MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Benidiktus Dwi Prasetyo NIM: 061414063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Benidiktus Dwi Prasetyo NIM: 061414063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO
MOTTO
MOTTO
MOTTO
““““Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah
dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa
dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa
dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa
dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa””””
“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari
“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari
“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari
“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat dari
mulut
mulut
mulut
mulut----Nya datang pengetahuan dan kepandaian”
Nya datang pengetahuan dan kepandaian”
Nya datang pengetahuan dan kepandaian”
Nya datang pengetahuan dan kepandaian”
““““Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka
Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka
Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka
Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka
terlaksanalah segala rencanamu”
terlaksanalah segala rencanamu”
terlaksanalah segala rencanamu”
terlaksanalah segala rencanamu”
v
Halaman Persembahan
Halaman Persembahan
Halaman Persembahan
Halaman Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Yesus Kristus teladan, penyemangat dan tumpuan hatiku. Bapak, Ibu, Mbak Atik, dan Mas Candra yang selalu mendukung dan mendoakanku...
Yang tercinta Romo Gregorius Suprayitno yang tiada hentinya memberikan doa dan spirit..
Civitas Akademica Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Dosen pembimbing skripsiku yang tercinta Bapak Drs. Sukardjono, M. Pd
Untuk seluruh Dosen dan Staf Program Studi Pendidikan Matematika USD yang banyak membantu selama kuliah di USD.
Untuk Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Untuk seseorang yang sangat spesial buatku, yang tak bisa disebutkan namanya.
Untuk sahabatku Hery, Putri, Rista dan si boy (Julius Juliawan Warta Kusumah)
Untuk semua mahasiswa program studi pendidikan matematika angkatan 2006.
viii
ABSTRAK
Dwi Prasetyo, Benidiktus. 2011. NIM: 061414063. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1) untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2) untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco, setelah guru mengajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar dengan sub pokok bahasan tentang unsur-unsur kubus, balok, prisma, dan limas.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Subyek penelitian ini adalah Guru Matematika dan Siswa Kelas VIII D di SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Sedangkan obyek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII D SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Dalam variabel penelitian ada variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran, dalam hal ini model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa kelas VIII D semester 2 pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011. Instrumen penelitian untuk variabel bebas adalah lembar observasi dan wawancara. Sedangkan instrumen penelitian untuk variabel terikat adalah tes awal dan tes akhir. Untuk instrumen tes akhir diuji cobakan terlebih dahulu pada kelas uji coba, serta dihitung validitas dan reliabilitas butir soal. Data hasil pemeriksaan dokumen diolah dengan menyajikan data dalam tabel nilai tes awal dan tes akhir, membuat rekapitulasi tabel penilaian tes awal, lembar kerja kelompok, dan tes akhir dan membuat kesimpulan berdasarkan rekapitulasi tabel penilaian tes awal, lembar kerja kelompok, dan tes akhir. Data hasil pengamatan diolah dengan membuat rangkuman hasil pengamatan, dan membuat kesimpulan berdasarkan rangkuman hasil pengamatan. Data hasil wawancara diolah dengan menganalisis hasil wawancara, kemudian membuat rangkuman hasil wawancara, dan membuat kesimpulan berdasarkan rangkuman hasil wawancara.
ix
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari. Sedangkan untuk peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa, dapat
dilihat dengan: 1) berdasarkan perhitungan statistika diperoleh rata-rata nilai tes awal dan rata-rata nilai tes akhir ada peningkatan rata-rata nilai, yaitu X nilai tes awal adalah 36,5 dan X nilai tes akhir adalah 38,8, maka ada peningkatan hasil belajar siswa yang tidak terlalu signifikan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2) berdasarkan tabel dan gambar, terlihat bahwa rata-rata tes akhir lebih tinggi dari pada rata-rata tes awal. Sehingga ada peningkatan hasil belajar siswa yang diajarkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi peningkatan hasil belajar kurang signifikan. 3) berdasarkan pengujian hipotesis, yaitu dari tabel SPSS pada Bab IV didapat t = −0,564, sedangkan
t 0,025; 30 = ± 1,960 maka t > −1,960 dan t < 1,960 dan
dengan signifikansi (2-tailed) p = 0,577 yang adalah lebih besar dari 0,025; maka "# diterima atau dengan kata lain data nilai pretes dan postes tidak berbeda signifikan. Kesimpulan: karena "# diterima maka tidak terbukti pada taraf kepercayaan 95% bahwa tidak ada peningkatan nilai pretes-postes siswa akan unsu-unsur kubus, balok, prisma, dan limas setelah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
x
ABSTRACT
Dwi Prasetyo, Benidiktus. 2011. Student Number: 061414063. COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE STAD in the POLYHEDRON SUBJECT in IMPROVING the RESULT of the STUDY of MATHEMATICS STUDENTS of CLASS VIII D SEMESTER 2 in
JOANNES BOSCO JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA
ACADEMIC YEAR 2010/2011. Mathematics Education Courses, the Department of Education of Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Educational Sciences, University of Sanata Dharma Yogyakarta.
