• Tidak ada hasil yang ditemukan

Darmawaty, Mansyur Arif, Ruland Pakasi, Hardjoeno, Burhanuddin Bahar dan Abdul Muis ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Darmawaty, Mansyur Arif, Ruland Pakasi, Hardjoeno, Burhanuddin Bahar dan Abdul Muis ABSTRACT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR D-DIMER DENGAN SKOR CANADIAN NEUROLOGICAL SCALE (CNS) PADA PENDERITA STROK ISKEMIK AKUT

(The Correlation Between D-dimer Level and Clinical level of Acute Ischemic Stroke Patient) Darmawaty, Mansyur Arif, Ruland Pakasi, Hardjoeno,

Burhanuddin Bahar dan Abdul Muis ABSTRACT

The Purpose of this study is to find out the correlation between D- dimer level and CNS score of acute ischemic stroke patient. This study was carried out at Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital, Dadi Hospital (Stroke Center), Ibnu Sina Hospital and Labuang Baji Hospital. The study design was longitudinal , performed during the period of August to November 2010. The total sample was 32 individuals with age ranging between 40 to 73 years. The concentration of D-dimer was measured by turbidimetry method using Cobas Integra. The examination of clinical severity was based on Canadian Neurological Scale (CNS). When the CNS was equal or more than 6,5 the clinical level was considered mild, while CNS less than 6,5 the clinical level was considered as severe. Increased D-dimer if the level > 5 µ g/ml. The result of this study showed that mean level of D-dimer on day one ( < 72 ours) and day 7 : 1,23 ± 0,89 µg/mL dan 1,33 ± 0,84 µ g/mL. The changes of CNS score consist of the increased CNS score was 22 patients (68,6%) , decreased score CNS was 6 patients (18,6%) and 4 patient the score constant. By Spearmen’s rho , the result showed significant correlation between D- dimer level and the CNS score. Eventhough the concentration of D-dimer could not predicted proggresion acute stroke ischemic. Correlation between CT scan with D-dimer and clinical feature was not significant.

Key words : .D-dimer, CNS, Acute Ischemic Stroke.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di BLU RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, Stroke Center RS Dadi, RS Ibnu Sina dan RS Labuang Baji. Metode penelitian bersifat longitudinal dilakukan selama bulan Agustus sampai November 2010. Total sampel 32 orang, berumur antara 40-73 tahun. Kadar D-dimer diukur dengan metode Turbidimetry menggunakan alat Cobas Integra. Pemeriksaan derajat klinis berdasarkan Canadian neurological Scale dan diukur pada hari yang sama dengan kadar D-dimer. Derajat Klinis digolongkan derajat klinis ringan bila skala CNS ≥ 6,5 dan berat bila CNS < 6,5. Kadar D-dimer meningkat bila kadarnya > 5 µg/ml. Hasil penelitan menunjukkan rerata kadar D-dimer pada onset (< 72 jam) dan hari ketujuh setelah strok iskemik akut masing-masing 1,23 ± 0,89 µ g/mL dan 1,33 ± 0,84 µ g/mL. Berdasarkan skor CNS didapatkan 22 orang (68,8 %) skor CNS meningkat, 6 orang (18,8 %) skor CNS menurun dan 4 orang (5,6 %) skor CNS tetap. Hasil uji korelasi Spearman’s rho menunjukkan adanya hubungan bermakna kadar D-dimer dengan skor CNS pada strok iskemik akut. Walaupun demikian kadar D-dimer pada penelitian ini belum dapat digunakan untuk memprediksi progresi strok. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar D-dimer dengan CT scan begitu pula hasil CT scan dengan derajat klinis.

(2)

PENDAHULUAN

Strok adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat, lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya penyebab selain dari gangguan vaskuler.1

Angka kematian karena strok di seluruh dunia menempati peringkat ke-2 setelah penyakit jantung dan merupakan penyebab kecacatan utama pada usia dewasa. Menurut data World Health Organisation (WHO) pada tahun 2001 sebanyak 20,5 juta orang di dunia menderita strok, dari jumlah tersebut 5,5 juta telah meninggal dunia.2

Di Indonesia penyakit strok menduduki posisi ketiga dari kelompok penyakit degeneratif setelah penyakit jantung dan keganasan. Sebanyak 28,5 % penderita strok meninggal dan sisanya menderita cacat, hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari strok. Yayasan Strok Indonesia (Yastroki) menyatakan 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun diperkirakan menderita strok dan sebanyak 125.000 jiwa meninggal dunia pertahun.2

Secara umum strok diklasifikasikan menjadi strok iskemik dan strok hemoragik. Strok iskemik merupakan strok yang paling banyak ditemukan kira-kira 80 % kasus strok yang terdiri dari emboli ekstra cranial (25%) dan trombosis intra cranial (75%). Strok hemoragik ditemukan pada 20% kasus yang terdiri dari perdarahan intraserebral (15%) dan perdarahan subarahnoid (5 %).3

Aktivasi koagulasi darah dan trombosis adalah kejadian yang hampir selalu ada pada strok iskemik. Pembentukan trombus seringkali berasal dari kelainan hemostasis yang tidak diketahui yang ditemukan pada trauma endotel dalam suatu preserebral aterosklerotik atau pada kelainan jantung .4

Aktivasi hemostasis berperan dalam perkembangan klinis strok iskemik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan produksi fibrin dan trombin yang mempengaruhi aktivitas fibrinolitik. Pada tahun 1990 sejumlah penelitian memperlihatkan adanya gangguan fungsi hemostasis pada pasien strok iskemik dimana marker pembentukan fibrin meningkat setelah kejadian strok iskemik dan Transient Ischemic Attack (TIA) serta menunjukkan kadar yang berbeda berdasarkan subtipe strok iskemik .5

D-dimer adalah produk yang dihasilkan dari degradasi ikatan silang fibrin pada setiap terbentuknya bekuan darah yang merupakan salah satu penanda adanya aktivasi sistim koagulasi dan fibrinolisis. Di dalam plasma D-dimer terdapat sebagai kompleks dari beberapa derivat crosslinked fibrin dengan berat molekul 2 x 106 Dalton dan jarang sebagai dimer bebas. D-dimer memungkinkan penggunaan klinis yang luas sebagai parameter pembentukan fibrin in vivo seperti pada keadaan trombosis contohnya pada DIC (Dissaminated Intravascular Coagulation), DVT (Deep Vein Thrombosis), CHD (Congestive Heart Failure), trombosis arteri dan vena .6,7

Penelitian yang dilakukan oleh Walter A, mengungkapkan bahwa pemeriksaan kadar D-dimer dapat digunakan untuk penilaian awal sub tipe stroke iskemik apakah kardioemboli, aterotrombotik atau lakunar . Kadar D-dimer secara bermakna lebih tinggi pada subtipe kardioemboli dibandingkan aterotrombotik dan lakunar. 5

Pada fase akut stroke iskemik terjadi perubahan jaringan otak, neurotransmitter, biomolekular (imunologik), sejumlah produk metabolit yang merusak, radikal bebas yang menyebabkan jaringan otak terganggu. Proses peradangan yang dominan pada strok iskemik akut berlangsung pada hari ke 2 - 3 setelah serangan strok ( Pantoni, 1998). Perbaikan setelah serangan strok secara bermakna ditemukan pada hari 7 sampai hari ke 10 perawatan. 8

Pemburukan neurologik awal yang dikenal sebagai strok progresif berhubungan dengan prognosis pasien yang jelek. Perburukan awal dari strok akut terjadi dalam onset 48-72 jam. Beberapa mekanisme yang diduga sebagai penyebab adalah gagalnya kolateral, pembentukan bekuan darah yang progresif,strok berulang dan transformasi hemoragik .9

Beratnya gejala strok awal merupakan prediktor untuk perburukan gejala klinik. Oleh karena itu penting untuk menilai berat ringannya penyakit dengan mengukur derajat klinis pasien selama sakit saat dirawat dan saat keluar dari rumah sakit .10

Salah satu metode yang digunakan untuk menilai luaran setelah strok adalah Canadian Neurological Scale (CNS). Skala ini dikembangkan untuk mengukur outcome neurologik dan

(3)

perbaikan pasien dengan strok. Canadian Neurological Scale didisain untuk memantau fungsi motorik dan mental penderita strok .11

Penelitian oleh Delgado P dkk, mengobservasi peningkatan kadar D-dimer plasma yang berhubungan dengan pemburukan neurologi awal dan luaran yang jelek pada 21 orang pasien strok perdarahan intraserebral, ternyata peningkatan kadar D-dimer lebih dari 1,9 ng/ml merupakan prediktor bebas terjadinya Early Neurological Deteoritation(END) dan kematian. Pada penelitian lain oleh Berge et.al pada strok iskemik akut dilaporkan bahwa peningkatan D-dimer mempunyai hubungan linear dengan beratnya strok yang diperiksa saat masuk rumah sakit pada saat keluar rumah sakit dengan menggunakan Barthel Indeks. 7

Di Indonesia penelitian tentang kadar D-dimer berkaitan dengan derajat klinis yang diukur dengan skala CNS pada strok iskemik masih kurang oleh karena itu dianggap penting untuk meneliti kadar D-dimer dihubungkan dengan skala CNS. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Bagaimanakah hubungan kadar D-dimer dengan skor Canadian Neurological Scale (CNS) pada penderita strok iskemik akut? ”

Tujuan penelitian adalah Mengetahui hubungan kadar D-dimer dengan skor Canadian Neurological Scale (CNS) pada pasien strok iskemik. Manfaat penelitian adalah jika D-dimer terbukti mempunyai hubungan dengan derajat klinis yang dinilai dengan skala CNS pada strok iskemik maka kadar D-dimer dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam penatalaksanaan penderita strok iskemik akut oleh para klinisi.

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan penelitian observasional yang bersifat longitudinal selama periode Agustus 2010 sampai dengan Nopember 2010. Tempat penelitian di Ruang perawatan penyakit saraf RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS Ibnu Sina Makassar, RS Labuang Baji Makassar dan RS Khusus Dadi (Stroke Center) Makassar untuk pengambilan sampel penelitian dan tes laboratorium untuk pemeriksaan kadar D-dimer dilakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik BLU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Prinsip pemeriksaan kadar D-dimer yang dilakukan sebagai berikut : Pemeriksaan Immunoturbidimetrik dengan pemancaran partikel. Partikel latex dengan ukuran yang sama dilapisi dengan antibodi monoklonal (fragmen F (ab ') 2 ) ke epitop D-dimer. Kompleks antigen / antibodi yang dihasilkan oleh penambahan sampel mengandung D-dimer menyebabkan peningkatan kekeruhan tes reaktan. Perubahan absorbansi dengan waktu tergantung pada konsentrasi epitopes D-dimer dalam sampel. Presipitat ditentukan secara turbidimetrik pada panjang gelombang 659 nm.12

Populasi penelitian adalah semua individu yang didiagnosis stroke iskemik akut dengan onset 0-72 jam yang dirawat di Bagian Neurologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS Ibnu Sina, RS Labuang Baji dan RS Dadi (Stroke Center) Makassar. Kriteria Inklusi adalah orang dewasa berusia ≥ 40 tahun yang didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan CT- scan dirawat dengan strok iskemik dengan onset 0-72 jam, baru pertama kali mendapat serangan strok, dilakukan pemeriksaan D-dimer, bersedia ikut dalam penelitian dengan mengisi dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah Pasien keluar dari rumah sakit sebelum hari ke-7 perawatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan selama periode Agustus sampai November 2010 pada empat RS di Makassar yaitu RSUP Wahidin Sudirohusodo, RS Labuang Baji, RS Ibnu Sina dan RS Khusus Dadi (Stroke Center). Pada periode tersebut diperoleh 32 sampel yang memenuhi kriteria penelitian dimana terdiri dari 13 (40,6%) orang laki-laki dan 19 (59,4 %) orang wanita.

Penelitian ini adalah penelitian longitudinal dengan menganalisa kadar D-dimer dan skala Canadian Neurological Scale (CNS) penderita strok iskemik akut. Derajat klinis dihitung berdasarkan skor CNS kemudian dikelompokkan ke dalam derajat klinis ringan ( CNS ≥ 6,5) dan derajat klinis berat ( CNS < 6,5). Pemeriksaan skor CNS dan kadar D-dimer dilakukan pada hari yang sama yaitu onset < 72 jam dan hari ke- 7 setelah onset strok.

(4)

Tabel 1. Karakteristik umum Variabel Penelitian Variabel Jumlah N % Umur (tahun) 40 – 49 5 15,6 50 – 59 10 31,3 60 – 69 13 40,6 ≥ 70 4 12,5 Jenis Kelamin Laki-laki 13 40,6 Wanita 19 59,4 Faktor resiko Hipertensi 23 71,88 Diabetes Mellitus 5 15,62 Dislipidemia 8 25 Merokok 4 12,5 CT Scan Lakunar 6 18,75 Non Lakunar 26 82,25

Sumber : Data primer Keterangan : n = jumlah sampel CT

Scan : Computed Tomografi Scan

2. Gambaran Kadar D-dimer dan Skala CNS Subyek Penelitian

Pada tabel 7 terlihat bahwa kadar D-dimer rata-rata pada onset < 72 jam adalah 1,23 ± 0,89 µg/mL dan kadar D-dimer pada hari ketujuh adalah 1,33 ± 0,84 µ g/mL. Kadar D-dimer onset < 72 jam dan hari ketujuh lebih tinggi dari nilai rujukan yaitu < 0,5 µg/mL. Rerata kadar D-dimer onset < 72 jam dan hari ketujuh tidak berbeda jauh meskipun kadar D-dimer sedikit lebih tinggi dari onset < 72 jam.

Tabel 2. Kadar D-dimer pada hari pertama (onset < 72 jam) dan hari ketujuh

Sumber : Data primer Ket : dimer I = kadar dimer hari pertama ( onset < 72 jam), D-dimer II = kadar D-D-dimer hari ke -7, N= jumlah sampel , SD (standar Deviasi)

Variabel N Kadar D-dimer

X ± SD (µg/mL)

D-dimer I (< 72 jam) 32 1,23 ± 0,89

(5)

Pemeriksaan neurologis yang dilakukan dengan memakai Canadian Neurological Scale (CNS) dari 32 pasien strok iskemik didapatkan subyek penelitian yang mengalami perbaikan skor CNS ada 22 orang (68,8%) , penurunan skor CNS ada 6 orang (18,8 %) dan yang tidak mengalami perubahan skor CNS ada 4 orang (5,6%).

Tabel 3 . Karakteristik subyek berdasarkan perubahan skor CNS hari pertama (< 72 jam) dan hari ketujuh

Perubahan CNS I- CNS II n %

Peningkatan skor CNS 22 68.8

Penurunan skor CNS 6 18.7

Tidak ada perubahan skor CNS 4 5.6

Sumber : Data primer Keterangan : CNS I = Skor CNS pada hari pertama (< 72 jam), CNS II= Skor CNS pada hari ke 7 setelah onset strok, n = jumlah sampel

3. Perbedaan kadar D-dimer berdasarkan derajat klinis pada onset < 72 jam dan hari ketujuh Pada tabel 4 diperlihatkan perbedaan rerata kadar D-dimer pada onset < 72 jam dan hari ketujuh. Kadar D-dimer lebih tinggi pada derajat klinis berat dibanding derajat klinis ringan.

Tabel 4. Perbedaan kadar D-dimer berdasarkan derajat klinis pada onset < 72 jam dan hari ketujuh

Variabel Kadar D-dimer (µ g/mL )

onset < 72 jam onset hari ketujuh

Derajat klinis

Ringan 1,141 ± 0,626 0,937 ± 0,364

Berat 2,494 ±1,382 2,136 ± 1,92

Sumber : Data primer

4. Hubungan Kadar D-dimer dengan Skor CNS Pada tabel 10 menunjukkan hubungan antara skor CNS dengan kadar D-dimer. Kadar D-dimer hari pertama berhubungan dengan skor CNS hari pertama dan skor hari ke- 7.

Tabel 5. Hubungan kadar D-dimer hari pertama (< 72 jam) dan hari ketujuh dengan skor CNS

Variabel p r D-dimer I vs CNS I D-dimer I vs CNS II D-dimer II vs CNS II 0,000 0,032 0,000 - 0,634 - 0,381 - 0,584 Sumber : Data primer Uji Spearman’s rho ; p < 0,05

Ket : D-dimer I= kadar D-dimer hari pertama (<72 jam),D-dimer II= kadar D-dimer hari ke 7 setelah strok, CNS I = skor CNS hari pertama (<72 jam),CNS II= skor CNS pada hari ketujuh strok, p= probabilitas, r= koefisien korelasi

Hasil uji korelasi Spearman’s rho menunjukkan adanya hubungan antara skor CNS dengan kadar D-dimer, begitu pula kadar D-dimer hari ketujuh berhubungan dengan skor CNS hari ketujuh

(6)

berupa korelasi negatif (p = - 0,634, p = - 0,381 dan p = - 0,584 ) dimana semakin rendah skor CNS maka semakin tinggi kadar D-dimer.

5. Hubungan antara kadar D-dimer dengan hasil CT Scan

Pada tabel 6 menunjukkan perbedaan rerata kadar D-dimer onset < 72 jam dengan lesi lakunar 0,880 ± 0,507 µg/mL, lesi non lakunar 1,309 ± 0,947 µg/m sedang rerata kadar D-dimer onset hari ketujuh dengan lesi lakunar 0,840 ± 0,311 µ g/mL, lesi non lakunar 1,4 ± 0,882 µg/mL

Tabel 6. Hubungan kadar D-dimer dengan hasil CT Scan

Variabel CT Scan P

Lakunar non lakunar

D dimer I 0,880 ± 0,507 1,309 ± 0,947 0,161

D dimer II 0,840 ± 0,311 1,4 ± 0,882 0,144 Sumber :Data primer Ket : D-dimer I= kadar D-dimer hari pertama (<72 jam),D-dimer II= kadar D-dimer hari

ketujuh setelah strok, p = probabilitas

Hasil uji statistik dengan Mann Whitney test i menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna (p= 0,161 dan p= 0,144) antara kadar D-dimer dengan lesi lakunar dan non lakunar.

5. Hubungan antara hasil CT Scan dengan derajat klinis

Pada tabel 7 memperlihatkan lesi lakunar mempunyai derajat klinis ringan baik onset < 72 jam dan onset hari ketujuh. Sedang pada lesi non lakunar ada 20 orang memilki derajat klinis ringan dan 6 orang dengan derajat klinis berat.

Tabel 7. Hubungan derajat klinis strok iskemik akut dengan hasil CT scan

Variabel CT Scan P

Lakunar (n) Non lakunar (n)

Derajat klinis ringan 6 20 0,192

Derajat klinis berat 0 6

Sumber : Data primer Ket: n= jumlah sampel, p= probabilitas

Uji statistik dengan Chi Square menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara derajat klinis dengan hasil CT scan dengan nilai p = 0,192

b. Pembahasan

Penelitian mengenai hubungan kadar D-dimer dengan derajat klinis penderita strok iskemik akut telah dilakukan pada subyek penelitian 32 orang dengan distribusi umur yang paling banyak antara rentang 60-69 tahun yaitu 40,6 %. Seperti yang didapatkan pada penelitian Aliah A. (2000) bahwa rata-rata umur penderita strok berada dalam rentang umur tersebut. Hal yang serupa dilaporkan oleh American Heart Association bahwa insiden strok iskemik mulai rentang umur 55 – 64 tahun sebanyak 11 % mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia. 1

Sejumlah 32 pasien strok yang diteliti faktor resiko terbanyak adalah hipertensi sebanyak 18 orang ( 56,25 %), hiperkolesterolemia 1 orang (3,13 %), DM 1 orang (3,13%), hipertensi dan hiperkolesterolemia 5 orang (15,63 %), hipertensi dan DM 1 orang (3,13 %), hipertensi dan rokok 1 orang (3,13 %) , hipertensi , DM dan hiperkolesterolemia 1 orang (3,13 %), hipertensi, DM, hiperkolesterolemia dan rokok 1 orang (3,13 %). Pada penelitian ini faktor resiko strok yang

(7)

terbanyak adalah hipertensi (71,88%) , CT Scan kepala didapatkan lesi lakunar 6 orang (18,75 %) dan non lakunar sebanyak 26 orang (82,25 %).

Penelitian ini menunjukkan rerata kadar D-dimer tidak berbeda jauh antara kadar D-dimer pada onset < 72 jam dan hari ketujuh, keduanya menunjukkan peningkatan dari nilai rujukan < 0,5 µg/mL . Rerata kadar D-dimer onset < 72 jam 1,23 ± 0,89 µ g/mL dan hari ketujuh adalah 1,33 ± 0,84 µg/mL. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Feinberg dkk bahwa kadar D-dimer meningkat selama minggu pertama sampai minggu kedua setelah strok. Begitu pula penelitian oleh Yamazaki dkk bahwa pada pasien strok iskemik menunjukkan peningkatan kadar D-dimer pada fase akut ( < hari ke- 7) dan fase sub akut ( 8 -28 hari) setelah strok. Analisis data berdasarkan perubahan skor CNS onset < 72 jam dibandingkan skor CNS hari ketujuh didapatkan subyek penelitian yang mengalami perbaikan skor CNS sebanyak 22 orang, subyek yang mengalami penurunan skor CNS sebanyak 6 orang dan subyek penelitian yang tidak mengalami perubahan skor CNS sebanyak 4 orang. Analisis derajat klinis berdasarkan skor CNS menunjukkan 27 orang derajat klinis ringan dan 5 orang derajat klinis berat . Rerata kadar D-dimer pada onset < 72 jam dengan derajat klinis ringan 1,141 ± 0,626 µ g/mL, derajat klinis berat 2,494 ± 1,382 µ g/mL, pada hari ketujuh rerata kadar D-dimer untuk derajat klinis ringan 0,937 ± 0,364 µg/mL dan derajat klinis berat 2,136 ± 1,92 µg/mL. Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar D-dimer lebih tinggi pada derajat klinis berat dibandingkan subyek dengan derajat klinis ringan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yurisman A. 2008 dan Berge E. 2001 dimana kadar D-dimer yang tinggi memberikan luaran klinis yang jelek pada penderita strok iskemik akut.14,15

Kemudian dilakukan uji korelasi skor CNS dengan kadar D-dimer menggunakan uji Spearman’s rho dan memperlihatkan adanya hubungan bermakna secara statistik diantara keduanya (D-dimer I vs CNS I, p= 0,000, r= -0,634 dan D dimer II vs CNS II, p = 0,000, r = - 0,584). Pada penelitian ini terlihat bahwa kadar D-dimer yang tinggi berbanding terbalik (r= -0,634 dan r = -0,584) dengan skor CNS berarti semakin tinggi kadar D-dimer semakin rendah skor CNS. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Yurisman A. dkk (2008) mendapatkan bahwa peningkatan kadar D-dimer berhubungan dengan defisit neurologis yang diukur dengan NIHSS dan MRS pada hari ke-15 post strok iskemik akut begitu juga dengan penelitian oleh Berge E, et.al (2001) mendapatkan peningkatan marker koagulasi dan fibrinolisis yang berhubungan dengan beratnya strok. 14,15

Strok iskemik disebabkan oleh adanya hambatan pembuluh darah yang mensuplai otak di bagian distal dari daerah yang mengalami sumbatan. Hampir semua bekuan berupa trombus yang berasal dari lesi aterotrombotik atau embolisasi dari jantung. Peningkatan D-dimer sebagai marker koagulasi dan fibrinolisis menggambarkan pembentukan dan pemecahan trombus secara terus menerus pada pembuluh darah serebral , diduga semakin tinggi kadar D-dimer semakin banyak trombus yang terbentuk. Meskipun besarnya trombus bukan satu-satunya penyebab beratnya derajat klinis pada penelitian ini. 16

Analisis data mengenai hubungan antara kadar D-dimer dengan hasil CT scan menunjukkan rata-rata kadar D-dimer lebih rendah pada lesi lakunar dibanding non lakunar pada onset < 72 jam dan hari ketujuh yaitu 0,880 ± 0,507 µg/mL dan 0,840 ± 0,311 µg/mL, lesi non lakunar yaitu 1,30 ± 0,947 µ g/mL dan 1,4 ±0,882 µg/mL .Walaupun uji statistik memperlihatkan hubungan yang tidak bermakna (p=0,161 dan p= 0,144). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Ageno,W. 2002 didapatkan kadar D-dimer yang lebih rendah pada strok lakunar pada hari pertama dan hari ke -6, kadar D- dimer strok lakunar yaitu 0,67 ± 0,08 µ g/mL dan 0,72±0,06, aterotrombotik 1,34 ± 0,21 µ g/mL dan 1,53±0,26 µ g/mL. Strok lakunar adalah strok yang mengenai pembuluh darah arteriol, rendahnya kadar D-dimer pada lesi lakunar menunjukkan bahwa kemungkinan mekanisme non trombotik mendasari terjadinya oklusi pembuluh darah kecil seperti lipohialinosis, proses degeneratif pada pembuluh darah yang berhubungan dengan hipertensi atau diabetes. Fisher dan Francis menyatakan bahwa pada lesi lakunar trombus yang terbentuk sangat sedikit untuk meningkatkan kadar D-dimer dalam plasma yang dapat dideteksi .5 Hubungan antara hasil CT Scan dengan derajat klinis didapatkan bahwa pada strok lakunar 6 orang mempunyai derajat klinis ringan tidak ada yang memiliki derajat klinis berat, sedang pada strok non lakunar ada 20 orang memiliki derajat klinis ringan dan 5 orang derajat klinis berat. Uji

(8)

statistik memperlihatkan hubungan yang tidak bermakna dengan p = 0,192. Pada strok lakunar defisit yang terjadi hanya mengenai arteriol sehingga memperlihatkan derajat klinis ringan.

Hasil penelitian ini masih sangat terbatas dalam menjelaskan hubungan kadar D-dimer pada subyek dengan strok iskemik akut oleh karena itu pemeriksaan kadar D-dimer sebaiknya juga dilakukan setelah fase pasca akut untuk melihat bagaimana kadar D-dimer pada fase tersebut yang pada penelitian ini tidak dilakukan. Untuk itu dibutuhkan penelitian prospektif kasus kontrol dengan jumlah subyek yang lebih banyak sehingga diperoleh informasi yang lebih luas tentang hubungan strok iskemik dengan kadar D- dimer.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa rerata kadar D dimer pada onset < 72 jam dan hari ketujuh setelah strok iskemik akut lebih tinggi dari nilai rujukan. Perubahan skor CNS pada onset < 72 jam dibandingkan hari ketujuh setelah strok iskemik akut menunjukkan peningkatan skor pada 22 orang, penurunan skor 6 orang dan tidak ada perubahan skor CNS 4 orang. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar D-dimer dengan skor CNS dimana semakin tinggi kadar D-dimer semakin rendah skor CNS. Kadar D-dimer dapat dijadikan sebagai indikator prognostik terhadap derajat klinis strok iskemik akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A. dan Widjaya D. 2000 . Faktor Resiko Strok pada Beberapa Rumah Sakit di Makassar Kurun Waktu Januari sampai September 2000.

2. Sutrisno, A . 2007. Epidemi Strok dalam Strok ? You Must Know before You Get It, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

3. Hinkle, J.L., M.K 2007. Acute Ischemic Strok Review. Journal of Neuroscience Nursing; 39 (5): 285- 93

4. Brey R. L., Coull B.M. 2004. Coagulation Abnormalities in Stroke. Stroke Pathophysiology, Diagnosis and Management. 4th Ed. Churchill Livingstone.

5. Ageno W., et al. 2002 . Plasma Measurement of D-Dimer Levels for the Early Diagnosis of Ischemic Stroke Subtype. Arch. Intern.Med ; 162 : 2589 - 93

6. Adam S.S., Key N.S., and Greenberg C.S. 2009. D-Dimer antigen : Current Concepts and Future Prospects .Blood ; 13 : 2878-87

7. Haapaniemi E. and Tatlisumak T. 2009. Is D-dimer Helpful in Evaluating Stroke Patients? A systematic review. Acta Neurol Scand ; 119 : 141–150

8. Pantoni L, Sarti C. and Inzitari D. 1998. Cytokines and Cell Adhesion Molecules in Cerebral Ischemia, Arteriosclerosis, Thrombosis and Vacular Biology ; 18: 503-513

9. Wityk RJ, et al. 1994 . Serial Assesment of Acute Stroke using the NIH stroke scale. Stroke ; 25 : 2362 – 2365

10.Thanvi B., Treadwell S. and Robinson T. 2008. Early Neurological Deterioration in Acute Ischemic Stroke : Predictors, Mechanism and Management. Postgrad Med J ; 84 : 412-417 11.Rundek T. and Sacco, R.L. 2004 . Outcome following Stroke in Stroke Pathophysiology, Diagnosis and Management. 4th Ed. Churchill Livingstone.

12.Cote R, Battista R.N. Wolfson C., et al. 1989. The Canadian Neurological Scale : Validation and Reliability Assessment. Neurology ; 39 : 638-643.p

13. Anonim . 2007. Tina – quant D-Dimer Kit . Roche Diagnostic

14. Yurisman A., Rambe AS. dan Nasution D. 2008. Corelation Between D dimer Level and Modified Rankin Scale and National Institute of Health Scale on day 15 Post Acute Stroke. Abstract. Departement Neurologi Universitas Sumatera Utara.

15.Berge E., Friss F and Sandset PM. 2001. Hemostatic Activation in Acute Ischemik Stroke. Abstract. Thrombosis Research. Vol 101.13-21

16. Barber M ., et.al. 2004 . Hemostatic Function and Progressing Ischemic Stroke : D-Dimer Predict Early Clinical Progression. Stroke ; 25 : 1 – 5

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik umum Variabel  Penelitian   Variabel  Jumlah     N  %  Umur (tahun)                 40 – 49  5  15,6  50 – 59  10  31,3  60 – 69  13  40,6  ≥ 70  4  12,5     Jenis  Kelamin  Laki-laki  13  40,6  Wanita  19  59,4     Faktor resiko  H
Tabel 3 . Karakteristik  subyek berdasarkan perubahan skor CNS hari pertama (&lt; 72 jam) dan hari  ketujuh
Tabel 7. Hubungan  derajat klinis strok iskemik akut dengan hasil   CT scan

Referensi

Dokumen terkait

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Surabaya.. Tesis Pengaruh Pemberian Fe,Asam

Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian anak autistik karakteristik anak autistik berkaitan dengan perkembangan kemampuan interaksi-sosial dan komunikasi, paradigma

Pada penelitian ini digunakan sumber dari ISP yang menggunakan media yang berbeda sebagai pengantar data dengan menggunakan ADSL2+ dan 3G, pada penelitian

Melihat perbedaan individual para wajib belajar tersebut penyelenggara program kejar Paket B harus dapat menyajikan materi pelajaran dengan suatu system penyampaian

Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan menggunakan data tahun 2012 ternyata masih ada ketidaksesuaian model dengan kondisi eksisting sekarang dikarenakan kurangnya

Realisasi dari metode dan teknik yang digunakan sebagai upaya penjaringan data tersebut adalah diperolehnya data yang berupa perumpamaan dan peribahasa Arab, baik yang

Untuk itu, Saudara atau Kuasa Hukumnya nanti akan dipanggil oleh Mahkamah pada saat … ya pada saat waktunya nanti bahwa kapan penetapan pencabutan itu akan

Meskipun mahasiswa sudah memiliki karakter kewirausahaan yang baik, bila tidak dibina dengan baik melalui mata kuliah, pelatihan dan lainnya, maka tidak dapat