringan :
Kendaraan bermotor dua as beroda 4 dengan jarak as 2,0–3,0m (termasuk
mobil penumpang, opelet, mikrobis, pik-up, dan truk kecil sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).
HV : Kendaraan berat :
MC : Sepeda motor
:
Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan
kendaraan beroda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga ).
c.
Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)Lalu lintas harian rata-rata dapat didefinisikan sebagai volume lalu lintas yang
menyatakan jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan. Data
volume kendaraan digunakan untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas setiap tahun.
Untuk mendapatakan besarnya volume lalu lintas, harus diketahui sebelumnya jumlah
lalu lintas per hari per tahun serta arah dan tujuan lalu lintas pada suatu lokasi. Oleh
karena itu diperlukan juga penyelidikan lapangan terhadap semua jenis kendaraan untuk
mendapatkan data lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp). Satuan mobil penumpang adalah jumlah mobil yang digantikan
tempatnya oleh kendaran lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang
berlaku. Data lalu lintas harian rata-rata diambil dari tempat pengamatan.
2.2.3
Kerusakan yang Terjadi pada Perkerasan LenturSeiring dengan bertambahnya umur, perkerasan akan mengalami penurunan kondisi.
Penurunan kondisi akan lebih cepat terjadi apabila beban kendaraan yang cenderung
jauh melampaui batas dan disertai dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Akibat
beban kendaraan, pada lapis-lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan yang
besarnya tergantung pada kekakuan dan tebal lapisan. Pengulangan beban
mengakibatkan terjadinya retak lelah pada apisan berasapal serta deformasi pada
lapisan berasapal. Bila sudah mulai terjadi retak, luas dan kaparahan retak akan
berkembang cepat sehingga terjadi gompal dan akhirnya terjadi lubang. Retak
memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga mempercepat deformasi dan
memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan perubahan volume.
(Sjahdanulirwan, 2003)
Kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur antara lain :
Deformasi adalah perubahan bentuk pada permukaan jalan dari bentuk awal yang
dibangun. Deformasi dapat terjadi setelah pembangunan dalam kaitan dengan pengaruh
lalu lintas (yang dihubungkan dengan beban) atau pengaruh lingkungan (tidak
berhubungan dengan beban). Pada beberapa kasus, deformasi terjadi pada perkerasan
baru dnegan kontrol yang buruk.deformasi merupakan suatu unsure penting pada
kondisi perkerasan. Deformasi mempunyai pengaruh langsung pada kualitas berkendara
dengan perkerasan (kekasaran) dan mencerminkan kekurangan pada struktur
perkerasan. Deformasi dapat berujung ke retak-retak pada lapisan permukaan.
Beberapa tipe deformasi :
1) Bergelombang (corrugation)
Bergelombang adalah kerusakan dimana aspal menjadi bergelombang yang lekat
dengan jarak teratur. Dengan jarak ombak kurang dari 2 meter. Kerusakan ini
disebabkan karena kurang stabilnya lapisan aspal atau lapisan datar.
2) Depresi (depression)
Depresi adalah kerusakan pada perkerasan berupa cekungan pada permukaan.
Kerusakan ini disebabkan penurunan pelayanan dan melebarnya parit, konsolidasi
pada daerah tertentu yang lembut dan pemadatan tanah dasar atau material
timbunan yang kurang baik, perubahan volume material tanah dasar yang
disebabkan oleh pengaruh lingkungan, penurunan tanah karena kurang stabilnya
timbunan.
3) Alur (rutting)
Alur adalah kelainan pada permukaan aspal yang sejajar dengan alur kendaraan.
Dapat terjadi pada satu atau kedua alur kendaraan. Alur disebabkan oleh kurangnya
ketebalan perkerasan, kurangnya pemadatan pada lapisan permukaan atau tanah
dasar, kurangnya stabilitas (kekuatan) pada lapisan permukaan atau tanah dasar.
4) Pergeseran (shoving)
Shoving adalah pembengkakan permukaan jalan, biasanya paralel dengan arah
jalan atau arus lalu lintas atau perubahan horizontal pada material permukaan,
biasanya disebabkan lalu lintas saat pengereman atau akselerasi awal. Pergeseran
2.2.3.2 Retak (crack)
Retak adalah celah sebagai hasil dari patahan parsial atau komplet pada permukaan
perkerasan. Retak pada permukaan perkerasan jalan dapat terjadi dengan berbagai
variasi, baik retak tunggal yang terisolasi maupun retak yang saling berhubungan dan
berkembang diatas seluruh permukaan perkerasan. Bentuk retak, baik sendirian
maupun berhubungan dengan deformasi dapat digunakan untuk memperkirakan
penyebab kerusakan. Retak yang dimasuki air dapat menjadi penyebab utama deformasi
dan lubang.
Bentuk retak yang biasa terjadi antara lain :
1) Retak blok (block cracks)
Retak blok adalah retak yang saling berhubungan membentuk rangkaian
kotak-kotak, kira-kira dalam bentuk segi empat. Biasanya merata diatas permukaan
perkerasan, luasnya lebih besar dari 200 mm sampai 3000 mm. sambungan pada
perkerasan dapat menyebabkan retak pada lapisan permukaan dan terlihat seperti
bentuk segi empat, terutama sambungan pada perkerasan beton yang dilapisi
dengan aspal. Retak blok disebabkan sambungan pada lapisan beton, penyusutan
dan kelelahan pada material semen.
2) Retak kulit buaya (crocodile cracks)
Retak yang saling berhubungan atau terjalin membentuk polygon kecil yang saling
merangkai seperti kulit buaya. Ukuran polygon antara 150 mm sampai 300 mm.
Retak kulit buaya disebabkan oleh kurangnya ketebalan perkerasan dan modulus
tanah dasar yang rendah.
3) Retak tidak beraturan (crescent shaped cracks)
Retak tidak beratutan biasanya dihubungkan dengan pergeseran (shoving), sering
terjadi dengan jarak yang rapat. Penyebabnya adalah ikatan yang lemah antara
lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya, rendahnya modulus tanah dasar,
lapisan permukaan yang tipis, lapisan aspal yang terseret oleh pengguna jalan saat
temperature aspal rendah, takanan yang tinggi saat pengereman atau akselerasi
4) Retak memanjang (longitudinal cracks)
Retak memanjang yang searah sumbu jalan. Dapat berupa retak tunggal atau retak
yang saling berangkai. Penyebab retak tuunggal adalah penyusutan sambungan
pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau aspal bagian bawah), rendahnya
konstruksi sambungan pada lapisan aspal, perubahan cuaca harian atau pengerasan
aspal, dan perpindahan sambungan karena melebarnya perkerasan. Sedangkan
etak yang saling berangkai disebabkan peningkatan volume tanah liat di bagian
dasar, perlemahan pada bagian samping perkerasan dan perbedaan penurunan
tanah antara galian dan timbunan.
5) Retak melintang (transverse cracks)
Retak yang melintang tegak lurus sumbu jalan. Retak melintang disebabkan oleh
penyusutan sambungan pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau lapisan
semen), berubahnya konstruksi sambungan pada lapisan permukaan aspal (karena
temperatur rendah atau pengerasan aspal), dan gagalnya struktur beton di bagian
dasar.
6) Retak diagonal (diagonal cracks)
Retak yang membentuk garis diagonal pada perkerasan. Penyebabya adalah
penyusutan sambungan pada lapisan dengan material semen, perbedaan
penurunan tanah antara timbunan, galian dan struktur, akar pohon dan instalasi
layanan (TELKOM, PLN dan PDAM).
2.2.3.3 Cacat tepi (edge defects)
Kerusakan ini terjadi pada pertemuan antara lapisan aspal dengan bahu jalan, dimana
kerusakan terjadi pada lapisan aspal bukan pada bahu jalan. Cacat tepi sering terjadi
pada bagian tepi jalan yang peka terhadap ban aus karena gesekan.
Bentuk cacat tepi yang basa terjadi antara lain :
1) Patah tepi (edge break)
Patah yang tiadak beraturan dibagian samping permukaan aspal. Patah tepi
disebabkan kurangnya lebar perkerasan, bentuk alinemen jalan yang membuat
2) edge drop off
Perbedann jarak vertikal 10-15 mm antara permukaan aspal bagian tepi sengan
permukaan bahu jalan. Penyebabnya adalah kurangnya lebar perkerasan, material
bahu jalan yang tidak kuat menahan erosi dan abrasi, dan pelapisan kembali
perkerasan tanpa pelapisan bahu jalan.
2.2.3.4 Cacat permukaan
Cacat permukaan disebabkan oleh hilangnya material permukaan baik banyak maupun
sedikit. Cacat permukaan mengurangi kualitas layanan perkerasan dan mengurangi
struktur perkerasan.
Bentuk cacat permukaan yang biasa terjadi antara lain :
1) Delamination, yaitu hilangnya permukaan asapal karena kurangnya pembersihan
atau pelapisan sebelum pemasangan lapisan diatasnya, rembesan air melalui aspal
(terutama retakan) sehingga melepaskan ikatan permukaan aspal dengan bagian
dibawahnya, dan adhesi yang mengikat permukaan aspal ke roda kendaraan.
2) Flushing, disebabkan oleh berlebihnya tingkat pengikatan dalam hubungannya
dengan ukuran batu maupun tekanan agregat ke bawah.
3) Polishing merupakan kerusakan yang tidak terdefinisi dengan jelas. Namun, derajat
kegilapan harus signifikan sebelum dimasukkan ke dalam survey kondisi dan dinilai
sebagai suatu kerusakan karena terlepasnya butiran agregat dari aspal.
4) Raveling, disebabkan agregat atau binder telah mulai usang atau aus dengan sedikit
partikel yang hilang, jika ada.
2.2.3.5 Lubang
Lubang adalah cekungan berbentuk mangkuk pada permukaan perkerasan karena
hilangnya lapisan permukaan atau material dibawahnya. Lubang dapat terjadi karena
mengelupasnya sebagian kecil lapisan permukaan akibat lalu lintas yang diikuti
masuknya air kedalam lapisan perkersan, beban yang berlebihan dan terbawanya
lapisan aspal permukaan akibat adhesi yang mengikat aspal ke roda.
Tambalan disebabkan adanya perbaiakan pada perkerasan yang mengalami kerusakan
maupun penggalian untuk instalasi umum (PLN, PDAM, dan TELKOM). Terdapat dua tipe
tambalan, yaitu tambalan tanpa penggalian dan tambalan dengan penggalian (dimana
material dipindahkan kemudian perkerasan dibangun ulang).
2.2.4
Jenis Penanganan Kerusakan Jalan2.2.4.1 Metode Perbaikan Standar
Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan metode perbaikan standar
Direktorat Jenderal Bina Marga 1995. Jenis-jenis metode penanganan tiap-tiap kerusakan
adalah:
a) Metode perbaikan PI (penebaran pasir)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.
Ø Langkah penanganannya:
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Memberi tanda yang akan diperbaiki.
- Membersihkan daerah dengan air compressor.
- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10mm) di atas permukaan yang terpengaruh kerusakan.
- Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1- 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).
b) Metode perbaikan P2 (pelaburan aspal setempat)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
- Kerusakan tepi bahu jalan beraspal
- Retak buaya < 2mm
- Retak garis lebar < 2mm
- Terkelupas
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
- Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk cut back 1 liter/m2.
- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata.
- Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).
c) Metode perbaikan P3 (pelapisan retakan)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2 mm.
Ø Langkah penanganannya:
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
- Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/m2 di daerah yang akan diperbaiki).
- Tebar dan ratakan campuran aspal beton pada seluruh daerah yang sudah diberi tanda.
- Lakukan pemadatan ringan (1 - 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata dan kepadatanoptimum (kepadatan 95%).
d) Metode perbaikan P4 (pengisian retak)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm.
Ø Langkah penanganannya:
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani denganair compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
- Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 1/m2 menggunakan aspal sprayer
atau dengan tenaga manusia.
- Memadatkan minimal 3 lintasan dengan babyroller.
e) Metode perbaikan P5 (penambalan lubang-lubang)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani
- Lubang kedalaman > 50 mm
- Keriting kedalaman > 30 mm
- Alur kedalaman > 30 mm
- Ambles kedalaman > 50 mm
- Jembul kedalaman > 50 mm
- Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan
- Retak buaya lebar > 2mm
Ø Langkah penanganannya:
- Gali material sampai mencapai lapisan dibawahnya.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.
- Semprotkan lapis resap pengikat primecoat dengan takaran 0,5 liter/m.
- Tebarkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh permukaan yang rata.
- Pemadatan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).
f) Metode perbaikan P6 (perataan)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
- Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mml.
- Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm.
- Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm.
- Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman < 50 mm.
- Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm.
Ø Langkah penanganannya:
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.
- Laburkan tack coat 0,5 liter/m2.
- Menaburkan campuran aspal beton kemudian memadatkannya sampai diperoleh permukaan yang rata.
2.2.4.2 Metode Overlay
Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen
Pekerjaan Umum Direktoral Jendral Bina Marga, Metode Analisa Komponen Pt
T-01-2002-B. Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah
mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat
kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamana, tingkat
kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.
a.
Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus
resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan
Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil
atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom &
Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil)
dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR ... (2.2)
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai
akibat beban lalu-lintas.
b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
c) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah
dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat
pelaksanaan konstruksi.
d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk
jenis tanah tertentu.
e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan
b.
Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Angka eivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut tabel pada Lampiran D.1. Tabel ini hanya berlaku untuk roda
ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan
roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan.
Angka Ekuivalen = ... (2.3)
c.
Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree
of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam
alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur
rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi
perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan
tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu
yang direncanakan. Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan
kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang
diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas
yang lebih tinggi. Tabel 2.8 memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk
bermacam-macam klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih
tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat
Tabel 2.8 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi
jalan.
Klasifikasi Jalan
Rekomendasi tingkat reliabilitas
Perkotaan
Antar Kota
Bebas Hambatan
85 – 99.9
80 – 99,9
Arteri
80 – 99
75 – 95
Kolektor
80 – 95
75 – 95Lokal
50 – 80
50 – 80Sumber : Pt T-01-2002-B
Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang dikalikan
dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk memperoleh prediksi
kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan, reliability factor merupakan
fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall standard deviation,S0) yang
memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas dan perkiraan kinerja
untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan lentur, level of reliabity
(R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal standar (standard normal
deviate, ZR). Tabel 2.9 memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu.
Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :
1) Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan jalan
perkotaan atau jalan antar kota.
2) Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.9.
3) Deviasi standar (S0) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang nilai S0
adalah 0,40 – 0,50.
Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate )
Reliabilitas, R (%)
Standar normal deviate, ZR
50
0,00060
- 0,25370
- 0,524Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate )
Reliabilitas, R (%)
Standar normal deviate, ZR
85
- 1,037
90
- 1,28291
- 1,34092
- 1,40593
- 1,47694
- 1,55595
- 1,64596
- 1,75197
- 1,88198
- 2,05499
99,9
99,99
- 2,327
- 3,090
- 3,750
Sumber : Pt T-01-2002-B
d.
Lalu lintas pada lajur rencana
Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar.
Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut
ini :
w18 = DD x DL x ŵ18 ... (2.4)
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian
dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana
yang berat dan kosong.
Tabel 2.10 Faktor distribusi lajur (DL)
Jumlah lajur per arah
% beban gandar standar dalam lajur rencana
1
100
2
80-100
3
60-80
4
50-75
Sumber : Pt T-01-2002-B
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam
pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini
didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana
selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara
numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :
Wt= w18 pertahun × ((1+g) n
-1)/g ... (2.5)
Dimana:
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
g = perkembangan lalu lintas (%).
e.
Indeks permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan atau kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di
bawah ini :
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus)
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan
baik
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana diperlihatkan
Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT).
Kualifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan
1,0 – 1,5
Sumber : Pt T-01-2002-B
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai
dengan Tabel 2.12 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0).
Tabel 2.12. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)
Jenis Lapis Perkerasan IP0
Ketidakrataan *) (IRI,
Sumber : Pt T-01-2002-B
f.
Kondisi struktur perkerasan jalan
Survai mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk mengetahui
tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan dimaksud yang
meliputi :
- Lapis permukaan (D1)
- Lapis pondasi bawah (D3)
Berdasarkan keadaan perkerasan di lapangan dapat dinilai kondisi perkerasan sesuai
Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak
kulit buaya dan/atau hanya
terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan
rendah
0.35–0.40
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah
dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang
dan tinggi
0.25–0.35
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah
dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang
dan/atau
5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang
dan tinggi
0.20–0.30
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang
dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi
dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang
dan tinggi
0.14–0.20
dan/atau
Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a) (lanjutan)
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya
terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
0.20–0.35
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.15–0.25
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.15–0.20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.10–0.20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
Lapis pondasi atau lapis pondasi bawah granular
Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines.
0.10–0.14
Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines
0.00–0.10
Sumber : Pt T-01-2002-B
g.
Lapisan Permukaan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya
dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk
menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi
keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan
kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien
drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah apabila
digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.14 memperlihatkan nilai tebal
minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
Tabel 2.14 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi
agregat (inchi)
Sumber : Pt T-01-2002-B
Lalu-lintas (ESAL) Beton aspal LAPEN LASBUTAG
Lapis pondasi
agregat
inci cm inci cm inci cm inci cm
2.2.4.3
Metode RigidPerencanaan desain perkerasan kaku menggunakan Pedoman Perencanaan dan
Pelaksanaan Perkerasan Jalan Beton Semen Pd T-14-2003, Departemen Pekerjaan
Umum. Perkerasan kaku ( Rigid Pavement ) adalah struktur yang terdiri atas pelat beton
semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus
dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau
dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5. Tipikal struktur perkerasan kaku
Sumber: DPU, 2005
Perkerasan kaku dibedakan dalam 4 jenis :
-
Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.
-
Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.
-
Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.
-
Perkerasan beton semen pra-tegang.
Pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.
Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan
kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar
air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan. Lapis
pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama
yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut :
-
Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
-
Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
-
Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban
pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di
bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton
semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.Persyaratan teknis
a. Tanah dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI
03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989,
masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila
tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi
bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang
dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.
b. Pondasi bawah
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton
semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan
penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar
sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku
tanah ekspansif.
Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai
dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila
direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus
menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum
yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan CBR tanah dasar efektif didapat
dari Gambar 2.7.
Gambar 2.6. Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan kaku
Gambar 2.7. CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
Sumber : Pd T-14-2003
Lapis pemecah ikatan pondasi bawah dan pelat ini didasarkan bahwa antara pelat
dengan pondasi bawah tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien
geseknya dapat dilihat pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15. Nilai koefisien gesekan (µ)
No. Lapis pemecah ikatan Koefisien
gesekan (µ)
1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0
2 Laburan parafin tipis pemecah ikat 1,5
3 Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2,0
Sumber : Pd T-14-2003
c.
Lalu lintasPenentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan
dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan
konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus
dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu,
untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total
minimum 5 ton.
Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai
berikut :
-
Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
-
Sumbu tunggal roda ganda (STRG)
-
Sumbu tandem roda ganda (STdRG)
-
Sumbu tridem roda ganda (STrRG)
d.
Umur rencanaUmur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional
jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat
ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return,
kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
e. Pertumbuhan lalu lintas
Volume lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tahap
di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan lalu lintas yang dapat
ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
... (2.6)
Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu lintas ( R ) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 2.16.
Umur Rencana
(Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
Tabel 2.16. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R) (lanjutan)
Umur Rencana
(Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6
Sumber : Pd T-14-2003
f.
Lalu lintas rencanaLalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur
rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada
setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal
dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut
:
JSKN = JSKNH x 365 x R x C ... (2.7)
Dimana:
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (2.5) atau Tabel 2.16
C : Koefisien distribusi kendaraan
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan
beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai
Tabel 2.17. Faktor keamanan beban (FKB)
No. Penggunaan Nilai FKB
1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi.
Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.
1,2
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah.
1,1
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0 1,0
Sumber : Pd T-14-2003
h.
SambunganSambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk membatasi tegangan dan
pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban
lalu lintas,memudahkan dalam proses pelaksanaan dan mengakomodasi gerakan
pelat.Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
1) Sambungan pelaksanaan memanjang
Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara
penguncian. Bentuk dan ukuran penguncian dapat berbentuk trapesium atau
setengah lingkaran sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan untuk tipikal
sambungan memanjang dapat dilihat pada Gambar 2.8 Sebelum penghamparan
pelat beton di sebelahnya, permukaan sambungan pelaksanaan harus dicat
dengan aspal atau kapur tembok untuk mencegah terjadinya ikatan beton lama
Gambar 2.8. Tipikal sambungan memanjang
Sumber : Pd T-14-2003
Gambar 2.9. Ukuran standar penguncian sambungan memanjang
Sumber : Pd T-14-2003
2)
Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya
retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 - 4 m. Sambungan
memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24
dan berdiameter 16 mm dan Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
l = (38,3 x φ) + 75 ... (2.9)
Dimana:
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi
perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
3) Sambungan pelaksanaan melintang
Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat) harus
menggunakan batang pengikat berulir, sedangkan pada sambungan yang
direncanakan harus menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di
tengah tebal pelat. Tipikal sambungan pelaksanaan melintang diperlihatkan pada
Gambar 2.10 dan Gambar 2.11. Sambungan pelaksanaan tersebut di atas harus
dilengkapi dengan batang pengikat berdiameter 16 mm, panjang 69 cm dan jarak
60 cm, untuk ketebalan pelat sampai 17 cm. Untuk ketebalan lebih dari 17 cm,
ukuran batang pengikat berdiameter 20 mm, panjang 84 cm dan jarak 60 cm.
Gambar 2.10. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan untuk pengecoran per lajur
Gambar 2.11. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan untuk pengecoran seluruh lebar perkerasan
Sumber : Pd T-14-2003
4) Sambungan susut melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat untuk
perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk
lapis pondasi stabilisasi semen sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.12 dan
Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Sambungan susut melintang dengan ruji
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa
tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan
tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan
tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini harus
dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan
bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat
pelat beton menyusut. Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri
dengan bahan anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.
Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel
2.18.
Tabel 2.18 Diameter ruji
No Tebal pelat beton, h (mm) Diameter ruji (mm)
1 125 < h < 140 20
2 140 < h < 160 24
3 160 < h < 190 28
4 190 < h < 220 33
5 220 < h < 250 36
Sumber : Pd T-14-2003
Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas kerusakan Retak
fatik (lelah) tarik lentur pada pelat dan Erosi pada pondasi bawah atau tanah
dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak
yang direncanakan.
Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta
jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan
selama umur rencana.
Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung