• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANG TUA DAN PENGEMBANGAN KEB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLA ASUH ORANG TUA DAN PENGEMBANGAN KEB"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH ORANG TUA

DAN PENGEMBANGAN KEBERAGAMAAN ANAK

I. PENDAHULUAN

Menurut Komarudin Hidayat, sebagaimana dikutip Ramayulis, bahwa salah satu

akibat memuncaknya rasionalisme dan teknologi di zaman modern ini adalah persepsi dan

apresiasi tentang Tuhan dan kebertuhanan (keberagamaan) tidak lagi mendapat tempat

yang terhormat. Menurut Peter I Berger, sebagaimana dikutip Komarudin Hidayat,

Nilai-nilai spiritual telah lenyap dari manusia. Lenyapnya Nilai-nilai-Nilai-nilai tersebut dari masyarakat

modern menurutnya dapat diungkapkan dengan suatu istilah yang cukup dramatis : “Tuhan

telah mati” atau “berakhirnya zaman Kristus”.1

Kecenderungan seperti digambarkan di atas sering juga dianggap sebagai

perkembangan logis dari lajunya proses sekularisasi. Sekularisasi dalam konteks ini

penekanannya bukan pada institusional, seperti terpisahnya persoalan agama dengan

negara, melainkan proses penerapan dalam pikiran manusia, yaitu apa yang disebut

sekularisasi kesadaran. Dengan hilangnya batasan-batasan yang dianggap dan diyakini

sebagai sakral dan absolut, manusia modern hanya berputar-putar dalam dunia serba

relative, terutama dalam sistem nilai dan moralitas yang dibangunnya, sehingga ukuran

baik dan buruk, benar dan salah hanya didasarkan pada keputusan intuisi dan kesepakatan

manusia.2

1

(2)

Seyyed Hossein Nasr juga mengatakan bahwa fenomena dan kondisi masyarakat

yang telah berada di luar kesadaran manusia itu sendiri dianalogikan sebagai “manusia

yang telah berada di luar lingkaran eksistensinya”. Ia menegaskan bahwa manusia telah

kehilangan identitasnya dan tidak lagi mempedulikan kebutuhan yang mendasar sehingga

mereka tidak bisa menemukan ketentraman batin serta keseimbangan dalam diri.3

Fenomena tercerabutnya manusia modern dari kesadaran spiritualitasnya tentu

menggelisahkan dan menjadi problem keagamaan bagi setiap manusia. Dalam kacamata

psikologi agama, realitas ironis tersebut tidak bisa lepas dari peran keluarga dalam

menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam setiap pribadi anggotanya. Dan ini terkait erat

dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada keluarga tersebut dalam

mengembangkan keberagamaan bagi kehidupan anak-anaknya. Keluarga yang memiliki

kesadaran akan pentingnya agama bagi kehidupan akan melahirkan pribadi-pribadi yang

memiliki ketahanan spiritualitas yang kuat dan tahan dengan godaan serta tantangan

modernitas, begitupun sebaliknya.

Pentingnya peran keluarga dikarenakan keluarga menjadi pranata social pertama

dan utama yang memiliki peran paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai

kehidupan yang dibutuhkan oleh putra putrid yang tengah mencari makna kehidupannya.

Meskipun diakui bahwa keluarga bukan satu-satunya pranata yang menata kehidupannya

karena disamping keluarga masih banyak pranata social lainnya yang secara kontributif

mempunyai andil dalam pembentukan kepribadian. Dengan kata lain pranata keluarga

adalah titik awal keberangkatan, sekaligus sebagai modal awal perjalanan hidup mereka

(3)

yang kemudian dilengkapi dengan rambu rambu perjalanan yang digariskan pranata social

lainnya di lingkungan pergaulan sehari-hari.4

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh” yang berarti corak, model,

sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tepat5. Sedangkan kata “asuh” dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan

sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau

lembaga6. Lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan

menjalani hidupnya secara sehat7.

Menurut Ahmad Tafsir, pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan

adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani

anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama8. Gunarso mengatakan pola asuh merupakan cara orang tua bertindak, berinteraksi, mendidik, dan membimbing anak

sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak perilaku tertentu secara individual maupun

bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anak9.

4

Abin Syamsudin, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1994) Peny. Jalaluddin Rakhmat dan Muhtar Ganda Atmaja, Cet. Ke-2, h. v-vi

5

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) h. 54

6 TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h.692

7 Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh, dan Keutamaan Wanita, (Yogyakarta: Kanisius 1990), Cet. Ke-1, h.5) 8

(4)

Pengertian lain tentang pola asuh orang tua terhadap anak yaitu bentuk interaksi

antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua

mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk untuk mencapai

kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan

masyarakat10.

Pola asuh yang diberikan oleh orangtua pada anak bisa dalam bentuk perlakuan

fisik maupun psikis yang tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku dan tindakan yang

diberikan11.

Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua

dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah

tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar

anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.

Semua sikap dan perilaku anak dalam keluarga dipengaruhi oleh pola asuh orang

tua. Dengan kata lain, pola asuh orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak,

sehingga sudah sepatutnya orang tua memilih pola asuh yang ideal untuk anak, namun

dalam pelaksanaannya banyak orangtua masih kaku dan terbatas dalam menerapkan satu

pola asuh saja dan tidak disesuaikan dengan konteks kebutuhan dan kemampuan yang

dimiliki oleh anak.

B. Jenis - Jenis Pola Asuh

Jenis-jenis pola asuh, secara garis besar menurut Baumrind, yang dikutip oleh

Kartini Kartono terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu:

10 Harris Clemes, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak, (Jakarta: Mitra Utama, 1996) h. 28 11

(5)

1. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak,

tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh seperti

ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakkannya pada rasio atau

pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak,

tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe

ini juga memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu

tindakkan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

1) Menentukan peraturan dan disiplin denga memperhatikan dan

mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima dan dipahami dan

dimengerti oleh anak

2) Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang harus dipertahankan oleh

anak dan yang tidak baik agar ditinggalkan

3) Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian

4) Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga

5) Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua, anak dan sesama

keluarga12.

2. Pola asuh otoriter

Dalam kamus Bahasa Indesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dan

sewenang-wenang13. Menurut Singgih D Gunarsa dan Ny.Y. singgih D.Gunarsa, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola yang menuntut anak agarpatuh dan tunduk

12 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan ( Jakarta : Gramedia Widiasarana, 1992), Cet. Ke-2, h.88

(6)

terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan

untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri14.

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya

dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa,

memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan

oleh orang tua, maka orang tua itu tidak segan-segan untuk menghukum anak.

Orang tua seperti ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi bersifat

satu arah. Orang tua seperti ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk

mengerti dan memahami anaknya.

Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:

1) Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh

membantah

2) Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian

menghukumnya

3) Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak

4) Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap

pembangkang

5) Orang tua cenderung memaksakan disiplin

6) Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hamya

sebagai pelaksana

7) Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak15.

14

Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, h. 87

15

(7)

Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful Bahr

Djamarah16:

1) Orang tua mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan anak

2) Orang tua kurang memberi kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu

3) Orang tua kurang memberikan hak anak untuk mengeluarkan pendapat untuk

mengutarakan perasaannya

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan

kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup

darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan apabila anak

sedang dalam masalah atau bahaya. Dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan

oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat, sehingga seringkali disukai

oleh anak.

Adapun yang termasuk pola asuh permisif adalah sebagai berikut:

1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.

2) Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.

3) Mengutamakan kebutuhan material saja.

4) Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan untuk

mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang

digariskan orang tua).

5) Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga17. Sutari Imam Badabid menyatakan orang tua yang permisif yaitu18:

16

26Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) h, 18-20

17

(8)

1) Kurang tegas dalam menerapkan peraturan yang ada

2) Anak diberi kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi

keinginannya.

Pola asuhan permisif ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak

untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah

memberi aturan dan pengarahan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak

tidak mengerti apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah

membenarkan atau menyalahkan anak, akibatnya anak akan berperilaku sesuai

dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma

masyarakat atau tidak19.

4. Pola Asuh Penelantar

Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim

pada anak-anaknya. Waktu banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka,

seperti bekerja, memberikan biaya yang cukup minim untuk kebutuhan anak.

Sehingga selain kurangnya perhatian dan bimbingan kepada anak juga tidak

diberikan oleh orang tua20.

Pola asuh penelantar memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh

Syaiful Bahri Djamarah 21:

1) Orang tua menghabiskan banyak waktu diluar rumah

2) Orang tua kurang memperhatikan perkembangan anak

3) Orang tua membiarkan anak bergaul terlalu bebas di luar rumah

18

M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1995) h. 7-9 19 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika (Jakarta : Arcan, 1991) Cet. Ke-1, h.97

20

(9)

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak terkait dengan pola

asuh

Proses penerapan pola asuh dalam pengembangan pribadi seorang anak, baik terkait

dengan perkembangan jiwa, intelektualitas, moralitas maupun spiritualitas (keagamaan)

harus memperhatikan tingkat perkembangan anak tersebut. Dan perkembangan tiap-tiap

anak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya

faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas tiga faktor-faktor, yaitu:

1. Faktor-faktor yang bersal dari dalam diri individu.

Diantara faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan individu adalah:

a. Bakat atau pembawaan, anak dilahirkan dengan membawa bakat tertentu. Bakat

ini diumpamakan dengan bibit. Misalnya bakat musik, seni, agama, akal yang

tajam dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah bahwa bakat atau pembawaan

mempunyai pengaruh terhadap perkembangan individu.

b. Sifat-sifat keturunan, sifat-sifat keturunan yang individu dipusatkan dari orang

tua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental.

c. Dorongan dan instink, dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong manusia

melakukan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan instink atau naluri

adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang

menyuruh atau membisikkan kepada manusia bagaimanan cara-cara

melakasanakan dorongan batin.22

(10)

2. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu

Di antara faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkembangan individu adalah:

a. makanan, makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perkembangan individu.

b. Iklim, iklim atau keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangan dan

kehidupan anak. Sifat-sifat iklim, alam dan udara mempengaruhi pula sifat-sifat

individu dan jiwa bangsa yang berada di iklim yang bersangkutan.

c. Kebudayaan, latar belakang budaya suatu bangsa sedikit banyak juga

mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya latar belakang budaya desa

keadaan jiwanya masih murni. Lain halnya dengan seseorang yang hidup dalam

kebudayaan kota yang sudah dipengaruhi oleh kebudayaan asing.

d. Ekonomi, latar belakang ekonomi juga mempengaruhi perkembangan anak.

Orang tua yang ekonominya lemah, yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan

pokok anak-anaknya dengan baik, sehingga menghambat pertumbuhan jasmani

dan perkembangan jiwa anak. orang tua tercurah kepadanya, sehingga ia

cendrung memiliki sifat-sifat seperti, manja, kurang biasa bergaul dengan

teman.

e. Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga. Kedudukan anak dalam

lingkungan keluarga juga mempengaruhi perkembangan anak. Bila anak itu

merupakan anak tunggal, biasanya perhatian orang tua tercurah kepadanya,

sehingga ia cendrung memiliki sifat-sifat seperti, manja, kurang biasa bergaul

(11)

3. Faktor-faktor Umum

Faktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan dalam kedua

penggolongan tersebut diatas, yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri individu.23

Diantara faktor-faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu adalah:

a. Intelegensi, intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perkembangan anak. Tingkat intelegensi yang erat kaitannya dengan kecepatan

perkembangan, misalnya anak yang cerdas sudah dapat berbicara pada usia 11

bulan, anak yang rata-rata kecerdasannya pada usia 16 bulan, bagi kecerdasan

yang sangat rendah pada usia 34 bulan, sedangkan bagi anak-anak idiot baru bisa

bicara pada usia 52 bulan.

b. Jenis kelamin, jenis kelamin juga memegang peranan yang penting dalam

perkembangan fisik dan metal seseorang. Dalam hal anak yang baru lahir

misalnya. Anak laki-laki sedikit lebih besar dari pada anak perempuan, tetapi

anak perempuan kemudian tumbuh lebih cepat dari pada anak laki-laki.

c. Kesehatan, kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang

mempengaruhi perkembangan individu mereka, kesehatan mental dan fisiknya

baik dan sempurna akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang

memadai.

d. Ras, ras juga turut mempengaruhi perkembangan seseorang, misalnya anak-anak

dari ras Mediterranean (sekitar laut tengah) mengalami perkembangan fisik

lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari bangsa-bangsa Eropa Utara.24

(12)

Jadi, ketiga faktor utama yang mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan

anak untuk mencapai tingkat kematangan tergantung pada sikap ibu dan ayah dalam

menjaga dan memelihara anak dengan baik sesuai kebutuhan dan perkembangannya. Hal

ini tidak bisa dilakukan dengan baik jika orang tuanya tidak memiliki pengetahuan dan

tidak mengetahui hikmah dari anak itu sendiri sebagai orang tuanya.

D. Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga

Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban, perasaan dan keinginan

adalah hak yang kompleks. Pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari keluarga

sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan diri seseorang, dan akan rusaklah

pergaulan sang anak seseorang bila orang tua tidak menjalankan tugasnya sebagai

pendidik.

Secara sosiologis keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk menciptakan

suatu masyarakat yang aman, tenteram, bahagia dan sejahtera, yang semua itu harus

dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil. Dalam buku Keluarga Muslim

dalam Masyarakat Moderen, dijelaskan bahwa berdasarkan pendekatan budaya keluarga

sekurangnya mempunyai tujuh fungsi. yaitu, fungsi biologis, edukatif, religius, protektif,

sosialisasi, rekreatif dan ekonomis.25

1. Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar memperoleh

keturunan, dapat memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai

makhluk yang berakal dan beradab. Fungsi biologis inilah yang membedakan

perkawinan manusia dengan binatang.

(13)

2. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya

dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak

menuju kedewasaan jasmani dan rohani dalam dimensi kognisi, afektif maupun

skill, dengan tujuan untuk mengembangkan aspek mental, spiritual, moral,

intelektual, dan profesioanl.

3. Fungsi relegius, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama

melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari

sehingga mencipta iklim keagamaan didalamnya dengan demikian keluarga

merupakan awal mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya.

4. Fungsi protektif, adalah dimana keluarga menjadi tempat yang aman dari

gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala

pengaruh negatif yang masuk didalamnya. Gangguan internal dapat terjadi

dalam kaitannya dengan keragaman kepribadian anggota keluarga, perbedaan

pendapat dan kepentingan, dapat menjadi pemicu lahirnya konflik bahkan juga

kekerasan. Adapun gangguan eksternal keluarga biasanya lebih mudah dikenali

oleh masyarakat karena berada pada wilayah publik.

5. Fungsi sosialisasi, adalah mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat

yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal baik

interrelasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam menyikapi masyarakat

yang pluralistic lintas suku, bangsa, ras, golongan, agama, budaya, bahasa

maupun jenis kelaminnya.

6. Fungsi rekreatif, bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan

(14)

keluarga. Fungsi rekreatif ini dapat mewujudkan suasana keluarga yang

menyenangkan, saling menghargai, menghormati, dan menghibur

masing-masing anggota keluarga sehingga tercipta hubungan harmonis, damai, kasih

sayang dan setiap anggota keluarga merasa “rumahku adalah surgaku”.

7. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana

keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan

anggaran, pengelolaan dan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber

penghasilan dengan baik, mendistibusikan secara adil dan proporsional, serta

dapat mempertanggung jawabkan kakayaan dan harta bendanya secara social

dan moral.

Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga

adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama. Artinya keluarga merupakan

tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang

berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima sesuatu dengan

tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit seperti intepretasi yang kompleks tentang

ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia.

Adapaun Dasar-dasar Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya

meliputi hal-hal berikut26:

1. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua

dan anak.

2. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua

terhadap keturunannya. Adanya tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai

agama atau nilai-nilai spiritual.

(15)

3. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga pada gilirannya akan menjadi

tanggung jawab masyarakat, bangsa dan negara.

4. Memelihara dan membesarkan anaknya. Tanggung jawab ini merupakan

dorongan alami untuk dilaksanakan, karena ia dapat hidup secara berkelanjutan.

Disamping itu juga ia bertanggung jawab dalam hal melindungi dan menjamin

kesehatan anaknya baik secara jasmaniah maupun rohaniah.

5. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan

yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga bila ia telah dewasa akan

mampu mandiri.

Demikanlah beberapa hal yang perlu diperhatikan sabagai tanggung jawab orang

tua terhadap anak, terutama dalam konteks pendidikan. Kesadaran akan tanggung jawab

mendidik dan membina anak secara terus menerus perlu dikembangkan kepada setiap

orang tua, sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiasaan yang

dilihat dari orang tua, tapi telah didasari oleh teori-teori pendidikan modern,

sesuai dengan perkembangan zaman

E. Signifikansi Pendidikan Islam dalam Keluarga

Setiap orang tua tentu mendambakan anaknya menjadi anak yang shaleh, yang

memberi kesenangan dan kebanggaan kepada mereka. Kehidupan seorang anak tak lepas

dari keluarga (orang tua), karena sebagian besar waktu anak terletak dalam keluarga. Peran

orang tua yang paling mendasar didalam mendidik agama kepada anak-anak mereka

adalah sebagai pendidik yang pertama dan utama, karena dari orangtualah anak pertama

kali menerima pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun agama. Adapun peranan

(16)

pendidik keluarga 2) orang tua berfungsi sebagai pemelihara serta pelindung keluarga.27

1. Orang tua sebagai pendidik keluarga

Dari orang tualah anak-anak menerima pendidikan, dan bentuk pertama dari

pendidikan itu terdapat dalam keluarga, oleh karena itu orang tua memegang peranan

penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak.

Agar pendidikan anak dapat berhasil dengan baik ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan orang tua dalam mendidik antara lain:

a. Mendidik dengan ketauladanan (Uswah Hasanah)

Ketauladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode yang

paling efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spritual dan

sosial. Seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak yang tingkah laku

dan sopan santunnya akan ditiru, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan

perasaannya.

Jika kita menelisik al-Qur`an, salah satu contoh orang tua ideal yang digambarkan

Allah Swt. adalah Luqman al- hakim. Konsep dan sikap mendidik Lukman terhadap

anaknya diungkap dalam surat Luqman ayat 12-18 yang menegaskan bahwa nilai-nilai

agama mulai dari penampilan pribadi luqman yang beriman, beramal saleh, bersyukur

kepada Allah SWT dan bijaksana dalam segala hal, kemudian yang di didik dan di

nasehatkan kepada anaknya adalah kebulatan iman kepada Allah Swt semata, akhlak dan

sopan santun terhadap kedua orang tua, kepada manusia dan taat beribadah.

Dalam konteks mendidik dengan keteladanan inilah, hendaklah orang tua

27

(17)

memberikan contoh yang ideal kepada anak-anaknya, misalnya ia sering terlihat oleh anak

melaksanakan sholat, bergaul dengan sopan santun, berbicara dengan lemah lembut dan

lain- lainnya. Dan semua itu akan ditiru dan dijadikan contoh oleh anak.

b. Mendidik dengan adab pembiasaan dan latihan.

Setiap anak lahir dalam keadaan suci, artinya ia dilahirkan di atas fitrah (kesucian)

bertauhid dan beriman kepada Allah Swt. Oleh karena itu menjadi kewajiban orang tua

untuk memulai dan menerapkan kebiasaan, pengajaran dan pendidikan serta

menumbuhkan dan mengajak anak kedalam tauhid murni dan akhlak mulia.

Hendaknya setiap orangtua menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat

diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan

perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan itu akan membentuk sikap tertentu

pada anak, yang lambat laun sikap itu akan terlihat jelas dan kuat, sehingga telah masuk

menjadi bagian dari pribadinya.

Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa, Pendidikan dengan pembiasaan

dan latihan merupakan salah satu penunjang pokok pendidikan dan merupakan salah satu

pilar terkuat dalam pendidikan dan motode paling efektif dalam membentuk iman anak

serta meluruskan akhlaknya.28 Di sinilah bahwa pembiasaan dan latihan sebagai suatu cara atau metode mempunyai peranan yang sangat besar sekali dalam menanamkan pendidikan

pada anak sebagai upaya membina akhlaknya. Peranan pembiasaan dan latihan ini

bertujuan agar ketika anak tumbuh besar dan dewasa, ia akan terbiasa melaksanakan

ajaran-ajaran agama dan tidak merasa berat melakukannya.

Pembiasaan dan latihan jika dilakukan berulang-ulang maka akan menjadi

(18)

kebiasaan, dan kebiasaan itulah yang nantinya membuat anak cenderung melakukan yang

baik dan meninggalkan yang buruk dengan mudah.

c. Mendidik dengan nasehat

Di antara mendidik yang efektif di dalam usaha membentuk keimanan anak,

mempersiapkan moral, psikis dan sosial, adalah mendidik dengan nasehat. Sebab nasehat

ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya

menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak mulia, serta membekalinya dengan

prinsip-prinsip Islam.29 Nasehat yang tulus berbekas dan berpengaruh jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang bijak dan berpikir. Nasehat tersebut akan mendapat

tanggapan secepatnya dan meniggalkan bekas yang dalam. Al-Quran telah menegaskan

pengertian ini dalam banyak ayatnya, dan berulang kali menyebutkan manfaat dari

peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat yang tulus.30 Diantaranya dalam Q.S Qaaf: 50:37 yang artinya :

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya,sedang dia menyaksikannya”

Nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakekat

serta menghiasinya dengan akhlak mulia. Nasehat orang tua jauh lebih baik dari pada

orang lain, karena orang tualah yang selalu memberikan kasih sayang serta contoh

perilaku yang baik kepada anaknya. Disamping memberikan bimbingan serta dukungan

ketika anak mendapat kesulitan atau masalah, begitupun sebaliknya ketika anak

mendapatkan prestasi.

29

(19)

c. Mendidik dengan pengawasan

Pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya

membentuk akidah dan moral, mengasihinya dan mempersiapkan secara psikis dan sosial,

memantau secara terus menerus tentang keadaannya baik dalam pendidikan jasmani

maupun dalam hal belajarnya.

Mendidik yang disertai pengawasan bertujuan untuk melihat langsung tentang

bagaimana keadaan tingkah laku anak sehari-harinya baik dilingkungan keluarga maupun

sekolah. Dilingkungan keluarga hendaknya anak tidak selalu di marahi apabila ia berbuat

salah, tetapi ditegur dan dinasehati dengan baik. Sedangkan dilingkungan sekolah,

pertama-tama anak hendaknya diantar apabila ia ingin pergi kesekolah. Supaya ia nanti

terbiasa berangkat kesekolah dengan sendiri. Begitu pula setelah anak tiba dirumah ketika

pulang dari sekolah hendaknya ditanyakan kembali pelajaran yang ia dapat dari gurunya.

2. Orang tua sebagai pemelihara dan pelindung keluarga

Selain mendidik, orang tua juga berperan dan bertugas melindungi keluarga dan

memelihara keselamatan keluarga, baik dari segi moril maupun materil, dalam hal moril

antara lain orang tua berkewajiban memerintahkan anaknya untuk taat kepada segala

perintah Allah Swt, seperti sholat, puasa dan lain-lainnya. Sedangkan dalam hal materil

bertujuan untuk kelangsungan kehidupan, antara lain berupa mencari nafkah.31

Menurut Abdul Rachman Shaleh, ada tida macam lingkungan keagamaan dalam

kehidupan keluarga yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan dan

proses belajar pendidikan agama yaitu:

Pertama, keluarga yang sadar akan pentingnya pendidikan agama bagi

(20)

perkembangan anak. Orang tua dari lingkungan keluarga yang demikan yang akan selalu

mendorong untuk kemajuan pendidikan Agama serta kebersamaan mengajak anak untuk

menjalankan agamanya. Orang tua mendatangkan guru ngaji atau privat agama dirumah

serta menyuruh anaknya untuk belajar di Madrasah Diniyah dan mengikuti kursus Agama.

Kedua, keluarga yang acuh tak acuh terhadap pendidikan keagamaan

anak-anaknya. Keluarga yang semacam ini tidak mengambil peranan untuk mendorong atau

melarang terhadap kegiatan atau sikap keagamaan yang dijalani anak-anaknya.

Ketiga, keluarga yang antipati terhadap dampak dari keberadaan pendidikan agama

di sekolah atau dari masyarakat sekitarnya. Keluarga yang semacam ini akan menghalangi

dan mensikapi dengan kebencian terhadap kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh

anak-anaknya dan keluarga lainnya.32

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua mempunyai tanggung

jawab besar dalam mendidik, khususnya didalam melindungi keluarga dan memelihara

keselamatan keluarga. Melindungi keluarga bukan hanya memberikan tempat tinggal saja,

tetapi memberikan perlindungan supaya keluarga kita terhindar dari mala petaka baik

didunia maupun di akhirat nanti yaitu dengan cara mengajak keluarga kita kepada

perbuatan-perbuatan yang di perintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi segala

larangan-larangannya. Memelihara keselamatan keluarga yaitu mengajarkan kita supaya taat kepada

Allah SWT, agar keluarga kita di berikan keselamatan oleh Allah SWT baik di dunia

maupun di akhirat.

Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan Agama Islam dalam keluarga harus

benar-benar dilaksanakan. Dan sebagai orang tua harus menjadi contoh yang baik bagi

anak-anknya, karena anak itu sifatnya menerima semua yang dilakukan, yang dilukiskan dan

32

(21)

condong kepada semua yang tertuju kepadanya. Jika anak itu dibiasakan dan diajari

berbuat baik maka anak itu akan hidup bahagia di dunia dan di akherat. Tetapi jika

dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan celaka dan binasa.

Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak itu ialah terletak pada yang bertanggung

jawab (pendidik) dan walinya.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan keluarga dalam hal menanamkan pendidikan

keagamaan bagi anak, penulis membatasi dalam hal sebagai berikut:

1. Menanamkan Nilai-Nilai Aqidah Pada Anak.

Anak yang baik merupakan harapan bagi setiap orang tuanya. Untuk menjadi anak

yang baik, Islam memiliki tuntunan tersendiri dengan berdasarkan Al-Quran, Hadits, atau

Sunnah Rasulullah SAW, dan kebijakan para ulama:

Diantara tuntunan yang ada beberapa hal yang paling substantif dan esensial yang

harus ditanamkan pada pribadi sang anak, antara lain:

a. Nilai Tauhid

Nilai tauhid merupakan nilai yang sangat utama dalam pendidikan Islam, nilai ini

mutlak di miliki oleh setiap umat Islam dan di jadiakan landasan keimanan untuk

mengakui keesaan sang maha pencipta, karena utamanya Allah menurunkan ayat nya

dalam surat Al-Ikhlas untuk melihat keberadaan Allah SWT. Rasulullah SAW

menganjurkan agar setiap anak yang baru saja dilahirkan, hendaklah di perdengarkan

kalimat tauhid dengan suara azan dan Iqamat.33 Dengan demikian seorang anak ketika ia di lahirkan akan mendapatkan lantunan kalimat yang menyatakan kebesaran Allah dan

kesaksian Islam. Azan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat dan maksud yang sangat

33

(22)

agung di hati kedua orang tua anak tersebut.34 hal ini dilakukan agar suara pertama kali yang didengar dan direkam dalam memori anak tidak lain hanyalah kalimah-kalimah yang

indah atau thayyibah, yang memuat pengagungan dan mengesakan Allah, pengakuan

kerasulan Muahammad serta ajakan shalat agar anak menjadi orang yang beruntung.

Bagi anak usia sekolah penanaman nilai tauhid merupakan landasan keimanan agar

kelak dapat terhindar dari penyimpangan aqidah Islam, misalnya sirik. Dan upaya agar

nilai tersebut dapat mengena dihati anak, baik sekali jika penanaman nilai tauhid ini

dikaitan dengan bentuk realita. Misalnya dengan menunjukan ke-Esaan Allah SWT,

membiasakan anak meminta atau berdoa hanya kepada-nya. Hal ini diarahkan agar anak

menyadari akan hakikat kehidupan di dunia.

Menanamkan kalimat Tauhid kepada anak sangat penting sebab kalimat tauhid

merupakan fondasi pertama dalam ajaran Islam, sehingga siapa saja yang mengucapkan

kalimat tauhid dengan penuh keikhlasan (bebas dari berbagai kepentingan ataupun

rekayasa spiritual), maka akan dipastikan ia akan masuk surga. Sebab kalimat tersebut

mampu melenyapkan, membebaskan dan membersihkan pikiran kita dari berbagai

kebimbangan dan keragu-keraguan yang tidak beralasan. Pada saat yang bersamaan akan

membantu akal untuk merenungkan sang khalik melalui ayat-ayat seluruh ciptaannya yang

bertebaran dijagat raya ini.

Para keluarga muslim, di berbagai kesempatan (bersama anak-anak) harus terus

mengupayakan membaca dan menanamkan kalimat tauhid kepada anak-anaknya,

disamping berupaya untuk menciptakan semacam keterikatan antara mereka dengan

penciptanya. Dengan semangat dan upaya tersebut pelan-pelan namun pasti, mereka akan

melebur dengan kalimat tersebut sehingga mereka mudah mengamalkan lainnya.

34

(23)

b. Membina rasa cinta kepada Allah

Setiap anak mempunyai permasalahan sendiri-sendiri baik yang berkaitan dengan

masalah psikologi, sosial, ekonomi, maupun masalah pendidikan. Yaitu seperti masalah

dalam perkembangan jiwa anak atau mental, masalah dalam lingkungan bermain yang

terkadang anak sulit untuk membuka diri untuk bersosialisasi, masalah dalam ekonomi

keluarga yang kurang ketika ia ingin memperoleh sesuatu anak sulit untuk mendapatnya

karna faktor keluarga yang kurang akan ekonomi. Dan terakhir masalah dalam pendidikan

berkaitan dengan masalah ekonomi yang kurang banyak anak yang ingin bersekolah tapi

karena faktor ekonomi membuat anak putus dalam pendidikannya

Permasalahan-permasalahan tersebut berbeda antara anak dengan yang satu dengan yang lainnya.

Seorang anak terkadang ada yang dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahannya

dengan penuh perasaan, namun sebagian yang lain tidak demikian.

Oleh karena itu orang tua harus mempunyai cara untuk meringankan beban

deritanya. Dengan cara orang tua menanamkan kecintaan kepada Allah, memohon

pertolongan dari-Nya, selalu merasa diawasi, dan beriman kepada Allah. Jika seseorang

anak telah memahami hal tersebut dengan baik maka ia akan dapat menyelesaikan

permasalahn-permasalahan dalam kehidupannya.

Dengan menyadari bahwa Allah adalah zat yang maha halus dan maha mengetahui

segala sesuatu, manusia akan menyadari bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah.

Kecerdasan seperti ini perlu ditanamkan sejak dini kepada anak sehingga ia memiliki etika

otonom, yaitu etika yang berangkat dari kesadaran bahwa dirinya selalu dalam

pengawasan Allah.

(24)

Orang tua diwajibkan mengajarkan yang halal dan haram kepada anak. Seperti

halnya memakan makanan yang halal yang dibolehkan untuk dimakan oleh anak dalam

syariat Islam. Dan cara memberikan makanan yang halal juga berdampak dari bagaimana

keluarga memberikan makanan yang halal dari hasil uang yang halal pula. Jadi orang tua

pula harus bisa memberikan suatu yang terbaik dalam keluarga yaitu terutama kepada

anak. Dan mengajarkan yang haram yaitu tidak boleh memakan dan meminum makanan

yang dilarang dalam agama seperti, anjing, babi, minuman-minuman keras yang dapat

memabukan dan semua yang dilarang dalam islam. Dan bukan hanya makanan dan

minuman yang haram yag tidak boleh dilakukan oleh seorang anak tetapi perbuatan yang

tidak baik seperti mencuri dan mengambil barang bukan hak sipemilik, ini pula

diharamkan untuk dilakukan.

Maka keluarga wajib untuk mengajarkan kepada anak hal yang halal dan haram

yang baik untuk anak yang bisa membawa mereka kedalam hidup yang baik. Disinilah

keluarga berperan penting di dalam menentukan nilai Tauhid yang ditanamkan dalam

keluarga.

III. PENUTUP

Demikian deskripsi tentang pola asuh orang tua dan pengembangan keberagamaan

anak yang mencakup banyak hal baik tentang pengertian pola asuh, macam-macam pola

asuh, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak terkait dengan pola asuh,

fungsi dan tanggung jawab keluarga, dan signifikansi pendidikan Islam dalam keluarga.

Makalah ini tentu masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan koreksi akan

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang,1996), Cet Ke-15

Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010)

Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh, dan Keutamaan Wanita, (Yogyakarta: Kanisius 1990), Cet. Ke-1)

Harris Clemes, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak, (Jakarta: Mitra Utama, 1996)

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008). Cet. Ke-6

Kartini Kartono, Peran Orang Tua dalam Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992)

M. Thalib, 40 Tanggung Ja wab Orang Tua Terhadap Anak, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1995)

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwa wa san Gender. (Malang : UIN Press, 2008). Cet. Ke-1

Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2011) Cet. Ke-9

Seyyed Hossein Nasr, Tasa wuf Dulu dan Sekarang, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995), cet.I

Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004)

Theo Riyanto, Pembelajaran sebagai Proses Bimbingan Pribadi, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002)

TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1

(26)

Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan ( Jakarta : Gramedia Widiasarana, 1992), Cet. Ke-2

M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan sekolah dan keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang: 1978), Cet. IV

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, (Jakarta Pustaka Amani, 1995), Cet. I

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000). Cet. I

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2207). Cet. Ke-9

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN DIRECT INSTRUCTION TERHADAPPENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN. MATEMATISDITINJAUDARITINGKAT

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) melihat peradaban sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling),

hal ini dibuktikan secara statisik dari analisis korelasi chi-square, hasil uji analisis diperoleh nilai p = 0,01 maka dapat disimpulkan ada hubungan

[r]

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan, maka penelitian tentang optimasi parameter respon mesin cetak sistem injeksi perlu dilakukan dengan prosedur terpadu yang

Namun hasil dari pengujian ini tergantung dari jumlah wisata yang dimasukkan oleh pengguna, karena gen dari setiap kromosom merupakan representasi dari destinasi

Pada divisi pembatikan, diberikan usulan perbaikan yaitu kursi dengan tinggi yang dapat diatur ( adjustable ) sehingga kaki operator tidak tertekuk. Kursi tersebut

3 Adapun penafsiran yang dimaksud adalah adakah pengaruh model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap