• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - BAB I-III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - BAB I-III"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena itu dia sendiri merupakan subyek pembelajaran. Dengan kesadaran bahwa dia tidak mengetahui sesuatu maka dia berusaha mencarinya melalui kegiatan penelitian. (Mulyasa, E [1]). Oleh karena itu, seorang guru harus senantiasa melakukan penelitian terkait dengan proses pengajaran yang dilakukannya.

Supaya sukses dalam pengajaran suatu mata pelajaran tertentu, sangatlah penting bagi seorang guru untuk meneliti dan mengindentifikasi apa saja yang menjadi kesulitan siswa dalam mata pelajaran tersebut. Tak terkecuali untuk mata pelajaran matematika. Selama ini banyak guru mengeluh tentang masih banyaknya siswa yang tidak mampu menguasai mata pelajaran matematika dengan baik. Padahal para guru merasa bahwa mereka telah memberikan kemampuan terbaiknya dalam mengajar. Tugas guru matematika tentu bukanlah tugas yang ringan. Guru dituntut untuk memberikan pemahaman tentang konsep-konsep matematika yang memiliki obyek kajian abstrak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Soedjadi, dalam Nisa [2]) tentang beberapa karakteristik matematika, yaitu: (1) memiliki objek kajian abstrak, (2) bertumpu pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) memiliki simbol yang kosong dari arti, (5) memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6) konsisten dalam sistemnya.

Dengan berbagai karakteristik matematika tersebut, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Menurut (NJCLD, dalam Subini [3]) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena faktor pengaruh lingkungan, melainkan karena factor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap obyek yang dinderainya. Lebih lanjut, (Subini, [3]) menegasan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan sehingga diperlukan usaha yang lebih baik untuk mengatasi gangguan tersebut. Anak yang mengalami kesulitan belajar akan sukar dalam menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga ia akan malas dalam belajar. Selain itu anak tidak dapat menguasai materi, bahkan

(2)

menghindari pelajaran, mengabaikan tugas yang diberikan guru, sehingga terjadi penurunan nilai belajar dan prestasi belajar menjadi rendah.

Pada dasarnya kesulitan belajar siswa pada matematika bukan karena kebodohan siswa atau ketidakmampuannya dalam belajar, tetapi terdapat kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya tidak siap untuk belajar. Indikator kesulitan belajar siswa pada matematika terlihat ketika siswa melakukan kesalahan saat melakukan proses pemecahan soal-soal matematika. (Soedjadi, [2] dalam Nisa) mengatakan bahwa kesulitan merupakan penyebab terjadinya kesalahan. Oleh karena itu, untuk menciptakan dan mempersiapkan pembelajaran matematika yang efektif dan efisien, para guru haruslah dapat mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa pada saat melakukan pemecahan masalah matematika kemudian berusaha memberikan solusi yang tepat untuk mengatasinya.

Kesalahan siswa perlu adanya analisis untuk mengetahui kesalahan apa saja yang banyak dilakukan dan mengapa kesalahan tersebut dilakukan siswa. Melalui analisis kesalahan akan diperoleh bentuk dan penyebab kesalahan siswa, sehingga guru dapat memberikan jenis bantuan kepada siswa. Kesalahan yang dilakukan siswa perlu kita analisis lebih lanjut, agar mendapatkan gambaran yang jelas dan rinci atas kelemahan-kelemahan siswa dalam menyelesaikan soal. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengajaran dalam usaha meningkatkan kegiatan belajar dan mengajar.adanya peningkatan kegiatan belajar dan mengajar diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar atau prestasi belajar siswa (Sahriah,dkk [4]).

Didalam proses dan aktifitas pembelajaran, seorang siswa mungkin saja melakukan beberapa kesalahan saat memahami dan mengerjakan soal pada materi-materi tertentu. Tugas seorang guru adalah mempersiapkan metode pengajaran yang tepat sehingga guru dapat memberi pemahaman kepada siswa. Apabila ada siswa yang mengalami kesulitan belajar dan melakukan kesalahan maka guru juga dapat memberikan petunjuk terhadap kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan siswa sehingga kesalahan-kesalahan tersebut dapat diminimalkan atau dihilangkan sama sekali.

(3)

tidak bisa dijelaskan secara sempurna tanpa diberi pemahaman pre-conditional konsep sebelumnya. Sejalan dengan itu, (Suherman dkk, [6]) menyatakan bahwa konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Hal ini berarti bahwa di dalam matematika terdapat konsep prasyarat dimana konsep ini sebagai dasar untuk memahami suatu topik atau konsep selanjutnya.

Mengacu pada kedua pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan apabila dalam suatu tingkatan tertentu konsep tidak dikuasai secara sempurna oleh siswa, maka pada tingkat selanjutnya siswa tersebut akan semakin mengalami kesulitan. Jika siswa mengalami kesulitan, maka siswa tersebut akan berpeluang untuk melakukan kesalahan pada saat melakukan pemecahan masalah matematika.

Salah satu materi matematika yang sulit dikuasai oleh sebagian besar siswa adalah integral. Integral merupakan salah satu materi pelajaran matematika yang diajarkan ditingkat SLTA dan perguruan tinggi dalam mata kuliah kalkulus. Untuk dapat menguasai materi integral dengan sempurna, diperlukan pemahaman konsep serta kemampuan mengabstraksi dan bernalar yang cukup bagus. Sebab materi integral berisi cukup banyak rumus, konsep dan aplikasi integral. Aplikasi integral yang diperkenalkan di tingkat SLTA antara lain aplikasi untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan menghitung volume benda putar.

Untuk dapat menguasai materi-materi tersebut, seorang siswa harus mempunyai kemampuan dalam memahami dan menggambar grafik fungsi. Siswa dituntut untuk menguasai konsep tersebut, karena siswa yang tidak menguasai rumus-rumus integral, dan yang tidak bisa memahami abstraksi grafik, serta siswa yang kurang dalam penguasaan berhitung, maka akan menjadi suatu kendala bagi siswa untuk memahami dan menguasai materi integral.

Umumnya materi integral ini diajarkan setelah siswa menyelesaikan materi prasaratnya, yaitu materi Limit dan Deferensial. Selain kedua materi tersebut, banyak materi lain yang juga merupakan dasar dan terkait langsung dengan operasi-operasi dalam integral. Materi tersebut antara lain aljabar, geometri dan trigonometri. Meskipun integral ini merupakan materi yang sangat penting dalam matematika, tetapi secara umum siswa mengalami berbagai macam kesulitan untuk menyelesaikan masalah pengintegralan.

(4)

diprakarsai dan didanai oleh National Institute of Education of the Nanyang University di Singapura menyimpulkan bahwa meskipun secara umum mahasiswa mempunyai minat yang bagus dalam belajar kalkulus, tetapi mereka hanya menghafal rumus untuk menyelesaikan soal dengan pemahaman yang minim. Mereka tidak memahami konsep sebagai bagian yang penting dalam matematika dan kalkulus. Bahkan beberapa mahasiswa mengalami kesulitan dalam belajar kalkulus, terutama yang berkaitan dengan konsep, definisi, teorema, pembuktian sehingga secara umum mahasiswa mengalami kebosanan dalam belajar kalkulus.

Penelitian lain juga dilakukan oleh (Orton, dalam Kiat [7]) dengan menggunakan metode interview untuk menyelidiki tingkat pemahaman siswa terhadap dasar-dasar kalkulus. Selanjutnya, respon siswa yang berhubungan dengan materi limit dan integral dianalisis secara detail. Dari data diperoleh hasil tentang tingkat pemahaman siswa, kesalahan dan miskonsepsi umum yang banyak dilakukan oleh siswa. Secara umum siswa mempunyai masalah terkait integral sebagai limit jumlah dan hubungan antara integral tentu dengan luas daerah di bawah kurva. Menurut Orton, banyak guru telah menerima anggapan bahwa integral merupakan materi yang tidak mudah untuk dipelajari. Para guru mencoba untuk mengajarkankan materi integral dengan banyak cara. Beberapa guru mengenalkan integral sebagai aturan atau sebagai anti turunan sementara sebagian yang lain terlebih dahulu membangun pemahaman siswa tentang limit dan aljabar sebelum mereka memperkenalkan integral.

(Kiat,[7]) dalam penelitiannya mengelompokkan berbagai macam kesalahan (error) yang mungkin dilakukan siswa ketika menyelesaikan soal integral. Kesalahan yang mungkin dibuat siswa dikelompokkan dalam 3 jenis. Jenis pertama adalah conceptual error yang menunjuk pada kesalahan siswa karena kesalahan dalam memahami konsep yang berkaitan dengan soal. Jenis kedua adalah procedural error yang menunjuk pada kegagalan dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal meski pemahaman konsep sudah dimiliki. Jenis ketiga adalah technical error yaitu kesalahan siswa karena kurangnya pemahaman siswa pada materi lain yang berhubungan dengan integral atau kesalahan karena kecerobohan (carelessness) yang dilakukan siswa

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa jenis kesalahan yang dilakukan siswa kelas XII SLTA putra dalam menyelesaikan soal integral?

2. Apa jenis kesalahan yang dilakukan siswa kelas XII SLTA putri dalam menyelesaikan soal integral?

3. Apa faktor yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral?

C. Definisi Operasional

Agar tidak menimbulkan penafsiran yang keliru, maka penulis perlu menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam makalah ini, yaitu:

1. Analisis adalah penyelidikan terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal integral untuk mengetahui jawaban tersebut sesuai dengan kebenaran yang ada dalam kunci jawaban pada masing-masing butir soal

2. Kesalahan adalah kekeliruan atau penyimpangan yang dilakukan siswa terhadap kebenaran yang ada dalam kunci jawaban pada masing-masing butir soal ditinjau berdasarkan jenis kesalahannya

3. Jenis kesalahan adalah macam-macam kesalahan yang kemungkinan dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah integral

4. Faktor penyebab kesalahan adalah hal yang ikut mempengaruhi siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral

(6)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi setiap manusia, sebab sebagaian besar kehidupan manusia selalu berhadapan dengan berbagai masalah. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan untuk menyelesaikannya masalah yang dihadapi. Jika kita gagal dengan suatu cara, maka kita harus mencoba dengan metode atau cara yang lainnya.

Menurut (Rusenfendi, dalam Nisa [2]) bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah jika: 1) persoalan itu tidak dikenalnya, 2) siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya; terlepas dari apakah akhirnya siswa sampai atau tidak kepada jawabannya, 3) siswa ada niat menyelesaikannya.

(Hudoyo, dalam Nisa [2]) menyatakan bahwa suatu pertanyaan akan merupakan masalah hingga jika seseorang tidak mempunyai aturan atau hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Sedangkan (Sutawijaya, dalam Anjani [8]) mengemukakan bahwa untuk mengatakan bahwa suatu soal dapat menjadi masalah apabila; 1) kita tidak mengetahui gambaran tentang jawaban soal itu, dan 2) kita berkeinginan atau berkemauan untuk menyelesaikan soal tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian tentang masalah diatas, maka dapat dikatakan bahwa suatu masalah dalam matematika adalah soal atau pertanyaan matematika dimana siswa tidak mampu memahami, tidak mengetahui adanya aturan yang dapat digunakan untuk menemukan solusi dari masalah tersebut dan siswa tidak mempunyai gambaran tentang langkah-langkah pemecahan masalah.

(Polya, [9]) mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai, sedangkan menurut (Sumarmo, dalam Anjani [8]) bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan dalam pembelajaran matematika pemecahan masalah mempunyai interpretasi berbeda. Misalnya menyelesaikan soal cerita, soal yang tidak rutin, dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Soal non-rutin yaitu soal (masalah) yang penyelesaiannya menuntut perencanaan dengan mengaitkan dunia nyata/kehidupan sehari-hari, dan penyelesaian tersebut memungkinkan banyak alternatif jawaban (open-ended)

(7)

yang memerlukan cara berfikir divergen yang dapat melatih siswa berfikir kreatif.

(Polya, [9]) mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan melakukan pengecekan kembali semua langkah yang telah dikerjakan. Fase memahami masalah tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, selanjutnya para siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi. Penyelesaian masalah, dalam fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa lebih kreatif dalam menyusun penyelesaian suatu masalah, jika rencana penyelesaian satu masalah telah dibuat baik tertulis maupun tidak. Langkah selanjutnya adalah siswa mampu menyelesaikan masalah, sesuai dengan rencana yang telah disusun dan dianggap tepat. Dan langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan. Mulai dari fase pertama hingga hingga fase ketiga. Dengan model seperti ini maka kesalahan yang tidak perlu terjadi dapat dikoreksi kembali sehingga siswa dapat menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

Pemecahan masalah matematika merupakan hal yang lebih sulit karena matematika adalah pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak sehingga pemecahan masalah matematika membutuhkan daya nalar dan daya abstraksi yang baik dari siswa. Bukan hanya itu, hal lain yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah matematika adalah pemahaman konsep yang harus dibangun secara benar sebab konsep matematika tersusun secara terstruktur dan hierarkis. Kesalahan dalam memahami konsep dasar akan membuat siswa juga melakukan kesalahan dan mengalami kesulitan dalam memahami konsep lanjut yang lebih kompleks. (Skemp, [10]) berpendapat bahwa ada dua macam konsep yang harus dibedakan, yaitu primary concept, yang berasal dari rangsangan atau sejumlah pengalaman yang memiliki kesamaan secara umum, dan secondary concept yang berasal dari pengalaman yang di abstraksikan dari primary concept.

Mengacu pada pendapat Skemp, bahwa primary concept dalam pembelajaran matematika dapat dimaknai sebagai konsep-konsep dasar dalam matematika yang digunakan untuk mempelajari konsep-konsep lanjut yang lebih kompleks (secondary concept). Kesalahan dalam memahami konsep dasar tentu saja akan membuat siswa melakukan kesalahan dan mengalami kesulitan dalam memahami konsep lanjut yang lebih kompleks tersebut.

Lebih lanjut, (Skemp, [10]) menegaskan bahwa:

(8)

Maksudnya adalah bahwa di dalam matematika, tidak hanya konsepnya yang jauh lebih abstrak dari pada hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tujuan pembelajaran yang menjadi bagian paling penting dalam pembelajaran juga merupakan sesuatu yang lebih abstrak. Komunikasi konsep matematika lebih sulit, pada bagian penyampai (guru) dan penerimanya (siswa). Sejalan dengan itu, (Hudojo, dalam Rode[10]) menyatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/ konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif. Oleh karenanya, dalam proses pembelajaran matematika tidak semua siswa selalu berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Jika ada siswa yang tidak dapat belajar, ini berarti ia mengalami kesulitan yang berakibat pada terjadinya kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal matematika.

B. Masalah Belajar Matematika Di Sekolah

Matematika sekolah adalah unsur atau bagian matematika yang dipilih berdasarkan dan berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan iptek (Soedjadi, dalam Siswono [11]). Di dalam pembelajaran matematika sekolah terdapat banyak permasalahan. Masalah belajar matematika di sekolah dikemukakan oleh (Siswono, [11]) antara lain:

1. Masalah belajar di kelas (seperti bagaimana gaya belajar siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, bagaimana proses berfikir siswa dalam mengajukan masalah matematika atau bagaimana karakteristik siswa dalam menyelesaikan masalah terbuka/open ended)

2. Kesalahan-kesalahan pembelajaran (seperti bagaimana langkah-langkah memperbaiki kesalahan siswa dalam belajar perbandingan, bagaimana strategi pembelajaran yang dapat mengatasi kesalahan konsep siswa dalam menyelesaikan masalaha yang berkaitan bangun datar, atau apa saja kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan lingkaran)

3. Miskonsepsi (seperti factor-faktor apa yang menyebabkan miskonsepsi siswa dalam menjumlahkan bilangan pecahan, apa saja miskonsepsi-miskonsepsi yang dilakukan siswa dalam mengurangkan bilangan bulat, atau apa saja miskonsepsi yang terjadi dalam belajar pecahan)

4. Peningkatan hasil belajar siswa (seperti factor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat hasil belajar siswa dalam mempelajari pecahan decimal, bagaimana pola pemberian tugas yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa dalam belajar geometri atau apakah pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis)

(9)

Selain itu, materi integral merupakan materi yang kompleks karena melibatkan banyak konsep matematika seperti fungsi, aljabar, aritmatika, geometri maupun trigonometri. Sebelum materi integral diperkenalkan, siswa diharuskan menguasai materi prasaratnya yaitu konsep limit dan turunan. Kedua materi tersebut sangat berkaitan erat dengan integral. Kesulitan belajar pada kedua materi tersebut pasti akan mengakibatkan siswa juga sulit dalam belajar integral.

Materi-materi integral yang diajarkan di sekolah antara lain, integral tak tentu dan integral tentu, integral fungsi aljabar dan fungsi trigonometri serta diperkenalkan prosedur pengintegralan, yakni integral substitusi dan integral parsial. Materi yang juga sangat penting adalah aplikasi integral, yaitu aplikasi untuk menghitung luas daerah dan untuk menghitung volume benda putar. Masalah aplikasi integral inilah yang membutuhkan penalaran dan kemampuan pemecahan masalah yang bagus dari siswa.

C. Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Integral

Dalam menyelesaikan soal matematika siswa sering melakukan kesalahan. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa beraneka ragam dan sangat kompleks tergantung kepada pengetahuan individu siswa tersebut. Kesalahan merupakan bentuk penyimpangan terhadap hal yang benar, prosedur yang ditetapkan sebelumnya, atau penyimpangan dari sesuatu yang diharapkan.

(Sukirman, [2] dalam Nisa) mengidentifikasi jenis kesalahan yang dilakukan siswa pada setiap aspek penguasaan bahan ajar matematika . Kesalahan yang diidentifikasi antara lain:

1. Kesalahan konsep, yaitu kesalahan yang berkaitan dalam penggunaan konsep-konsep yang digunakan dalam materi.

2. Kesalahan prinsip, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan hubungan antara dua atau lebih objek matematika.

3. Kesalahan operasi, yaitu kesalahan dalam melakukan perhitungan.

Sementara itu, (Kostolan, dalam Rode [12]) menggambarkan jenis-jenis kesalahan siswa ketika melakukan pemecahan masalah matematika, yaitu:

1. Kesalahan konseptual, yaitu kesalahan yang dilakukan dalam menafsirkan istilah, konsep dan prinsip atau salah dalam menggunakan istilah, konsep dan prinsip.

2. Kesalahan prosedural, yaitu kesalahan dalam menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis untuk menjawab suatu masalah.

(10)

mengelompokkan berbagai macam kesalahan (error) yang mungkin dilakukan siswa ketika menyelesaikan soal integral. Kesalahan yang mungkin dibuat siswa dikelompokkan dalam 3 jenis. Jenis pertama adalah conceptual error yang menunjuk pada kesalahan siswa karena kesalahan dalam memahami konsep yang berkaitan dengan soal. Jenis kedua adalah procedural error yang menunjuk pada kesalahan dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal meski pemahaman konsep sudah dimiliki. Jenis ketiga adalah technical error yaitu kesalahan siswa karena kurangnya pemahaman siswa pada materi lain yang berhubungan dengan integral atau kesalahan karena kecerobohan.

(Kiat,[7]) menguraikan tentang indikator conceptual error, procedural error dan technical error , yaitu sebagai berikut:

1. Indikator conceptual error

conceptual error adalah kesalahan siswa karena kesalahan dalam memahami konsep yang berkaitan dengan soal atau kesalahan yang berkaitan dalam penggunaan konsep-konsep yang digunakan dalam soal.

a. Conceptual Error 1: Integral sebagai luas daerah di bawah sebuah kurva Contoh soal:

Siswa tidak menyadari bahwa daerah yang dibatasi oleh kurva y = x(x – 4) dan sumbu-X dari x = 0 sampai x = 5 akan terbentuk 2 daerah, yaitu

1) Daerah berada di bawah sumbu-X dari x = 0 sampai x = 4 2) Daerah berada di atas sumbu-X dari x = 4 sampai x = 5

Siswa juga tidak memahami konsep bahwa luas daerah tidak mungkin negatif.

Kemungkinan jawaban siswa yang lain:

(11)

b. Conceptual Error 2 : Integral sebagai luas daerah antara 2 kurva Contoh soal:

Perhatikan gambar di bawah ini!

Tentukan luas daerah B!

Kemungkinan jawaban dari siswa adalah:

Luas daerah B =

 

 

c. Conceptual Error 3 : Integral sebagai anti turunan Contoh soal:

Gradien garis singgung sebuah kurva pada setiap titik (x, y) dinyatakan oleh

.

Jika kurva melalui titik (3, 5), maka koordinat titik potong

(12)

Kemungkinan jawaban siswa adalah:

Karena kurva melalui titik (3, 5), maka persamaan kurva adalah:

3

Jika kurva memotong sumbu-X, maka y = 0

2

Jadi koordinat titik potong kurva terhadap sumbu-X adalah (421, 0). Siswa melakukan kesalahan karena siswa tidak mencari persamaan kurva, tetapi mencari persamaan garis singgung kurva di titik (3, 5).

Apabila seorang siswa memberikan jawaban sebagaimana yang diuraikan diatas, maka siswa tersebut dikaterogikan telah melakukan conceptual error.

2. Indikator procedural error

Procedural error adalah kesalahan dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal meski pemahaman konsep sudah dimiliki atau kesalahan dalam menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis untuk menjawab suatu masalah.

a. Procedural error 1 : tidak menuliskan konstan c dalam integral tak tentu Contoh soal:

(13)

Siswa menggunakan procedur turunan untuk mengintegralkan soal tersebut. Jenis error ini biasanya terjadi pada integral yang melibatkan fungsi trigonometri.

Apabila seorang siswa memberikan jawaban sebagaimana yang diuraikan diatas, maka siswa tersebut dikaterogikan telah melakukan procedural error.

3. Indikator technical errors

Technical error yaitu kesalahan siswa karena kurangnya pemahaman siswa pada materi lain yang berhubungan dengan integral atau kesalahan karena kecerobohan.

a. Kurangnya pengetahuan tentang koordinat geometri Contoh soal:

Perhatikan gambar di bawah ini!

Tentukan luas daerah A!

Kemungkinan jawaban dari siswa adalah:

Luas daerah A = 2 8 8 satuanluas

2 1 8 4 2 1

    

 

   

 

Siswa berfikir bahwa bagian dari kurva y = x2 – 6x + 8 yang melalui titik

(2, 0) dan (0, 8) merupakan garis lurus, sehingga siswa berfikir bahwa luas daerah A adalah luas segitiga yang melalui titik (0, 8), (4, 0) dan (0, 0) dikurangi dengan luas segitiga yang melalui titik (0, 8), (2, 0) dan (0, 0).

b. Technical errors 2: Kurangnya pengetahuan tentang operasi dalam aljabar Contoh soal:

Tentukan

2(34x)4 dx.

Kemungkinan jawaban siswa adalah:

dx x dx

x

(14)

pengetahuan siswa terhadap identitas trigonometri, sehingga siswa tidak melakukan pengubahan atau melakukan pengubahan yang salah.

d. Technical error 4: Kecerobohan

Jenis kesalahan ini mengacu kepada kecerobohan siswa dalam menuliskan soal sehingga jawabannya pasti tidak sesuai dengan apa yang diharapkan

Contoh: Di dalam soal tertulis fungsi y = x(x + 1), tetapi siswa menulis y = x(x – 1).

Apabila seorang siswa memberikan jawaban sebagaimana yang diuraikan di atas, maka siswa tersebut dikaterogikan telah melakukan technical error.

(15)

(Subini, [3]) mengelompokkan bahwa kesulitan belajar anak disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Faktor internal sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya. Faktor internal tersebut antara lain:

1. Daya ingat rendah

2. Terganggunya alat-alat indera 3. Usia anak

4. Jenis kelamin

5. Kebiasaan atau rutinitas belajar 6. Tingkat kecerdasan (Intelegensi) 7. Minat belajar

8. Emosi (perasaan). 9. Motivasi atau cita-cita 10. Sikap dan perilaku 11. Konsentrasi belajar.

Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar anak. Faktor eksternal ini meliputi 3 hal, antara lain:

1. Faktor keluarga

2. Faktor lingkungan sekolah 3. Faktor pendekatan belajar.

Sedangkan menurut (Soedjadi, dalam Nisa [2]) kesulitan belajar matematika siswa, yang terlihat dalam proses belajarnya dapat dilokalisasikan sebagai berikut:

1. Kesulitan belajar yang berkaitan dengan penguasaan objek-objek matematika.

2. Kesulitan belajar yang berkaitan dengan penguasaan tujuan belajar yang dirumuskan menurut taksonomi Bloom.

3. Kesulitan belajar yang berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan masalah-masalah dalam pemecahan masalah.

Dalam penelitian ini faktor penyebab kesalahan yang dimaksud adalah faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yaitu menyangkut kemampuan intelektual siswa dalam memahami materi integral dan aplikasinya. Adapun faktor penyebab kesalahan siswa dalam penelitian ini antara lain:

1. Kurangnya pemahaman konsep terhadap materi integral

2. Kurangnya kemampuan siswa dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal 3. Kurangnya kemampuan siswa dalam menyusun langkah-langkah yang

(16)

4. Kurangnya pengetahuan atau konsep siswa terhadap materi-materi yang lain yang menjadi materi prasyarat integral

5. Kecerobohan siswa dalam menyelesaikan soal integral. E. Tinjauan Tentang Gender

Didasarkan kepada jenis kelamin, manusia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai perbedaan yang mencolok bagi dari segi fisik maupun mental. Menurut (Pasiak, dalam Anjani [8]), ada tiga hal yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, yaitu: (1) struktur fisik; (2) organ reproduksi; dan (3) cara berfikir. Struktur otak dan pengaruh hormonal diketahui sebagai penyebab perbedaan tersebut. Perbedaan ini terjadi karena faktor genetika yang diciptakan sedemikian rupa. Beberapa peneliti menemukan bahwa hormon tertentu mempengaruhi perkembangan komponen otak, yang akan mempengaruhi perilaku laku-laki dan perempuan. Hormon seks juga memberi pengaruh besar pada perkembangan otak pada awal perkembangan si janin.

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan itulah yang mengakibatkan adanya konsep mengenai perbedaan gender. (Mulia, S.M, [13] menegaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antar laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan menurut Defriani [14] gender adalah suatu komponen dari sistem gender/jenis kelamin yang merujuk pada seperangkat aturan dimana masyarakat mentransformasikan seksualitas biologis ke dalam produk aktivitas manusia, dan dimana transformasi kebutuhan (akan produk aktivitas manusia) ini dapat dipuaskan. Hampir semua masyarakat mempunyai sistem gender, meskipun komponen dan bekerjanya sistem gender ini bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain

F. Hubungan Antara Perbedaan Gender dan Kesalahan Dalam Menyelesaikan Soal Matematika

Dalam sebuah artikel yang ditulisnya, Ahmad [15] menjelaskan penelitian-penelitian ilmiah menunjukkan bahwa otak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan struktur, kimiawi, dan fungsi. Kondisi ini berpengaruh pada perbedaan antara wanita dan pria dalam cara berpikir dan berperilaku seperti dalam menilai waktu, menilai kecepatan benda-benda, mengerjakan perhitungan matematika, orientasi ruang, dan visualisasi objek-objek dalam tiga dimensi.

(17)

Perbedaan gender juga dalam sudut pandang dunia pendidikan (khususnya matematika) juga telah diteliti. Berikut ini merupakan pendapat para ahli tentang kemampuan berfikir berdasarkan jenis kelamin, antara lain:

1. Menurut (Arends, dalam Maf’ula[16]) bahwa:

a. Anak perempuan sedikit lebih baik dalam kemampuan verbalnya, sedangkan laki-laki lebih baik dalam kemampuan visual-spatialnya (penglihatan ruang). b. Anak Perempuan pada umumnya lebih peduli tentang prestasi di sekolah. Mereka cenderung bekerja lebih keras diberbagai tugas tetapi juga kurang berani mengambil resiko. Sedangkan laki-laki mengerahkan usaha yang lebih besar, seperti matematika, dan sains. Ini berarti kemampuan matematika laki-laki lebih baik daripada perempuan.

2. Menurut (Krutetskii, dalam Maf’ula [16]) mengatakan bahwa:

a. Laki-laki lebih unggul dalam penalaran logis, sedangkan perempuan lebih unggul dalam ketepatan, ketelitian, dan kecermatan berfikir.

b. Laki-laki mempunyai kemampuan matematika lebih baik daripada perempuan.

3. Menurut (Cameron, dalam Anjani [8]) menyatakan bahwa tidak terlalu banyak perbedaan kemampuan laki-laki dan perempuan kecuali pada konsep keruangan, yaitu laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Cameron juga mengatakan bahwa laki-laki lebih menguasai bayangan bentuk-bentuk yang lebih kompleks. 4. (Carr dan Jessup, dalam Anjani [8]) juga mengungkapkan bahwa dalam

menyelesaikan tugas perhitungan pada kelas 1, anak perempuan lebih sering menggunakan manipulasi untuk menghitung sedangkan anak laki-laki lebih sering mengingat kembali fakta-fakta matematika dari memori mereka daripada anak perempuan

(18)

demikian, siswa laki-laki maupun perempuan dimungkinkan dapat melakukan ketiga jenis kesalahan sekaligus dalam mengerjakan sebuah soal. Hal tersebut juga bergantung pada kecerdasan dari masing-masing siswa.

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis menarik beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Jika siswa laki-laki melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral, maka dia akan cenderung untuk melakukan procedural error dan technical error.

(19)

pemahaman siswa pada materi lain yang berhubungan dengan integral atau kesalahan karena kecerobohan.

2. Jika siswa perempuan melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral, maka dia akan cenderung melakukan conceptual error. Conceptual error adalah kesalahan siswa karena kesalahan dalam memahami konsep yang berkaitan dengan soal atau kesalahan yang berkaitan dalam penggunaan konsep-konsep yang digunakan dalam soal.

3. Faktor penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal integral adalah faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yaitu menyangkut kemampuan intelektual siswa dalam memahami materi integral dan aplikasinya. Adapun faktor penyebab kesalahan siswa tersebut antara lain:

a. Kurangnya pemahaman konsep terhadap materi integral

b. Kurangnya kemampuan siswa dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal c. Kurangnya kemampuan siswa dalam menyusun langkah-langkah yang

hirarkis sistematis untuk menjawab soal-soal integral

d. Kurangnya pengetahuan atau konsep siswa terhadap materi-materi yang lain yang menjadi materi prasyarat integral

e. Kecerobohan siswa dalam menulis soal atau menulis jawaban soal integral.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mulyasa, E. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

[2] Nisa, Titin Fardatun. 2010. Analisis Kesalahan Siswa Kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari Surabaya dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Bangun Ruang. Surabaya: UNESA.

[3] Subini, Nini. 2011.Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak. Jogjakarta: PT Buku Kita

(20)

[4] Sahriah, dkk. 2010. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Operasi Pecahan Bentuk Aljabar Kelas VIII SMP Negeri Malang. Malang: UM

[5] Yasin, Soylu dan Enver, Tatar. 2007. Students′ Difficulties with Application of Definite Integration. Educatia Matematica Vol. 3, Nr. 1-2, p15-27

[6] Suherman, Erman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Kerjasama JICA dengan FMIPA UPI.

[7] Kiat, Kiat Eng. 2003. Analysis of Students’ Difficulties in Solving Integration Problems. The Mathematics Educator Vol. 9, No.1, 39-5

[8] Anjani, Norma Wiwik. 2010. Profil Kreatifitas Penyelesaian Masalah Matematika Oleh Siswa SMP Negeri 28 Surabaya Ditinjau Dari IQ Dan Perbedaan Gender. Surabaya: UNESA. Tesis Magister Pendidikan.

[9] Polya, George. 1985. How To Solve It 2nd ed Princeton University Press. New

Jersey.

[10] Skemp, Richard R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. Lawrence Erlbraum Associates Publisher. New Jersey.

[11] Siswono, Tatag Y.E. 2010. Penelitian Pendidikan Matematika. Surabaya: Unesa University Press.

[12] Rode, Rangga Getrudis. 2013. Analisis Kesalahan dan Solusinya Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 01 Kodi NTT. Malang: Wisnuwardhana. Skripsi Sarjana Pendidikan.

[13] Mulia, S.M. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Cetak I.

[14] Defriani, Vanisa. 2012. Gender. Diakses pada 25 September 2013 di

(21)

[15] Akhmad. 2013. Wanita Tak Pintar Matematika. Diakses pada 23 September 2013 di http://tentangsains.blogdetik.com/2012/12/18/wanita-tak-pintar-matematika/

Referensi

Dokumen terkait

Suatu Invensi dianggap baru ( novel ) apabila pada tanggal penerimaan, Invensi tersebut berbeda atau tidak sama dengan teknologi yang. diungkapkan sebelumnya ( prior

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2013, seperti tersebut di bawah ini

Variabel reliability (X 2 ), yang meliputi indikator petugas memberikan pelayanan yang tepat, petugas memberikan pelayanan yang cepat, petugas memberikan pelayanan

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

Untuk mengevaluasi kinerja suatu simpang bersinyal dapat dilakukan dengan memperhitungkan kapasitas (C) pada tiap pendekatan dengan seperti persamaan 1, arus