• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH ATAS PENGEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH ATAS PENGEL"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH

ATAS PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian “otonomi” secara bahasa adalah “berdiri sendiri” atau dengan “pemerintahan sendiri”. Sedangkan “daerah” adalah suatu wilayah atau lingkungan pemerintah. Dengan demikian pengertian secara istilah “otonomi daerah” adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi politik, dan peraturan perimabangan keuangan, termasuk pengaturan social budaya, dan ideology yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. Pelaksanaan otnomi daerah dipengaruhi oleh factor-faktor yang meliputi kempuan pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu terutama, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiscal dan agama, melainkan bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat.

(2)

memperbaiki nasibnya sendiri. Didalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain tersurat bahwa system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Namun dalam praktiknya hal tersebut belum dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan bahkan dalam kenyataannya justru mengandung kelemahan. Hal ini antara lain disebabkan oleh berbagai permasalahan yang muncul salah satu yang paling rawan adalah ancaman beberapa daerah untuk melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Merespon perkembangan tuntutan reformasi yang berkaitan dengan pemerintah daerah ini, pertimbangan yang sangat strategis adalah adanya Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang sesuai dengan perkembangan baru dan mengantisipasi perkembangan masa depan dengan tetap memperhatikan factor eksistensi, efektifitas, dan keserasian dengan tujuan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daearh.

(3)

konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin, badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pemilihan umum yang bebas, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat atau berorganisasi dan beroposisi, serta pendidikan kewarganegaraan.

Prinsip keistimewaan atau kekhususan sehingga pemerintah memberikan otonomi khusus kepada daerah tertentu dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan politik hukum pemerintahan guna efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pemberlakuan system hukum otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Amandemen kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah.

B. Permasalahan

Dari latar belakang diatas berkaitan dengan hal tersebut, “Untuk Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia Menurut Undang- Undang Dasar 1945” yang merupakan suatu kebijakan yang diatur dalam sistem Negara berdasarkan kedudukan dan wewenangnya, memberikan suatu kebijakan dalam system Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Republik Indonesia.

Oleh karena itu ada 2 permasalahan yang terjadi dari latar belakang ini antara lain :

(4)

2. Apa tujuan dilaksanakannya sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Republik Indonesia?

BAB II PEMBAHASAN

A. Kerangka Teori

(5)

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.

Kerangka teori yang dijadikan sebagai fisio analisis dalam penelitian ini adalah kepastian hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum.

Sebuah hipotesa Sistem Pemerintahan Daerah berpengaruh pada perubahan hukum, karena Sistem Pemerintahan Daerah pada hakekatnya merupakan artikulasi perkembangan aspirasi masyarakat.

Aspirasi dan tuntutannya merupakan basis materil dari suatu Pemerintahan Daerah akan tetapi bisa juga disebabkan oleh kebutuhan dari suatu kekuasaan. Sistem Pemerintahan Daerah menjadi signifikan terlihat dari pranata-pranata yang dikeluarkan dan konflik yang muncul. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik”. Dengan demikian, adanya daerah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri harus diletakkan dalam kerangka negara kesatuan bukan negara federasi.

(6)

kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Selanjutnya, dalam Pasal 18B UUD 1945 ditegaskan bahwa (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang; (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut (pasal 18, 18 A dan 18 B), dapat ditarik pengertian-pengertian sebagai berikut:

1. Daerah tidaklah bersifat “staat” atau negara (dalam negara);

2. Wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam provinsi-provinsi. Provinsi ini kemudian akan dibagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil yaitu kabupaten atau kota;

3. Daerah-daerah itu adalah daerah otonom atau daerah administrasi;

4. Di daerah otonom dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum;

5. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan;

(7)

semangat demokrasi menyusul proklamasi kemerdekaan yang memang menggelorakan semangat kebebasan. Undang-undang ini berisi enam pasal yang pada pokoknya memberi tempat penting bagi Komite Nasional Daerah (KND) sebagai alat perlengkapan demokrasi di daerah. Asas yang dianut UU No. 1 Tahun 1945 adalah asas otonomi formal dalam arti menyerahkan urusan-urusan kepada daerah-daerah tanpa secara spesifik menyebut jenis atau bidang urusannya. Ini berarti bahwa daerah bisa memilih sendiri urusannya selama tidak ditentukan bahwa urusan-urusan tertentu diurus oleh pemerintah pusat atau diatur oleh pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi.

(8)

pengekangan yang luar biasa atas daerah. Kepala daerah ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat dengan wewenang untuk mengawasi jalannya pemerintahan di daerah. Demikian juga wewenang untuk menangguhkan keputusan-keputusan DPRD sehingga lembaga ini praktis sama sekali tidak mempunyai peran. Setelah demokrasi terpimpin digantikan oleh sistem politik Orde Baru yang menyebut diri sebagai Demokrasi Pancasila, maka politik hukum otonomi daerah kembali diubah. Melalui Tap MPRS No.XXI/MPRS/1966 digariskan politik hukum otonomi daerah yang seluas-luasnya disertai perintah agar UU No. 18 Tahun 1965 diubah guna disesuaikan dengan prinsip otonomi yang dianut oleh Tap MPRS tersebut. Selanjutnya, melalui Tap MPR No.IV/MPR/1973 tentang GBHN yang, sejauh menyangkut hukum otonomi daerah, penentuan asasnya diubah dari otonomi “nyata yang seluas-luasnya” menjadi otonomi “nyata dan bertanggungjawab” (Mahfud, 2006:226). Ketentuan GBHN tentang politik hukum otonomi daerah ini kemudian dijabarkan di dalam UU No. 5 Tahun 1974 yang melahirkan sentralisasi kekuasaan dan menumpulkan otonomi daerah. Dengan UU yang sangat sentralistik itu terjadilah ketidakadilan politik. Seperti kedudukan DPRD sebagai bagian dari pemerintah daerah dan cara penetapan kepala daerah. Demikian juga terjadi ketidakadilan ekonomi karena kekayaan daerah lebih banyak disedot oleh pusat untuk kemudian dijadikan alat operasi dan tawar-menawar politik.

(9)

membebaskan pemerintah pusat dari beban mengurus soal-soal domestik dan menyerahkannya kepada pemerintah lokal agar pemerintah lokal secara bertahap mampu memberdayakan dirinya untuk mengurus urusan domestiknya; (2) pemerintah pusat bisa berkonsentrasi dalam masalah makro nasional; dan (3) daerah bisa lebih berdaya dan kreatif. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menganut prinsip yang sama dengan UU No. 22 Tahun 1999, yakni otonomi luas dalam rangka demokratisasi. Prinsip otonomi luas itu mendapat landasannya di dalam pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen. Dalam UU ini juga ditegaskan juga sistem pemilihan langsung kepala daerah. Rakyat diberi kesempatan yang luas untuk memilih sendiri kepala daerah dan wakilnya. Menurut pasal 57 ayat (1), Kepda/Wakepda dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan ini menjadi dasar hukum otonomi daerah dalam melaksanakan kewenangan di daerah. PP No. 38 Tahun 2007 ini merupakan penjabaran langsung untuk dapat melaksanakan Pasal 14 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004.

B. Analisis Permasalahahan

(10)

logika berpikir deduktif, induktif menjawab dari permasalahan dan tujuan dari penulisan ini. Sistem pemerintahan daerah di Indonesia menurut Undang-Undang 1945 merupakan suatu perwujudan untuk melaksanakan amanah rakyat secara nasional, yang diamanahkan kepada perintah Pusat dan Daerah agar dalam melaksanakan system pemerintahan daerah di Indonesia harus berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimana dalam Ketentuan Umum angka 2 dan angka 3, UU No. 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa (1) Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

BAB III P E N U T U P

A. KESIMPULAN

Dengan melihat permasalahan tersebut, maka dengan ini penulis menarik kesimpulan bahwa :

(11)

diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat diputuskan di tingkat pemerintah daerah. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

(12)

B. SARAN

(13)

antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar 1945

Atamimi, A. Hamid. 1990, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Jakarta.

Bambang PS Brodjonegoro, 2008 Otonomi Daerah dan Desentralisasi, Jakarta.

Ohio Kaho, Joset Riwu 1988, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik

Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini mengukur kemampuan tarif INA CBGs tindakan Hemodialisa pada program Kartu Jakarta Sehat dalam menutupi biaya riil yang dikeluarkan untuk tindakan

Berpijak dari teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Solow tentang fungsi produksi agregat (Dornbusch, Fischer, dan Startz, 2004) menyatakan bahwa ouput

Dengan mencermati teks bacaan tentang Indonesia sebagai Negara maritime dan agraris siswa mampu menyimpulkan pokok fikiran serta informasi penting pada bacaan.. Dengan

Pada fase ini diterapkan alat analisis dalam bentuk peta kendali MEWMA (Multivariate Exponential Weighted Moving Avarage) dan grafik berupa pareto chart dan diagram

sehari-hari  Mendeskripsi kan hukum Pascal dan Hukum Archimedes melalui percobaan sederhana serta penerapanny a dalam kehidupan sehari-hari  Menunjukkan beberapa

Menurut Arikunto (2008: 16) dalam penelitian secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan

Berdasarkan pengukuran dengan alat ukur PQA ataupun melalui hasil simulasi ETAP dapat diketahui bahwa THD arus lebih tinggi dibandingkan dengan besar THD

Mitra yang dilibatkan pada Ipteks bagi masyarakat (IbM) berdomisili di Kelurahan yang berbeda yakni Kelompok Sumber Jaya berdomisili di Kelurahan/desa Cempaka