• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR - TULISAN KKK 17 IPTEK BAB SELURUHNYA 11 tambah kurang website

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KATA PENGANTAR - TULISAN KKK 17 IPTEK BAB SELURUHNYA 11 tambah kurang website"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL

REPULIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Ucapan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena atas rakhmat-Nya maka Kertas Karya Kelompok (KKK) yang berjudul : “Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. KKK ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan kerjasama semua anggota kelompok E, yang berawal dari proses diskusi kelompok yang mendalam dan komprehensif berkaitan dengan perumusan masalah, pokok persoalan, kebijakan, strategi dan upaya, penyusunan alur pikir, pola pikir dan kerangka tulis materi.

Pada kesempatan ini pula, kami atas nama kelompok E, mengucapkan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang tulus kepada Bapak Tutor Pendamping diskusi Kelompok Brigjend. TNI (Purn) Ir. Agus Susarso, M. Eng Sc, MM yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan diskusi masalah ini dan Pembantu Pendamping Lettu Inf Endro Jatmoko, SE, serta kepada rekan-rekan peserta PPRA XLVIII, Lemhannas RI Tahun 2012, yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik moral dan semangat, sehingga KKK revisi ini dapat kami selesaikan sebagaimana mestinya.

Kami sepenuhnya menyadari bahwa tulisan Kertas Kerja Kelompok ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kami sangat berbesar hati untuk menerima saran ataupun masukan untuk dapat lebih menyempurnakannya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rakhmat, petunjuk, bimbingan dan perlindungan-Nya kepada kita sekalian dalam pengabdian kepada bangsa dan negara Indonesia. Aaamiiin.

Jakarta, 17 September 2012 Kelompok “E” DK-17 Ketua,

(2)

DAFTAR ISI

12

Teknologi Dalam Zoning Wilayah Saat Ini ...

23

13

Implikasi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap

Bab V

Kondisi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang Dapat Mendukung

Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa.

20

Umum ...

44

(3)

Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kontribusi

Perwujudan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian

Bangsa ...

45

23

Indikator Keberhasilan ...

47

Bab VI

Konsepsi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang Mampu

Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa.

24

Umum ...

49

25

Kebijakan ...

49

26

Strategi ...

49

27

Upaya ...

50

Bab VII

Penutup.

28

Kesimpulan ...

57

29

Saran ... ...

58

LAMPIRAN :

1. ALUR PIKIR. 2. POLA PIKIR. 3. DAFTAR PUSTAKA.

KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH GUNA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN

DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BANGSA

BAB I PENDAHULUAN 1. Umum.

Teknologi sebagaimana kita ketahui bersama dimaknakan sebagai metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau ilmu pengetahuan terapan; diartikan juga keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.1 Dari pemaknaan teknologi yang sederhana ini, dikaitkan dengan zoning wilayah maupun dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa maka peran teknologi amatlah penting dan strategis. Teknologi sebagai salah satu modal

(4)

untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efesien) dalam pengelolaan ataupun pemamfaatan zoning wilayah untuk kepentingan suatu pembangunan baik pembangunan secara nasional maupun pembangunan di daerah-daerah provinsi, Kabupaten/ Kota dan pada tingkat Desa. Seperti diketahui juga, secara sederhana zoning dimaknakan sebagai pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Pemaknaan zoning ini berkaitan erat dengan zoning regulation atau peraturan tentang zoning wilayah yang umumnya diartikan sebagai ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan atau juga dapat didifinisikan ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemamfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan pembangunan.

Zoning ini menjadi sangat penting posisinya, karena zoning akan menentukan perencanaan suatu rencana tata ruang wilayah (RTRW). Jadi RTRW merupakan out put dari pada zoning, tetapi bukanlah berarti rencana tata ruang merupakan bagian dari peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan buku manual bagi para planner (perencana) dalam menyusun rencana suatu wilayah atau kota, ketiadaan zoning dapat membuat rencana kota menjadi bersifat multi tafsir, sehingga bisa dimamfaatkan untuk tujuan yang menyimpang. Zoning merupakan dasar dalam menyiapkan suatu rencana wilayah/ kota yang bersifat operasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam prakteknya penataan ruang, peraturan zonasi atau zoning wilayah ini lebih penting kedudukannya ketimbang perencanaan, sehingga ditetapkan sebagai prioritas dalam penyusunannya. Begitu penting peraturan zonasi ini, sehingga dikatakan “better regulation without planning rather than planning without regulation”.2

Dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, salah satu cita-cita luhurnya pembangunan nasional adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pembangunanan ekonomi yang berdasarkan kepada keunggulan daya saing, pengelolaan kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa yang didukung penuh oleh kemajuan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Daya saing ini tentu saja ditujukan kepada kemampuan bangsa dalam persaingan global yang semakin

2 Website http://imazu.wordpress.com/zoning/, Arti Zoning, diunduh tanggal 14 Agustus

(5)

ketat. Oleh karenanya negara-negara industri di dunia berupaya untuk menguasai dan mengembangkan teknologi dengan meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development) dalam bidang teknologi manufaktur (manufacturing technology) dan teknologi produk (product technology). Pada umumnya negara industri maju menempuh langkah ini dalam rangka meningkatkan daya saing produknya atau paling tidak untuk mempertahankan daya saing produknya ketika dimemasuki pasaran internasional ataupun dalam memasuki pasar internasional (istilahnya technology pushed - production). Sejalan dengan persaingan yang makin ketat antar industri melalui perkembangan teknologi tersebut ternyata sistem perekonomian duniapun mengalami pergeseran menuju kearah terbentuknya sistem ekonomi global.

Dari pemaknaan teknologi sebagai salah satu modal dalam mencapai suatu tujuan yang praktis atau sebagai ilmu pengetahuan terapan, kemudian dikaitkan dengan kegunaan atau posisi penting zoning wilayah dalam menentukan perencanaan tata ruang wilayah sebagai salah satu dasar perencanaan pembangunan, maka pemamfaatan teknologi ataupun ilmu pengetahuan terapan dalam zoning wilayah sangatlah penting sebagai upaya mempercepat proses pembangunan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih-lebih apabila hal ini kita kaitkan dengan upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Jika dikaitkan dengan salah satu tujuan atau embanan nasional khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum atau masyarakat; pemerintah memiliki strategi, program dan kegiatan-kegiatan untuk berupaya menjamin ketersediaan akan pangan bagi masyarakat sampai pada level individu dalam kaitannya dengan ketahanan pangan. Ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya (dalam hal ini diantaranya adalah mutu gizinya), aman, merata dan terjangkau (bisa dibeli masyarakat), tidak bisa tidak haruslah diwujudkan secara berdaulat atau mengutamakan produksi sendiri sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemandirian bangsa. Bertitik tolak dari program pemerintah ini maka tulisan kertas karya kelompok ini merumuskan pokok permasalahannya adalah : Bagaimana kontribusi teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa ?.

2. Maksud dan Tujuan.

(6)

ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan masukan yang bersifat konseptual strategis dalam upaya memamfaatkan teknologi (ilmu pengetahuan terapan) guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

3. Ruang Lingkup dan Sistimatika.

Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada kontribusi teknologi ataupun ilmu pengetahuan terapan dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan. Tata urut penulisan naskah ini disusun sebagai berikut :

a. BAB I; Pada bab ini diuraikan secara singkat garis besar latar belakang makalah, Maksud dan Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup dan Tata Urut serta beberapa Pengertian yang terkait dengan judul penulisan. b. BAB II; Bab ini membahas dasar-dasar pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam menyusun makalah dan digunakan sebagai instrumental input dalam pemecahan persoalan berupa paradigma nasional yang meliputi Landasan ldiil Pancasila, Landasan UUD Negara RI 1945, Landasan Visional Wawasan Nusantara, dan Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional dan Landasan Operasional peraturan perundang-undangan yang terkait serta teori yang relevan dan tinjauan pustaka.

c. BAB III; Pada bab ini dibahas tentang kondisi kontribusi teknologi dalam zoning wilayah saat ini, dan implikasinya terhadap mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta mengindentifikasi permasalahan yang dihadapi.

d. BAB IV; Pada bab ini diuraikan tentang perkembangan lingkungan strategis yang mencakup Lingkungan Global, Lingkungan Regional, dan Lingkungan Nasional, berikut Peluang dan Kendala yang mempengaruhi kontribusi teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

(7)

teknologi atau ilmu pengetahuan terapan guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa yang berisikan kebijakan yang ditempuh, strategi yang diterapkan dan upaya yang dilakukan.

g. BAB VII; Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan beberapa saran yang dikemukakan.

4. Metode dan Pendekatan.

Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, yakni menyajikan data maupun informasi yang berkaitan dengan materi permasalahan, sekaligus analisis yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan (library research), serta menerapkan pendekatan komprehensif integral dan holistik dengan menggunakan pisau analisis Ketahanan Nasional dengan beberapa gatra di dalamnya.

5. Pengertian.

Untuk menghindari perbedaan persepsi, dalam naskah ini dicantumkan beberapa pengertian sebagai berikut :

a. Pemerintah dalam kamus besar bahasa Indonesia dimaknakan sebagai : (1) sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya; (2) sekelompok orang yg secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; (3) penguasa suatu negara, bagian negara; (4) badan tertinggi yang memerintah suatu negara, seperti kabinet merupakan suatu pemerintah.3 Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah, adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.4

b. Tehnologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau keseluruhan sarana untuk menyediakan

3 Website http://www.artikata.com/arti-344810-perintah.html, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.

(8)

barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.5

c. Zoning adalah pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Penggunaan istilah zoning berhubungan erat dengan istilah zona dan zoning regulation. Zona adalah sebagai kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik. Zona dalam Kamus Besar Indonesia diartikan : (1) Salah satu dari lima bagian besar permukaan bumi yang dibatasi oleh garis khayal di sekeliling bumi, sejajar dengan khatulistiwa, yaitu satu zona tropik, dua zona sedang dan dua zona kutub; jalur iklim; (2) Daerah yang ditandai dengan kehidupan jenis binatang atau tumbuhan tertentu yang juga ditentukan oleh kondisi tertentu disekitarnya; (3) Daerah dalam kota dengan pembatasan khusus; kawasan industri sama dengan zona industri.6 Sedangkan zoning regulation diartikan sebagai ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan atau juga didifinisikan ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemamfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan pembangunan.

d. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

e. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

5 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke Tiga, Balai Pustaka, 2007, hal. 1158.

(9)

aspek administratif dan/ atau aspek fungsional. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

f. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.7

g. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.8

h. Kemandirian diartikan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Padanan katanya independent, otonom, swasembada, sendiri dan bebas. Dalam pembelajaran “Implementasi Sismennas Dalam Penyelengaraan Negara Guna Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” yang disampaikan oleh Mayjend. TNI (Pur) SHM Lerrick, kemandirian bangsa tidak berarti bahwa segala upaya pembangunan diprogramkan dan dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kebutuhan pangan nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja, tetapi impor pangan tetap dibutuhkan tanpa mengorbankan produk-produk pangan nasional. Kemandirian

7 ______ UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (2).

(10)

Bangsa diartikan sebagai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara melalui kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Suatu bangsa dikatakan mandiri apabila proses penyelenggaraan bernegara diarahkan sepenuhnya bagi kepentingan bangsa itu sendiri dan dilakukan oleh seluruh komponen bangsa secara berdaulat. Bangsa yang mandiri dikatakan jika : (1) Mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan sumber daya yang dimiliki, (2) Mampu memecahkan persoalan yang dihadapi, (3) Mampu mengembangkan inovasi dan riset di berbagai bidang dan (4) Memiliki keunggulan dan daya saing. 9 Ir. Soekarno (Presiden I R.I), dalam pidato peringatan HUT Kemerdekaan R.I Tahun 1965 menyampaikan konsep berdikari atau “berdiri di atas kaki sendiri”. Menurut beliau untuk berdikari ada tiga prinsif utama, yaitu (1) Berdaulat dibidang politik, (2) Berdikari dalam bidang ekonomi dan (3) Berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga hal ini tidak bisa dipisahkan, saling kait mengkait.

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

6. Umum.

Seperti telah disinggung di atas bahwa penggunaan teknologi atau ilmu pengetahuan terapan dalam zoning wilayah adalah sebagai salah satu cara agar segala sesuatu yang dijalankan dalam proses pembangunan menjadi lebih efektif dan efesien, teknologi digunakan untuk kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia itu sendiri. Tentu saja penggunaan teknologi maupun ilmu pengetahuan terapan tersebut tidaklah boleh sembarangan, tetapi harus dikaitkan dengan situasi dan kondisi dimana teknologi tersebut akan digunakan. Seperti misalnya secara struktur apakah kapasitas sumber daya manusia (SDM) sudah memadai, apakah sarana dan prasarana lainnya telah mendukung, secara substansi apakah sudah ada landasan operasionalnya atau peraturan perundang-undangannya telah mendukung dan secara kutur apakah budaya masyarakat mendukung atas penggunaan teknplogi tersebut. Khusus masalah penggunaan teknologi dalam

(11)

zoning wilayah, menurut penulis tentunya harus juga dikaitkan dengan tujuan dari pada zoning wilayah tersebut, yaitu : (1) Mengatur kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan, mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan tanah dan menentukan tindakan atas suatu satuan ruang, (2) Melindungi kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat, (3) Mencegah kesemerawutan, menyediakan pelayanan umum yang memadai serta meningkatkan kualitas hidup, (4) Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan dan (5) Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasilguna serta mendorong peran serta masyarakat. 10

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka penggunaan teknologi dalam zoning wilayah dalam tatanan kehidupan nasional saat ini dan dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara, tentu saja sangatlah dibutuhkan. Dalam operasionalisasinya penggunaan teknologi dalam zoning wilayah tentu saja haruslah berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional, yang merupakan empat komponen Paradigma Nasional; serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional (RPJPN) 2005-2025, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai pelaksanaan RPJPN 2005-2025 dalam kurun waktu lima tahun (RPJMN 2010-2014). Oleh karena itu, Paradigma Nasional sangatlah relevan difungsikan sebagai landasan pemikiran dalam upaya penggunaan teknologi dalam zoning wilayah untuk mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, diperlukan peraturan perundang-undangan serta teori dan tinjauan pustaka untuk mendukung kebenaran proses.

7. Paradigma Nasional.

a. Pancasila sebagai Landasan Idiil.

Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila memegang peranan penting yang dapat menyadarkan rakyat Indonesia bahwa hakekat hidup pada dasarnya adalah keterkaitan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Pancasila memberikan pemahaman bahwa kodrat manusia ialah sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, Pancasila merupakan penuntun dan pengikat moral serta norma sikap dan tingkahlaku Bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(12)

a. UUD Negara R.I 1945 (Amandemen) sebagai Landasan Konstitusional.

UUD Negara RI 1945 merupakan keputusan politik nasional yang dituangkan dalam norma-norma konstitusi dalam rangka menentukan sistem dan pemerintahan negara. Seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara dengan demikian tercakup dalam pengaturan yang tertuang dalam perundang-undangan berdasarkan konstitusi. Negara RI bukanlah negara kekuasaan yang dilaksanakan dengan sistem totaliter, karena penyelenggaraan negara didasarkan atas hukum. Dengan demikian, kekuasaan hanya dilaksanakan melalui pengaturan menurut hukum yang berlaku.

Hukum sebagai pranata sosial disusun bukan untuk kepentingan kekuasaan golongan maupun perorangan, namun untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia agar dapat berfungsi sebagai penjaga ketertiban bagi seluruh rakyat. Sebagai landasan konstitusional UUD Negara RI 1945 merupakan sumber hukum yang menuntun bagaimana penerapan hukum atau pelaksanaan kebijakan yang diantaranya untuk mewujudkan penggunaan teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan maupun sinergitas antar instansi pemerintah guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional.

(13)

melalui pembangunan nasional di tengah-tengah keanekaragaman. Penerapan tehnologi dalam zoning wilayahpun seharusnyalah juga berwawasan untuk menyatukan Indonesia sebagai sebuah satu kesatuan, bukan sebaliknya terpecah-pecah dan tidak ada integrasinya.

d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional.

Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan kehidupannya, eksistensinya dan untuk mewujudkan tujuan berdasarkan ideologi nasionalnya perlu memiliki pemahaman ideologi nasional, konstitusi, wawasan geopolitik dan dalam implementasinya diperlukan suatu geostrategi. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, selaras dan berkeadilan dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berdasarkan Pancasila, UUD Negara RI 1945 dan Wawasan Nusantara.

Ketahanan Nasional harus diwujudkan dan dibina secara dini dan terus menerus serta sinergis, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional berdasarkan pemikiran geostrategi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan geografi Indonesia. Pemikiran tersebut merupakan konsepsi Ketahanan Nasional yang dapat digunakan untuk melandasi penggunaan teknologi yang berkaitan dengan zoning wilayah maupun penataan ruang ataupun geografi Indonesia sebagai wadah untuk melaksanakan pembangunan. 8. Peraturan Perundang-undangan.

(14)

upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dikatakan juga bahwa UU No. 26 Tahun 2007 ini didasarkan pada perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional, yang menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila. UU ini dibuat juga sebagai upaya untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah. Penataan ruang ini dikatakan juga didasarkan kepada geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.

(15)

26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan beberapa Peraturan Presiden seperti Perpres No. 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, beberapa Peraturan Menteri seperti Permen PU Nomor : 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Tehnis Analisis Aspek Phisik dan Lingkungan, Ekonomi, Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Permen PU Nomor : 11/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Perda Tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/ Kota beserta rencana rincinya.

b.

Undang-undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi. UU ini mengatur masalah lembaga Litbang khususnya yang ada di setiap Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang yang dibentuk secara khusus, badan usaha dan lembaga penunjang. Walaupun sudah ada UU ini tetapi penerapannya masih sangat minim sekali, apalagi dalam penerapannya untuk zoning wilayah.

c.

Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU ini mengatur tentang pangan yang pembuatannya didasarkan pada beberapa pasal dalam UUD 1945 (amandemen), yaitu : pasal 5 (1) tentang hak Presiden mengajukan rancangan UU, pasal 20 (1) tentang kekuasaan DPR membentuk UU, pasal 27 (2) tentang hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaannya dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal 33 tentang perekonomian negara disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

UU ini bertujuan mengatur, membina dan mengawasi masalah pangan agar : 1) Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. 2) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan 3) Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.11

Undang-undang tentang Pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Sebagai landasan hukum di bidang pangan, undang-undang ini dimaksudkan

(16)

menjadi acuan dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.

d.

Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. PP ini dibuat atas dasar UUD 1945 (amandemen) pasal 5 (2) dan sebagai penjabaran dari UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. PP No. 68/ 2002 ini juga mengatur tentang ketersediaan pangan, cadangan pangan nasional, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, pengendalian harga, peran pemerintah daerah dan masyarakat. Peran pemerintah daerah dijelaskan sebagai berikut : Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Dalam mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggara-an ketahanan pangan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan : 1) Memberikan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketahanan pangan; 2) Membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan; 3) Meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyeleng-garaan ketahanan pangan; 4) Meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan.

e.

Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini mengatur perencanaan jangka panjang untuk kurun waktu 20 tahun, pembangunan jangka menengah untuk kurun waktu 5 tahun, dan pembangunan tahunan.12 Sebagaimana dikemukakan dalam pembelajaran Sismennas

(17)

UU Sisren Bangnas ini merupakan salah satu ujud dari implementasi Sistem Informasi Nasional atau Simnas dalam Sistem Manajemen Nasional. Dalam UU ini yang berkaitan dengan masalah ruang dikemukakan dalam pasal 31, yaitu Perencanaan Pembangunan Nasional dilaksanakan berdasarkan data dan informasi (spasial dan nonspasial) yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan, yang berarti peran teknologi sangatlah penting dan dibutuhkan dalam zoning wilayah/ penataan ruang.

f.

Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN. Dalam konteks kontribusi tehnologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan, di dalam RPJMN 2005-2025 memuat tema aspek wilayah/spasial haruslah diintegrasikan ke dalam, dan menjadi bagian, kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan.

g.

Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014. Di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditentukan visinya adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan yang memiliki program aksi sebelas prioritas pembangunan nasional dan tiga prioritas lainnya, dimana prioritas ke-lima adalah ketahanan pangan.

(18)

penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi; 4) Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi: Dorongan untuk investasi pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau; 5) Pangan dan Gizi: Peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui peningkatan pola pangan harapan; 6) Adaptasi Perubahan Iklim: Pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim.

h.

Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan. Untuk lebih mengoptimalkan tugas Dewan Ketahanan Pangan serta menyesuaikan fungsi dan tugas Dewan Ketahanan Pangan dengan perkembangan keadaan saat ini, dipandang perlu mengatur Dewan Ketahanan Pangan dimaksud. Perpres No. 83/ 2006 ini mengatur tentang pembentukan, tugas dan susunan organisasi Dewan Ketahanan Pangan. Ketuanya ditentukan adalah Presiden R.I, Ketua Harian adalah Menteri Pertanian dan Sekretaris Dewan adalah Kepala Badan Ketahanan Pangan Kemtan. Anggotanya adalah 18 Kementerian/ Lembaga dan Badan. Diatur juga tentang Sekretariat, kelompok kerja dan struktur Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/ Kota.

9. Landasan Teori.

(19)

ilmu pengetahuan selalu mulai dari keadaan muka bumi untuk kemudian beralih pada studi masing-masing.

GAMBAR POHON ILMU PRESTON E. JAMES

Ini menunjukkan bahwa ruang sebagai sesuatu yang penting bagi kehidupan umat manusia maupun makluk hidup lainnya sebagaimana dikatakan ruang sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

b. Teori Induced Technological Change. Teori ini berpendapat bahwa perubahan teknologi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi lain, seperti perubahan faktor permintaan dan pertumbuhan (Dixon, 1997: 1518). Dalam teori induced technological change, menurut Ruttan (1997:1520-1526), ada tiga tradisi utama yang mencoba untuk mengkon-frontasikan dampak-dampak perubahan dalam lingkungan ekonomi terhadap perubahan tingkat atau arah perubahan teknologi. Tiga tradisi tersebut, sebagaimana direview oleh Ruttan, adalah sebagai berikut : Pertama, tradisi tarikan permintaan (demand pull), yang menekankan pentingnya perubahan permintaan pasar terhadap pengetahuan dan

(20)

teknologi. Griliches (1957) menunjukkan peran permintaan dalam menentukan waktu dan lokasi penemuan. Schmooker (1962, 1966) menyimpulkan bahwa permintaan lebih penting dalam mendorong penemuan daripada kemajuan ilmu pengetahuan. Kedua, tradisi teori pertumbuhan atau ekonomi makro. Tradisi ini muncul dari perdebatan pada awal 1960-an mengenai alasan stabilitas dalam pangsa faktor pada kondisi tingkat kenaikan upah yang sangat cepat. Keterbatasan utama dari versi teori pertumbuhan ekonomi adalah batas kemungkinan inovasi (Innovation Possibility Frontier) yang tidak masuk akal Menurut Kennedy, bentuk dari Innovation Possibility Frontier tidak tergantung pada bias jalur perubahan teknologi. Selama perubahan teknologi tidak ada efek trade off antara perubahan teknologi yang disebabkan tenaga kerja dan kapital. Ketiga, tradisi ekonomi mikro. Model mikro dibangun pada awal pengamatan yang dilakukan oleh Hicks. Hicks mengatakan bahwa perubahan relatif harga faktor-faktor produksi mendorong inovasi dan penemuan sesuatu yang diarahkan pada penggunaan faktor yang digunakan relatif lebih mahal menjadi ekonomis (Hicks, 1932: 124-5). Model ini digerakkan oleh perubahan eksogen dalam lingkungan ekonomi dimana perusahaan-perusahaan atau agen riset publik menemukan perubahan eksogen tersebut oleh diri mereka sendiri. Model ekonomi mikro dihasilkan oleh sejumlah besar penelitian empiris dan bermanfaat untuk mengklarifikasi proses historis suatu perubahan, terutama pada tingkat industri atau sektor di dalam atau antar negara (Hayami and Ruttan, 1970, 1971, 1985; Binswanger, 1974; Binswanger and Ruttan, 1978; Thirtle and Ruttan, 1987). Kelemahan utama dari model ekonomi mikro adalah bahwa mekanisme internalnya; mempelajari, meneliti, dan proses formal R and D, masih tetap di dalam “kotak hitam”. 13

10. Tinjauan Pustaka.

Prof. Dr. Ahmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian) maupun Dr. Ir. Hermanto, MS Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian menyampaikan dalam makalah ilmiahnya yang disampaikan di depan peserta Lemhannas PPRA XLVIII-2012 di Lemhannas R.I tanggal 28 Agustus 2012 dan 28 Maret 2012, bahwa sistem ketahanan pangan

(21)

nasional ditentukan oleh tiga aspek, yaitu aspek ketersediaan, keterjangkauan dan konsumsi pangan. Ketiga aspek ini dipengaruhi juga oleh kebijakan ekonomi dan kebijakan pangan serta kebijakan otonomi dan desentralisasi akan pangan. Disamping itu ditentukan juga oleh sumber daya, antara lain seperti ketersediaan lahan, air irigasi, SDM, tehnologi, kelembagaan dan budaya.

Kondisi ketahanan pangan ini juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti kondisi penduduk, perubahan iklim, kinerja ekonomi, dinamika pasar sektor non pangan maupun pangan sendiri di dalam negeri maupun luar negeri dan shock atau bencana.

Tentu saja pendapat ini menurut penulis sangatlah benar adanya. Akan tetapi berdasarkan pemahaman lebih lanjut bila dikaitkan dengan pendekatan manajemen dalam sistem manajemen nasional (Sismennas), kepemimpinan nasional dan pemberdayaan masyarakat, ketahanan pangan tidak hanya ditentukan oleh ketiga aspek tersebut (ketersediaan, keterjangkauan dan konsumsi), tetapi juga ditentukan oleh dua aspek lainnya yang relatif berdiri sendiri sebagai aspek yang mempengaruhi ketahanan pangan, yaitu : aspek pemberdayaan masyarakat dan aspek manajemen. Aspek pemberdayaan masyarakat ini misalnya keterbatasan sarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang membutuhkan, keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha seperti pendanaan, tehnologi, informasi pusat dan sarana prasarana yang menyebabkan masyarakat kesulitan memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarakat yang selama ini bersifat top-down karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan. Belum berkembang-nya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat dalam mendeteksi kerawanan pangan dan gizi pada tingkat masyarakat.

(22)

diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan. Disini berarti peran teknologi sangatlah dominan. (2) Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan. (3) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.

BAB III

KONDISI KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH, IMPLIKASI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH TERHADAP PERWUJUDAN

KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA

11. Umum.

(23)

yang menguraikan bahwa perubahan teknologi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, seperti faktor permintaan dan pertumbuhan. Dengan demikian pembangunan ekonomi yang membutuhkan ruang sesuai ketentuan sangatlah bergantung pada penggunaan teknologi itu sendiri. Di bawah ini akan diuraikan bagaimana kondisi saat ini dan permasalahan-permasalahan yang ada, khususnya dalam penggunaan teknologi dalam zoning wilayah maupun ketahanan pangan.

12. Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Saat Ini.

Seperti telah dijelaskan bahwa zoning wilayah ini amatlah penting, karena merupakan dasar dalam proses penyusunan perencanaan suatu wilayah/ Kota, yang dalam UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang keluarannya adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/ Kota masing-masing daerah. Jika kita lihat kontribusi penggunaan teknologi dalam zoning wilayah ini masih sangatlah minim. Kondisi tersebut dapat kita lihat dari berbagai data yang menunjukkan masih belum optimalnya output dari pada zoning wilayah yang ditandai dengan produk-produk peraturan daerah (Perda) RTRW masing-masing sebagai landasan pembangunan daerah tersebut dalam menggunakan ruang atau geografi mereka.

Sebagai sebuah data untuk melaksanakan amanat UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang mengamanatkan bahwa paling lambat dua tahun sejak diundangkannya UU No. 26/ 2007 tanggal 26 April 2007 maka setiap Provinsi harus sudah selesai menyusun RTRW Provinsi masing-masing dan dalam waktu tiga tahun paling lambat untuk Kabupaten dan Kota harus sudah selesau menyusun RTRW masing-masing. Tetapi kenyataannya masih sangat kecil baik Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang sudah selesai menyusun RTRW masing-masing dalam bentuk Peraturan Daerah. 14

TABEL 1 : STATUS RTRW PROVINSI

(24)

Sumber : Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU, 2010 15

Dari data di atas, sampai pada bulan Oktober 2010 yang lalu, dari 33 (tiga puluh tiga) Provinsi, baru 6 (enam) Provinsi yang sudah selesai membuat RTRW Provinsi dan sudah dalam bentuk Peraturan Daerah, sedangkan yang lain masih dalam proses dan bahkan ada yang sama sekali belum melakukan revisi.

TABEL 2 : STATUS RTRW KABUPATEN/ KOTA

Sumber : Dirjend Penataan Ruang Kementerian PU, 2010 16

Data di atas menunjukkan dari 502 (lima ratus dua) Kabupaten/ Kota, baru 12 (dua belas) Kabupaten/ Kota yang sudah memiliki Perda RTRW, selebihnya masih dalam proses, bahkan ada yang sama sekali belum membuat (belum revisi).

Masih lemahnya penggunaan teknologi dalam zoning wilayah ini dapat juga kita lihat dari penyalahgunaan ruang atau lahan yang sudah dizoning sebagai persawahan, kemudian beralih fungsi untuk perumahan, industri maupun perkantoran. Demikian juga untuk kota-kota besar terjadi peralihan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup mengkhawatirkan kita, apabila hal ini tidak diatasi.

TABEL 3 : PENGALIHAN LAHAN SAWAH

(25)

Sumber : Dirjend Penataan Ruang Kementerian PU, 2010 17 TABEL 4 : PERUBAHAN RTH DI DKI JAKARTA

Sebagai sebuah kenyataan, bahwa geografi Indonesia juga merupakan pertemuan dari tiga lempeng tektonik dunia, sehingga Indonesia juga rawan bencana maupun rawan gempa. Sebagai sebuah data dapat dilihat dari data di bawah ini.

TABEL 5 : POSISI INDONESIA PADA TIGA LEMPENG TEKTONIK

17 Ibid, Slide 12.

(26)

Sumber : Drs. Sukendra Martha, M.Sc., MappSc, Tajar Bidang Geografi Lemhannas R.I.

Dalam pembelajaran yang diberikan oleh Prof. Didin S Damanhuri 18 pada saat ceramah di depan peserta Lemhannas PPRA XLVIII tanggal 15 Juni 2012, beliau menyampaikan bahwa kondisi pangan Indonesia saat ini secara umum sebagai berikut :

a. Ketergantungan pada pangan impor meningkat. b. Kualitas pangan rakyat kita relatif masih kurang baik.

c. Bangsa kita sedang digiring untuk menjadi pemakan produk pangan berbahan baku gandum.

d. Indonesia memang belum memiliki politik pertanian/ pangan. TABEL 6 : JALUR GEMPA DUNIA DAN INDONESIA

Sumber : Drs. Sukendra Martha, M.Sc., MappSc, Tajar Bidang Geografi Lemhannas R.I.

Lebih lanjut Prof. Dr. Didin S Damanhuri menyampaikan tentang kondisi kerawanan pangan diberbagai daerah sebagai berikut :

a. Dari 346 kabupaten yang dianalisis Dewan Ketahanan Pangan (DKP) terdapat 100 kabupaten yang memiliki tingkat resiko kerentanan pangan yang tinggi dan memerlukan skala prioritas penanganan.

b. Di antara 100 kabupaten berperingkat terbawah yang disebut dalam Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2009 tersebut dibagi lagi menjadi tiga wilayah prioritas, yakni: prioritas 1, prioritas 2 dan prioritas 3.

18 Prof.Dr.Didin S Damanhuri, Tenaga Ahli Pengajar Bidang Ekonomi Lemhannas, Guru Besar Fakultas Ekonomi IPB, Salah seorang Pendiri INDEF (Institute for Development Economics & Finance), Pengamat Ekonomi dan lain-lain.

(27)

c. Ada 30 Kabupaten yang termasuk Prioritas 1 untuk mendapatkan penanganan, yakni sebagian besar kabupaten tersebar di Indonesia bagian Timur, terutama di Papua (11 kab), NTT (6 kab) dan Papua Barat (5 kab). Total jumlah penduduknya mencapai 5.282.571 jiwa.

d. Yang termasuk Prioritas 2 terdapat 30 Kabupaten, yakni sebagian besar terdapat di Kalimantan Barat (7 kab), NTT (5 kab), NAD (4 kab), dan Papua (3 kab). Total jumlah penduduknya mencapai 7.671.614 jiwa.

e. Yang termasuk Prioritas 3 terdapat 40 Kabupetan, yakni sebagian besar terdapat di Kalimantan Tengah (6 kab), Sulawesi Tengah (5 kab) dan NTB (4 kab). Total jumlah penduduk di wilayah Prioritas 3 ini

Daging sapi 25 % ( K.L 600.000 ekor)

Gula 30 % (K.L 1,3 juta ton)

Sumber : Prof. Dr. Didin S Damanhuri, Kuliah Ilmiah PPRA XLVIII, 2012

13. Implikasi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Perwujudan Ketahanan Pangan dan Implikasi Perwujudan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa.

Beranjak dari pemaknaan teknologi itu sendiri, yakni metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau penerapan dari pada ilmu pengetahuan itu sendiri dalam proses pembangunan untuk kelangsungan dan kenyamanan manusia itu sendiri, maka apabila kita kaitkan dengan zoning wilayah dalam arti praktisnya menjaga agar ruang ataupun lahan tidak dialih fungsikan secara sembarangan, maka penggunaan teknologi juga akan memberikan kontribusi terpeliharanya lahan sesuai zoningnya dengan baik. Artinya jika zoning wilayahnya diperuntukkan untuk lahan atau ruang pertanian, tidak akan dengan mudah dipindah fungsikan karena hanya kehendak dari investor atau konglemerat atau kapitalis pemilik modal.

(28)

Berdasarkan beberapa tabel diatas, yang menunjukkan masih tingginya peralihan lahan sawah untuk pertanian kepada fungsi lainnya, yang berkorelasi langsung dengan ketahanan pangan, khususnya pada aspek ketersediaan pangan (produksi), maka apabila penggunaan teknologi yang baik dalam zoning wilayah, asumsinya peralihan lahan sawah akan semakin berkurang atau berhenti sama sekali. Dengan demikian salah satu faktor menurunnya produksi pangan akan teratasi. Belum lagi jika penggunaan teknologi ini diterapkan dalam pengolahan lahan dalam konteks intensifikasi lahan, maka akan semakin memberikan kontribusi pada peningkatan produksi pangan. Lebih jauh program seperti pengadaan lahan pertanian dua juta hektar atau surplus produksi gabah sepuluh juta ton pada tahun 2014 bukanlah sesuatu yang mustahil dan sangat realistis.

Lebih lanjut, seperti telah juga dikemukakan di atas bahwa sistem ketahanan pangan itu mencakup aspek-aspek ketersediaan pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen. Dari tiap tiap aspek ini dapat kita lihat permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut :

1) Aspek ketersediaan pangan. Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor teknis dan sosial-ekonomi. Secara tehnis hal-hal yang mempengaruhi produksi ini misalnya : a) Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti industri dan perumahan, laju 1% setiap tahun. b) Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien. c) Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin menurun.

(29)

distribusi dan harga pangan. b) Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.

3) Aspek konsumsi pangan. Faktor teknis : a) Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya pangan local. b) Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal. Faktor Sosial-ekonomi : a) Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60 kg, Jepang 50 kg. b) Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangga.

4) Aspek pemberdayaan masyarakat. Aspek ini diantaranya melingkupi hal-hal sebagai berikut : a) Keterbatasan rasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang membutuhkan. b) Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha. c) Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarakat yang selama ini bersifat top-down karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan. d) Belum berkem-bangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.

(30)

Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah : a) Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan. b) Belum adanya jaminan perlin-dungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan. c) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.

Dari uraian permasalahan aspek-aspek ketahanan pangan di atas hampir setiap aspek dapat disentuh dengan peran teknologi. Misalnya pada aspek ketersediaan pangan (produksi) ada pada teknologi produksi itu sendiri. Pada aspek distribusi juga sangat jelas sekali membutuhkan penerapan teknologi misalnya untuk pengang-kutan dalam distribusi pangan. Pada aspek konsumsi, sentuhan teknologi yang visibel adalah pada teknologi dan industri pangan yang berbasis sumber daya lokal. Aspek pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian pasilitas yang memadai terhadap masyarakat miskin dalam penggunaan teknologi dan informasi pasar misalnya. Sedangkan aspek manajemen biasanya pada kemudahan dan keterbukaan dalam mengakses informasi yang akurat, konsisten, dapat dipercaya dan mudah dengan menggunakan teknologi informasi seperti online ataupun jejaring sosial lainnya.

b. Implikasi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Kemandirian Bangsa.

Sebagaimana dimaknai bahwa kemandirian bangsa sebagai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara melalui kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari, maka sesungguhnya kondisi ketahanan pangan adalah bagian dari pada kemandirian bangsa itu sendiri. Artinya ketahanan pangan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi bangsa, jika terwujud akan memberikan kontribusi besar pada terwujudnya kemandirian bangsa. Penggunaan teknologi dalam zoning wilayah tidak saja akan mewujudkan ketahanan pangan tetapi akan memperkuat kemandirian bangsa dan ketahanan nasional.

(31)

diberbagai bidang dan memiliki keunggulan serta daya saing, maka kontribusi teknologi adalah sesautu yang wajib sifatnya. Artinya penggunaan teknologilah sebagai salah satu modal untuk mempercepat proses pembangunan dan pencapaian kemandirian itu sendiri. Lebih lanjut jika kita kaitkan dengan konsep prinsif-prinsif berdikari founding father Presiden R.I pertama Ir. Soekarno, khususnya pada prinsif berkepribadian dalam kebudayaan, maka penggunaan atau budaya teknologi masuk dalam ranah ini. Artinya juga bahwa budaya penggunaan teknologi harus juga memperhatikan pada hasil pengembangan R and D serta kemampuan sendiri. Dengan demikian unsur kemandirian dan kedaulatan akan sangat dirasakan dalam arti penggunaan teknologi tidaklah terlalu tergantung pada negara lain secara penuh.

14. Permasalahan yang Ditemukan.

Dari uraian di atas tentang kondisi kontribusi teknologi dalam zoning wilayah saat ini, yang juga sebagian digambarkan dalam tabel-tabel seperti status RTRW pada tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota, besarnya peralihan fungsi lahan atau ruang sawah ataupun ruang terbuka hijau, posisi geografi yang berada pada rawan bencana, maka pokok permasalahan dalam Kertas Karya Kelompok (KKK) ini adalah : Bagaimana Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa ?.

Dari rumusan pokok permasalan tersebut di atas dan memperhatikan berbagai hal kondisi kontribusi teknologi dalam zoning wilayah atau rencana tata ruang wilayah pada umumnya, maka pokok-pokok persoalannya antara lain adalah :

(32)

b. Masih lemahnya kapasitas SDM baik aparat yang menangani teknologi zoning wilayah atau RTRW, aparat yang menyusun RTRW pada tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota maupun masyarakat petani dalam penggunaan teknologi pertanian sesuai dengan zoning wilayah. Hal ini berkaitan dengan tingkat pemahaman para SDM tentang bagaimana menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota serta implementasinya yang masih tidak sesuai dengan rencana yang dibuat dan penerapan teknologi dalam zoning wilayah maupun SDM petani dalam menggunakan tekonologi pertanian sesuai dengan zoning wilayah.

c. Lemahnya sinergitas Kementerian terkait dan lembaga non kementerian maupun Pemda otonom terhadap zoning wilayah atau penataan ruang. Hal ini berkaitan dengan seringnya terjadi arogansi setiap kementerian ataupun lembaga yang memiliki unsur pelaksana di daerah seperti misalnya Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, BPN dan Pemda Provinsi, Kabupaten dan Kota yang tidak sinkron. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadi kelambatan dalam penyusunan rencana tata ruang Provinsi, Kabupaten dan Kota atupun sulitnya zoning wilayah. Hal lain yang berkaitan dengan sinergitas ini adalah pemberian ijin suatu ruang tertentu untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan fungsinya seperti lahan sawah atau ruang terbuka hijau untuk industri, perumahan dan perkantoran. Hal lain adalah perluasan suatu zoning wilayah atau ruang tertentu seperti perluasan ruang untuk hutan oleh Pemda atau Kementerian Kehutanan secara arogansi atau sepihak, sehingga dapat menimbulkan konflik baik antar pemerintah dan dengan masyarakat. d. Masih lemah atau belum optimalnya Pengawasan dan penegakan hukum tentang penataan ruang. Hal ini berkaitan dengan peran unsur pengawas baik ditingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota dibidang Penataan Ruang secara berjenjang serta penegakan hukum baik oleh Polri maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil di ligkungan Kementerian PU ataupun pada level Provinsi, Kabupaten dan Kota.

(33)

maupun non phisik relatif besar, misalnya bencana gunung meletus, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor dan lain-lain. Dengan demikian adalah sebagai keharusan setiap perencanaan tata ruang wilayah maupun rencana pembangunan suatu zona tertentu haruslah memperhatikan mitigasi bencana.

BAB IV

(34)

Perkembangan lingkungan global merupakan dinamika internasional yang mendunia, mempengaruhi dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam di suatu negara. Perkembangan global ini pada satu sisi dapat menjadi peluang tetapi disisi lain dapat pula menjadi penghambat atau kendala upaya suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini juga tentu berpengaruh pada isue penggunaan teknologi dalam zoning wilayah ataupun penyusunan rencana tata ruang wilayah maupun dalam pemamfaatan ruang tersebut disuatu wilayah. 16. Pengaruh Perkembangan Global.

a. Pengaruh Global Amerika Serikat.

Pada tahun 2012 ini Amerika Serikat (A.S) masih menjadi satu-satunya kekuatan adidaya di dunia, walaupun terjadi persaingan dan peningkatan pengaruh global dari China dan Rusia, namun demikian posisi dan kepentingan nasionalnya cenderung dijadikan kepentingan global untuk mengintervensi negara-negara lain termasuk Indonesia, dengan alasan keamanan dan perdamain dunia. A.S secara politik tampil sebagai negara yang memiliki kemampuan dan keunggulan, baik dalam bidang tehnologi, ekonomi maupun kekuatan militer. Hal ini sejalan dengan visi mereka “Global Enggement” dimana dengan kekuatan dan kemampuannya itu A.S senantiasa hadir dalam segala persoalan strategis yang ada diseluruh penjuru dunia, termasuk pada tahun 2012 ini A.S sedang menyiapkan perisai di kawasan Asia Pasifik, Asia Selatan dan Timur Tengah dalam melindungi kawasan dari senjata rudal Iran dan Korea Utara, serta mempengaruhi pemilihan Presiden Bank Dunia yang dapat menuruti kepentingan A.S, sehingga dianggap oleh negara-negara lain sebagai polisi dunia. Kondisi ini tentu berpengaruh juga bagi perubahan dan dinamika politik dan keamanan di Indonesia, termasuk dalam penggunaan zona/ ruang atau geografi Indonesia.

b. Pengaruh Perekonomian Global.

(35)

anggaran dan perdagangan A.S yang melemahkan posisi mata uang Dollar sebagai mata uang internasional. Di tahun 2012 ini kemunduran A.S akan semakin tajam terutama karena terjadinya krisis utang A.S yang berhimpitan dengan krisis utang Eropa.

Walaupun terjadi krisis perekonomian di Eropa, namun diprediksi bahwa dalam tahun 2012, perekonomian global akan didorong oleh kemajuan perekonomian Asia, khususnya China dan India. Di kawasan Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi akan berkisar 5,6 s/d 6,8 persen, dengan motor penggerak Indonesia, Vietnam dan Singapura. Hal ini karena aktivitas ekonomi dikebanyakan negara berkembang telah menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi secara perlahan. Sebaliknya, banyak negara-negara maju (high-income countries) masih belum sepenuhnya berhasil mengatasi kondisi krisis akibat tekanan baru yang ditimbulkan dari langkah-langkah pemulihan dan restrukturisasi sebelumnya sebagaimana yang dialami negara-negara Eropa menyusul krisis (sovereign debt crisis) di Yunani, Irlandia dan Portugal.

c. Pengaruh Pasar Bebas.

Perdagangan bebas yang mulai digulirkan pada era globalisasi, dimaksudkan untuk mengembangkan perekonomian dunia dengan menghapuskan hambatan penjualan produk antar negara berupa pajak ekpor-impor atau hambatan perdangangan lainnya. Sejauh ini beberapa kesepakatan sebagai perdagangan bebas yang sudah disepakati antara lain AFTA (ASEAN Free Trade Area), CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement), APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation). AFTA yang disepakati pada KTT ASEAN ke IV tanggal 27-28 Januari 1992 di Singapura, merupakan moment bersejarah bagi masa depan kawasan Asia Tenggara dalam bidang perdangan yang pemberlakuannya dimulai pada 1 Januari 2003, kemudian dipercepat menjadi tahun 2002.

(36)

mengahasilkan produk secara efisienuntuk merebut pangsa pasar di negara lain, sehingga akan dapat mengembangkan perekonomian nasional. Sedangkan bagi negara yang tidak dapat memproduksi secara efisien akan kebanjiran dengan produk-produk luar negeri, yang akan menyebabkan ketergantungan negara tersebut terhadap produk dari luar negeri dan melemahkan perekonomian nasionalnya. Fenomena ini perlu diwaspadai oleh Indonesia agar mampu bersaing dalam menguasai pasar dalam negeri dan merebut peluang pasar di luar negeri agar perekonomian nasional dapat berkembang.

d. Pengaruh Masalah Energi.

(37)

Perkembangan energi dunia ini akan sangat mempengaruhi perekonomian negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Dalam hal ini Indonesia harus mewaspadai dampak dari meningkatnya harga minyak dunia agar tidak terlalu memperburuk perekonomian nasional, yang dapat memperburuk aspek kehidupan yang lain. Di samping itu harus dapat memamfaatkan sebaik mungkin energi terbarukan yang cukup melimpah terkandung dalam bumi Indonesia agar dapat dimamfaatkan dalam jangka waktu yang panjang untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

e. Pengaruh Pemanasan Global (Global Warming).

Pemanasan global (global warming) merupakan suatu proses meningkatnya suhu rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 kurang lebih 0.18 derajat Celcius (1.33 lebih kurang 0.32 derajat Farenhit) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “semakin besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca. Meningkatnya suhu global telah menyebabkan terjadinya perubahan antara lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ektrim, serta perbahan jumlah dan pola presipitasi.

Masyarakat dunia berupaya mengatasi dampak dari pemanasan global ini dengan berbagai cara, agar dapat meminimalisi jatuhnya korban jiwa dan harta benda, upaya yang sama dilakukan oleh masing-masing negara sesuai kondisi yang dihadapi. Untuk negara yang kaya akan mengeluarkan dana dalam mencegah dan mengatasi dampak yang timbul, tetapi bagi negara yang miskin tidak dapat berbuat banyak, sehingga akan mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Kondisi ini juga telah dirasakan dampaknya oleh Indonesia, oleh karena itu perlu mewaspadai dan mengambil langkah-langkah yang serius untuk mencegah dan mengatasinya agar tidak menimbulkan korban jiwa dan harta benda bagi masyarakat.

17. Pengaruh Perkembangan Regional.

(38)

komunal antar suku, agama, dan nuansa kekeluargaan dalam kerangka ASEAN untuk mengatasi permasalahan tersebut cenderung semakin menguat.

Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara masih memiliki permasalahan dan sengketa perbatasan dengan negara tetangganya, terutama masalah tumpang-tindih klaim Laut China Selatan. Meskipun Indonesia bukan negara yang ikut klaim atas kawasan tersebut, namun karena secara geografis berdekatan dan berbatasan langsung, maka konflik di kawasan itu akan berpengaruh terhadap keamanan Indonesia. Isue keamanan Selat Malaka yang tidak pernah surut dari keinginan negara-negara besar terutama Amerika Serikat, Jepang, China dan Korea Selatan untuk mengintervensi melalui kehadiran militernya dengan dalih pengamanan jalur internasional. Namun Indonesia dan Malaysia terus menolak kehadiran militer asing dengan meningkatnya kerjasama patroli keamanan yang melibatkan Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.

Meskipun terdapat beberapa permasalahan yang terjadi diantara negara-negara anggota ASEAN, namun kerjasama antar negara-negara ASEAN semakin meningkat terlebih dengan telah disepakatinya ASEAN Charter. Indonesia sebagai negara terbesar dan sebagai pendiri ASEAN memiliki peluang yang besar untuk mengambil peran penting dalam menyelesaikan sengketa serta bisa mengembangkan pengaruh di negara-negara ASEAN.

18. Pengaruh Perkembangan Nasional.

Pengaruh perkembangan Nasional ini diuraikan melalui pendekatan gatra geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan sebagai berikut :

a. Geografi.

(39)

bertanggung jawab tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan dan keberlanjutannya. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pada musim hujan curah hujan sangat besar, dan akan menimbulkan bencana banjir dan longsor akibat penggundulan hutan, sementara pada musim kemarau sering terjadi kekeringan, dan kebakaran yang dapat menghanguskan hutan.

b. Demografi.

Penduduk Indonesia pada saat ini menduduki peringkat ke empat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, berjumlah kurang lebih 237,6 juta jiwa (BPS 2010). Jumlah penduduk yang sangat besar tersebut membawa pengaruh terhadap konsumsi pangan. Saat ini laju pertumbuhan penduduk masih 1,49 persen per tahun. Ini berarti bahwa pada tahun 2045 jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menembus angka 400 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan yang masih tinggi memerlukan perhatian khusus terutama dalam hal pemamfaatan lahan atau ruang dan penyediaan pangan.

Masalah lain yang terkait dengan demografi adalah kualitas penduduk kita juga masih rendah yaitu urutan 124 dari 187 negara, dan persebarannya pun sekitar 67 persen penduduk mendiami pulau Jawa yang luas wilayahnya sekitar 7 persen dari total wilayah Indonesia.

c. Ideologi

(40)

perekonomian nasional yang berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

d. Politik

Keadaan politik nasional sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan pertanian khususnya ketahanan pangan. Oleh karena itu para politisi dan pembuat kebijakan harus memahami karakteristik aspirasi dan hak-hak Petani, lahan pertanian, dan norma budaya masyarakat dalam merumuskan kebijakan ketahanan pangan dan pertanian. Demikian juga dalam memamfaatkan teknologi untuk kepentingan peningkatan produksi pangan dan zoning wilayah/ pengaturan perencanaan tata ruang.

e. Ekonomi.

Kondisi perekonomian Indonesia yang mulai stabil masih bisa

ketika krisis keuangan dunia melanda benua Eropa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 6,3%, jauh diatas rata-rata negara lain kecuali China dan India. Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 membuktikan bahwa perekonomian nasional berada pada urutan yang membanggakan diantara 20 negara yang tingkat perekonomiannya menjanjikan.

f. Sosial Budaya.

Kehidupan sosial budaya masyarakat dalam kaitan dengan ketahanan pangan perlu diperbaiki terutama dalam hubungannya dengan kebiasaan makan nasi 3 kali sehari. Kebiasaan ini makin diperparah sejak makin menurunnya kebiasaan sebagian masyarakat yang semula makan sagu atau jagung, justeru kini beralih makan nasi. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hal mustahil pada suatu saat nanti Indonesia akan kesulitan untuk memenuhi pangan dalam hal ini beras karena jumlah penduduk terus bertambah sekitar 3,5 s/d 4 juta setiap tahun dengan angka pertumbuhan 1,49% pertahun.

g. Pertahanan Keamanan.

(41)

lain. Masalah utama yang sedang berkembang di dalam negeri berkaitan dengan keterjangkauan pangan adalah masalah distribusi pangan untuk menjangkau pulau-pulau yang bersebaran membentang dari timur ke barat dengan daya jelajah yang sangat luas dan jauh. Keamanan dalam pendistribusian ini penting untuk menjamin pasokan pangan sampai kepada sasaran dengan aman.

19. Peluang dan Kendala.

Perkembangan lingkungan strategis seperti yang telah dijelaskan di atas akhirnya akan menciptakan peluang yang harus dimanfaatkan dan kendala yang harus dihadapi. Peluang dan kendala yang terkait dengan kontribusi teknologi zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, antara lain :

a. Peluang.

1) Perkembangan situasi baik nasional dan internasional yang menuntut dilakukannya penegakan prinsif-prinsif keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, keadilan dalam penyelenggaraan penataan ruang yang baik sebagai bagian dari mewujudkan good governance dan clean governmen.

2) Kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang semakin besar di daerah akan penyelenggaraan penataan ruang, sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur untuk menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah.

3) Kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.

4) Pertumbuhan ekonomi global khususnya di Asia yang dimotori oleh China dan India. Pertumbuhan diprediksi sekitar 5,6% s/d 6,8% dengan motornya untuk di Asia Tenggara adalah Indonesia, Vietnam dan Singapore. Kondisi ini juga mempengaruhi terhadap penggunaan teknologi di Indonesia.

Gambar

GAMBAR POHON ILMU
TABEL 2 : STATUS RTRW KABUPATEN/ KOTA
TABEL 4 : PERUBAHAN RTH DI DKI JAKARTA
TABEL 7 : KONDISI IMPOR PANGAN

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini merupakan karya sejenis yang berkaitan dengan proyek akhir berjudul Pengolahan Citra Digital Untuk Mendeteksi Miopia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit tropis ini.Sebagai Banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit tropis ini.Sebagai contohnya adalah sanitasi

Teknik Direct Seeding beberapa Jenis Tanaman Hutan Merbau (Intsia bijuga) d m Gmelina (Gmelina arborea).. Laporan Hasil Penelitian, Sumber Dana Dipa BPTP Bogor

Apakah struktur organisasi BBWS/BWS Ditjen SDA di Daerah sudah sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan Pusat di Daerah saat ini.. Sudah sesuai, tidak perlu penyempurnaan

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah tiga jenis sayuran (brokoli, tomat dan bawang pre), dimana berat sampel 0, 55 kg dengan 54 unit percobaan yang diperoleh

Penulisan makalah ini hanya meliputi satu kasus yaitu Asuhan Keperawatan pada klien dengan Pasca Partum Normal di Puskesmas Kecamatan Pasca Partum yang dilaksanakan pada tanggal

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle gambar seri yang dikembangkan dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa jerman khususnya keterampilan

Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait, khususnya Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta..