• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOH TERHADAP NILAI DERAJAT DEASETILASI PADA PEMBUATAN CHITOSAN DARI CANGKANG KULIT KEPITING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOH TERHADAP NILAI DERAJAT DEASETILASI PADA PEMBUATAN CHITOSAN DARI CANGKANG KULIT KEPITING"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 35

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaOH

TERHADAP NILAI DERAJAT DEASETILASI

PADA PEMBUATAN CHITOSAN

DARI CANGKANG KULIT KEPITING

Lili Apriani

*

, Giri Maulana Iskandar, M. Said

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak

Chitosan adalah suatu polisakarida berbentuk linier yang terdiri dari monomer N-asetilglukosamin dan D-glukosamin. Chitosan dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami untuk makanan, dan pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin baik kualitas pengawetan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum penambahan NaOH pada pembuatan chitosan sehingga didapatkan kadar chitosan yang paling tinggi. Penelitian ini lakukan di Bagian Sub Departemen Laboratorium PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Chitin didapatkan dari limbah cangkang kepiting yang dihaluskan. Nilai optimum chitosan yang dihasilkan dari proses penambahan variasi konsentrasi NaOH terhadap chitin dianalisa menggunakan alat Fourier Transform Infrared (FTIR). Hasil yang didapat dari penelitian ini Pada proses deasetilasi dengan NaOH 20% didapatkan chitosan sebanyak 1,0089 gram, deasetilasi NaOH 30% didapatkan chitosan sebanyak 1,1265 gram, deasetilasi NaOH 40% didapatkan chitosan sebanyak 1,3921 gram, deasetilasi NaOH 50% didapatkan chitosan sebanyak 3,5941 gram, dan deasetilasi NaOH 60% didapatkan chitosan sebanyak 2,1813 gram.

Kata kunci: chitin, chitosan, deasetilasi, NaOH

Abstract

Chitosan is a polysaccharide consisting of linear shaped monomer N-acetyl glucosamine and D-glucosamine. Chitosan can be used as a natural preservative for food, and in previous studies revealed that the greater the concentration of NaOH is used, the better the quality of food preservation. This study aims to determine the optimum addition of NaOH concentration on the manufacture of chitosan thus obtained the highest levels of chitosan. The study was done at the Department of Laboratory Sub PT. Fertilizer Sriwidjaja Palembang. Chitin obtained from the crushed crab shell waste. The optimum value of chitosan produced from the process of adding NaOH concentration variation of chitin analyzed using Fourier Transform Infrared (FTIR). The results of this study the process of deacetylation with NaOH 20% earned as much as 1.0089 gram of chitosan, deacetylation of 30% NaOH earned as much as 1.1265 gram of chitosan, deacetylation of 40% NaOH earned as much as 1.3921 gram of chitosan, deacetylation 50% NaOH obtained chitosan as much as 3.5941 gram, and 60% NaOH deacetylation of chitosan obtained as much as 2.1813 gram.

(2)

Page 36 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 1. PENDAHULUAN

Chitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat. Chitosan merupakan produk diasetilasi chitin melalui proses kimia menggunakan enzim chitin diacetilase. Penggunaan chitosan sebagai bahan pengawet alami, dan merupakan salah satu alternatif pengganti formalin serta boraks, perlu disosialisasikan kepada masyarakat, termasuk pengusaha perikanan, menurut seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Salah satu potensi yang sekarang banyak digunakan adalah kepiting, yang saat ini adalah salah satu hasil perikanan yang merupakan komoditas ekspor unggulan. Kepiting diekspor sebagian besar dalam bentuk kepiting beku tanpa kepala dan cangkang. Hal ini sudah dilakukan pada tahun 1993 sebanyak 400.000an ton yang makin meningkat setiap tahunnya, sehingga limbah kepala dan kulit kepiting cukup banyak. Belum lagi konsumsi kepiting dalam negeri sendiri lebih banyak dari yang diekspor, sehingga hal ini menambah jumlah limbah kepiting berupa kepala, cangkang dan kaki.

Diketahui bahwa kepiting memiliki kandungan chitin yang sangat potensial yang dapat diproses deasitelasi menjadi khitosan. Saat ini penggunaan khitosan sebagai bahan pengawet makanan sudah banyak diteliti, dan dinyatakan cukup bermanfaat dalam penggunaannya. Bila penggunaan cangkang kepiting ini sudah dapat digunakan secara nasional, hal ini dapat mengatasi dari limbah kepiting hasil ekspor ataupun konsumsi negeri yang cukup mengganggu lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum dari penambahan NaOH pada pembuatan chitosan yang memerlukan derajat deasetilasi sehingga didapatkan kadar chitosan yang paling tinggi.

Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomi dari limbah kulit kepiting sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, mengetahui secara teoritis dan praktek dalam skala kecil (laboratorium) teknik pembuatan chitosan, mengetahui kondisi optimum pembuatan chitosan, dan diharapkan chitosan dari kulit

kepiting yang dihasilkan dari penelitian dapat menggantikan kedudukan bahan pengawet kimia lainnya.

Chitin

Senyawa chitin adalah suatu polimer golongan polisakarida yang tersusun atas satuan-satuan beta -(1→4)2-asetamido-2-deoksi-D-glukosa, yang secara formalnya dapat dipertimbangkan sebagai suatu senyawa turunan selulosa yang gugus hidroksil pada atom C-2 digantikan oleh gugus asetamido (Suhardi, 1992). Nama lain senyawa chitin

adalah 2-asetamida-2-deoksi-D-glukopiranosa. Tabel 1. Persentasi chitin pada binatang

Sumber % chitin

Sumber : Muzzarelli (1985)

Chitosan

Chitosan adalah suatu polisakarida berbentuk linier yang terdiri dari monomer N-asetilglukosamin dan D-glukosamin. Bentukan derivatif deasetilasi dari polimer ini adalah chitin. Chitosan memiliki bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang banyak bagi pangan, agrikultur, dan medis. Namun, untuk melarutkan Chitosan ini cukup sulit karena chitosan dapat larut apabila dilarutkan pada asam dan viskositas yang tinggi.

(3)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 37 105, bergantung pada degradasi yang terjadi

selama proses deasetilasi kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger). Sifat-sifat chitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan chitosan mempunyai reaktifitas.

Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan yaitu molekul chitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan cell bakteri kemudian terabsorbsi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan chitosan homogen yang relative lebih aman.

Tabel 2 Kualitas standar chitosan

Sifat – sifat chitosan Nilai yang dikehendaki

Sifat kimia chitosan sama dengan chitin tetapi yang khas antara lain:

1) Merupakan polimer poliamin berbentuk linear

2) Mempunyai gugus amino aktif 3) Mempunyai kemampuan mengkhelat

beberapa logam.

Sifat biologi chitosan antara lain:

a) Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat

dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable).

b) Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.

c) Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang. d) Bersifat hemostatik, fungistatik,

spermisidal, antitumor, antikolesterol, e) Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf

pusat.

Biodegradasi dari Polisakarida (Chitin dan Chitosan)

Chitin dan chitosan adalah salah satu dari polisakarida di dalam unit dasar suatu gula animo. Polisakarida ini adalah suatu struktural unsur yang memberikan kekuatan mekanik organisme. Chitin tidak dapat larut dalam air,pelarut organik alkali atau asam mineral encer. Tetapi ia tidak dapat larut dan terurai dengan adanya enzym atau dengan pengolahan asam mineral padat. Dalam struktur, chitin terdiri dari sebuah rantai panjang dari N acetylglukosamine.

Rumus empirisnya adalah

C6H6CNHCOCH3 dan berisi campuran murni 6,9 % Nitrogen. Polimer ini adalah serupa selulosa diganti oleh suatu acetyl amino

( NHCOCH3) unit.

Beberapa chitin mempunyai kemampuan yang sama dengan chitosan untuk bergabung dengan mereka. Chitosan adalah sama dengan chitin tetapi beberapa kelompok acetyl (-COCH3), juga didapat cincin pada mata rantai unit glukosamine (C6H9O6NH2) bersama-sama seperti chitin.

+ NaOH + +

Chitin Chitosa

(4)

Page 38 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 2. METODOLOGI PENELITIAN

Alat yang digunakan :

Gelas ukur, Erlenmeyer, pipet tetes, pipet volume, labu ukur, beker gelas, kertas saring, corong, labu pemanas, pH meter, bola hisap, neraca analitik, dan hot plate.

Bahan yang digunakan :

Cangkang kepiting, Asam klorida pekat (HCl), Natrium hidroksida (NaOH), Aseton, Asam sulfat, perak nitrat, dan aquadest Persiapan Bahan Baku

1. Limbah cangkang kepiting dibersihkan dengan cara direbus dan dicuci dengan air bersih.

2. Setelah bersih, cangkang kepiting dikeringkan dalam oven pada suhu 110-1200 C selama satu jam

3. Cangkang kering kemudian digiling dan diayak menggunakan ayakan 0,25 mm sehingga diperoleh serbuk dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 0,25 mm

4. Hasil ayakan digunakan sebagai sampel Ekstraksi chitin dari cangkang kepiting A. Penghilangan Mineral

1. 100 g serbuk cangkang kepiting ditambahkan 2,250 L HCl 1,5 M 2. Campuran dipanaskan pada suhu

70 – 800 C selama 4 jam sambil dilakukan pengadukan pada 50 rpm kemudian disaring.

3. Padatan yang diperoleh dicuci

dengan akuades untuk

menghilangkan HCl yang tersisa. 4. Dilakukan uji pada filtrat dengan

larutan AgNO3, bila sudah tidak terbentuk endapan putih maka sisa ion Cl yang terkandung sudah hilang.

5. Selanjutnya padatan dikeringkan pada oven dengan temperatur 700 C selama 24 jam sehingga kemudian didinginkan dalam desikator. B. Penghilangan Protein

1. 37 gram serbuk kepiting kering bebas mineral ditambahkan 370 mL larutan NaOH 3,5 molar.

2. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 65-700 C selama 4 jam sambil dilakukan pengadukan pada 50 rpm. 3. Padatan disaring dan didinginkan

sehingga diperoleh chitin, yang kemudian dicuci dengan akuades sampai pH netral.

4. Filtrat yang diperoleh diuji dengan pereaksi biuret, bila filtrat berubah menjadi biru berarti protein yang terkandung sudah hilang.

5. Chitin ditambahkan etanol 70% untuk melarutkan khitosan terlarut sebanyak 100 mL dan disaring. 6. Chitin dicuci kembali dengan

akuades panas dan aseton untuk menghilangkan warna sebanyak dua kali masing- masing 100 mL 7. Chitin dikeringkan pada suhu 800 C

selama 24 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Optimasi deasetilasi chitin menjadi chitosan;

1. Chitin dibagi menjadi lima bagian dengan berat yang sama, kemudian dideasetilasi dengan menambahkan larutan NaOH pekat konsentrasi 20%, 30%, 4 0 % , 5 0 % dan 60 % sebanyak 1000 mL

2. Campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 1200 C selama 4 jam. 3. Larutan dipisahkan dan disaring

melalui kertas saring wollfram, 4. Padatan dikeringkan pada 800 C

selama 24 jam.

5. Chitosan ditimbang hingga diperoleh berat konstan.

6. Chitosan yang diperoleh dimurnikan, dihitung rendemennya kemudian dikarakterisasi dengan FTIR.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

(5)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 39 Tabel 3. Berat Chitosan pada variasi

kosentrasi NaOH NaOH (%) pada proses deasetilasi

Dari grafik 4.1 terlihat jelas bahwa berat rata-rata Chitosan yang dihasilkan paling banyak adalah pada larutan dengan kosentrasi NaOH 50 % dengan berat sebesar 3,5941 gram dan yang paling sedikit yaitu pada larutan dengan kosentrasi NaOH 20% dengan berat sebesar 1,0089 gram. Dari grafik juga menunjukkan bahwa, semakin besar kosentrasi yang digunakan pada proses

deasetilasi semakin besar pula massa rata-rata

Chitosan yang dihasilkan. Akan tetapi, pada larutan dengan kosentrasi NaOH 60 % terjadi penurunan massa chitosan yang dihasilkan yaitu hanya sebesar 2,181 gram. Hal ini disebabkan karena pada proses deasetilasi 50 % ini terjadi pelepasan rantai asetilasi yang berlebihan pada senyawa chitin sehingga

Chitosan yang dihasilkan tersebut larut didalam larutan NaOH. Hasil analisis spektra FTIR terhadap chitosan yang dihasilkan dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4.Nilai derajat deasetilasi terhadap pengaruh kosentrasi NaOH pada reaksi

deasetilasi atas, semakin tinggi konsentrasi NaOH maka nilai derajat deasetilasinya semakin besar. Derajat deasetilasi chitosan dipengaruhi konsentrasi natrium hidroksida (NaOH) dan suhu proses (Benjakul, 1993). Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) chitin berlangsung dalam kondisi basa karena gugus N-asetil tidak dapat dihilangkan dengan reagensia asam tanpa hidrolisis polisakaridanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu khitosan. Ikatan-ikatan amida lebih sulit membuka di bawah kondisi basa daripada gugus- gugus ester. Di bawah kondisi basa yang kuat, gugus asetat yang berdekatan dengan gugus hidroksil cis dapat mengalami N-deasetilasi, tetapi gugus yang trans lebih resistansi (Suhardi, 1992).

4. KESIMPULAN

(6)

Page 40 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 bahwa semakin besar konsentrasi maka

semakin besar pula nilai derajat deasetilasi.

3 Jika dilihat dari jumlah Chitosan yang dihasilkan, kosentrasi optimal NaOH pada saat reaksi deasetilasi adalah 50 % yaitu sebanyak 3,5941 gram. Setelah kosentrasi 60 %, berat Chitosan yang dihasilkan menurun yaitu sebesar 2,1813 gram. Hal tersebut disebabkan karena

Chitosan membentuk partikel-partikel yang sangat halus karena pelepasan berlebihan rantai asetilasi pada chitin sehingga Chitosan yang dihasilkan tersebut larut didalam larutan NaOH.

DAFTAR PUSTAKA

Meyers. S. P. No, H. K. Lee, K.S. “Isolation and Characterization of Chitin from Crawfish Shell Waste”. J.

Agricfood Chem, 1989

Suhardi. “Chitin dan Khitosan, Pusat Antar Universitas Pangan dan gizi”. PAU, Universitas Gajahmada, Yogyakarta. 1997.

Efrina Desyanti dan Rafiah. “Pembuatan Khitosan dari Kulit Udang”. Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Indonesia, Serpong. 1999.

Cahyadi, W. 2006. ”Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan

Pangan”. Bumi Aksara : Jakarta.

Linawati, H. 2006. ”Chitosan Bahan Alami

Pengganti Formalin”. Departemen

Teknologi Perairan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FKIK-IPB).

Siagian, Albiner. 2002. ”Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber

Pencemarannya”. USU digital

Gambar

Tabel 1. Persentasi chitin pada binatang
Gambar 1.  Reaksi Pembentukan Chitosan dari
Tabel 3. Berat Chitosan pada variasi

Referensi

Dokumen terkait

Pemenuhan hak kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Langsa, belum terpenuhi sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang berlaku, karena dalam hal

!eputusan "enteri !esehatan #omor $% &'* tentang Standar Pelayanan +umah Sakit menyebutkan baha pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak

Rencana Kerja (RENJA) Biro Pengadaan Barang dan Jasa hasil penjabaran lebih lanjut dari Prakiraan Strategis (RENSTRA) dan Prakiraan Rencana Pembangunan Jangka

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur komunitas ikan karang, terutama parameter keanekaragaman, komposisi jenis, kepadatan individual dan

Melalui kegiatan mengamati contoh teks formulir, peserta didik mampu mengidentifikasi jenis-jenis teks formulir dengan percaya diri.. Melalui kegiatan mengamati contoh

Section Couch : Alat yang berbentuk roll yang berguna untuk menyerap kadar air yang ada di bubur kertas dengan cara di vacum /di sedot sesuai dengan standar yang berlaku..

Kami po ay mga mag-aaral na nasa unang taon sa Kursong Bachelor of Secondary Education mula sa Partido State University.Kasalukuyang po kaming gumagawa ng

s Modul training disusun dari berbagai sumber dan media pembelajaran dengan penyajian materi dalam bentuk pengenalan konsep; teori; dan praktek; serta tentunya dipandu oleh