• Tidak ada hasil yang ditemukan

PTK MTK Kelas 5 SD Semester

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PTK MTK Kelas 5 SD Semester"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, dan memiliki peranan yang besar dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah beserta unsur-unsur yang berkompoten di dalamnya harus benar-benar memperbaiki perkembangan serta kemajuan pendidikan di Indonesia. Dalam upaya pengembangan pendidikan tersebut pemerintah mengeluarkan Kurikulum Nasional 2006 yang mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan kurikulum ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional dalam konteks untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang masih dan akan terus berlangsung. Implikasinya, sejalan dengan adanya usaha penyempurnaan kurikulum tersebut, paradigma pembelajaran matematika pun perlu diperbaiki supaya lebih bermakna dan sesuai dengan tuntutan kurikulum.

1

Matematika adalah salah satu dasar penguasaan ilmu dan teknologi, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya. Salah satu ciri utama matematika adalah penggunaan simbol-simbol. Untuk menyatakan sesuatu misalnya menyatakan suatu fakta, konsep operasi ataupun prinsip/aturan. Dengan simbol-simbol yang terkandung didalamnya itu sehingga mampulah matematika bertindak sebagai bahan keilmuan. Penguasaan matematika harus lebih mengarah pada pemahaman matematika yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada dua hal yang mendukung arah penguasaan matematika untuk anak didik sekarang ini, yaitu: (1)

Matematika diperlukan sebagai alat bantu untuk memahami terjadinya peristiwa-peristiwa alam dan sosial, (2) Matematika telah memiliki semua kegiatan manusia, baik untuk keperluan sehari-hari maupun keperluan profesional ( Abdullah,2008).

(2)

diharapkan dikuasai oleh pendidik dalam hal ini adalah bagaimana mengajarkan matematika dengan baik agar tujuan pengajaran dapat dicapai semaksimal mungkin. Dalam hal ini penguasaan materi dan cara pemilihan pendekatan atau teknik pembelajaran yang sesuai dengan menentukan tercapainya tujuan pengajaran. Demikian juga halnya dengan proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, model yang tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai (Abdullah,2008).

Karena pentingnya peranan matematika dan peranan guru, berbagai usaha telah dilakukan kearah peningkatan hasil belajar dalam proses belajar matematika. Salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai macam model pembelajaran matematika. Namun sampai saat ini masih banyak keluhan dari berbagai pihak tentang rendahnya kualitas pendidikan pada umumnya dan pendidikan matematika pada khususnya.

Berbagai model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada umumnya untuk membantu siswa agar mampu memahami dan mengerti apa yang dipelajarinya. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa, salah satu model pembelajaran yang menjadi alternatif adalah dengan menggunakan atau menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

Terdapat beberapa penelitian yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat baik diterapkan di kelas.

(3)

Diduga salah satu faktor yang menyebabkan kondisi tersebut adalah kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Beranjak dari latar belakang diatas, maka penulis mengadakan penelitian untuk melihat sejauh mana hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika khususnya pada materi penjumlahan pecahan.

B. Permasalahan 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebuah masalah sebagai berikut :”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi penjumlahan pecahan siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.”

2. Pemecahan Masalah

Agar sasaran penelitian ini dapat tercapai, maka dalam mengatasi permasalahan yang telah dikemukakan di atas, perlu dilakukan suatu proses tindakan dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana peningkatan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi siswa : Hasil belajar siswa meningkat khususnya pada materi penjuumlahan pecahan karena menjadikan matematika sebagai aktivitas sehari-hari dan tidak lagi dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan.

2. Bagi guru : Sebagai masukan, strategi dan solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

(4)

E. Defenisi operasional

Hasil belajar matematika adalah suatu hasil yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu, yang diukur dengan menggunakan alat evaluasi tertentu (tes). Pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok secara heterogen.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

(5)

Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada sa at diminta untuk bekeda dalarn situasi kooperatif.

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengian mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.

(6)

adalah sebagai berikut :

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”

b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara anggota kelompok.

e. Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok. f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sementara itu, menurut Nur (2001: 3) pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif umtuk menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. 3. Model Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok secara heterogen.

Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model cooperative learning :

a. Student teams achievement division (STAD) Langkah-langkah:

(7)

2) Guru menyajikan materi pelajaran.

3) Guru memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.

4) Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis dengan tidak saling membantu.

5) Guru memberikan kesimpulan

Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut ( Lundgren, 1994)

1. Keterampilan kooperatif tingkat awal

Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i) menghormati perbedaan individu.

2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah

Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; ( b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f) menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i) mengurangi ketegangan

3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; (e) berkompromi

4. Tingkah Laku mengajar ( Sintaks)

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembeiajaran kooperatif, pelajaran di mulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha usaha kelompok maupun individu.

(8)

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, hasil adalah sesuatu yang di dapat dari jeri payah yang dilakukan, sedangkan belajar adalah berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu keterampilan.

Menurut Skinner, belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus terukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar maka responpun berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur.

Menurut Gagne (1972) belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefenisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.

Gagne (1972) mendefenisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas (outcome).

Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus-menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa.

C. Pembelajaran Matematika

1. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama

Kata pecahan berarti bagian dari keseluruhan yang berukuran sama berasal dari bahasa Latin fractio yang berarti memecah menjadi bagian‐bagian yang lebih kecil.

Sebuah pecahan mempunyai 2 bagian yaitu pembilang dan penyebut yang penulisannya dipisahkan oleh garis lurus dan bukan miring

=

penjumlahan pecahan berpenyebut sama dapat diperoleh hasilnya dengan menjumlah pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.

Contoh penjumlahan berpenyebut sama : 1. + = = 1

2. 3 + 4 = 7

(9)

penjumlahan pecahan berpenyebut beda/tidak sama dapat diperoleh hasilnya dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu.

Untuk mempelajari materi penjumlahan pecahan berbeda penyebut, ada beberapa syarat yang harus dikuasai siswa, antara lain:

• Penjumlahan pecahan berpenyebut sama • Pecahan Senilai

• KPK

Kunci untuk menentukan penyebut persekutuan dari penjumlahan beberapa pecahan berbeda penyebut adalah:

1. Bila masing-masing penyebut merupakan bilangan prima, misal 2, dan 5. maka penyebut persekutuannya adalah perkalian dari ke tiga bilangan tersebut, yaitu 2 x 5 = 10

2. Bila penyebut yang satu merupakan kelipatan dari penyebut yang lain atau penyebut yang satudapat dibagi oleh penyebut yang lain, misal 2,4 dan 8. Maka penyebut persekutuannya adalah penyebut yang paling besar. Karena 8 dapat dibagi 2 dan 8 dapat dibagi 4.

3. Bila penyebut dari masing-masing pecahan yang dijumlah tidak memenuhi kedua persyaratan diatas, maka kita menggunakan pendekatan KPK, baik dengan menggunakan pohon faktor atau melipatkan bilangan itu sendiri.

Contoh soal penjumlahan pecahan yang berpenyebut beda :

1. + = = = = =

(10)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Researh). Tindakan yang diberikan adalah proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dibagi dalam dua siklus dengan empat tahapan, yaitu (a) perencanaan tindakan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi dan evaluasi dan (d) refleksi .

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SD kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa dengan subjek penelitian adalah Siswa kelas V dengan jumlah siswa 25 orang yang terdiri dari : laki-laki 12 orang dan perempuan 13 orang pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011.

C. Faktor yang Diteliti

Hal-hal yang ingin dikumpulkan sebagai data dasar yang selanjutnya dianalisis adalah: 1. Faktor input : Melihat kehadiran,kerjasama siswa, keaktifan siswa serta kemampuan siswa

dalam menjawab soal pada materi penjumlahan pecahan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

2.

(11)

siswa serta adanya umpan balik agar siswa benar-benar mengerti dan memahami apa yang telah dipelajari dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

3. Faktor Output : Melihat bagaimana pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperatipe STAD pada pelajaran matematika mampu meningkatkan hasil belajar siswa yang diperoleh dari setiap siklus yang dilakukan.

D. Rencana Tindakan

Penelitian tindakan ini direncanakan terdiri dari dua siklus. Kedua siklus ini merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, artinya pelaksanaan siklus II merupakan lanjutan dan perbaikan berdasarkan refleksi dari siklus I.

Siklus I dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dan Siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan. Untuk dapat mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas V SD maka sebelumnya diberikan tes awal dan hasilnya dijadikan sebagai skor dasar. Setelah itu barulah dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Secara rinci kedua siklus tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Siklus I

Sesuai dengan kriteria penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), maka pelaksanaan siklus I ini dibagi 2 tahap yaitu (a) perencanaan tindakan atau rancangan tindakan (planning), (b) pelaksanaan tindakan (acting), (c) observasi dan evaluasi dan (d) refleksi (reflecting).

1. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan yang dilakukan pada siklus I ini adalah sebagai berikut: a. Menelaah kurikulum SD kelas V pada mata pelajaran matematika.

b. Membuat model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menyatakan kegiatan atau topik utama pembelajaran yang diberikan, berupa standar

kompetensi, kompetensi dasar, kelas/semester dan alokasi waktu.

2) Menyatakan tujuan umum pembelajaran (indikator pencapaian hasil belajar).

3) Merinci media untuk mendukung pembelajaran atau topik tersebut. Dalam hal ini media yang akan digunakan adalah media LCD yang isinya mencakup materi yang akan disajikan.

(12)

d. Menyiapkan pembentukan kelompok-kelompok kecil untuk kerja kelompok, dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Pada pembentukan kelompok siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang, yang dibagi berdasarkan nomor urut absen.

e. Membuat pedoman observasi untuk merekam proses pembelajaran dikelas. f. Membuat soal-soal yang disusun berdasarkan materi –materi yang telah diajarkan. 2. Tahap tindakan

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah kegiatan belajar mengajar dan mengimplementasikan soal-soal yang telah dipersiapkan, baik dalam proses belajar mengajar di kelas maupun pada pemberian tugas kurikuler.

Gambaran umum yang dilakukan adalah :

a. Pada awal setiap pertemuan, hal yang pertama dilakukan adalah memberikan penjelasan singkat tentang materi yang dipelajari dengan mengkaitkan dengan kehidupan nyata siswa atau kehidupan sehari-hari serta memperlihatkan gambar yang ada di LCD.

b. Setelah guru menjelaskan, siswa diberikan tugas sesuai dengan bahan yang telah dikembangkan, baik secara individual maupun secara kelompok. Pada pembentukan kelompok siswa dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang yang dibagi berdasarkan nomor urut absen.

c. Tiap pertemuan guru mencatat semua kejadian yang dianggap penting seperti kehadiran siswa, keaktifan dalam mengerjakan tugas, bertanya, memberikan tanggapan, serta keseriusan dalam kerjasama dengan kelompoknya.

d. Memberi tes akhir siklus I

e. Melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, dengan berbagai cara seperti pengukuran proses bekerja, hasil karya, penampilan, PR, kuis, hasil tes tulis dan demonstrasi.

3. Tahap observasi dan Evaluasi

(13)

Evaluasi selanjutnya dilaksanakan pada akhir siklus I dengan memberikan tes tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil belajar siswa terhadap materi yang telah diperoleh selama siklus I berlangsung.

4. Tahap Refleksi

Data yang diperoleh dari hasil observasi dan evaluasi dikumpulkan dan dianalisis. Dari analisis tersebut peneliti merekfleksi diri dan melihat kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan apakah berhasil atau tidak. Adapun hal-hal yang sudah baik agar tetap dipertahankan sedangakan yang belum berhasil ditindaklanjuti pada siklus berikutnya.

SIKLUS II

Siklus dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan. Pada dasarnya hal yang dilakukan pada siklus II ini adalah mengulangi tahap-tahap yang dilaksanakan pada siklus I. Disamping itu akan dilaksankan juga sejumlah rencana baru untuk memperbaiki, merancang tindakan baru sesuai dengan pengalaman dari hasil refleksi yang diperoleh pada siklus I.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Data mengenai tingkat hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran setelah diadakan tindakan, dikumpulkan dengan menggunakan tes pada akhir setiap siklus dalam bentuk ulangan harian. 2. Data mengenai proses belajar mengajar dalam hal kehadiran dan keaktifan siswa untuk tiap

pertemuaan diambil dengan menggunakan lembar observasi. F. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Untuk analisis secara kuantitatif digunakan statistik deskripsi yaitu skor rata-rata dan persentase. Selain itu ditentukan pula standar deviasi, tabel frekuensi, nilai minimum, dan maksimum yang diperoleh dari setiap siklus.

Adapun untuk keperluan analisis penguasaan siswa digunakan standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal ) yaitu 60

1. Tingkat penguasaan < 60 dikategorikan ”tidak tercapai”. 2. Tingkat penguasaan = 60 dikategorikan ” tercapai”. 3. Tingkat penguasaan > 60 dikategorikan ”terlampaui”.

(14)

pertanyaan teman, mengajukan pertanyaan, kerjasama dengan kelompok, membuat kesimpulan, dan mengumpulkan tugas.

G. Indikator Kinerja

Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa, terhadap bahan ajar setelah diberikan pembelajaran dengan menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik ditinjau dari hasil tes setiap akhir siklus maupun dari data hasil observasi dalam mengikuti proses pembelajaran

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(15)

Adapun yang dianalisis adalah deskriptif mengenai perubahan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I dan siklus II berdasarkan hasil tes pada tiap akhir siklus. Disamping itu akan dianalisis pula refleksi terhadap pelaksanaan tindakan dalam proses belajar mengajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada tahap ini pula penulis menganalisis perubahan sikap siswa berdasarkan hasil pengamatan dan observasi maupun refleksi.

A. Analisis kuantitatif

1. Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Awal Siklus

Tes awal yang dilakukan peneliti bertujuan untuk memperoleh gambaran awal tentang hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Tes awal ini akan dijadikan acuan untuk melihat sejauh mana keberhasilan metode pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel4.1. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Sebelum dilakukan Pembelajaran model kooperatif tipe STAD

Statistik Nilai Statistik

Subyek 25,00

Skor Ideal 100,00

Skor Tertinggi

90,00

Skor Terendah 40,00

Rentang Skor 50,00

Rata-rata Skor 59,60

Median 60

Modus 60

(16)

Dari data tabel 4.1, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang disajikan sebagai berikut:

Tabel4.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Sebelum dilakukan Pembelajaran model kooperatif tipe STAD

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

< 60 Tidak tercapai 5 20,0

= 60 Tercapai 13 52,0

> 60 Melampaui 7 28,0

Jumlah 25 100,0

Pada tabel 4.2. terlihat bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, menunjukkan bahwa dari 3 kategori yang ada, kategori tidak tercapai terdapat 16 % , yang frekuensinya melampaui sekitar 48 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1.

2. Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Siklus I Gambar 4.1. Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Awal Siklus

Hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel4.4. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap materi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dan beda

Statistik Nilai Statistik

Subyek 25,00

Skor Ideal 100,00

Skor Tertinggi 100,00

Skor Terendah 40,00

Rentang Skor 60,00

(17)

Median 60

Modus 60

Tabel 4.4. menunjukkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tabel tersebut mengindikasikan adanya peningkatan dimana pada awal siklus rata-rata skor 64,00 menjadi 68,00 pada siklus I ini.

Dari data Tabel 4.4, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang disajikan sebagai berikut:

Tabel4.5. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dan beda Siklus I

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

< 60 Tidak tercapai 2 8,0

= 60 tercapai 11 44,0

> 60 melampaui 12 48,0

Jumlah 25 100,0

Dari tabel 4.5. terlihat bahwa hasil belajar siswa bervariasi dan pada umumnya kemampuan hasil belajar siswa sudah meningkat yang pada awal siklus ke siklus I . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. 3.

Gambar.3 Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Siklus I

3. Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Siklus II

(18)

Tabel4.7. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda Pada Siklus II

Statistik Nilai Statistik

Subyek 25,00

Skor Ideal 100,00

Skor Tertinggi 100,00

Skor Terendah 40,00

Rentang Skor 60,00

Rata-rata Skor 79,20

Median 60

Modus 80

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dibanding pada siklus I yang rata-rata skornya 68,00 menjadi 79,20 pada siklus II.

Berdasarkan data Tabel 4.7, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi skor sebagai berikut:

Tabel4.8. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda Pada Siklus II

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

< 60 Tidak tercapai 2 8,0

= 60 tercapai 11 16,0

> 60 melampaui 12 76,0

Jumlah 25 100,0

(19)

.

Gambar 4.5. Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Siklus II

B. Analisis Kualitatif

1. Refleksi Terhadap Pelaksanaan Tindakan Dalam Proses Belajar Mengajar Matematika a. Refleksi siklus I

Siklus I terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan dengan materi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dan beda. Materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan keadaan sekitar, kemudian menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok. Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, Kemudian evaluasi .

Pada pertemuan kedua dan berikutnya, Materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya, kemudian menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok. Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, kemudian evaluasi, menyimpulkan materi, memberikan penguatan .

(20)

Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki pada siklus II antara lain :

1. Pada siklus I siswa dikelompokkan menurut absen, ternyata nilainya tidak optimal sehingga pada siklus II pengelompokan diubah berdasarkan hasil tes siklus I. Siswa tetap dibagi dalam 4 kelompok dan pada setiap kelompok terdapat siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan rendah.

2. Pada siklus I beberapa siswa belum menguasai cara menyamakan penyebut dengan KPK dan pecahan senilai, sehingga pada siklus II materi itulah yang akan mendapat penekanan.

b. Refleksi siklus II

Siklus II terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan dengan materi penjumlahan pecahan campuran yang berpenyebut sama dan beda dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya. Pada siklus ini penulis menekankan hal-hal yang perlu diperbaiki seperti cara menyamakan penyebut dengan menggunakan KPK dan pecahan senilai, kemudian penulis menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut.

Pada pertemuan pertama peneliti menjelaskan materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya, kemudian menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok. Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, kemudian evaluasi, menyimpulkan materi, memberikan penguatan .

Pada siklus II ini, pada umumnya siswa lebih bersemangat lagi dengan model pembelajaran dengan cara berkelompok sehingga siswa dapat saling berdiskusi dan bertukar pikiran dalam memahami materi dan memecahkan atau menyelesaikan soal matematika.

Pada siklus II ini apa yang ingin dicapai oleh peneliti tercapai. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya rata-rata hasil belajar siswa.

2. Perubahan Sikap Siswa

Disamping terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II, tercatat pula sejumlah perubahan sikap yang terjadi pada siswa. Perubahan tersebut merupakan data kualitatif dan dicatat oleh peneliti dalam lembar observasi tiap siklus. Adapun perubahan-perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

(21)

2. Pada siklus I siswa masih malu-malu dalam bertanya kepada guru tentang masalah yang terkait dengan apa yang disajikan guru sedangkan pada siklus II siswa sudah berani untuk bertanya guru tentang masalah yang terkait dengan apa yang disajikan guru.

3. Pada siklus I interaksi siswa dengan sumber belajar/media sudah baik sedangkan pada siklus II interaksi siswa dengan sumber belajar/media jauh lebih baik dari siklus I.

4. Pada siklus I semua siswa aktif melakukan kegiatan fisik dan mental (berpikir), begitu juga pada siklus II.

5. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat, itu dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa pada siklus I 68,00 menjadi 79,00 pada siklus II.

Peneliti menyadari bahwa untuk menumbuhkan minat siswa dalam belajar matematika perlu dirancang model pembelajaran yang sesuai dengan situasi keadaan siswa, yang terpenting juga adalah membelajarkan siswa antusias, keberanian mengungkapkan gagasan, ide dan pemikiran serta meningkatkan hasil belajar matematika. Adanya peningkatan hasil belajar matematika pada siklus II tersebut menunjukkan bahwa banyak kemajuan yang dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan pembelajaran model kooperatif tipe STAD.

Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dapat meningkatkann hasil belajar siswa.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

(22)

1. Pada awal siklus atau sebelum dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa adalah 64,00. Sementara skor ideal yang mungkin dicapai siswa adalah 100,00.

2. Pada siklus I atau setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan pecahan biasa yang berpenyebut sama dan beda adalah 68,00 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100,00.

3.

Pada siklus II atau setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda adalah 79,20 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100,00.

B. SARAN

Adapun saran-saran yang penulis ajukan setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika, diharapkan guru mata pelajaran matematika menerapkan metode mengajar yang mudah diterima oleh siswa. 2. Diharapkan kepada guru mata pelajaran matematika dalam memberikan soal-soal latihan

kepada siswa, hendaknya soal-soal tersebut berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa bahwa matematika itu memang sangat penting dalam kehidupan mereka.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Aderusliana.2003. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana Teori Belajar,(online), diakses 21 Juli 2008 Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Bandung : Kencana.

(24)

Log InSign Up

docx

Laporan PTK Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Kelas V tentang Kubus dan Ba…

41 Pages

Laporan PTK Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Kelas V tentang Kubus dan Balok

Eman Syukur

Uploaded by

Eman Syukur

connect to download

Academia.edu

Laporan PTK Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Kelas V tentang Kubus dan Balok

Download

2

membantu siswa dalam memahami konsep matematika, maka seyogyanya gurumenyiapkan media atau alat peraga yang diperlukan.Menurut Dienes (dalam use endi, ! $& /%'    menyatakan bahwa setiapkonsep matematika dapat di ahami dengan mudah apabila kendala  utama yangmenyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi atau dihilangkan. Dienes berkeyakinan bahwa anak pada umumnya melakukan abstraksi berdasasarkanintuisi dan pengalaman kongkrit, sehingga cara mengajarkan konsep-konsepmatematika dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan objek kongkrit.Dengan demikian, dalam mengajarkan matematika perlu adanya benda-bendakongkrit yang merupakan model dari ide-ide matematika, yang

(25)

dipelajari.0uru selalu menggunakan metode ceramah yang langsung menyajikan materidalam bentuk rumus-rumus pasti, tanpa mengetahui bagaimana rumus itudiperoleh, sehingga tidak bisa bertahan lama di benak siswa. 1alaupun kurikulumtelah berkali-kali diperbarui, teknologi pendidikan telah mengalami berkali-kaliinovasi, banyak guru yang tidak mengubah cara mengajar mereka yang cenderungmonoton atau kurang bervariasi. 0uru kurang kreati dalam  meman aatkan alat peraga yang ada dalam proses pembelajaran di kelas.Seharusnya, siswa  memiliki motivasi belajar tinggi, akti , kreati , disiplin,antusias memperhatikan penjelasan   guru, berusaha menjadi pembelajar yangmandiri, mau berusaha mencari dan menemukan sendiri konsep-konsepMatematika, sehingga diharapkan pemahaman siswa pada mata

pelajaranMatematika dapat meningkat, pada akhirnya prestasi belajarnya meningkat,sehingga tidak ada anak yang tinggal kelas atau tidak lulus ujian karena nilaiMatematikanya tidak dapat memenuhi ))M yang telah ditetapkan di sekolahmasing-masing. +asil belajar siswa kelas 2 SDS $$! 3mmanuel 4ahun Pelajaran #$ /5#$ %mata pelajaran Matematika tentang kubus dan balok   masih sangat rendah. +al ini

3

dibuktikan dengan nilai rata-rata ulangan harian belum dapat mencapai )riteria)etuntasan Minimal ())M' yaitu baru 6$ dengan nilai terendah /$ dan nilaitertinggi "$. Dari siswa yang berjumlah // yang terdiri dari 7 putra dan " putri baru / siswa atau /!,%8 yang dapat mencapai   kriteria ketuntasan minimal())M'. ))M yang ditetapkan untuk mata pelajaran Matematika kelas 2 adalah76. umlah anak yang nilainya mencapai ))M belum ada separuh dari jumlahkeseluruhan  siswa di kelas 2. +al ini tentu cukup memprihatinkan, mengingatMatematika adalah salah satu mata pelajaran yang diujikan pada 9jian :asional(9:'. )enyataan ini dapat dipengaruhi oleh banyak

aktor, baik dari aktor guru, aktor siswa, sarana dan prasarana maupun lingkungan serta latar

  

belakangkeluarga siswa.;aktanya pembelajaran Matematika di sekolah masih banyak melakukan pembelajaran konvensional, padahal seharusnya dalam konsep pembelajaran guru bukanlah satu-satunya sumber belajar, selain itu penggunaan media sebagaisumber belajar harus

dimaksimalkan.<erdasarkan observasi dan diskusi dengan teman sejawat diketahui adanyamasalah yang menyebabkan rendahnya pencapaian kompetensi dasar

(26)

4

pelaksanaan, sampai dengan evaluasi, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami materi kubus dan balok.=leh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan

penelitian dengan judul>Penggunaan *lat Peraga untuk Meningkatkan +asil <elajar Matematika tentang)ubus dan <alok pada Siswa )elas 2 SDS $$! 3mmanuel 4ebing?.

B.Rumusan Masalah

<erdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diajukan rumusan masalahyaitu apakah penggunaan alat peraga konkrit dapat meningkatkan hasil belajar Matematika tentang kubus dan balok pada siswa kelas 2 SDS $$! 3mmanuel4ebing@

C.Tujuan Penelitian

4ujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu& .9ntuk mendeskripsikan penggunaan  alat peraga dalam pembelajaranMatematika dapat meningkatkan hasil belajar

siswa#.Menciptakan pembelajaran matematika yang menyenangkan/.Melibatkan siswa secara akti dalam kegiatan pembelajaran%.Meningkatkan kualitas pembelajaran

D.Manfaat Penelitian

+asil penelitian ini diharapkan dapat berman aat bagi siswa, guru, maupunsekolah. .<agi siswa,   penelitian ini dapat mempermudah siswa dalammemahami materi kubus dan balok dan

meningkatkan motivasi belajar.#.<agi peneliti, penelitian ini sebagai wahana peningkatan pro esionalisme guru yang akan berdampak pada kualitas pendidikan disekolah/.<agi guru lain,  hasil penelitian ini dapat digunakan sebagairujukan untuk menambah wawasan dalam

menentukan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.

5

%.<agi sekolah, penelitian ini dapat membantu meningkatkankualitas hasil belajar, khususnya pelajaran matematika, sehingga secaralangsung dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

6

BAB II A!IAN PU"TA AA.Pengertian Belajar 

(27)

bahwa belajar ialah suatu proses usaha yangdilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secarakeseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi denganlingkungannya. +al ini sesuai dengan pendapat Suparwoto (#$$% & % ' bahwa belajar  pada intinya adalah proses internalisasi dalam diri individu yang belajar dapat dikenali produk belajarnya yaitu berupa perubahan, baik penguasaan materi,tingkah laku, maupun

keterampilan.1illiam <urton mengemukakan bahwa

”A good learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and carried on in interaction with a rich, varied and

propocativeenvironment”.

Aang berarti bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkahlaku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilahterjadi serangkaian pengalaman B pengalaman belajar.Menurut 1inkel belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi akti dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan  dalam pengelolaan pemahaman. Menurut Crnest . +ilgard belajar merupakan proses perbuatan  yang dilakukan dengan sengaja, yangkemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahanyang ditimbulkan oleh lainnya. Si at perubahannya relati permanen,   tidak akankembali kepada keadaan semula. 4idak bisa diterapkan pada perubahan akibatsituasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya(Purwanto, #$$ &  6 'Sedangkan pengertian belajar menurut 0agne (Mulyani Sumantri ohar Permana, !!! & 7'     belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkandalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu

READ PAPER

Job BoardAboutPressBlogPeoplePapersTermsPrivacyCopyright

Gambar

Tabel 4.4. menunjukkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 1 angka 4: Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa

Permasalahan tersebut dapat dihindarkan dengan menggunakan suatu sistem yang terkomputerisasi, yakni dengan membuat program aplikasi pembelian yang dapat mempercepat

Penelitian yang berjudul usaha guru al-quran hadis dalam meningkatkan kemampuan belajar al-qura siswa di MTs Al-Huda Bandung membahas tentang berbagai usaha yang

a. Tabel adalah kumpulan data yang diperlukan untuk membuat laporan, seperti daftar barang beserta harga masing-masing. Query adalah perintah untuk mengakses informasi

Apakah selama bekerja, Anda memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan dengan kulit4. Jika “Ya”, gejala apa saja yang

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa optimasi dayadengan metode prediksi pada sistem ini dapat dilakukan pada migrasi VM dan

Jika pemain menjawab dengan benar, maka pemain akan berpindah dari kotak No. Jika pemain menjawab dengan salah, maka pemain akan tetap di

Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak limpahan berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi