• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat menambah potensi

dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan

masyarakat. Fungsi pendidikan sangat penting sebagai salah satu faktor pendorong pembangunan

sumber daya manusia dengan tujuan meningkatkan kemampuan pada masyarakatnya dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga teknologi-teknologi canggih supaya mampu

menyaingi negara-negara lain yang sudah lebih maju dari negara Indonesia. Oleh sebab itu

pemerintah berkomitmen dalam meningkatkan kesempatan kepada warga negaranya untuk

memperoleh pendidikan yang layak. Tujuannya agar seluruh rakyat Indonesia menjadi warga

negara yang mengenal dan mencintai tanah air juga memanfaatkan sumber daya dan peka

terhadap situasi yang ada pada saat ini supaya terhindar dari dehumanisasi, eksploitasi dan juga

intervensi dari negara lain maupun negara sendiri. Akan tetapi sampai saat ini pendidikan belum

sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat Indonesia dikarenakan fasilitas dan kesadaran pemerintah

terhadap pendidikan masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang terdapat di

(2)

Menurut Nursyam, berdasarkan laporan Kompas, 29/09/2011, melalui Education Development Index (EDI) mengungkapkan bahwa dari sebanyak 127 negara, Indonesia menempati peringkat ke 69, sementara Malaysia berada di urutan 65 dan Brunei di urutan 34. Brunei memang maju pesat dalam indeks pendidikannya yang tentu saja disebabkan oleh kepedulian pemerintah terhadap dunia pendidikan. Malaysia juga berkembang pesat dalam pengelolaan pendidikannya, meskipun di tahun 1970-an pernah memperoleh bantuan asistensi dalam program pendidikan tinggi dari Indonesia. Selain itu, berdasarkan konsepsi Education for All (EFA), yang kemudian dijadikan sebagai tolok ukur oleh Global Monitoring Report (GMR) setiap tahun, maka Indonesia menempati angka 0,934 pada tahun 2008. Education Development Index (EDI) dikatakan tinggi jika capaiannya adalah 0,95. Kategori medium jika capaiannya adalah di atas 0,80 dan rendah adalah di bawah angka 0,80. Nilai Education Development Index (EDI) Indonesia sebesar 0,934 tersebut diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD). Pencapaian angka Education Development Index (EDI) Indonesia ini tentu saja bukan sesuatu yang menggembirakan mengingat bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia memiliki peluang yang besar untuk peningkatan Education Development Index (EDI) ini

Dapat dilihat bahwa saat ini bangsa Indonesia masih terbentur pada berbagai

permasalahan yang ditunjukkan dari kenyataan masih banyaknya masyarakat yang memiliki

keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu disebabkan masalah kemiskinan dan

mahalnya biaya pendidikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam melihat kondisi

kemiskinan secara keseluruhan pada bulan maret tahun 2010 bahwa jumlah dan presentase

penduduk miskin dihitung per provinsi dengan garis kemiskinan yang berbeda-beda. Misalnya di

Jakarta besaran garis kemiskinan mencapai Rp 331.169 per kapita setiap bulannya, sementara di

Papua besaran garis kemiskinannya Rp 259.128 per kapita setiap bulannya. Jadi data di level

nasional merupakan penjumlahan keseluruhan penduduk miskin di seluruh provinsi sehingga

jumlah keseluruhannya sebesar 31,02 juta (13,33%) dari total keseluruhan penduduk dengan

garis kemiskinan sebesar Rp 211,726 per kapita setiap bulannya. Penyebab terjadinya

kemiskinan karena naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan mengakibatkan harga

sembako juga naik membuat perekonomian masyarakat semakin lemah. Banyaknya jumlah

penduduk miskin membuat masyarakatnya tidak mampu untuk mengikuti perkembangan dunia

pendidikan bahkan sampai putus di tengah jalan yang dikarenakan faktor ekonomi yang semakin

(3)

Upaya pemerintah dalam menuntaskan kesejahteraan masyarakatnya di dunia pendidikan

dapat dilihat pada UUD RI 1945 dalam perubahan keempatnya tentang pendidikan dan

kebudayaan pada pasal 31 ayat (3) bahwa “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan

satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang” tidak

sepenuhnya berjalan dengan efektif karena masih banyak masyarakat yang kekurangan dalam

mengenyam pendidikan yang lebih baik. Akan tetapi pemerintah juga menegaskan lagi di dalam

UUD 1945 RI perubahan keempat pada pasal 31 ayat (2) bahwa “setiap warga negara wajib

mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Hal ini dapat dilihat bahwa

pemerintah bertanggung jawab kepada masyarakatnya dalam memberikan pendidikan yang layak

tanpa mengenakan biaya kepada masyarakatnya.

Dalam undang-undang yang tertera diatas maka pemerintah memiliki beberapa landasan

dalam membuat program kebijakan untuk meningkatkan fasilitas sekolah serta mutu

pendidikannya bagi masyarakat terutama pada masyarakat yang memiliki ekonomi lemah,

karena di Indonesia kebutuhan pendidikan selalu dikaitkan dengan dana yang cukup mahal

sehingga masyarakat kurang mampu masih menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah dalam

mengentaskan masalah pendidikan yang layak. Salah satu program pemerintah yang tertera

dalam undang-undang tersebut adalah program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) terealisasikan mulai tahun 2005 yang menyediakan bantuan bagi

sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi seluruh siswa. Berdasarkan

peraturan menteri pendidikan nasional no.37 tahun 2011 mengatakan bahwa jumlah dana yang

dialokasikan pada tahun 2011 ini adalah sebanyak 16,265 triliun rupiah. Melalui program ini

(4)

Menengah Pertama (SMP) berupa perlengkapan sekolah berupa alat tulis, perbaikan

infrastruktur, gaji guru honor, dan lain-lain. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan ke

sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya

dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah keseluruhan siswa yang ada di sekolah

tersebut. Sehingga semua siswa baik dari kondisi sosial ekonomi tinggi maupun kondisi sosial

ekonomi yang rendah mendapatkan bantuan tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun

2010 bahwa jumlah sekolah pada tingkat SMP secara keseluruhan yang ada di Indonesia kurang

lebih sebanyak 34.185 sekolah dengan jumlah siswa secara keseluruhan sebanyak 9.526.216

siswa.

Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga terdapat dana

khusus bagi siswa kurang mampu yang menghadapi masalah biaya transportasi ke sekolah.

Setiap sekolah memiliki cara yang berbeda-beda dalam memberikan dana bantuan khusus

kepada siswa kurang mampu yang dilihat dari kebijakan kepala sekolah dalam memberikan

bantuan khusus tersebut. Misalnya saja sekolah swasta yang tidak langsung memberikan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berupa uang transportasi bagi siswa kurang mampu, tetapi

uang tersebut langsung dibayarkan untuk biaya pembangunan sekolah dan hutang uang buku

pelajaran dengan guru. Ada juga sekolah yang tidak menggunakan dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu tetapi pihak sekolah memberiakan bantuan kepada

siswa kurang mampu melalui program lain misalnya dari Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dan

beasiswa dari bank BTN.

Berdasarkan buku petunjuk teknis penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

tahun anggaran 2011 yaitu bantuan khusus bagi siswa miskin berupa uang transportasi dapat

(5)

peneliti di Aeknabara Kabupaten Labuhanbatu bahwa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang

diberikan kepada siswa kurang mampu berupa uang tunai diberikan kepada siswa kurang mampu

sesuai dengan jumlah siswa kurang mampu yang terdaftar di setiap sekolah. Jadi siswa

diharapkan tidak memiliki kendala untuk pergi ke sekolah dengan alasan biaya sekolah yang

kurang memadai baik dalam kebutuhan alat tulis, seragam sekolah dan perlengkapan sekolah

lainnya. Sehingga Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat meringankan beban bagi siswa

kurang mampu maupun orang tua siswa kurang mampu yang memiliki kondisi sosial ekonomi

yang lemah.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ternyata tidak semuanya berjalan dengan apa

yang diharapkan oleh pemerintah, karena dalam pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) masih banyak sekolah-sekolah yang serba kekurangan untuk melakukan aktifitas belajar

mengajar. Misalnya saja infrastruktur sekolah yang tidak layak, gaji guru honor yang tersendat,

dan masih ada siswa kurang mampu yang serba kekurangan dalam memiliki buku pelajaran, alat

tulis, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi masalah bagi pemerintah dan juga instansi pendidikan

yang kurang melakukan pengawasan dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) ke daerah-daerah kecil.

Salah satu contoh kasus penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

seperti yang terjadi di salah satu daerah Kabupaten Karo misalnya. Menurut Surbakti (dalam

Koran Sinar Indoneia Baru 2012) telah terjadi penyalahgunaan pemanfaatan dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa di Kecamatan Laubaleng, Kecamatan Mardinding,

Tiganderket dan umumnya terjadi di setiap kecamatan di Kabupaten Karo. Salah satunya di

SMPN 3 Lau Solu Kecamatan Mardinding, diungkapkan bahwa bantuan beasiswa kepada siswa

(6)

penyaluran dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak dimusyawarahkan

dengan komite sekolah, orang tua siswa ataupun para guru yang bersangkutan. Pengurus komite

sekolah, oknum guru serta beberapa orangtua siswa mengaku, mereka tidak dilibatkan dan tidak

pernah diundang kepala sekolah untuk musyawarah tentang penyaluran dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) dan penyaluran beasiswa. Termasuk berapa dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) yang diterima pun sama sekolah tidak diketahui (Koran Sinar

Indonesia Baru, Rabu, 15 Februari 2012, hal 14).

Berbeda di kabupaten Labuhanbatu, penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) sekitar 20 miliar rupiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pasalnya, angka itu tidak

masuk dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) bupati Labuhanbatu.

Berdasarkan data dinas pendidikan Kabupaten Labuhanbatu, jumlah dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) yang dikucurkan pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) mencapai 77,5 miliar rupiah. Bantuan itu ditujukan kepada sekolah

dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) dan sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah

(SMP/MTS). Sementara itu, dalam LKPj Bupati yang disampaikan di hadapan anggota dewan

baru-baru ini disebutkan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang direalisasikan

hanya 57,3 miliar rupiah. Dengan begitu, terdapat selisih sekira 20 miliar rupiah dengan data

Dinas Pendidikan. Sementara itu, seluruh data penerima dan besaran anggaran yang diterima

masing-masing sekolah telah diserahkan kepada petugas pembuat LKPj Bupati. Data itu juga

telah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sebagai bentuk

pertanggungjawaban laporan realisasi penggunaan anggaran. Dan faktanya sampai sekarang data

itu tidak ada lagi dipertanggungjawabkan dengan apa yang diharapkan dan yang ada hanya data

(7)

ini membuat oknum pendidikan yang telah melakukan tindak kecurangan kepada siswa kurang

mampu lebih leluasa memperuntungkan dirinya dalam menikmati dana yang di alokasikan oleh

pemerintah. Karena kurangnya pengawasan sehingga memuculkan kesempatan kepada orang

yang melakukan tindakan kejahatan demi mendapatkan keuntungan pribadi saja.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Kabupaten Labuhanbatu

merupakan salah satu wilayah yang terletak di provinsi Sumatera Utara dan ibu kotanya adalah

Rantauprapat dengan luas wilayah sekitar 2.562,01 km2 dan jumlah penduduknya sebanyak

857.692 jiwa. Dan berdasarkan ketetapan departemen pendidikan bahwa jumlah siswa SMP

sebanyak 15.379 siswa dengan jumlah sekolah sebanyak 56 sekolah. Selain itu, Kabupaten

Labuhanbatu memiliki sembilan kecamatan yaitu dan kecamatan Bilah Barat, Bilah Hilir, Bilah

Hulu, Panai Hulu, Panai Hilir, Panai Tengah, Pangkatan, Rantau Utara dan Rantau Selatan. Dari

ke sembilan kecamatan, maka sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian ini dilakukan di

kecamatan Bilah Hulu yaitu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya yang akan di

jadikan lokasi penelitian.

SMPN 1 Bilah Hulu merupakan SMP negeri yang terletak di kecamatan Bilah Hulu,

kabupaten Labuhan Batu tepatnya di daerah dekat perkebunan kelapa sawit milik PT.

Perkebunan Nusantara III (PTPN III). Dari hasil observasi, peneliti melihat SMP ini sedang

melakukan perehapan gedung belajar yang sudah tidak layak pakai. Menurut kepala sekolah

SMPN 1 Bilah Hulu, dana tersebut berasal dari PTPN III yaitu salah satu progaram Corporate

Social Responsibility (CSR) yang sengaja diberikan untuk SMP tersebut pada tahun 2011.

(8)

keseluruhan siswa yang telah di seleksi sesuai dengan kriteria yang dicari oleh pihak sekolah,

jumlah siswa kurang mampu pada tahun 2011 sebanyak 232 siswa. Masuk dan mulai di alokasi

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah ini pada tahun 2005, tetapi masih banyak

infrastuktur dan siswa kurang mampu kekurangan fasilitas belajarnya. Sehingga dari jumlah

siswa kurang mampu tersebut perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah melalui pihak

sekolah untuk meringankan beban biaya sekolah mereka melalui dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS).

Lain halnya dengan SMP swasta Bina Widya Aeknabara yang merupakan salah satu

sekolah milik yayasan Bina Widya. Sekolah ini memiliki infrastruktur yang memadai, tetapi

minat masyarakat di kecamatan Bilah Hulu untuk sekolah di SMP ini kurang. Dapat dilihat dari

jumlah siswa SMP secara keseluruhan hanya 47 orang. Hal ini mungkin dikarenakan biaya

sekolah yang terlalu membebani orang tua siswa. Karena biaya sekolah di SMP negeri lebih

murah daripada SMP swasta. Oleh karena itu masyarakat lebih banyak menyekolahkan anaknya

ke sekolah negeri. Dapat dilihat di SMP Swasta Bina Widya ini bahwa 50% siswa-siswinya

memiliki latar belakang keluarga kurang mampu. Dari hasil pendataan pihak sekolah tahun 2011

bahwa siswa kurang mampu di SMP ini sebanyak 20 orang. Biaya sekolah di SMP ini cukup

mahal bagi masyarakat kurang mampu, yaitu sebesar Rp 50.000 per bulannya. Hal ini sudah

menjadi beban kepada orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya walaupun alokasi dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diterima pihak sekolah setiap tahunnya.

Dapat dilihat dalam perspektif sosiologi makro yaitu dalam teori sruktural fungsional

bahwa semua kebijakan memiliki ikatan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dalam

hal ini struktural fungsional sangat mempengaruhi kebijakan yang diturunkan pemerintah kepada

(9)

mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada siswa kurang mampu dan

pihak sekolah maka kegiatan belajar mengajar akan terkendala. Dapat dilihat dari kasus diatas

bahwa masih ada kendala yang membuat sistem pendidikan yang seharusnya tidak berjalan

sesuai dengan apa yang diharapkan. Padahal peraturan yang dikeluarkan pemerintah sangat

banyak untuk mengantisipasi terjadinya disfungsi di lembaga pendidikan. Meskipun demikian,

alokasi yang diberikan pemerintah masih banyak yang berjalan sesuai dengan apa yang

diharapkan. Hal ini dikarenakan oleh pengaruh dari pemerintah daerah dan kepala sekolahnya

dalam mensejahterakan guru dan siswa kurang mampu. Apabila dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) dijalankan sesuai dengan yang diharapkan sehingga siswa kurang mampu tidak

terkendala untuk ke sekolah. Karena dengan adanya dana khusus berupa uang transportasi yang

tertera dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diharapkan siswa kurang mampu

tidak memiliki kendala untuk pergi ke sekolah.

Penyelewengan dana yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab atas

sasaran yang dituju mengalami hambatan dalam pengalokasiannya, karena lembaga pendidikan

telah mengalami disfungsi dalam menjalankan program dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) dikalangan struktur maupun sistem pendidikannya. Maksud disfungsi yang terjadi pada

instansi pendidikan disini yaitu telah terjadi pemotongan dana khusus siswa kurang mampu yang

tidak jelas alasannya, pertanggungjawaban dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak

sesuai dengan kenyataannya di sekolah, serta tertundanya gaji guru honor, gaji petugas tata usaha

sekolah, dan gaji petugas kebersihan sekolah. Hal seperti ini dikemukakan oleh Robert K.

Merton dalam konsep disfungsi yang terkait dengan teori struktural fungsionalnya. Padahal

secara fungsional kebijakan tersebut sangat membantu masyarakat untuk mengurangi beban

(10)

diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga sekolah-sekolah yang

membutuhkan tidak kebingunan dalam mengatur kebutuhan yang diperlukan sekolah. Selain

untuk pembangunan infrastruktur, gaji guru honor, gaji tata usaha, gaji petugas kebersihan,

bantuan buku pelajaran maupun bantuan sosial lainnya, beberapa sekolah juga memberikan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada siswa kurang mampu.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, pendidikan di Indonesia belum bisa dikatakan negara

yang bersih dalam merealisasikan kebijakan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi pada saat ini. Banyak

masyarakat yang masih memiliki tingkat pendapatan yang rendah sehingga memutuskan untuk

berhenti sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini perlu

ketelitian pihak sekolah dalam menyeleksi siswa yang benar-benar kurang mampu dalam aspek

kondisi sosial ekonominya. Selain itu masih ada sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur

yang memprihatinkan sehingga kegiatan belajar mengajar terpaksa dilakukan dalam kondisi

darurat serta masih ada siswa siswi yang membeli buku pelajaran dengan menggunakan uang

pribadi mereka masing-masing. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan membuat perbandingan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta dalam melihat

kondisi kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu dengan

mengambil sampel di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara, Kecamatan

(11)

1. Apakah alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah tepat pada

sasarannya?

2. Bagaimana pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang

mampu?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang di harapkan menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana perbandingan alokasi

dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di

SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara, Kecamatan Bilah Hulu

Kabupaten Labuhan Batu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memperoleh sebuah

gambaran yang jelas mengenai masalah yang terjadi pada kedua sekolah dan siswa kurang

mampu.

2. Untuk mengetahui perbandingan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta mengenai

kebijakan sekolah dalam memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa

kurang mampu. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kegunaan dana yang diberikan sekolah

kepada siswa dalam melengkapi kebutuhan sekolah serta memberikan pengaruh dalam

melakukan kegiatan siswa di sekolah.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

(12)

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan untuk menambah pengetahuan dan

pemahaman peneliti tentang alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) bagi siswa kurang mampu yang dikaitkan dengan kerangka pemikiran sosiologi

terutama dalam perspektif sosiologi pendidikan dan studi kebijakan publik. Selain itu

penelitian ini juga diharapkan dapat menambah rujukan bagi mahasiswa mengenai penelitian

yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada pemerintah untuk mengefektifkan

program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di seluruh Indonesia. Sehingga dapat menjadi

masukan dan bahan pertimbangan selanjutnya bagi dinas pendidikan dan pemerintah daerah

Kabupaten Labuhanbatu. Serta dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri sebagai bahan latihan

Referensi

Dokumen terkait

3.1 Perencanaan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dalam proses perencanaan pengelolaan Dana BOS komponen yang terlibat didalam pengelolaan dana BOS

Program Bantuan Operasional Sekolah dikomandani oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang mana dalam pelaksanaannya, penyaluran dan pengelolaan dana BOS wajib

KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH DASAR NEGERI GONDANG 03 Nomor : 421.2 /090/2016 Tentang PENUNJUKAN GURU DALAM PENGELOLAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH

Program BOS ini telah mengadopsi pendekatan yang berbeda dengan Bantuan Khusus Murid (BKM) karena dana BOS tidak diberikan langsung kepada siswa miskin tetapi diberikan kepada

Terkait dengan paparan data mengenai perencanaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMA Negeri 4 Seluma dapat disampaikan beberapa temuan sebagai berikut : 1)

Salah satu metode pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan bantuan pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah bantuan yang diberikan pemerintah dari pengurangan subsidi bahan bakar minyak kepada sekolah untuk membebaskan biaya

Mariso SURAT KEPUTUSAN KEPALA UPT SPF SD NEGERI MATTOANGIN II NOMOR : 421.2 /010/SK/UPT.SPF.SDN.MT.II/M/I/2023 T E N T A N G PENUNJUKAN BENDAHARA DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH