• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas klp. Hinduisme di alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas klp. Hinduisme di alam"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Seperti halnya masyarakat yang belum di jamah oleh suatu agama, Nusantara yang sekarang menjadi Indonesia mempunyai masyarakat yang menganut kepercayaan dinamisme dan animisme, suatu kepercayaan yang sudah membudaya sekian lamanya. Sehingga kemudian masuklah agama Hindu di Indonesia. Perkembangan agama Hindu di Indonesia berlangsung pesat, hal itu dikarenakan adanya unsur-unsur kesamaan antara agama Hindu dengan agama nenek moyang, antara lain pemujaan agama Hindu terhadap Brahman dan para dewa tidak jauh berbeda dengan kepercayaan masyarakat Indonesia waktu itu yang memuja roh-roh leluhur, dilihat dari tempat pemujaannya dalam agama Hindu terdapat lingga, candi, dan arca, sedangkan masyarakat setempat terdapat menhir, punden berundak, tahta batu, dan patung, dilihat dari pelaksanaan upacara umat Hindu dipimpin oleh kaum Brahman sedangkan masyarakat setempay dipimpin oleh dukun. Selain itu hal yang menjadikan cepatnya penyebaran agama Hindu bahwa kedatangan agama Hindu di Indonesia tidak merubah budaya asli, melainkan menjiwai sistem budaya yang telah ada, sehingga mencerminkan nilai kebenaran, kebajikan dan keindahan.

Dalam hal ini, kami akan memaparkan bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hindu di Indonesia: masa kerajaan dan penjajahan

(2)

B. RUMUSAN MASALAH

Untuk lebih mengarahnya pembahasan yang akan kami paparkan selanjutnya, sangat dierlukan rumusan masalah sebagai batasan pembahasan kami, yaitu: 1. Bagaimana kondisi atau keadaan di Indonesia sebelum masuknya agama

Hindu di Indonesia ?

2. Bagaimana sejarah masuknya agama Hindu di Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh agama Hindu terhadap bangsa Indonesia?

C. TUJUAN

1. Mengetahui keadaan bangsa Indonesia sebelum masuknya Hindu ke Indonesia.

2. Mengetahui sejarah proses masuknya agama Hindu di Indonesia. 3. Mengetahui pengaruh agama Hindu terhadap bangsa Indonesia.

(3)

I. KEADAAN KEAGAMAAN DI INDONESIA SEBELUM MASUKNYA AGAMA HINDU.

Mengenai keadaan keagamaan di indonesia sebelum kedatangan agama hindu dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: pada abad ke-15 SM nenek moyang bangsa indonesia memasuki indonesia dari daratan cina selatan dengan melewatim dua arah yaitu:1

1. Dari arah utara

Perjalanan ini melalui kawasan jepang, taiwan, filipina, dan menyebar di sulawesi, indonesia bagian timur, irian dan melanesia.

2. Dari arah barat

Perjalanan ini melalui kawasan indo-cina, siam, malaya, serta menyebar di sumatra, jawa, dan kalimantan.

Para nenek moyang yang menyebar ke indonesia bagian timur pada umumnya percaya akan adanya perkawinan suci antara dewa alam atas (langit, matahari) dengan dewi alam bawah (bumi, bulan), sedangkan yang menyebar di indonesia bagian barat percaya akan adanya perang suci antara dewa alam atas dan dewi alam bawah. Baik dari perkawinan suci maupun dari peperangan suci itu, terjadilah dunia dengan segala isinya, termasuk indonesia.

Dalam perkembangannya, kedua kepercayaan nenek moyang indonesia diatas berubah menjadi animisme dan dinamisme.

Didalam kedua kepercayaan ini terdapat beberapa ajaran, seperti: menghormati dan memuja roh leluhur, meyakini bahwa sukma dapat menghuni

(4)

tempat-tempat tertentu seperti pohon-pohon besar, batu, hutan, pegunungan, atau tempat suci.2

Berikut ini kami paparkan beberapa contoh Agama/Kepercayaan asli di Indonesia 3, seperti :

1. AGAMA ASLI DI NIAS

Di Nias, terutama di bagian Tengah dan Selatan, konsep ketuhanan itu digambarkan dalam bentuk alam atas, dimana dari sana menjelma nenek-moyang orang Nias bernama Hia ke tempat yang bernama Sifalago di daerah Gomo, Nias Tengah.

Dari turunan nenek-moyang itu lahirlah petinggi-petinggi masyarakat yang hidup saling terisolir, dan petinggi yang paling popular adalah yang dapat menunjukkan diri sebagai keturunan langsung nenek-moyang yang asli. Posisi dan status para petinggi itu direfleksikan dalam panggilan mereka, seperti salawa (tinggi) atau si 'ulu (yang naik), sedangkan pemimpin kebanyakan dikenal dengan nama-nama seperti sihono (ribuan) atau sato (rakyat banyak).

Para petinggi ini menunjukkan kesejahteraannya dengan

mengumpulkan emas, berlian, dan ornamen sebanyak mungkin, rumah yang paling besar, pakaian kebesaran dengan kopiah yang tinggi, dan duduk paling tinggi dalam upacara -upacara.

Harta kekayaan harus ditunjukkan bukan saja dalam bentuk emas dan berlian namun harus dinyatakan dalam ukiran-ukiran ornament, demikian juga orang-orang yang sudah menikah tidak saja harus menunjukkan banyaknya babi dan emas yang dimilikinya tetapi menyatakannya dalam bentuk ornament-ornamen yang peresmiannya

2 Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu_di_Nusantara,

2015, diunggah pada tanggal 25 September, pukul 07.00 wib.

(5)

biasa dilakukan dengan pesta upacara yang disebut owasa (Nias Utara) atau tawila (Nias Selatan).

Pada pesta owasa, petinggi itu membagi-bagikan daging babi sesuai derajat hadirin. Daging babi itu juga menunjukkan simbolis asli karena orang Nias percaya bahwa mereka adalah babi-babi para dewa. Dulu dikatakan bahwa pengorbanan manusia pernah dilakukan dalam owasa yang paling tinggi. Pesta-pesta juga berguna untuk mempererat dan agar hubungan para petinggi dengan penduduk tetap sinambung. Orang Nias menyembah roh nenek-moyang melalui berbagai upacara, seperti melalui patung atau ukiran (adu) yang menjadi alat perantara berhubungan dengan roh nenek moyang.

Mereka juga membuat meja sembahyang adu karena mereka sangat percaya bahwa kehidupan nenek-moyang bisa mempengaruhi mereka yang hidup, karena itu, yang hidup harus menyenangkan yang mati dengan berbagai upacara dan kurban, baik untuk tujuan kelahiran atau pernikahan yang bahagia, atau untuk kesuburan tanah. Semua kurban dalam pesta itu ditujukan untuk keseimbangan kosmis dalam pesta yang disebut fondrako.

2. AGAMA ASLI DI SIBERUT (MENTAWAI)

Kepercayaan ketuhanan di Siberut lebih mengarah ke animis dan mistik, sebab mereka percaya bahwa segala sesuatu - manusia,

binatang, tanam-tanaman dan benda-benda - memiliki jiwa (simagere).

Dalam pemanfaatan sesuatu, perlu diperhatikan harmonisasi dengan segala sesuatu, karena itu di sini dipercayai banyak tabu-tabu yang tidak boleh dilanggar.

Mereka mempercayai adanya bajou, kekuatan tak berpribadi yang hadir dalam segala sesuatu yang memiliki jiwa. Kekuatan ini akan terbangkitkan bila seseorang melanggar keseimbangan dengan alam (tabu) itu, seperti datangnya penyakit atau kematian.

(6)

karena itu upacara penyembahan nenek moyang penting. Disamping ini, upacara ritual termasuk kurban melalui perantara juga penting agar kekuatan kebaikan datang dan menjauhkan

kekuatan-kekuatan jahat.

Orang Siberut tinggal bersama dalam uma, yaitu rumah gadang yang ditinggali oleh kurang lebih 5-10 keluarga. Dalam rumah ada pengatur upacara (rimata) dan juga beberapa dukun (kerei), tetapi mereka tidak memiliki penguasa.

Ada tiga ketakutan yang biasa dihadapi penghuni uma, yaitu: a. kesatuan uma yang rapuh;

b. hubungan yang tidak menentu dengan tetangga-tetangga; c. ketakutan karena penyakit dan kematian yang disebabkan

melanggar tabu.

Melalui pesta upacara secara periodic (pulialijat) yang berlangsung selama sebulan, ketiga hal itu diharapkan dapat diperbaiki. Dalam upacara itu kekuatan-kekuatan kebaikan diundang untuk

memberkati uma. Jiwa nenek-moyang diundang masuk ke dalam uma agar mempersatukan warga uma dalam solidaritas yang baru. Mereka juga melakukan upacara perburuan di hutan untuk

menyenangkan roh-roh penjaga hutan agar kehidupan dapat berjalan dengan baik.

3. AGAMA ASLI DI BATAK (SUMATERA UTARA)

Kepercayaan batak sangat kuat menekankan penyembahan nenek moyang yang selalu diusahakan dekat dengan kehidupan mereka melalui kurban yang terus menerus.

Upacara melalui tari -tarian, karya pahatan dan musik memungkinkan masalalu memasuki masakini, dan para nenek moyang untuk

memasuki kehidupan anak-cucu mereka. Tugu adalah monumen penguburan.

(7)

kehidupan berjalan menerus dan hubungan timbal-balik antara yang hidup dan yang sudah mati tetap berjalan terus melalui upacara kurban binatang, tari¬tarian dsb.nya (ini mirip dengan agama nenek-moyang di Tiongkok/China). Agama Batak asli juga merupakan perisai yang menjaga mereka dari serangan penyakit, musuh yang menyerang, dan juga pengaruh alam roh.

Kekuatan-kekuatan alam juga dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat dalam pertahanan diri maupun sebagai perisai dalam perang. Pengulangan peringatan garis keturunan suku, hubungan dengan yang mati, ucapan mantera tentang hubungan roh-roh yang mati dan manusia hidup, dan berkat sehari-hari pada bayi yang baru dilahirkan untuk melindungi dari penyakit dan kematian merupakan unsur penting dalam kehidupan beragama Batak.

Upacara sekitar tugu, tarian tortor (dulu upacara tortor di beberapa daerah diiringi dengan kesurupan/trance), musik gondang, dan penggunaan ulas, merupakan upacara melakukan hubungan dengan nenek moyang dan kekuatan-kekuatan mistik alam supra-natural. Ulas memiliki daya magis untuk berbagai kebutuhan, seperti pengobatan, hubungan dengan nenek-moyang, dan kesuburan.

Penguburan kembali tulang-tulang yang sudah lama dikubur juga merupakan usaha untuk tetap menghadirkan yang mati ke dalam kehidupan pada masakini. Dalam upacara penguburan tulang yang sudah mati selama 20 tahun, dipercaya bahwa roh orang mati itu sudah mencapai status nenek moyang yang penuh.

(8)

termasuk tukar-menukar hadiah bagi yang mampu.

4. AGAMA ASLI DI BADUI (BANTEN)

Dipercayai bahwa tempat tinggal orang Badui adalah Pancar Bumi yang suci, dan nenek moyang, sebagai turunan manusia pertama, menurunkan peraturan-peraturan hidup dalam pikukuh. Bila seseorang melanggar, ia harus dikeluarkan dari kampung tantu (dalam) ke

kampung dangka (luar) dan harus mengalami upacara penyucian. Orang badui dalam biasa kelihatan berpakaian putih sedangkan Badui Luar berpakaian Biru-Hitam. Orang Badui dalam dilarang

berhubungan dengan orang luar, karena itu hubungan itu dilakukan melalui Badui Luar yang menjual barang -barang hasil pertanian mereka ke kota-kota disekitar Badui.

Sesembahan orang Badui disebut Batara Tunggal yang dianggap sebagai kekuatan yang maha hadir yang bisa dipersonifikasikan sebagai manusia yang bijak dan suci.

Nenek-moyang dipercaya tinggal di kebuyutan di Sasaka Damas, di hulu sungai Ciujung. Orang Badui mendapat tugas untuk tetap

menjaga kesucian pusat bumi itu dengan cara hidup sederhana, rendah hati, dan tidak merusak lingkungan, ini dicapai dengan kehidupan yang asketik. Semua ini ditulis dalam pikukuh, yaitu kumpulan peraturan nenek-moyang.

Menurut orang badui, dunia terdiri dari 'unia atas'(buana nyungcung) yang dihuni dewa-dewi dan nenek moyang, dan 'dunia bawah' (buana rarang). Manusia tinggal di 'dunia tengah' (buana panca) yang

(9)

Orang Badui menganggap bahwa mereka adalah keturunan 7 dewa Batar yang diutus oleh Batara Tunggal, yang digambarkan sebagai kekuatan yang tidak kelihatan yang hadir dimana-mana. Para nenek-moyang yang telah meninggal dipercaya tinggal bersama di kabuyutan yang berlokasi di Sasaka Damas.

Kehdupan orang badui berkisar pertanian dan upacara pertanian ditujukan kepada dewa/roh Padi yang disebut Nyi Pohaci, yang melalui upacara dibangunkan untuk menikah dengan bumi, penyatuan mana disebut Nyi Pohaci Sanghyang Asri.

5. AGAMA ASLI DI DAYAK (KALIMANTAN)

Orang dayak memiliki kepercayaan mirip orang Batak, mereka percaya bahwa manusia berasal dari persatuan 'dewa langit' (diidentifikasikan sebagai burung enggang) dengan laut atau 'dewi air' (diidentifikasikan sebagai naga).

Manusia tinggal dalam 'dunia tengah' di antara 'dunia atas' dan 'dunia bawah'.

Orang dayak percaya bahwa para dewa harus disenangkan pada waktu-waktu tertentu agar memberikan kesejahteraan dan kedamaian bagi manusia. Manusia dipercayai memiliki jiwa atau daya hidup sama halnya dengan semua benda alam yang harus dijaga.

Keteraturan dan keseimbangan hidup kosmis dicapai dengan keharusan mengikuti Adat yang dianggap berasal dari para nenek moyang yang menerimanya dari para dewa dan harus dijalankan turun-temurun agar hidup memperoleh berkat dan kesuburan, bila tidak mereka akan mengalami malapetaka.

(10)

atau kerasukan roh jahat dan bila tetap demikian akan mati.

Pertolongan diperoleh melalui para dukun yang akan mengusir roh jahat dan memanggil roh orang itu kembali. Orang mati rohnya perlu diantar langsung ke dunia orang mati agar tidak mengganggu yang hidup, ini dilakukan melalui upacara-upacara penguburan dan tabu-tabu.

6. AGAMA ASLI BALI GUNUNG (PULAU BALI)

Bali memiliki agama asli disebut Bali Kuna ( Bali Aga) yang dipercaya penduduk pegunungan di Bali sekitar gunung-gunung Agung, Seraya (Karangasem), Batur (Bangli), batukau (Tabanan), yang mempercayai adanya 'bapak langit' (Sang Hyang Aji Akasa) dan 'bumi' yang

diperintah oleh Ibu Pertiwi.

Segala sesuatu dalam alam ini terjadi karena perpaduan keduanya dan harus dijaga sesuai kesimbangan kosmis yang dualistis melalui upacara-upacara.

Upacara tidak ditujukan kepada mereka melainkan kepada nenek moyang yang dilakukan dalam pusat-pusat upacara atau banua. Pura terbesar dan tertua adalah Pura Pucak Penulisan (di Sukawana) dengan Pura Kauripan di dalamnya sebagai sumber rohani.

Upacara-upacara dilakukan demi keseimbangan kosmis dan berpusat di pura yang dianggap sebagai tempat tinggal nenek-moyang mereka.

7. AGAMA ASLI DI LOMBOK

Pulau Lombok dihuni orang Sasak yang sekalipun masakini umumnya menganut agama Islam yang disebut waktu lima, ada juga keturunan agama sinkretik asli yang disebut wetu telu (tiga waktu). Penganut yang masih mengikuti wetu telu masih bsa dijumpai di daerah -daerah terisolir seperti di Lombok bagian Utara dan Selatan.

(11)

kepercayaan nenek-moyang, dimana dianggap bahwa ada penerusan hidup sesudah mati (mirip agama nenek moyang Tionghoa/China). Selama hidup roh manusia dapat berkelana selagi tidur (dalam bentuk mimpi), dan ketika meninggal roh itu meninggalkan tubuh berkelana tanpa tempat tinggal. Untuk menghindari roh kelana ini mengganggu manusia hidup, dilakukan upacara-upacara agar roh itu berkumpul dengan nenek-moyang.

Roh nenek-moyang masih tetap berhubungan dengan manusia dan mempengaruhi hidup manusia, karena itu roh itu diundang dalam upacara dan dimintai berkatnya bagi yang hidup. Roh-roh nenek-moyang ini juga membantu masyarakat menghadapi gangguan supra-natural maupun serangan luar.

Juga dipercayai kekuatan tidak berpribadi dalam alam yang menguasai semua bagian alam dan harus dihayati dalam keseimbangan.

II. MASUKNYA AGAMA HINDU KE INDONESIA.

Pengertian “masuk Agama” adalah suatu pengertian yang tidak asing lagi bagi orang indonesia. Gambaran yang terbayang dengan pengertian masuk agama ialah: ada orang yang dulunya belum beragama sama sekali kemudian menerima suatu agama, atau ada orang yang sudah memeluk agama tertentu kemudian pindah ke agama lain. Dalam hal yang terakhir ini kata “masuk agama” sama artinya dengan “pindah agama”. Kata latin “conversio” lebih tepat untuk menampung arti kata”masuk agama” dan “berpindah agama” kata inggris conversion dapat diberi arti yang sama seperti di atas. Pada dasarnya kata “conversio” dan “conversion” memiliki arti yang lebih luas yaitu: berbalik, bertobat, berubah, masuk kedalam Agama.4

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari

(12)

India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien. 5

Van Leur dan Wolters berpendapat bahwa hubungan dagang antara Indonesia dan India lebih dahulu berkembang daripada hubungan antara Indonesia dan Cina. 6

Adanya hubungan dagang pada awal abad tarikh Masehi, didasarkan adanya sumber-sumber baik ekstern maupun intern. 7

a. Sumber Ekstern 1. Berita dari Cina

Berita dari Cina yang memuat keterlibatan bangsa Indonesia dalam perdagangan internasional 8, antara lain sebagai berikut :

a. Catatan Dinasti Han, Dinasti Sung, Dinasti Yuan, dan Dinasti Ming, menjelaskan bahwa sejak awal tahun masehi telah terjadi hubungan dagang antara Cina dan Indonesia . Hubungan dagang itu terbukti dari banyaknya barang-barang keramik (porselen) Cina yang ditemukan di Indonesia.

b. Fa-Hien, seorang musafir yang singgah di To-lo-mo selama lima bulan dalam perjalannya dari India ke Cina. Kemungkinan yang dimaksud dengan Tolomo adalah Kerajaan Tarumanegara yang muncul di Jawa Barat pada sekitar abad ke-5M.

c. I-Tsing, seorang peziarah dan rahib Buddha. Dalam catatannya, ia menuliskan kesan tentang Kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu pusat agama Buddha di asia pada abad ke-7 M.

5 Wikipedia,

(https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Hindu-Buddha, 2015), diunggah tanggal 7 November, pukul 07.11 wib.

6 Waluyo dan lainnya, Diktat Ilmu Pengetahuan Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), Kelas VII, 147.

7 Dwi Ari Listiyani, Sejarah Untuk Sma/Ma Kelas Xi Program IPS, (Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional, 2009), 2.

8 Ego Vinda A,

(

(13)

2. Berita dari India

Berita tertua terdapat dalam kitab Ramayana yang menyebutkan bahwa Dewi Sinta diculik oleh Rahwana, Hanoman mencarinya sampai ke Javadwipa (Jawa). Sumber lain berasal dari Piagam Nalanda yang menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memegang peran kunci untuk masuk ke wilayah nusantara.

3. Berita dari Arab

Para saudagar dan ahli-ahli geografi bangsa Arab menulis tentang Indonesia sejak abad ke-6 M. mereka sering menyebut kerajaan bernama Zabag atau Sribusa. Kemungkinan yang dimaksud dengan Zabag atau Sribusa inii adalah Kerajaan Sriwijaya. Zabag atau Sribusa terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan dan negeri yang kaya akan emas.

4. Sumber dari Yunani 9

Keterangan lain tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India, dan Cina dapat diketahui dari Claudius Ptolomeus, seorang ahli ilmu bumi Yunani. Dalam kitabnya yang berjudul Geographike yang ditulis pada abad ke-2, Ptolomeus menyebutkan nama Iabadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata itu ucapan Yunani untuk menyebut Yawadwipa, yang artinya juga pulau jelai. Dengan demikian, seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana bahwa Yawadwipa yang dimaksud ialah Pulau Jawa.

b. Sumber Intern10

Adanya sumber-sumber dari luar, seperti dari India, Cina dan Yunani, diperkuat adanya sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri. Sumber-sumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain sebagai berikut.

(14)

1. Prasasti

Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di

Kalimantan Timur yang berbentuk yupa. Demikian juga prasasti-prasasti Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. 2. Kitab-Kitab Kuno

Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis pada daun lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga mwerupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh dari pengaruh Hindu dan Buddha.

3. Bangunan-Bangunan Kuno

Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia. Demikian juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara Indonesia, India, dan Cina.

III. TEORI-TEORI MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA.

Pada dasarnya para ahli sejarah membuat dua kemungkinan tentang proses masuk dan berkembangnya kebudayaan India ke Indonesia. 11

1. Bangsa Indonesia Bersikap Pasif.

Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia hanya sekadar menerima kebudayaan India yang datang ke Indonesia. Pendapat yang mendukung teori ini cenderung melihat bahwa telah terjadi kolonisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India

terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diduga kebudayaan India yang berkembang di Indonesia mempunyai sifat dan bentuk seperti di negeri asal.

2. Bangsa Indonesia Bersikap Aktif

(15)

Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia sendiri yang berperan aktif mencari tahu dan mengembangkan kebudayaan India.

Hal itu dimungkinkan karena kemampuan bangsa Indonesia yang dapat mengarungi samudera dengan perahu sederhana dapat mencapai India. Bangsa Indonesia tertarik dengan keteraturan dan keunggulan peradaban India sehingga berkeinginan menirunya. Salah satu caranya adalah bangsa Indonesia mengundang para brahmana India ke

Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaannya.

Selain kedua teori diatas, masih ada beberapa teori lainnya tentang masuknya agama Hindu ke Indonesia. Para ahli sejarah mengungkap siapa yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Antara sejarawan satu dan yang lainnya berbeda pendapat mengenai siapa yang membawa agama Hindu.

Analisis dari para sejarawan disertai dengan alasan yang cukup meyakinkan sehingga membuat kita dibuat bingung dengan pendapat para tokoh. Beberapa pandangan itu tersebut diantaranya adalah : 12

1. Teori kolonisasi

Teori ini berusaha menjelaskan proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia dengan menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan pengaruhnya di Indonesia. Berdasarkan teori ini, orang Indonesia sendiri sangat pasif, artinya mereka hanya menjadi objek penerima pengaruh kebudayaan India tersebut. Teori kolonisasi ini terbagi dalam beberapa hipotesis, yaitu sebagai berikut.

a. Teori Waisya.

Menurut NJ. Krom, proses terjadinya hubungan antara India dan Indonesia karena adanya hubungan perdagangan, sehingga orang-orang India yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah para pedagang.

(16)

Perdagangan yang terjadi pada saat itu menggunakan jalur laut dan teknologi perkapalan yang masih banyak tergantung pada angin musim.

Hal ini mengakibatkan dalam proses tersebut, para pedagang India harus menetap dalam kurun waktu tertentu sampai datangnya angin musim yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan. Selama mereka menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini pengaruh kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Pendapat Krom tersebut didasarkan penelaahan dia pada proses Islamisasi di Indonesia yang dilakukan oleh para pedagang

Gujarat. Bukan hal yang mustahil, proses masuknya budaya Hindu-Buddha di Indonesia dilakukan dengan cara yang sama.

Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana. Namun bila menilik peninggalan prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa. Dengan demikian, timbul pertanyaan: Mungkinkah para pedagang India mampu membawa pengaruh kebudayaan yang sangat tinggi ke Indonesia, sedangkan di daerahnya sendiri kebudayaan tersebut hanya milik kaum

Brahmana? Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis ini yaitu dengan melihat peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun apabila pengaruh tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya pusat kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha akan lebih banyak berada di daerah pesisir pantai.

b. Teori Ksatria

(17)

penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu sebagai berikut :

1. C.C Berg.

C.C. Berg mengemukakan bahwa golongan yang turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah para petualang yang sebagian besar berasal dari golongan Ksatria. Para Ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para Ksatria ini sedikit banyak

membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai.

Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya ini

memudahkan bagi para Kesatrian untuk menyebarkan tradisi Hindu-Buddha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Berkembanglah tradisi Hindu-Buddha dalam masyarakat Indonesia.

2. Mookerji.

Dia mengatakan bahwa golongan Ksatria (tentara) dari India yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia. Para Ksatria ini kemudian membangun koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kerajaan. Para koloni ini kemudian mengadakan hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di India dan

mendatangkan para seniman yang berasal dari India untuk membangun candi-candi di Indonesia.

3. J.L Moens.

Dia mencoba menghubungkan proses terbentuknya

(18)

kerajaan-kerajaan di India Selatan yang mengalami kehancuran. Ada di antara para keluarga kerajaan tersebut, yaitu para

Ksatrianya yang melarikan diri ke Indonesia. Mereka ini selanjutnya mendirikan kerajaan di kepulauan Nusantara. Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat berpetualang pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan).

Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran para Ksatria India dalam proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia terletak pada hal-hal sebagai berikut, yaitu:

a. Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa;

b. Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaankerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti) yang menggambarkan

penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu

kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.

c. Hipotesis Brahmana.

Hipotesis ini menyatakan bahwa tradisi India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Pendapat ini

(19)

jelas itu adalah pengaruh Brahmana. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa kaum Brahmanalah yang menguasai bahasa dan huruf itu, sehingga pantas jika mereka yang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia.

Akan tetapi, bagaimana mungkin para Brahmana bisa sampai ke Indonesia yang terpisahkan dengan India oleh lautan. Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan, sehingga hal ini menjadi kelemahan hipotesis ini.

2. Teori Arus Balik

Pendapat yang dikemukakan tersebut di atas mendapat kritikan dari F.D.K Bosch. Adapun kritikan yang dikemukakannya adalah sebagai berikut.

a. Berdasarkan pada peninggalan-peninggalan yang ada, ternyata teori kolonisasi tidak mempunyai bukti yang kuat. Untuk hipotesa Waisya, tidak terbukti bahwa kerajaan awal di Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha ditemukan di pesisir pantai, melainkan terletak di pedalaman. Kritikan untuk hipotesa Ksatria, ternyata tidak ada jaya prasasti yang menyatakan daerah atau kerajaan yang ada di Indonesia pernah ditaklukkan atau dikuasai oleh para

Ksatria dari India.

b. Bila ada perkawinan antara golongan Ksatria dengan putri pribumi dari Indonesia, seharusnya ada keturunan dari mereka yang

ditemukan di Indonesia. Pada kenyataannya, hal itu tidak ditemukan.

c. Dilihat dari hasil karya seni, terdapat perbedaan pembangunan antara candi-candi yang dibangun di Indonesia dengan candi-candi yang dibangun di India.

(20)

bahasa yang digunakan oleh masyarakat pada waktu itu adalah bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang India.

Selanjutnya, F.D.K Bosch punya pendapat lain. Teori yang

dikemukakan oleh Bosch ini dikenal dengan teori Arus Balik. Menurut teori ini, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah mereka yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Buddha, yaitu para intelektual yang ikut menumpang kapal-kapal dagang. Setelah tiba di Indonesia, mereka menyebarkan ajarannya. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti

ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan belajar agama Hindu-Buddha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain.

Bukti-bukti dari pendapat di atas adalah adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Balaputradewa (raja Sriwijaya) telah meminta kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu para tokoh dari Sriwijaya. Permintaan raja Sriwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana, mereka balik ke

Indonesia. Merekalah yang selanjutnya menyebarkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia.

3. Teori Sudra

Teori ini menyatakan bahwa masuk dan berkembangnya kebudayaan serta agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra. Van Feber memperkuat teori Sudra yang didasarkan pada 13:

a. Orang India berkasta Sudra (pekerja kasar) menginginkan kehidupan yang lebih baik daripada mereka tinggal menetap di

(21)

India sebagai pekerja kasar bahkan tak jarang mereka dijadikan sebagai budak para majikan sehingga mereka pergi ke daerah lain bahkan ada yang sampai ke Indonesia.

b. Orang berkasta sudra yang berada pada kasta terendah di India tidak jarang dianggap sebagai orang buangan sehingga mereka meninggalkan daerahnya pergi ke daerah lain bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai ke Indonesia agar mereka mendapat kedudukan yang lebih baik dan lebih dihargai.

Namun, dalam teori sudra ini masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:

a. Golongan Sudra tidak menguasai seluk beluk ajaran agama Hindu sebab mereka tidak menguasai bahasa Sansekerta yang digunakan dalam Kitab Suci Weda (terdapat aturan dan ajaran agama Hindu). Terlebih tidak sembarang orang dapat menyentuhnya, membaca dan mengetahui isinya.

b. Tujuan utama golongan Sudra meninggalkan India adalah untuk mendapat penghidupan dan kedudukan yang lebih baik

(memperbaiki keadaan/kondisi mereka). Sehingga jika mereka ke tempat lain pasti hanya untuk mewujudkan tujuan utama mereka bukan untuk menyebarkan agama Hindu.

c. Dalam sistem kasta posisi kaum sudra ada pada kasta terendah sehingga tidak mungkin mereka mau menyebarkan agama Hindu yang merupakan milik kaum brahmana, kasta diatasnya. Jika mereka menyebarkan agama Hindu berarti akan lebih

mengagungkan posisi kasta brahmana, kasta yang telah menempatkan mereka pada kasta terendah.

IV. PENGARUH AJARAN HINDU DI INDONESIA

(22)

Gautama Pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama yaitu seorang anak raja yang mendapat penerangan batin atau enliptenmen. Dia mengatakan bahwa dunia yang kita lihat adalah maya dan manusia adalah tidak

berpengetahuan. Kehidupan manusia mengalami sansana atau hidup kembali sebagai manusia atau binatang.

Hal ini berarti kebudayaan Hindu - Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu - Budha.

Wujud akulturasi tersebut adalah berikut ini:

a. Bahasa

Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda temukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu - Budha pada abad 5 - 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara.

Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 - 13 M. Untuk aksara, dapat

dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.

(23)

Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang

berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu - Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme.

Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu - Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut.

c. Organisasi Sosial Kemasyarakatan

Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat Anda lihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India.

Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.

Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harhari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).

(24)

musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.

Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana (golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di

Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.

d. Sistem Pengetahuan

Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu.

Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M. Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan

Candrasangkala.

(25)

1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit .

e. Peralatan hidup dan teknologi

Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.

Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut.

Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan

bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.

Di samping itu, dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam Pripih.

(26)

terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.

f. Kesenian

Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud

akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah atau cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha. Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang.

Relief ini mengisahkan riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara.

Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu. Relief-reliefnya yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran.

Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu.

Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan, tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh

punokawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayuda yang disadur dari kitab Mahabarata tidak

(27)

satunya pertunjukan Wayang. Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa.

Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan.

Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh ceritera misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan tokoh Durna, dalam cerita aslinya Dorna adalah seorang maha guru bagi Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di Indonesia, Dorna adalah tokoh yang berperangai buruk suka

(28)

BAB III KESIMPULAN

Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama yang berasal dari negara India, yang pada perjalanannya menjadi salah satu agama-agama terbesar pengikutnya. Agama Hindu berkembang hingga ke luar India termasuk Indonesia, dan Agama Hindu merupakan agama “impor” yang pertama kali masuk ke Indonesia.

Setelah Agama Hindu masuk ke Indonesia, mulailah berdiri beberapa kerajaan Hindu. Tetapi seiring berjalannya waktu, perkembangan Agama Hindu mengalami penurunan dan kemerosotan, terutama setelah Agama Islam mulai masuk dan memiliki “kekuatan” di tanah pertiwi ini.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Budha. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2003.

Hendropuspito, D. Sosiologi agama. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 1990.

Listiyani, Dwi Ari. Sejarah Untuk Sma/Ma Kelas Xi Program IPS. Jakarta. Pusat Perbukuan. Departemen Pendidikan nasional. 2009.

M, Tarunasena. Memahami Sejarah Sma Dan Ma Untuk Kelas Xi Semester 1 Dan 2 Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. Pusat Perbukuan,

Departemen Pendidikan nasional. 2009.

Muh., Nasrudin, dan lainnya. Mari Belajar IPS VII. Jakarta. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2008.

Musthofa, Sh., dan lainnya. Sejarah Untuk Sma/Ma Kelas Xi Program Bahasa. Jakarta. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional. 2009.

Waluyo dan lainnya. Diktat Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. PT. Gramedia. 2008. Kelas VII.

DARI INTERNET

Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu_di_Nusantara. 2015.

(30)

Wikipedia.

https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Hindu-Buddha. 2015.

Ego Vinda A.

Referensi

Dokumen terkait

dalam pelaksanaannya. Berdasarkan kendala yang dihadapi dan berbagai permasalahan yang muncul dalam pembahasan di sidang- sidang UNCOPUOS, dianalisis bentuk upaya perubahan

Memerlukan ruang kelas, studio, laboratorium, dan bengkel (program studi teknik pada Program studi yang fokus pada keilmuan dengan fasilitas sarana/prasa rana ruang Program studi

[r]

T-tes dilakukan untuk melihat adakah pengaruh metode yang digunakan terhadap hasil belajar peserta didik dengan menggunkan nilai dari post test dari kelas eksperimen dan

Skripsi oleh Fahri Husaini dengan Judul “Penerapan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Peserta

Tingkat kematangan gonad berkorelasi dengan perkembangan gonad yaitu pergeseran inti telur (Nucleus) menuju pinggi dan telah melimpahnya butiran kuning telur pada gambaran

Di bidang ekonomi, kami menyambut selesainya kesepakatan yang kita saksikan pada pagi ini— keputusan Lion air untuk membeli hingga 230 pesawat Boeing, senilai setidaknya $20 miliar

dengan materi pelajaran. b) Guru menggunakan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik untuk meningkatkan Motivasi siswa terhadap pelajaran yang disampaikan.. Apa saja faktor