TINJAUAN PUSTAKA
Tepung Terigu
Tepung terigu adalah bubuk halus yang diperoleh dari pengolahan biji
gandum dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mie dan roti. Tepung
terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut
dalam air. Tepung terigu juga mengandung gluten yang berperan dalam
menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Jenis tepung
terigu yaitu tepung berprotein tinggi (bread flour) dimana tepung terigu ini
mengandung kadar protein tinggi, antara 11-13% dan digunakan sebagai bahan
pembuat roti, mie, pasta, dan donat, tepung berprotein sedang/serbaguna (all
purpose flour) dimana tepung terigu ini mengandung kadar protein sedang sekitar
8-10% dan digunakan sebagai bahan pembuat kue cake dan tepung berprotein
rendah (pastry flour) dimana tepung terigu ini mengandung protein sekitar 6-8%,
umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kulit
gorengan (Salim, 2011).
Tepung terigu mempunyai peranan penting dalam pembentukan struktur
mie, sebagai sumber protein dan sumber karbohidrat. Kandungan protein tepung
terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten dibentuk dari
gliadin dan glutenin. Protein tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie
harus dalam jumlah yang cukup tinggi agar mie yang dihasilkan elastis dan tahan
Komposisi Tepung Terigu
Adapun komposisi dari tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Tepung Terigu
Komposisi Jumlah
Kalori (kal) 365,00
Protein (g) 8,90
Lemak (g) 1,30
Karbohidrat (g) 77,30
Kalsium (mg) 16,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R. I., (1996). Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Ubi jalar atau yang lebih dikenal dengan ketela rambat (sweet potato)
berasal dari benua Amerika. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia terutama
negara-negara beriklim tropis pada abad ke-16. Para ahli botani dan pertanian
memperkirakan asal tanaman ubi jalar dari negara Selandia Baru, Polinesia, dan
Amerika bagian Tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani dari
Soviet memastikan bahwa daerah asal ubi jalar adalah Amerika Tengah.
Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang,
dan Indonesiaa, 2012).
Ubi jalar terdiri atas berbagai varietas yang dibedakan atas warna kulit
maupun umbinya. Ada ubi jalar yang umbinya berwarna putih, kuning,
jingga/orange, dan ungu. Perbedaan warna disebabkan oleh kandungan pigmen
yang dikandung umbi tersebut. Ubi jalar yang umbinya berwarna jingga/orange
β-karoten, vitamin C, dan vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang
bermanfaat untuk penangkal penyakit kronis termasuk kardiovaskuler. Ubi jalar
juga kaya akan serat dan vitamin B6 yang berkhasiat untuk mengurangi kelebihan
kolesterol jahat (Suyanti, 2009). Kandungan gizi yang terdapat dalam ubi jalar
oranye dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi gizi ubi jalar oranye
Parameter Ubi jalar oranye
Kadar air (%bb) 67,95
Kadar abu (%bk) 3,59
Kadar lemak (%bk) 0,59
Kadar protein (%bk) 3,57
Karbohidrat (%bk) 92,24
Kadar pati (%bk) 66,05
Total karoten (ppm) 20
Sumber : Murtiningrum, dkk, 2012. Pati Ubi Jalar
Pati ubi jalar dapat diperoleh dengan cara ekstraksi pati dari umbinya.
Cara ekstraksi pati ubi jalar sebagai berikut ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian
ditimbang beratnya. Ubi jalar diparut dengan menggunakan alat pemarut hingga
menjadi bubur. Setelah itu, bubur ditambah dengan air dan diaduk-aduk agar pati
lebih banyak keluar dan disaring dengan kain saring. Suspensi pati ditampung
pada wadah pengendapan dan dibiarkan mengendap selama 12 jam. Pati akan
mengendap sebagai pasta. Cairan di atas endapan dibuang kemudian ditambahkan
air lagi dan didiamkan selama 6-8 jam agar diperoleh pati yang bersih. Pasta pati
dikeringkan pada suhu 50-600C selama 20 jam, dihaluskan dan diayak dengan
ayakan 80 mesh (Kusnandar, 2010).
Pati alami (pati yang diekstrak dari bahan baku) memiliki beberapa
kelemahan yaitu tidak tahan terhadap pemanasan suhu tinggi, terjadi penurunan
alami terbatas di dalam air dingin, dan mudah mengalami sineresis akibat proses
retrogradasi pati terutama pada penyimpanan suhu dingin. Kelemahan yang
dimiliki pati alami menjadi kendala dalam proses pengolahan sehingga pati alami
sering dimodifikasi untuk menghasilkan pati yang sesuai dengan kondisi proses
pengolahan (Kusnandar, 2010).
Pati merupakan cadangan karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa yang
terdapat dalam jaringan tanaman. Pati mengandung 2 komponen utama yaitu
amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α
-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin memiliki struktur percabangan dengan 2
jenis ikatan glikosidik yaitu ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan α-(1,6)-D-glukosa.
Struktur kimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar
2. Pati memiliki beberapa sifat fungsional yang dapat digunakan sebagai ingredien
dalam proses pengolahan pangan karena dapat memberikan karakteristik pada
produk pangan, pengental, penstabil, pembentuk gel, dan pembentuk film
(Kusnandar, 2010).
Pati digunakan hampir di setiap industri pangan karena dapat memberikan
tekstur, kekentalan, dan meningkatkan penerimaan dari berbagai makanan. Pati
lebih banyak dipakai sebagai bahan perekat dalam industri tekstil dan sebagai
bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa dan kristal glukosa. Perubahan
kimiawi yang terjadi pada pati dapat meningkatkan kestabilannya pada pH
ekstrim, kestabilan dari bentuk sol dan gel dari siklus cair-beku, kepekatannya
dalam media bergula serta memiliki kemampuan bergabung dengan bahan
Sifat gelatinisasi dan karakteristik pasta pati dapat diukur dengan
menggunakan Brabender Viscograph atau Rapid Viso Analyzer (RVA). Alat ini
dapat mengukur suhu gelatinisasi, nilai viskositas maksimum, suhu pada saat
viskositas maksimum tercapai, dan viskositas setelah proses pendinginan. Suhu
gelatinisasi diukur pada saat granula pati menyerap air yang ditandai dengan
meningkatnya kekentalan larutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat
gelatinisasi pati yaitu sumber pati, ukuran granula pati, asam, gula, lemak, protein,
enzim, suhu pemasakan, dan pengadukan. Komponen-komponen non pati juga
akan mempengaruhi suhu gelatinisasi. Semakin banyak komponen-komponen non
pati maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu gelatinisasi semakin lama.
Kandungan protein suatu bahan pangan mempengaruhi daya penyerapan air oleh
bahan karena protein memiliki gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan
sehingga dapat mengikat air. Semakin banyak air yang diikat oleh tepung maka
semakin baik tekstur bahan pangan yang dihasilkan (Andarwulan, dkk, 2011).
Nilai viskositas maksimum tercapai pada saat granula pati tidak mampu
menyerap air lagi atau penyerapan air maksimum. Viskositas breakdown
menunjukkan tingkat kestabilan pasta tepung komposit terhadap proses
pemanasan. Nilai Viskositas breakdown diperoleh dari selisih antara viskositas
maksimum dengan viskositas pasta tepung komposit setelah mencapai suhu 950C
pada saat pemanasan. Viskositas setback menunjukkan kemampuan retrogradasi
molekul tepung pada proses pendinginan sedangkan viskositas puncak
menunjukkan viskositas pada saat tepung mengembang maksimum selama
pemasakan. Granula pati akan mengembang dalam air panas setelah melewati
O
belum mencapai suhu gelatinisasi dan bersifat tidak bolak-balik (irreversible) jika
telah mencapai suhu gelatinisasi. Granula pati juga akan mempengaruhi viskositas
puncak dari tepung. Semakin besar granula pasta pati maka viskositas puncak
yang dihasilkan semakin tinggi sedangkan suhu gelatinisasi relatif rendah
(Kusnandar, 2010).
Gambar 1. Struktur rantai linier dari molekul amilosa (Kusnandar, 2010).
Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Kusnandar, 2010).
Kedelai
Kandungan kacang kedelai yang utama adalah protein. Kedelai
mengandung kadar protein lebih dari 40% dan lemak 10-15%. Jumlah protein
kedelai yang mendekati daging sekitar 38%. Sampai saat ini, kedelai merupakan
bahan pangan sumber protein nabati dan total kebutuhan kedelai untuk pangan
mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia (Adisarwanto, 2005).
Kedelai mempunyai kandungan serat larut yang mampu untuk
menurunkan kadar kolesterol, kandungan β-karoten yang akan diubah tubuh
menjadi vitamin A. Dengan adanya kandungan vitamin E dan lesitin juga, kedelai
menjadi makanan kaya antioksidan yang mampu menghancurkan timbunan lemak
dan kolesterol dalam pembuluh darah. Dengan mengonsumsi kedelai 31-47 g/hari
mampu menekan kolesterol (Suyanti, 2009).
Kedelai menjadi sumber utama protein nabati meskipun Indonesia harus
mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai karena kebutuhan kedelai Indonesia
yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanama
hasil panennya selalu lebih rendah dibandingkan dengan produksi negara
subtropis seperti Jepang da
sepenuhnya mengubah sifat
yang tidak fotosensitif (tahan) kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan
meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesiab, 2012).
Tepung Kedelai yang Digerminasi
Perkecambahan yang dilakukan pada kacang kedelai akan meningkatkan
protein dari kacang kedelai. Hal ini terjadi karena selama perkecambahan kacang
kedelai menyerap air yang menyebabkan terlepasnya glikoprotein menjadi protein
dan karbohidrat atau menghilangkan senyawa-senyawa antinutrisi. Selama
perkecambahan, biji kacang juga melakukan sintesa protein untuk
memiliki kemampuan untuk mensintesa protein dengan memanfaatkan sumber
nitrogen baik organik seperti (NO2 dan NO3) maupun nitrogen anorganik (NH3)
dari lingkungan sekitar (Hartoyo dan Sunandar, 2006).
Germinasi (perkecambahan) merupakan proses katabolis yang terjadi
melalui reaksi hidrolisis dari cadangan zat gizi yang terdapat di dalam biji yang
berfungsi untuk meningkatkan daya cerna protein. Proses germinasi akan
meningkatkan nilai daya cerna kacang-kacangan dan menurunkan waktu
pemasakan atau pengolahan. Pada saat perkecambahan terjadi hidrolisis
karbohidrat, protein, dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga
mudah dicerna. Selama proses itu pula terjadi peningkatan jumlah protein dan
vitamin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan. Dalam proses
perkecambahan terjadi beberapa perubahan biologis yaitu pecahnya komponen
dari biji menjadi berbagai bentuk senyawa yang lebih sederhana, yang telah siap
dicerna bagi embrio atau kecambah yang tumbuh lebih lanjut (Winarno, 2008).
Pembuatan tepung kedelai yang digerminasi sebagai berikut kacang
kedelai disortasi terlebih dahulu untuk mendapatkan mutu kacang kedelai yang
baik, kemudian dicuci dan direndam di dalam air selama 24 jam sampai tumbuh
kecambah. Setelah itu, direbus di dalam air mendidih selama 10 menit untuk
menonaktifkan enzim lipoksigenase yang terdapat pada kacang kedelai, dikupas
kulitnya untuk mengurangi bau langu pada kedelai, dihancurkan dengan
penambahan air 1:1 kemudian dikeringkan pada suhu 500C selama 18 jam.
Tepung kedelai yang telah kering dihancurkan dan diayak dengan ayakan 60 mesh
Komposisi Kimia Tepung Kedelai yang Digerminasi
Kandungan gizi yang terdapat pada kecambah kedelai dan kecambah
kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi kecambah kedelai dan kecambah kacang hijau (%bb)
Jenis Tepung Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Serat
Total
Kecambah Kedelai 8,55 5,15 20,79 33,22 40,84 22,91
Kecambah Kacang Hijau
7,10 3,42 1,46 21,13 73,99 18,24
Sumber : Hartoyo dan Sunandar (2006). Wortel
Wortel merupakan jenis sayuran yang banyak mengandung vitamin dan
mineral. Di dalam 100 gram wortel terdapat 27 mg kalsium, 0,5 mg zat besi, 34
mg sodium, 26 mg fosfor, 246 mg potassium, 6 mg vitamin C, 7,931 UI vitamin
A, dan sejumlah vitamin B kompleks serta beberapa kandungan mineral seperti
kalium. Kandungan wortel yang terbesar adalah vitamin A dalam bentuk β
-karoten. Hampir seluruh kebutuhan mineral dan β-karoten yang dibutuhkan tubuh
terkandung di dalamnya (Suyanti, 2009 dan Rustandi, 2011).
Di dalam 100 gram wortel (bagian yang dapat dimakan) terkandung kalori
sebesar 42 kal, protein 1,2 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 9,3 g, kalsium 39 mg,
phospor 37 mg, besi 0,8 mg, natrium 32 mg, serat 0,9 g, abu 0,8 g, vitamin A
sebesar 12000 SI, vitamin B1 sebesar 0,06 mg, vitamin B2 sebesar 0,04 mg,
vitamin C sebesar 6 mg, niacin 0,6 mg, dan air 88,20 g (Rukmana, 1995).
Pigmen yang tergolong kelompok karotenoid yaitu betakaroten pada
wortel dan likopen pada tomat. Pigmen karotenoid larut dalam lemak dan
memudar. Karotenoid terdapat secara alami pada tanaman dan warnanya
kuning-orange (Andarwulan, dkk, 2011).
Karotenoid merupakan pigmen yang larut dalam lemak. Pigmen
karotenoid memiliki ikatan rangkap trans. Ikatan rangkap ini dapat berubah
menjadi cis jika ada panas, cahaya, dan asam dimana semakin banyak konfigurasi
cis mengakibatkan warna bahan pangan pudar atau semakin muda (deMan, 1997).
Vitamin A memiliki fungsi sebagai bahan untuk membuat rodopsin yang
diperlukan dalam proses penglihatan, untuk pemeliharaan jaringan pelapis, dan
untuk membantu proses pertumbuhan tubuh. Kekurangan vitamin A
menyebabkan gangguan penglihatan, perubahan-perubahan pada jaringan epitel
serta mengganggu jalannya pertumbuhan tubuh. Bila terjadi kekurangan vitamin
A maka proses pembentukan rodopsin akan terganggu sehingga menyebabkan
rabun pada anak-anak. Jaringan pelapis akan menjadi keras jika terjadi perubahan
pada jaringan ini karena adanya sel-sel tanduk. Orang yang kekurangan vitamin A
mudah sekali terserang penyakit saluran pernapasan atau penyakit saluran
pencernaan (Moehji, 1986).
Tepung Komposit
Tepung komposit merupakan campuran dari beberapa jenis tepung yang
bertujuan untuk mengurangi penggunaan gandum atau mengubah karakteristik
gizi produk misalnya dengan memperkaya kandungan protein, vitamin atau
mineral contoh tepung komposit dari tepung terigu, tepung kedelai dan tepung ubi
jalar. Penambahan tepung kedelai 15% dan tepung garut 20% dalam pembuatan
mie basah terbukti dapat meningkatkan kandungan protein dan lemak yang
ini juga dapat memperbaiki warna dari mie basah yang dihasilkan yaitu berwarna
kuning karena adanya campuran dari tepung kedelai sehingga mie yang dihasilkan
lebih menarik (Widaningrum, dkk, 2005).
Penambahan 20% pati kentang sebagai substitusi tepung terigu dapat
meningkatkan mutu mie yaitu mie menjadi lebih renyah, tingkat gelatinisasi dari
mie kukus lebih rendah tetapi gelatinisasi produk goreng meningkat, mempercepat
waktu rehidrasi, dan membuat tekstur mie menjadi lebih kenyal. Daya rehidrasi
dari mie dipengaruhi oleh partikel dan ukuran, struktur dan permukaan mie.
Waktu rehidrasi untuk mie yang terbuat dari 100 persen tepung terigu sekitar 5
menit sedangkan untuk mie yang disubstitusi dengan 20% pati kentang memiliki
waktu rehidrasi sekitar 3 menit (Winarno, 2003).
Karakteristik Mie Ciam
Mie ciam merupakan mie yang terbuat dari tepung beras, tepung terigu,
dan penambahan bahan lainnya. Mie yang terbuat dari tepung beras dan
dikeringkan dinamakan kwetiau kering sedangkan mie yang terbuat dari tepung
terigu disebut mie ciam. Mie ini dapat digoreng ataupun dimasak berkuah. Mie
ciam merupakan makanan yang cukup populer di Indonesia, terutama di daerah
Jakarta dan tempat-tempat lain yang banyak didiami warga keturunan Tionghoa
(Rustandi, 2011).
Kualitas mie instan dipengaruhi oleh adonan yang bagus sedangkan
kualitas adonan dipengaruhi oleh bahan baku dan bahan tambahan yang
digunakan. Bahan baku yang digunakan untuk membuat mie instan adalah tepung
terigu, tepung tapioka, dan minyak goreng. Bahan tambahan yang digunakan
pengental dan tartrazine sebagai zat warna. Semua bahan ini dilarutkan dalam air
menjadi larutan alkali (Ubaidillah, 2000).
Karakteristik mie ciam yang berhubungan dengan bahan baku yang
digunakan dalam pembuatannya adalah daya serap air, kehilangan padatan akibat
pemasakan dan kekerasan mie. Daya serap air menunjukkan kemampuan bahan
pangan dalam menyerap air. Daya serap air suatu bahan pangan tergantung pada
jumlah pati dalam adonan dimana penurunan DSA disebabkan adanya penurunan
kadar pati dalam adonan. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) dapat
terjadi pada mie karena sebagian pati lepas dari untaian mie pada saat pemasakan.
Hal ini mengakibatkan warna keruh pada air pemasakan. Tingginya KPAP juga
disebabkan oleh kurang optimumnya matriks pati tergelatinisasi dalam mengikat
pati yang tidak tergelatinisasi (Widaningrum, dkk, 2005; Merdiyanti, 2006).
Kekerasan mie dipengaruhi oleh proses retrogradasi dimana pada proses
retrogradasi terbentuk ikatan amilosa-amilosa yang terdispersi dalam air.
Penambahan bahan tambahan seperti CMC dalam bahan pangan menyebabkan
turunnya proses retrogradasi. Fraksi amilosa terlarut yang terlepas dari granula
pati, terurainya matriks protein pada permukaan mie, dan pengembangan dari
granula pati yang berlebihan dapat mengakibatkan kelengketan pada mie. Cooking
loss pada mie dipengaruhi oleh jumlah tepung terigu. Semakin banyak tepung
terigu yang ditambahkan maka cooking loss mie semakin rendah karena pada
tepung terigu terdapat gluten (Merdiyanti, 2008; Pomeranz dan Meloan, 1971).
Bahan yang Ditambahkan Pada Pembuatan Mie Ciam Air
Kandungan pati dan gluten yang terdapat pada tepung akan mengembang
sebaiknya memiliki pH antara 6-7 karena naiknya pH air akan mempengaruhi
daya absorpsi air oleh tepung. Air berperan penting dalam pengembangan
serat-serat gluten karena gluten menyerap air. Dengan peremasan, serat-serat-serat-serat gluten
ditarik, disusun berselang dan terbungkus dalam pati. Cara inilah yang akan
membuat adonan mie lunak, halus serta elastis. Jumlah air yang ditambahkan
sekitar 28-38% (Winarno, 2003; Rustandi, 2011).
Garam
Fungsi garam dalam pembuatan mie yaitu memberi rasa, memperkuat
tekstur, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta mengikat air. Garam
juga berfungsi menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga mie
tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Jumlah
maksimum penggunaan garam dapur dalam pembuatan mi adalah 2-4% dari berat
tepung terigu (Rustandi, 2011).
Sodium tripolyphospate (STTP)
Sodium tripolyphospate (STPP) merupakan salah satu jenis alkali yang
ditambahkan dalam pembuatan mie di samping alkali lainnya seperti natrium
karbonat, kalium karbonat, dan garam fosfat. Alkali berperan dalam
pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta
menghaluskan tekstur sedangkan natrium tripolifosfat berperan sebagai bahan
pengikat air agar air dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan
adonan tidak cepat mengering dan mengeras (Winarno, 2003).
Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
CMC termasuk salah satu bahan tambahan makanan yang diperbolehkan
turunan dari selulosa dan berfungsi sebagai pengental, pembentuk gel, stabilisator,
dan pengemulsi. CMC memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan
membentuk larutan koloid. CMC sering digunakan sebagai bahan penstabil dalam
pembuatan mie tetapi penggunaan CMC yang berlebihan dapat menyebabkan
tekstur mie menjadi keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang sehingga mie
yang dihasilkan kurang bagus (Winarno, 2003; Rustandi, 2011).
Gelatin
Gelatin merupakan turunan dari protein yang diekstrak dari kolagen
binatang, biasanya kolagen yang terdapat dalam kulit, tulang, dan tulang rawan
binatang. Gelatin tersusun atas beberapa asam amino. Asam amino utama
penyusun gelatin yaitu glisin sebesar 2/3 bagian, prolin serta hidroksiprolin
(Chaplin, 2005).
Asam-asam amino yang terdapat dalam gelatin saling berikatan melalui
ikatan peptida membentuk struktur gelatin. Susunan asam aminonya berupa
glisin-x-y dimana x adalah prolin dan y adalah hidroksiprolin. Gelatin tidak
mengandung asam amino triptofan sehingga gelatin tidak dapat digolongkan
sebagai protein lengkap (Grobben, et al., 2004).
Gelatin dapat digolongan menjadi dua yaitu gelatin tipe A dan gelatin tipe
B. Penggolongan ini didasarkan atas proses pengolahannya dimana bahan baku
gelatin tipe A direndam dalam larutan asam sehingga dikenal dengan proses asam
sedangkan bahan baku gelatin tipe B direndam dalam larutan basa dan dikenal
dengan proses alkali (Utama, 1997).
Tekstur bahan pangan dipengaruhi oleh jumlah protein yang ditambahkan
asam amino triptophan. Gelatin mengandung 85-90% protein, 8-13% aktivitas air
dan 0,5-2% abu. Gelatin yang ditambahkan pada bahan pangan dapat berikatan
dengan protein bahan pangan sehingga produk pangan memiliki kekuatan untuk
menahan tekanan dari luar dan kembali ke bentuk semula setelah tekanan
dihilangkan (Poppe, 1992; Sartika, 2009).
Syarat Mutu Mie Instan
Mie dapat dibuat dari tepung terigu atau alternatif seperti tepung tapioka,
tepung singkong, dan tepung beras. Kandungan gizi berbagai jenis tepung yang
digunakan dalam pembuatan mie dapat dilihat pada Tabel 4 sedangkan kandungan
gizi mie basah dan mie kering dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6 menunjukkan
standar mutu mie instan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tabel 4. Komposisi gizi berdasarkan bahan mie
Zat gizi Tepung terigu Tepung tapioka Tepung
singkong
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)
Tabel 5. Komposisi gizi dalam 100 gram mie
Zat gizi Mie basah Mie kering
Tabel 6. Syarat mutu mie instan
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
Tekstur - Normal/dapat diterima
Aroma - Normal/dapat diterima
Rasa - Normal/dapat diterima
Warna - Normal/dapat diterima
2. Benda asing - Tidak boleh ada
3. Keutuhan %b/b min. 90,0
4. Kadar air
Proses penggorengan %b/b maks. 10,0
Proses pengeringan %b/b maks. 14,5
5. Kadar protein
9. Cemaran mikroba
Angka lempeng total Koloni/g maks. 1,0 x 106
E.coli APM/g < 3
Salmonella - negatif per 25 g
Kapang Koloni/g maks. 1,0 x 103
Sumber : SNI 01-3551-2004
Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan
Pembuatan mie instan dengan menggunakan terigu yang disubstitusi
dengan tepung jagung sebesar 30% menghasilkan mie dengan daya serap air
(DSA) yang lebih tinggi dibandingkan dengan daya serap air (DSA) mie instan
yang terbuat dari 100% tepung terigu. Perbedaan daya serap air (DSA) pada mie
instan ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan menyerap air akibat
perbedaan varietas bahan baku yang digunakan. Kehilangan padatan akibat
pemasakan (KPAP) pada mie instan yang bersubstitusi 30% tepung jagung lebih
tinggi dibandingkan dengan KPAP mie instan yang terbuat dari 100% tepung
terigu. Perbedaan KPAP disebabkan oleh tekstur pada mie instan dengan 30%
100% teriguterigu. Perbedaan ini juga disebabkan karena perbedaan varietas yang
digunakan (Daulay, 2009).
Pembuatan bihun instan dengan menggunakan pati dari empat varietas ubi
jalar yang berbeda dan dimodifikasi dengan perlakuan heat moisture treatment
(HMT) menghasilkan bihun instan dengan karakteristik yang berbeda yang dilihat
dari komposisi kimia (protein, lemak, abu dan serat kasar) serta karakteristik
lainnya seperti daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, serta nilai
sensori (Lase, 2012). Kadar pati ubi jalar dipengaruhi oleh varietas dan perlakuan
pra panen terhadap tanaman ubi jalar. Penelitian Wissalini (2011) menunjukkan
bahwa kadar pati yang paling tinggi terdapat pada ubi jalar kuning yaitu sebesar
37,20% bk. Karakteristik fungsional pati seperti warna, kejernihan pasta,
kelarutan juga dipengaruhi oleh varietas dan perlakuan pra panen dalam hal ini