• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011 SKRIPSI"

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Benidiktus Dwi Prasetyo NIM: 061414063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Benidiktus Dwi Prasetyo NIM: 061414063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO

MOTTO

MOTTO

MOTTO

““““Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah

dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa

dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa

dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa

dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa””””

“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari

“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari

“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari

“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari

mulut

mulut

mulut

mulut----Nya datang pengetahuan dan kepandaian”

Nya datang pengetahuan dan kepandaian”

Nya datang pengetahuan dan kepandaian”

Nya datang pengetahuan dan kepandaian”

““““Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka

Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka

Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka

Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka

terlaksanalah segala rencanamu”

terlaksanalah segala rencanamu”

terlaksanalah segala rencanamu”

terlaksanalah segala rencanamu”

(6)

v

Halaman Persembahan

Halaman Persembahan

Halaman Persembahan

Halaman Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Yesus Kristus teladan, penyemangat dan tumpuan hatiku. Bapak, Ibu, Mbak Atik, dan Mas Candra yang selalu mendukung dan mendoakanku...

Yang tercinta Romo Gregorius Suprayitno yang tiada hentinya memberikan doa dan spirit..

Civitas Akademica Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Dosen pembimbing skripsiku yang tercinta Bapak Drs. Sukardjono, M. Pd

Untuk seluruh Dosen dan Staf Program Studi Pendidikan Matematika USD yang banyak membantu selama kuliah di USD.

Untuk Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Untuk seseorang yang sangat spesial buatku, yang tak bisa disebutkan namanya.

Untuk sahabatku Hery, Putri, Rista dan si boy (Julius Juliawan Warta Kusumah)

Untuk semua mahasiswa program studi pendidikan matematika angkatan 2006.

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

Dwi Prasetyo, Benidiktus. 2011. NIM: 061414063. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1) untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2) untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco, setelah guru mengajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar dengan sub pokok bahasan tentang unsur-unsur kubus, balok, prisma, dan limas.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Subyek penelitian ini adalah Guru Matematika dan Siswa Kelas VIII D di SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Sedangkan obyek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII D SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Dalam variabel penelitian ada variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran, dalam hal ini model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa kelas VIII D semester 2 pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011. Instrumen penelitian untuk variabel bebas adalah lembar observasi dan wawancara. Sedangkan instrumen penelitian untuk variabel terikat adalah tes awal dan tes akhir. Untuk instrumen tes akhir diuji cobakan terlebih dahulu pada kelas uji coba, serta dihitung validitas dan reliabilitas butir soal. Data hasil pemeriksaan dokumen diolah dengan menyajikan data dalam tabel nilai tes awal dan tes akhir, membuat rekapitulasi tabel penilaian tes awal, lembar kerja kelompok, dan tes akhir dan membuat kesimpulan berdasarkan rekapitulasi tabel penilaian tes awal, lembar kerja kelompok, dan tes akhir. Data hasil pengamatan diolah dengan membuat rangkuman hasil pengamatan, dan membuat kesimpulan berdasarkan rangkuman hasil pengamatan. Data hasil wawancara diolah dengan menganalisis hasil wawancara, kemudian membuat rangkuman hasil wawancara, dan membuat kesimpulan berdasarkan rangkuman hasil wawancara.

(10)

ix

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah

dipelajari. Sedangkan untuk peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa, dapat

dilihat dengan: 1) berdasarkan perhitungan statistika diperoleh rata-rata nilai tes awal dan rata-rata nilai tes akhir ada peningkatan rata-rata nilai, yaitu X nilai tes awal adalah 36,5 dan X nilai tes akhir adalah 38,8, maka ada peningkatan hasil belajar siswa yang tidak terlalu signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2) berdasarkan tabel dan gambar, terlihat bahwa rata-rata tes akhir lebih tinggi dari pada rata-rata tes awal. Sehingga ada peningkatan hasil belajar siswa yang diajarkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi peningkatan hasil belajar kurang signifikan. 3) berdasarkan pengujian hipotesis, yaitu dari tabel SPSS pada Bab IV didapat t = −0,564, sedangkan

t 0,025; 30 = ± 1,960 maka t > −1,960 dan t < 1,960 dan

dengan signifikansi (2-tailed) p = 0,577 yang adalah lebih besar dari 0,025; maka "# diterima atau dengan kata lain data nilai pretes dan postes tidak berbeda signifikan. Kesimpulan: karena "# diterima maka tidak terbukti pada taraf kepercayaan 95% bahwa tidak ada peningkatan nilai pretes-postes siswa akan unsu-unsur kubus, balok, prisma, dan limas setelah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

(11)

x

ABSTRACT

Dwi Prasetyo, Benidiktus. 2011. Student Number: 061414063. COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE STAD in the POLYHEDRON SUBJECT in IMPROVING the RESULT of the STUDY of MATHEMATICS STUDENTS of CLASS VIII D SEMESTER 2 in

JOANNES BOSCO JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA

ACADEMIC YEAR 2010/2011. Mathematics Education Courses, the Department of Education of Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Educational Sciences, University of Sanata Dharma Yogyakarta.

This research was conducted with the purpose: 1) to figure out the implementation of STAD type cooperative learning model. 2) to find out if there would be an improvement in the result of the study of mathematics students of class VIII D in Joannes Bosco Junior High School, after the teacher taught with the cooperative learning model type STAD in the polyhedron subject with the subject matter of elements of the cube, beam, prism, and pyramid.

The type of this research was qualitative and quantitative descriptive. The subject of this research was a mathematics teacher and students of class VIII D in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta. Whereas the object of this research was the cooperative learning model type STAD in the polyhedron subject in improving the result of the study of mathematics students of class VIII D Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta. In this research there were independent variables and the dependent variable. Independent variables in this study were a cooperative learning model type STAD. Dependent variables in this research were the result of the study of mathematics students in the polyhedron subject of class VIII D semester 2 in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta academic year 2010/2011. The instrument research for independent variables was sheets of observations and interviews. While the research instrument for dependent variables were the initial test and final test. However, the final test instrument was tested first in the trial class, as well as the reliability and validity of calculated problem. Document examination results data were processed by presenting the score of the initial test and final test data in the table, making a recapitulation of the initial test assessment table, worksheets, the final test. Document examination results data were also processed by making a conclusion based on the recapitulation of the initial test assessment table, worksheets, and the final test. Observations data were processed by making summary of observation results and make a conclusion based on the summary of observation results. Interviews data were processed by analyzing interview results, making a summary of interview results, and then making a conclusion based on the summary of interview results.

(12)

xi

(13)

xii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat yang dianugrahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA

POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

2. Bapak Dr. M. Andi Rudhito, M.Si. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Matematika.

3. Bapak Drs. Sukardjono, M. Pd. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing penulis dengan sabar, mengarahkan dan memberi saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Ibu Dra. Bekti Susilowati selaku Kepala Sekolah SMP Joannes Bosco Yogyakarta, Ibu B. Wuriningsih, S.Pd. selaku guru matematika SMP Joannes Bosco Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan, kerjasama, dan dukungan untuk mengadakan penelitian.

5. Segenap guru dan karyawan SMP Joannes Bosco Yogyakarta atas penerimaan dan kerjasamanya.

(14)

xiii

7. Ayahanda Martinus Kistam, Ibunda Anna Subiyati, Mbakku Yosefin Atik Purtanti, dan Masku Yustinus Candra Widi Wijanarko tersayang, atas perhatian, kasih sayang, dukungan doa, semangat dan materi yang telah diberikan pada penulis dari kecil hingga sekarang.

8. Sahabatku Hery, Putri, Rista dan Julius Juliawan Wartakusumah atas bantuan, kritik dan saran, doa, semangat, kerjasama, dan keceriannya selama ini. 9. Rm. Gregorius Suprayitno, Pr, atas doa, bantuan, dan bimbingan selama ini. 10. Seseorang yang tidak bisa saya sebutkan namanya, atas bantuan, kritik,

dukungan doa, semangat, dan keceriaannya selama ini.

11. Semua teman-teman di prodi Pendidikan Matematika ‘06 atas semua pengalaman yang didapat bersama. Semoga kita dapat menjadi pendidik yang profesional dan berkualitas kelak.

12. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga segala bantuan dan amalnya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang terkait untuk menyempurnakan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri untuk terus meningkatkan kemampuan penulis sebagai calon pendidik dan juga semua pihak yang terkait yang membutuhkan.

(15)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II. LANDASAN TEORI A. Makna Belajar dan Pembelajaran ... 9

B. Pengertian Matematika ... 10

(16)

xv

1. Aliran Psikologi Tingkah Laku ... 11

2. Aliran Psikologi Kognitif ... 13

D. Hasil Belajar... 20

E. Penilaian Hasil Belajar ... 21

F. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ... 23

G. STAD (Student Teams Achievement Division) ... 28

H. Unsur-unsur pada Kubus, Balok, Prisma Tegak, dan Limas ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 47

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 47

H. Analisis Instrument Penelitian ... 54

I. Analisis Hasil Pretes dan Postes ... 56

BAB IV. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 59

1. Pelaksanaan Pembelajaran... 59

2. Rekaman Video ... 64

3. Observasi/Pengamatan ... 66

4. Wawancara ... 66

B. Hasil Analisis Data 1. Transkrip Video ... 67

(17)

xvi

C. Kesesuaian Prosedur Pembelajaran Guru dengan Metode

STAD ... 69

D. Dampak Tindakan Guru terhadap Siswa Selama Pembelajaran Berlangsung ... 70

E. Data STAD... 72

F. Data Hasil Belajar ... 73

G. Analisis Hasil Belajar ... 74

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 82

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 25

Tabel 2.2 Kriteria Nilai Peningkatan ... 30

Tabel 3.1 Contoh Instrumen Penelitian ... 51

Tabel 4.1 Komponen-komponen STAD ... 72

Tabel 4.2 Nilai Sebelum STAD dan Sesudah STAD ... 74

Tabel 4.3 Nilai Pretes dan Postes Kelas VIII D ... 76

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Kedua Nilai Pretes dan Postes Siswa Kelas VIII D ... 77

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Kubus dan Balok 1 ... 32

Gambar 2.2 Kubus ABCDEFGH ... 34

Gambar 2.3 Balok ABCDEFGH ... 35

Gambar 2.4 Gambar Bidang Diagonal Kubus ABCDEFGH ... 36

Gambar 2.5 Bidang Diogonal Balok ABCDEFGH ... 37

Gambar 2.6 Kerangka Kubus dan Balok 2 ... 37

Gambar 2.7 Kerangka Berbagai Prisma ... 40

Gambar 2.8 Kerangka Berbagai Limas ... 41

Gambar 2.9 Kerangka Prisma Tegak ABCDEF.GHIJKL ... 41

Gambar 2.10 Kerangka Limas E.ABCD ... 43

Gambar 2.11 Gambar Prisma Tegak ABC.DEF ... 44

Gambar 2.12 Limas Segitiga D.ABC ... 45

Gambar 2.13 Limas Segiempat E.ABCD ... 45

(20)

xix Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 88

Lampiran 3 Lembar Observasi Sebelum Penelitian ... 94

Lembar Observasi Setelah Penelitian ... 96

Transkripsi Hasil Wawancara ... 97

Lampiran 4

Kunci Jawaban Lembar Kerja Kelompok ... 114

(21)

xx Lampiran 8

Rekapitulasi Hasil Tes Awal, Lembar Kerja Kelompok dan

Kuis Individu I dan II ... 152 Lampiran 9

Tabel Analisis Tes Awal dan Tes Akhir ... 154 Lampiran 10

Tabel Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal ... 155 Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal ... 159 Lampiran 11

Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 168 Surat Keterangan Penelitian dari SMP Joannes Bosco Yogyakarta ... 169 Lampiran 12

Dokumentasi Penyerahan Kenang-Kenangan Pada Siswa ... 170 Lampiran 13

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam

kurikulum sekolah. Menurut Dreeben (Hamzah, 2001:7) matematika

diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang

(long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat. Sedangkan menurut

Sujono (Hamzah, 2001:8) matematika perlu diajarkan di sekolah karena

matematika menyiapkan siswa menjadi pemikir dan penemu, matematika

menyiapkan siswa menjadi warga negara yang hemat, cermat dan efisien dan

matematika membantu siswa mengembangkan karakternya. Pendapat yang

lain adalah pendapat Stanic (Hamzah, 2001:8) menegaskan bahwa tujuan

pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan

berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas dan kritis. Berdasarkan beberapa

pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah

merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kecerdasan siswa.

Pada hakekatnya belajar merupakan salah satu bentuk kegiatan

individu dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan dari setiap

(23)

akan tercapai jika siswa sebagai subyek terlibat secara aktif baik fisik maupun

emosinya dalam proses belajar mengajar.

Dalam pembelajaran aktif siswa dipandang sebagai subyek bukan

obyek dan belajar lebih dipentingkan daripada mengajar. Disamping itu siswa

ikut berpartisipasi ikut mencoba dan melakukan sendiri yang sedang

dipelajari. Sedangkan dalam pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran

aktif, fungsi guru adalah menciptakan suatu kondisi belajar yang

memungkinkan siswa berkembang secara optimal.

Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan di SMP Joannes Bosco,

kenyataannya guru cenderung masih menggunakan pembelajaran yang

konvensional. Guru cenderung masih dominan dalam pembelajaran di kelas,

sehingga siswa tidak berpartisipasi /aktif dalam pembelajaran di kelas. Hal ini

dapat mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya kepada

guru mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas yang

seperti ini menjadi sangat monoton dan kurang menarik.

Pembelajaran yang baik dan menarik salah satunya dengan model

pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

yaitu mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim

untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau untuk

mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Salah satu cooperative

learning adalah tipe STAD. Menurut Suherman dkk (2003:260) inti dari

STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa

(24)

menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka

menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada

guru.

B. Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan masalah di atas pembelajaran yang terjadi di SMP

Joannes Bosco Yogyakarta kurang menarik. Berikut ini adalah permasalahan

yang dihadapi setelah peneliti melakukan observasi sebelum penelitian antara

lain:

1. Guru masih dominan dalam pembelajaran di kelas.

2. Hanya sebagian kecil siswa yang mau maju ke depan kelas untuk

mengerjakan soal maupun memberikan penjelasan pada siswa lain.

3. Siswa terlihat malas dan kurang percaya diri untuk mengerjakan soal dan

akan mengerjakan setelah selesai dikerjakan guru atau siswa lain.

4. Siswa tidak berani mengemukakan ide /gagasan pada guru atau dengan

kata lain siswa pasif.

5. Tidak ada interaksi antara guru dengan siswa.

6. Siswa cenderung malu bertanya pada saat pelajaran di kelas.

7. Siswa menganggap pelajaran matematika pelajaran yang sulit.

8. Pembelajaran di kelas sangat monoton dan membosankan.

Berdasarkan uraian di atas, agar pembelajaran lebih menarik peneliti

mengambil judul “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Pokok

(25)

Matematika Siswa Kelas VIII D Semester 2 SMP Joannes Bosco Yogyakarta

Tahun Ajaran 2010 /2011”. Peneliti mengambil judul tersebut, karena model

pembelajaran kooperatif tipe STAD yang peneliti kuasai dan mudah

dipahami.

C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan di atas, terdapat dua hal yang dikaji. Permasalahan

pertama adalah model pembelajaran dan yang kedua adalah prestasi belajar

siswa. Pada penelitian ini yang diteliti oleh peneliti tentang model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan prestasi belajar siswa dalam belajar

matematika pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.

Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan baik, maka perlu diberikan

batasan-batasan sebagai berikut:

1. Materi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi

datar.

2. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII D

SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2010 /2011

3. Penelitian ini hanya membahas mengenai model pembelajaran kooperatif

tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII

D SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2010 /2011 khususnya

pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.

4. Prestasi belajar matematika pada penelitian ini dibatasi pada hasil belajar

(26)

mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya.

D. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

2. Apakah ada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIII D SMP

Joannes Bosco, setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD.

2. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar matematika siswa

kelas VIII D SMP Joannes Bosco, setelah menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD.

G. Batasan Istilah

Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta

(27)

judul dan rumusan masalah dari skripsi yang peneliti ajukan, maka perlu

diberi pembatasan beberapa istilah sebagai berikut.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di

Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga

mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik

baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.

Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari

4-5 orang dan terdiri laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai

suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah (dengan kata lain

kelompok tersebut harus heterogen dalam segala aspek). Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja di dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Tim yang mendapat skor tertinggi, mendapat penghargaan. Kemudian seluruh siswa dikenai kuis tentang materi tersebut.

2. Prestasi Belajar

Menurut Sutratinah Tirtonegoro (1984 : 4), “Prestasi belajar

diartikan penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam

bentuk symbol angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan

hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak didik dalam periode tertentu”.

Menurut Siti Partini (1980 : 49), “Prestasi belajar adalah hasil yang

(28)

4) menyatakan “Prestasi belajar merupakan perubahan tingkah laku yang

meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang merupakan ukuran

keberhasilan siswa”. Haditomo dkk (1980 : 4), mengatakan “Prestasi

belajar adalah kemampuan seseorang. Dewa Ketut Sukardi (1983 : 51),

menyatakan “Untuk mengukur prestasi belajar menggunakan tes prestasi

yang dimaksud sebagai alat untuk mengungkap kemampuan aktual sebagai

hasil belajar atau learning”. Menurut Sumadi Suryabrata (1987 : 324),

“Nilai merupakan perumusan terakhir yang dapat diberikan oleh guru

mengenai kemajuan atau prestasi belajar siswa selama masa tertentu”.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar adalah ukuran keberhasilan kegiatan belajar siswa dalam

menguasai sejumlah mata pelajaran selama periode tertentu yang

dinyatakan dalam nilai baik.

3. Pembelajaran Matematika

(29)

H. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan peneliti khususnya

yang terkait dengan penelitian yang menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD.

2. Bagi Guru

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukan

tentang model pembelajaran yang baik untuk meningkatkan hasil belajar

siswa dalam belajar matematika.

3. Bagi Universitas /Fakultas

Penelitian ini dapat digunakan sebagai khasanah /perpustakaan ilmu

(30)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Makna Belajar dan Pembelajaran

Kata “belajar” dalam kamus Poerwadarminta (1953) diberi penjelasan

singkat “berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapatkan sesuatu

kepandaian”. Bila dilacak dari kata dasarnya “ajar”, maka “belajar” diberi arti

berusaha supaya beroleh kepandaian (ilmu dan sebagainya) dengan menghafal

(melatih diri dan sebagainya), seperti dalam “belajar membaca” atau “belajar

ilmu pasti”, dan berlatih, misalnya dalam “belajar berenang” dan “belajar

berkenalan”.

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia, sehingga tidak ada istilah terlambat untuk belajar walau usia

telah senja. Telah banyak ahli pendidikan yang merumuskan dan membuat

tafsiran tentang belajar. Menurut Usman (1996:5) “belajar diartikan sebagai

proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara

individu dan individu dengan lingkungannya”. Kriteria keberhasilan dalam

belajar diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri

individu yang belajar. Menurut Hilgard dan Brower dalam bukunya Hamalik

(1992: 45) mendefinisikan “belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui

(31)

(1989: 27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah pemodifikasian tingkah laku

melalui pengalaman dan latihan”.

Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang

memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Dengan demikian, proses belajar bersifat internal dan unik dalam individu siswa,

sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan

bersifat rekayasa prilaku. Peristiwa belajar yang disertai dengan proses

pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar hanya

semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan

proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif

yang sengaja diciptakan (Erman:2001)

Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam

lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses

sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber

/fasilitas, dan teman-teman siswa. (Erman, 2001:8)

B. Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa latin manthenein atau mathena

yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Ciri utama matematika adalah

penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh

sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep

atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian dalam

(32)

pengalaman peristiwa nyata. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh

dan fakta yang teramati.

Penerapan dari cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap

kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa. Matematika berfungsi

mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa

melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan

matematika, diagram, grafik dan tabel.

Menurut Kurikulum 2004 (Depdiknas 2003: 3) bahwa tujuan

pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan melalui

kegiatan penyelidikan, misal menunjukkan kesamaan dan perbedaan.

2. Mengembangkan aktifitas kreatif.

3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi /gagasan, missal

melalui lisan, grafik, peta dan sebagainya.

C. Teori Belajar

1. Aliran Psikologi Tingkah Laku

a) Teori Thorndike

Edward L. Thorndike (dalam Suherman, 2003:28)

mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan

(33)

siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau

kepuasan.

Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike

ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada

hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara

stimulus dan respon.

b) Teori Skinner

Burhus Frederig Skinner (dalam Suherman, 2003:31) menyatakan

bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting

dalam proses belajar.

Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas

penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap

sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan

meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya

itu.

c) Teori Ausubel

Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya

pengulangan sebelum belajar dimulai. Untuk membedakan antara belajar

menemukan dengan belajar menerima, pada belajar menerima siswa

hanya menerima, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan

(34)

d) Teori Gagne

Menurut Gagne (dalam Suherman, 2003:33) belajar matematika

ada 2 obyek yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung dan obyek

tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki

dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap

matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan obyek

langsung berupa fakta, keterampilan konsep dan aturan.

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai teori-teori belajar maka

dapat disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku yang

terjadi sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan

lingkungannya.

2. Aliran Psikologi Kognitif

a) Teori Piaget

Menurut Piaget (dalam Dahar, 1996:27), perkembangan

intelektual didasarkan pada dua fungsi yakni, organisasi dan adaptasi.

Organisasi memberikan kemampuan untuk mensistematikkan atau

mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi

sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur.

Adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk menyesuaikan diri

atau beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan

dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi

adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan

(35)

yang sudah ada (Suparno, 1997:31). Asimilasi tidak menyebabkan

perubahan atau pergantian skema, melainkan memperkembangkan

skema. Bila dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru

seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu

dengan skema yang telah ia punyai, karena pengalaman yang baru itu

tidak cocok dengan skema yang sudah ada, maka orang itu akan

mengadakan akomodasi, yaitu membentuk skema baru yang dapat cocok

dengan rangsangan yang baru itu atau memodifikasi skema yang ada

sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai

berikut:

1. Memusatkan perhatian pada proses berpikir siswa, bukan sekedar

pada hasilnya.

2. Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri

dan keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran.

3. Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan

perkembangan. Sehingga guru harus melakukan upaya khusus untuk

mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu atau

kelompok-kelompok kecil.

b) Teori Bruner

Bruner (dalam Dahar, 1996:45) menekankan bahwa setiap

individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di

(36)

peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang

peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang

terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:

1. Tahap enaktif, dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya

menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.

2. Tahap ikonik, tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai

menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek.

Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung

obyek-obyek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan

gambaran dari obyek.

3. Tahap simbolik, tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara

langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan obyek-obyek.

Berdasarkan teori Bruner, pada awal pembelajaran sangat

dimungkinkan siswa memanipulasi obyek-obyek yang ada kaitannya

dengan masalah yang diberikan guru secara langsung. Kemudian pada

prosesnya siswa memanipulasi simbol-simbol. Dengan demikian,

keterkaitan teori Bruner dengan model pembelajaran benuansa problem

based learning adalah siswa belajar dengan menggunakan obyek konkrit

atau gambar dari obyek konkrit, kemudian siswa secara aktif membangun

pengetahuannya melalui kegiatan yang memungkinkan ia memanipulasi

(37)

c) Teori Gestalt

Tokoh aliran ini adalah John Dewey. John Dewey (dalam

Suherman, 2003:47) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal

berikut:

1. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.

2. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan

intelektual siswa.

3. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.

d) Teori Van Hiele

Teori Van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik

berkebangsaan Belanda, Pierre Marie Van Hiele dan Dina Van

Hiele-Geldof, menjelaskan perkembangan berpikir siswa dalam belajar

geometri. Menurut teori Van Hiele, seseorang akan melalui lima tahap

perkembangan berpikir dalam belajar geometri.

Kelima tahap perkembangan berpikir Van Hiele, adalah

1. Tahap visualisasi, tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap

rekognisi, tahap holistik, dan tahap visual. Pada tahap ini siswa

mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar berdasarkan

karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak

terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek

(38)

memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun

yang ditunjukkan.

2. Tahap analisis, tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada

tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan

sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan

melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan

membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat

menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat

hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat

dipahami oleh siswa.

3. Tahap deduksi informal, tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak,

tahap abstrak /relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer,

Argyropoulos dan Orton menyebut tahap ini dengan tahap ordering.

Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada

suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun

geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan

sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal,

dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki.

Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis

adalah metode untuk membangun geometri.

4. Tahap deduksi, tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal.

Pada tahap ini siswa dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar

(39)

aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan

bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan

konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian

melalui serangkaian penalaran deduktif.

5. Tahap rigor, Clements & Battista juga menyebut tahap ini dengan

tahap matematika, sedangkan Muser dan Burger menyebut dengan

tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam

sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari

manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk

yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian

formal dapat dipahami.

Teori Van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu

1. Tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan sekuensial

2. Kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih bergantung

pada pembelajaran,

3. Setiap tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri-sendiri.

Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa setiap tahap

memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan

sendiri-sendiri. Clements & Battista menyatakan bahwa teori Van Hiele

mempunyai karakteristik, yaitu

1. Belajar adalah proses yang tidak kontinu, terdapat “lompatan” dalam

kurva belajar seseorang.

(40)

3. Konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahap akan dipahami

secara ekplisit pada tahap berikutnya

4. Setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.

Crowley menyatakan bahwa teori Van Hiele mempunyai

sifat-sifat berikut:

1. Berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai

urutannya.

2. Kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak

dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia.

3. Intrinsik dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan

menjadi obyek yang jelas pada tahap berikutnya

4. Kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan

sistem relasi sendiri

5. Mismacth, yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap

pembelajaran berada pada tahap yang berbeda.

Setiap tahap dalam teori Van Hiele, menunjukkan karakteristik

proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam

konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh

akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses berpikir

yang digunakan.

Tahap-tahap berpikir Van Hiele akan dilalui siswa secara

berurutan. Dengan demikian siswa harus melewati suatu tahap dengan

(41)

suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak bergantung pada isi dan

metode pembelajaran daripada umur dan kematangan. Dengan demikian,

guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan tahap

berpikir siswa.

D. Hasil Belajar

Menurut Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang

diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek

perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila

pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku

yang diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan

sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam

kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui

evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang

dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni, 2005:11)

yaitu sebagai berikut.

a. Faktor Internal

Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh,

kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial

seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan

kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap

(42)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat

belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor

eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar.

E. Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar matematika harus dilakukan untuk mengukur

perkembangan hasil belajar siswa berupa pencapaian kecakapan atau kemahiran

matematika yang meliputi pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan

komunikasi, pemecahan masalah dengan menghargai kegunaan matematika.

Untuk menilai hasil belajar siswa dibutuhkan 3 aspek, yaitu:

a. Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam

memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes,

akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep

adalah:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep.

2. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai

konsepnya).

3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

6. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

(43)

b. Penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa

dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika.

Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah:

1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau

diagram.

2. Mengajukan dugaan.

3. Melakukan manipulasi matematika.

4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi.

5. Menarik kesimpulan dari pernyataan.

6. Memeriksa ke-sahhan suatu argumen.

7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat

generalisasi.

c. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategi yang ditunjukkan siswa

dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan

menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Indikator yang

menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah:

1. Menunjukkan pemahaman masalah.

2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam

pemecahan masalah.

3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk.

4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.

(44)

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

(Astuti, 2006:1)

F. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning )

Cooperative Learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang

bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesakan

suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama

lainnya. Bukanlah cooperative learning jika siswa duduk bersama dalam

kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk

menyelesaikan pekerjaan seluruh kelompok.

Menurut Suherman dkk (2003:260) cooperative learning menekankan

pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah

tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Menurut

Suherman dkk (2003:260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam

cooperative learning agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif,

hal tersebut meliputi: pertama para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok

harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai

tujuan bersama yang harus dicapai. Kedua para siswa yang tergabung dalam

sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah

masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi

(45)

mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu

harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.

Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin dkk, 2000)

adalah sebagai berikut:

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang dikerjakan dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota

kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab

yang sama di antara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk

mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam

kelompok kooperatif.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis

(46)

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Tujuan pembelajaran kooperatif:

a. Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam

tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul

dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Efek penting yang kedua adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang

berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa

keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.

Tabel 2.1 Langkah–Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana caranya membentuk

(47)

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

Landasan teori dan empirik

a. John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokraasi.

Dewey dan Thelan memandang tingkah laku kooperatif sebagai dasar

demokrasi, dan sekolah sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah

laku demokrasi. Sedangkan untuk mencapai tujuan pendidikan menurut

Dewey dan Thelan adalah dengan menstrukturkan kelas dan aktivitas belajar

siswa sedemikian rupa sehingga memodelkan hasil yang diinginkan.

b. Gordon Allport dan Relasi antar Kelompok.

Menurut Gordon Allport kontak langsung antar etnik yang terjadi di

bawah kondisi status yang setara dibutuhkan untuk mengurangi kecurigaan

ras dan etnis. Tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh Gordon Allport untuk

mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu:

1. Kontak langsung antar etnik

2. Sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara

(48)

3. Dimana seting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar-etnis

c. Belajar Berdasarkan Pengalaman.

Johnson dan Johnson memberikan pembelajaran berdasarkan

pengalaman sebagai berikut. Belajar berdasarkan pengalaman didasarkan

pada tiga asumsi: bahwa anda akan belajar paling baik jika anda secara

pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu, bahwa pengetahuan harus

ditemukan oleh anda sendiri apabila pengetahuan itu hendak anda jadikan

pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan dalam tingkah

laku anda, dan bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda

bebas menetapkan tujuan pembelajaran anda sendiri dan secara aktif

mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.

d. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Akademik

Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping

pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif

dan hubungan yang lebih baik di antara siswa, pembelajaran kooperatif secara

bersamaan membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka. Dalam

penelitian Slavin, hasil-hasil penelitian menunjukkan teknik-teknik

pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar

dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau

kompetitif.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam "setting" kelas

kooperatif, siswa lebih banyak belajar dari teman ke teman yang lain di antara

(49)

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat

positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.

Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang

rendah, antara lain (Muslimin dkk, 2000) seperti berikut ini.

1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.

2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.

3. Memperbaiki kehadiran.

4. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.

5. Perilaku menggangu menjadi lebih kecil.

6. Konflik antar pribadi berkurang.

7. Sikap apatis berkurang.

8. Motivasi lebih besar atau meningkat.

9. Hasil belajar lebih tinggi.

10. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

G. STAD (Student Teams Achievement Division )

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di

Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada

belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa

setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru membagi siswa

(50)

laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan

tinggi, sedang, rendah.

Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

sebagai berikut.

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi

dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam

menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, antara lain

dengan metode penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini

tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga

akan diperoleh nilai awal kemampuan siswa.

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5

anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang

berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok

berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan

jender.

d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang

telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu

antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru.

Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat

menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan

oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.

(51)

f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan

memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

g. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai

peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.

Menurut Slavin (1995), guru memberikan penghargaan pada kelompok

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke

nilai kuis /tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.

Cara-cara /langkah-langkah menentukan nilai penghargaan kepada

kelompok dijelaskan sebagai berikut:

a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal)

dapat berupa nilai tes/kuis awal.

b. Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja

dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I,

kuis II, dan nilai kepada setiap siswa, yang kita sebut dengan nilai kuis

terkini;

c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan

berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing

siswa dengan menggunakan tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Kriteria Nilai Peningkatan

Kriteria Nilai

Peningkatan

Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5

Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah

(52)

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10

di atas nilai awal 20

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal 30

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan

yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup,

baik, sangat baik, dan sempurna. Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk,

2000):

a. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata

nilai peningkatan kelompok < 15)

b. Baik, bila rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 <

rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20)

c. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20 <

rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25)

d. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan

25 (rata-rata nilai peningkatan kelompok > 25).

Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

sebagai berikut:

a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan

kerjasama kelompok.

b. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang

berasal dari ras yang berbeda.

c. Menerapkan bimbingan oleh teman.

(53)

Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD adalah sebagai berikut:

a. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan

seperti ini.

b. Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan

kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat

terampil menerapkan model ini.

H. Unsur-unsur pada Kubus, Balok, Prisma Tegak, dan Limas I. Unsur-unsur Kubus dan Balok

Perhatikan gambar di bawah ini!

Gambar 2.1 Kerangka Kubus dan Balok 1

Berikut ini adalah unsur-unsur pada Kubus dan Balok, antara lain :

a. Titik-titik sudut

Titik-titik sudut pada kubus berjumlah 8 buah, demikian pula

pada balok titik-titik sudutnya berjumlah 8 buah. Titik sudut harus ditulis

(54)

Contoh :

Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas, yang

merupakan titik sudut adalah titik A, B, C, D, E, F, G, dan H.

Pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas, yang

merupakan titik sudut adalah titik P, Q, R, S, K, L, M, dan N.

b. Rusuk

Rusuk pada kubus berjumlah 12 buah, demikian pula pada balok

rusuknya berjumlah 12 buah.

Jika panjang rusuk kubus adalah s, maka :

Jumlah panjang rusuk kubus = 12s.

Jika panjang balok = p, lebar = l, dan tinggi = t, maka :

Jumlah panjang rusuk balok = 4p + 4l + 4t, atau

= 4(p + l + t)

Contoh :

Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas,

rusuk-rusuknya adalah AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan

DH. Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas, terdapat

rusuk-rusuk yang saling sejajar, misalnya: AB, DC, EF, dan HG.

Pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas,

rusuk-rusuknya adalah PQ, QR, RS, SP, KL, LM, MN, NK, KP, LQ, MR dan NS.

Demikian pula, pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas,

(55)

c. Bidang Sisi

Bidang sisi pada kubus berjumlah 6 buah. Bidang sisi suatu kubus

berbentuk persegi yang sama dan sebangun (kongruen).

Bidang sisi pada balok berjumlah 6 buah. Bidang sisi suatu balok

berbentuk persegi panjang. Bidang sisi yang berhadapan pada suatu

kubus maupun balok, sama dan sebangun (kongruen) dan sejajar.

Contoh :

Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas, bidang ABFE

dan bidang DCGH berbentuk persegi yang sama dan sebangun

(kongruen).

Pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas, bidang PQRS

dan bidang KLMN berbentuk persegi panjang yang sama dan sebangun

(kongruen).

d. Diagonal Bidang

Perhatikan kubus ABCD.EFGH di bawah ini!

AC disebut diagonal bidang, yaitu

diagonal yang terletak pada bidang sisi

kubus. Diagonal bidang pada kubus

berjumlah 12 buah

Panjang diagonal bidang kubus = +

=

dengan, s adalah panjang rusuk kubus.

(56)

Contoh :

Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.2 di atas,

diagonal-diagonal bidangnya adalah AC, BD, EG, FH, AF, BE, BG, CF, AH, DE,

CH, dan DG.

Perhatikan balok ABCD.EFGH di bawah ini!

BD disebut diagonal bidang, yaitu

diagonal yang terletak pada bidang

sisi balok. Diagonal bidang pada

balok berjumlah 12 buah.

Gambar 2.3 Balok ABCD.EFGH Contoh :

Pada balok ABCD.EFGH pada Gambar 2.3 di atas,

diagonal-diagonal bidangnya adalah AC, BD, EG, FH, AF, BE, BG, CF, AH, DE,

CH, dan DG.

e. Diagonal Ruang

Diagonal ruang pada kubus berjumlah 4 buah. Pada kubus

ABCD.EFGH pada Gambar 2.2 di atas, AG disebut diagonal ruang,

yaitu diagonal yang terletak pada ruang kubus.

Panjang diagonal ruang kubus = + + =

Contoh :

Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.2 di atas,

(57)

Diagonal ruang pada balok berjumlah 4 buah. Pada balok

ABCD.EFGH pada Gambar 2.3 di atas, HB disebut diagonal ruang,

yaitu diagonal yang terletak dalam ruang balok.

Panjang diagonal ruang balok = + +

dengan,

p : panjang balok, l : lebar balok, dan t : tinggi balok.

Contoh :

Pada balok ABCD.EFGH pada Gambar 2.3 di atas,

diagonal-diagonal ruangnya adalah AG, CE, BH, dan DF.

f. Bidang Diagonal

Perhatikan gambar di bawah ini!

Gambar 2.4 Gambar Bidang Diagonal Kubus ABCD.EFGH

Bidang-bidang yang diarsir pada Gambar 2.4 di atas menunjukkan

bidang-bidang diagonal suatu kubus. Kubus memiliki 6 buah bidang

diagonal yang masing-masing berbentuk persegi panjang yang sama

dan sebangun (kongruen). Gambar di atas menunjukkan beberapa

(58)

Contoh :

Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.4 di atas, bidang-bidang

diagonalnya adalah ACGE, BDHF, BCHE, ADGF, ABGH, dan CDEF.

Gambar 2.5 Bidang Diagonal Balok ABCD.EFGH

Bidang-bidang yang diarsir pada Gambar 2.5 di atas menunjukkan

bidang-bidang diagonal suatu balok. Balok memiliki 6 buah bidang

diagonal yang masing-masing berbentuk persegi panjang tetapi keenam

bidang diagonal tersebut tidak sama dan sebangun. Gambar di atas

menunjukkan beberapa contoh dari bidang diagonal balok.

Contoh :

Pada balok ABCD.EFGH pada Gambar 2.5 di atas, bidang-bidang

diagonalnya adalah ACGE, BDHF, BCHE, ADGF, ABGH, dan CDEF.

II. Sifat-Sifat Kubus dan Balok

Gambar 2.6 Kerangka Kubus dan Balok 2

(59)

1. Sifat-Sifat Kubus

Gambar 2.6 di atas menunjukkan kubus ABCD.EFGH yang memiliki

sifat-sifat sebagai berikut :

a. Semua bidang sisi kubus berbentuk persegi.

Jika diperhatikan, bidang ABCD, EFGH, ABFE, dan seterusnya

memiliki bentuk persegi dan memiliki luas yang sama.

b. Semua rusuk kubus berukuran sama panjang.

Rusuk-rusuk kubus AB, BC, CD, dan seterusnya memiliki

ukuran yang sama panjang.

c. Setiap diagonal bidang pada kubus memiliki ukuran yang sama

panjang.

Perhatikan ruas garis BG dan CF pada kubus ABCD.EFGH dari

Gambar 2.6 di atas. Kedua garis tersebut merupakan diagonal bidang

kubus ABCD.EFGH yang memiliki ukuran sama panjang.

d. Setiap diagonal ruang pada kubus memiliki ukuran sama panjang.

Dari kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.6 di atas, terdapat

empat diagonal ruang, yaitu EC, AG, HB, dan DF yang semuanya

berukuran sama panjang.

e. Setiap bidang diagonal pada kubus memiliki bentuk persegi panjang.

Perhatikan kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.6 di atas.

Terlihat bahwa bidang diagonal ACGE, BCHE, ABGH, dan seterusnya

memiliki bentuk persegi panjang, begitu pula dengan bidang diagonal

(60)

2. Sifat-Sifat Balok

Gambar 2.6 di atas menunjukkan balok PQRS.KLMN yang memiliki

sifat-sifat sebagai berikut.

a. Bidang sisi balok berbentuk persegi panjang.

Perhatikan bidang PQRS, PQLK, QRML, dan seterusnya. Bidang

sisi tersebut memiliki bentuk persegi panjang. Suatu bangun ruang sisi

datar disebut balok jika terdapat minimal satu pasang bidang sisi yang

berbentuk persegi panjang.

b. Rusuk-rusuk yang sejajar memiliki ukuran yang sama panjang.

Rusuk-rusuk yang sejajar seperti PQ dan SR, KL dan NM

memiliki ukuran yang sama panjang begitu pula dengan rusuk KP dan

LQ, MR dan NS memiliki ukuran yang sama panjang.

c. Setiap diagonal pada bidang sisi yang berhadapan memiliki ukuran yang

sama panjang.

Panjang diagonal pada bidang sisi yang berhadapan, seperti PR

dan KM, PL dan SM, KS dan LR, dan seterusnya memiliki ukuran yang

sama panjang.

d. Setiap diagonal ruang pada balok memiliki ukuran yang sama panjang.

Diagonal ruang pada balok PQRS.KLMN dari Gambar 2.6 di atas,

yaitu KR, PM, NQ, dan SL memiliki panjang yang sama.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel Analisis Tes Awal dan Tes Akhir ..................................................
Tabel 2.1 Langkah–Langkah Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.2 Kriteria Nilai Peningkatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prodi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu–Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul dan Pembimbing Akademik.. Ibu Prita Dhyani Swamilaksita, SP., M.Si selaku

Properti komersial terbaik untuk lahan di Jalan Raya Meruyung Kota Depok dipilih dari hasil analisis Highest and Best Use (HBU).. Alternatif properti terbaik

2 (a) Haji merupakan rukun Islam ke lima yang wajib ditunaikan oleh umat Islam sekali seumur hidup. (i) Nyatakan dua

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

dilakukan diluar dari pada Upacara Adat Wara maka pihak Kepolisian.. tetap melakukan tindakan atas permainan Dadu Gurak

17.1 Semua peserta yang lulus pembuktian kualifikasi dimasukkan oleh Panitia PBJ ke dalam Daftar Pendek (short list), untuk Seleksi Umum paling kurang 5 (lima)

To the teacher and the students, this study is very useful because they will get much information related to their activities in the classroom, especially in what patterns are

Dalam berpikir analogi, pada tahap encoding Siswa mampu mengidentifikasi ciri-ciri atau struktur dari masalah sumber dan target, pada tahap inferring mampu