This research was conducted with the purpose: 1) to figure out the implementation of STAD type cooperative learning model. 2) to find out if there would be an improvement in the result of the study of mathematics students of class VIII D in Joannes Bosco Junior High School, after the teacher taught with the cooperative learning model type STAD in the polyhedron subject with the subject matter of elements of the cube, beam, prism, and pyramid.
The type of this research was qualitative and quantitative descriptive. The subject of this research was a mathematics teacher and students of class VIII D in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta. Whereas the object of this research was the cooperative learning model type STAD in the polyhedron subject in improving the result of the study of mathematics students of class VIII D Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta. In this research there were independent variables and the dependent variable. Independent variables in this study were a cooperative learning model type STAD. Dependent variables in this research were the result of the study of mathematics students in the polyhedron subject of class VIII D semester 2 in Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta academic year 2010/2011. The instrument research for independent variables was sheets of observations and interviews. While the research instrument for dependent variables were the initial test and final test. However, the final test instrument was tested first in the trial class, as well as the reliability and validity of calculated problem. Document examination results data were processed by presenting the score of the initial test and final test data in the table, making a recapitulation of the initial test assessment table, worksheets, the final test. Document examination results data were also processed by making a conclusion based on the recapitulation of the initial test assessment table, worksheets, and the final test. Observations data were processed by making summary of observation results and make a conclusion based on the summary of observation results. Interviews data were processed by analyzing interview results, making a summary of interview results, and then making a conclusion based on the summary of interview results.
xi
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat yang dianugrahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA
POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DALAM
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII D SEMESTER 2 SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010 /2011”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
2. Bapak Dr. M. Andi Rudhito, M.Si. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Matematika.
3. Bapak Drs. Sukardjono, M. Pd. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing penulis dengan sabar, mengarahkan dan memberi saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Ibu Dra. Bekti Susilowati selaku Kepala Sekolah SMP Joannes Bosco Yogyakarta, Ibu B. Wuriningsih, S.Pd. selaku guru matematika SMP Joannes Bosco Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan, kerjasama, dan dukungan untuk mengadakan penelitian.
5. Segenap guru dan karyawan SMP Joannes Bosco Yogyakarta atas penerimaan dan kerjasamanya.
xiii
7. Ayahanda Martinus Kistam, Ibunda Anna Subiyati, Mbakku Yosefin Atik Purtanti, dan Masku Yustinus Candra Widi Wijanarko tersayang, atas perhatian, kasih sayang, dukungan doa, semangat dan materi yang telah diberikan pada penulis dari kecil hingga sekarang.
8. Sahabatku Hery, Putri, Rista dan Julius Juliawan Wartakusumah atas bantuan, kritik dan saran, doa, semangat, kerjasama, dan keceriannya selama ini. 9. Rm. Gregorius Suprayitno, Pr, atas doa, bantuan, dan bimbingan selama ini. 10. Seseorang yang tidak bisa saya sebutkan namanya, atas bantuan, kritik,
dukungan doa, semangat, dan keceriaannya selama ini.
11. Semua teman-teman di prodi Pendidikan Matematika ‘06 atas semua pengalaman yang didapat bersama. Semoga kita dapat menjadi pendidik yang profesional dan berkualitas kelak.
12. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga segala bantuan dan amalnya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang terkait untuk menyempurnakan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri untuk terus meningkatkan kemampuan penulis sebagai calon pendidik dan juga semua pihak yang terkait yang membutuhkan.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
BAB II. LANDASAN TEORI A. Makna Belajar dan Pembelajaran ... 9
B. Pengertian Matematika ... 10
xv
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku ... 11
2. Aliran Psikologi Kognitif ... 13
D. Hasil Belajar... 20
E. Penilaian Hasil Belajar ... 21
F. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ... 23
G. STAD (Student Teams Achievement Division) ... 28
H. Unsur-unsur pada Kubus, Balok, Prisma Tegak, dan Limas ... 32
BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 47
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 47
H. Analisis Instrument Penelitian ... 54
I. Analisis Hasil Pretes dan Postes ... 56
BAB IV. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 59
1. Pelaksanaan Pembelajaran... 59
2. Rekaman Video ... 64
3. Observasi/Pengamatan ... 66
4. Wawancara ... 66
B. Hasil Analisis Data 1. Transkrip Video ... 67
xvi
C. Kesesuaian Prosedur Pembelajaran Guru dengan Metode
STAD ... 69
D. Dampak Tindakan Guru terhadap Siswa Selama Pembelajaran Berlangsung ... 70
E. Data STAD... 72
F. Data Hasil Belajar ... 73
G. Analisis Hasil Belajar ... 74
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 82
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 25
Tabel 2.2 Kriteria Nilai Peningkatan ... 30
Tabel 3.1 Contoh Instrumen Penelitian ... 51
Tabel 4.1 Komponen-komponen STAD ... 72
Tabel 4.2 Nilai Sebelum STAD dan Sesudah STAD ... 74
Tabel 4.3 Nilai Pretes dan Postes Kelas VIII D ... 76
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Kedua Nilai Pretes dan Postes Siswa Kelas VIII D ... 77
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Kubus dan Balok 1 ... 32
Gambar 2.2 Kubus ABCDEFGH ... 34
Gambar 2.3 Balok ABCDEFGH ... 35
Gambar 2.4 Gambar Bidang Diagonal Kubus ABCDEFGH ... 36
Gambar 2.5 Bidang Diogonal Balok ABCDEFGH ... 37
Gambar 2.6 Kerangka Kubus dan Balok 2 ... 37
Gambar 2.7 Kerangka Berbagai Prisma ... 40
Gambar 2.8 Kerangka Berbagai Limas ... 41
Gambar 2.9 Kerangka Prisma Tegak ABCDEF.GHIJKL ... 41
Gambar 2.10 Kerangka Limas E.ABCD ... 43
Gambar 2.11 Gambar Prisma Tegak ABC.DEF ... 44
Gambar 2.12 Limas Segitiga D.ABC ... 45
Gambar 2.13 Limas Segiempat E.ABCD ... 45
xix Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 88
Lampiran 3 Lembar Observasi Sebelum Penelitian ... 94
Lembar Observasi Setelah Penelitian ... 96
Transkripsi Hasil Wawancara ... 97
Lampiran 4
Kunci Jawaban Lembar Kerja Kelompok ... 114
xx Lampiran 8
Rekapitulasi Hasil Tes Awal, Lembar Kerja Kelompok dan
Kuis Individu I dan II ... 152 Lampiran 9
Tabel Analisis Tes Awal dan Tes Akhir ... 154 Lampiran 10
Tabel Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal ... 155 Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal ... 159 Lampiran 11
Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 168 Surat Keterangan Penelitian dari SMP Joannes Bosco Yogyakarta ... 169 Lampiran 12
Dokumentasi Penyerahan Kenang-Kenangan Pada Siswa ... 170 Lampiran 13
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam
kurikulum sekolah. Menurut Dreeben (Hamzah, 2001:7) matematika
diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang
(long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat. Sedangkan menurut
Sujono (Hamzah, 2001:8) matematika perlu diajarkan di sekolah karena
matematika menyiapkan siswa menjadi pemikir dan penemu, matematika
menyiapkan siswa menjadi warga negara yang hemat, cermat dan efisien dan
matematika membantu siswa mengembangkan karakternya. Pendapat yang
lain adalah pendapat Stanic (Hamzah, 2001:8) menegaskan bahwa tujuan
pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan
berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas dan kritis. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah
merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kecerdasan siswa.
Pada hakekatnya belajar merupakan salah satu bentuk kegiatan
individu dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan dari setiap
akan tercapai jika siswa sebagai subyek terlibat secara aktif baik fisik maupun
emosinya dalam proses belajar mengajar.
Dalam pembelajaran aktif siswa dipandang sebagai subyek bukan
obyek dan belajar lebih dipentingkan daripada mengajar. Disamping itu siswa
ikut berpartisipasi ikut mencoba dan melakukan sendiri yang sedang
dipelajari. Sedangkan dalam pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran
aktif, fungsi guru adalah menciptakan suatu kondisi belajar yang
memungkinkan siswa berkembang secara optimal.
Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan di SMP Joannes Bosco,
kenyataannya guru cenderung masih menggunakan pembelajaran yang
konvensional. Guru cenderung masih dominan dalam pembelajaran di kelas,
sehingga siswa tidak berpartisipasi /aktif dalam pembelajaran di kelas. Hal ini
dapat mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya kepada
guru mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas yang
seperti ini menjadi sangat monoton dan kurang menarik.
Pembelajaran yang baik dan menarik salah satunya dengan model
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
yaitu mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim
untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau untuk
mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Salah satu cooperative
learning adalah tipe STAD. Menurut Suherman dkk (2003:260) inti dari
STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa
menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka
menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada
guru.
B. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan masalah di atas pembelajaran yang terjadi di SMP
Joannes Bosco Yogyakarta kurang menarik. Berikut ini adalah permasalahan
yang dihadapi setelah peneliti melakukan observasi sebelum penelitian antara
lain:
1. Guru masih dominan dalam pembelajaran di kelas.
2. Hanya sebagian kecil siswa yang mau maju ke depan kelas untuk
mengerjakan soal maupun memberikan penjelasan pada siswa lain.
3. Siswa terlihat malas dan kurang percaya diri untuk mengerjakan soal dan
akan mengerjakan setelah selesai dikerjakan guru atau siswa lain.
4. Siswa tidak berani mengemukakan ide /gagasan pada guru atau dengan
kata lain siswa pasif.
5. Tidak ada interaksi antara guru dengan siswa.
6. Siswa cenderung malu bertanya pada saat pelajaran di kelas.
7. Siswa menganggap pelajaran matematika pelajaran yang sulit.
8. Pembelajaran di kelas sangat monoton dan membosankan.
Berdasarkan uraian di atas, agar pembelajaran lebih menarik peneliti
mengambil judul “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Pokok
Matematika Siswa Kelas VIII D Semester 2 SMP Joannes Bosco Yogyakarta
Tahun Ajaran 2010 /2011”. Peneliti mengambil judul tersebut, karena model
pembelajaran kooperatif tipe STAD yang peneliti kuasai dan mudah
dipahami.
C. Pembatasan Masalah
Dari permasalahan di atas, terdapat dua hal yang dikaji. Permasalahan
pertama adalah model pembelajaran dan yang kedua adalah prestasi belajar
siswa. Pada penelitian ini yang diteliti oleh peneliti tentang model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan prestasi belajar siswa dalam belajar
matematika pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.
Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan baik, maka perlu diberikan
batasan-batasan sebagai berikut:
1. Materi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi
datar.
2. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII D
SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2010 /2011
3. Penelitian ini hanya membahas mengenai model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII
D SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2010 /2011 khususnya
pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.
4. Prestasi belajar matematika pada penelitian ini dibatasi pada hasil belajar
mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya.
D. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Apakah ada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIII D SMP
Joannes Bosco, setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
2. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar matematika siswa
kelas VIII D SMP Joannes Bosco, setelah menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
G. Batasan Istilah
Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta
judul dan rumusan masalah dari skripsi yang peneliti ajukan, maka perlu
diberi pembatasan beberapa istilah sebagai berikut.
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga
mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik
baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.
Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari
4-5 orang dan terdiri laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai
suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah (dengan kata lain
kelompok tersebut harus heterogen dalam segala aspek). Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja di dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Tim yang mendapat skor tertinggi, mendapat penghargaan. Kemudian seluruh siswa dikenai kuis tentang materi tersebut.
2. Prestasi Belajar
Menurut Sutratinah Tirtonegoro (1984 : 4), “Prestasi belajar
diartikan penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk symbol angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan
hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak didik dalam periode tertentu”.
Menurut Siti Partini (1980 : 49), “Prestasi belajar adalah hasil yang
4) menyatakan “Prestasi belajar merupakan perubahan tingkah laku yang
meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang merupakan ukuran
keberhasilan siswa”. Haditomo dkk (1980 : 4), mengatakan “Prestasi
belajar adalah kemampuan seseorang. Dewa Ketut Sukardi (1983 : 51),
menyatakan “Untuk mengukur prestasi belajar menggunakan tes prestasi
yang dimaksud sebagai alat untuk mengungkap kemampuan aktual sebagai
hasil belajar atau learning”. Menurut Sumadi Suryabrata (1987 : 324),
“Nilai merupakan perumusan terakhir yang dapat diberikan oleh guru
mengenai kemajuan atau prestasi belajar siswa selama masa tertentu”.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah ukuran keberhasilan kegiatan belajar siswa dalam
menguasai sejumlah mata pelajaran selama periode tertentu yang
dinyatakan dalam nilai baik.
3. Pembelajaran Matematika
H. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan peneliti khususnya
yang terkait dengan penelitian yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
2. Bagi Guru
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukan
tentang model pembelajaran yang baik untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dalam belajar matematika.
3. Bagi Universitas /Fakultas
Penelitian ini dapat digunakan sebagai khasanah /perpustakaan ilmu
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Makna Belajar dan Pembelajaran
Kata “belajar” dalam kamus Poerwadarminta (1953) diberi penjelasan
singkat “berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapatkan sesuatu
kepandaian”. Bila dilacak dari kata dasarnya “ajar”, maka “belajar” diberi arti
berusaha supaya beroleh kepandaian (ilmu dan sebagainya) dengan menghafal
(melatih diri dan sebagainya), seperti dalam “belajar membaca” atau “belajar
ilmu pasti”, dan berlatih, misalnya dalam “belajar berenang” dan “belajar
berkenalan”.
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, sehingga tidak ada istilah terlambat untuk belajar walau usia
telah senja. Telah banyak ahli pendidikan yang merumuskan dan membuat
tafsiran tentang belajar. Menurut Usman (1996:5) “belajar diartikan sebagai
proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara
individu dan individu dengan lingkungannya”. Kriteria keberhasilan dalam
belajar diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
individu yang belajar. Menurut Hilgard dan Brower dalam bukunya Hamalik
(1992: 45) mendefinisikan “belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui
(1989: 27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah pemodifikasian tingkah laku
melalui pengalaman dan latihan”.
Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang
memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dengan demikian, proses belajar bersifat internal dan unik dalam individu siswa,
sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan
bersifat rekayasa prilaku. Peristiwa belajar yang disertai dengan proses
pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar hanya
semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan
proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif
yang sengaja diciptakan (Erman:2001)
Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam
lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses
sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber
/fasilitas, dan teman-teman siswa. (Erman, 2001:8)
B. Pengertian Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa latin manthenein atau mathena
yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Ciri utama matematika adalah
penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep
atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian dalam
pengalaman peristiwa nyata. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh
dan fakta yang teramati.
Penerapan dari cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap
kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa. Matematika berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan
matematika, diagram, grafik dan tabel.
Menurut Kurikulum 2004 (Depdiknas 2003: 3) bahwa tujuan
pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan melalui
kegiatan penyelidikan, misal menunjukkan kesamaan dan perbedaan.
2. Mengembangkan aktifitas kreatif.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi /gagasan, missal
melalui lisan, grafik, peta dan sebagainya.
C. Teori Belajar
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku
a) Teori Thorndike
Edward L. Thorndike (dalam Suherman, 2003:28)
mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan
siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau
kepuasan.
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike
ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada
hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara
stimulus dan respon.
b) Teori Skinner
Burhus Frederig Skinner (dalam Suherman, 2003:31) menyatakan
bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting
dalam proses belajar.
Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas
penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap
sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan
meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya
itu.
c) Teori Ausubel
Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya
pengulangan sebelum belajar dimulai. Untuk membedakan antara belajar
menemukan dengan belajar menerima, pada belajar menerima siswa
hanya menerima, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan
d) Teori Gagne
Menurut Gagne (dalam Suherman, 2003:33) belajar matematika
ada 2 obyek yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung dan obyek
tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki
dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap
matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan obyek
langsung berupa fakta, keterampilan konsep dan aturan.
Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai teori-teori belajar maka
dapat disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku yang
terjadi sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan
lingkungannya.
2. Aliran Psikologi Kognitif
a) Teori Piaget
Menurut Piaget (dalam Dahar, 1996:27), perkembangan
intelektual didasarkan pada dua fungsi yakni, organisasi dan adaptasi.
Organisasi memberikan kemampuan untuk mensistematikkan atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi
sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur.
Adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk menyesuaikan diri
atau beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan
dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan
yang sudah ada (Suparno, 1997:31). Asimilasi tidak menyebabkan
perubahan atau pergantian skema, melainkan memperkembangkan
skema. Bila dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu
dengan skema yang telah ia punyai, karena pengalaman yang baru itu
tidak cocok dengan skema yang sudah ada, maka orang itu akan
mengadakan akomodasi, yaitu membentuk skema baru yang dapat cocok
dengan rangsangan yang baru itu atau memodifikasi skema yang ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1. Memusatkan perhatian pada proses berpikir siswa, bukan sekedar
pada hasilnya.
2. Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri
dan keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran.
3. Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Sehingga guru harus melakukan upaya khusus untuk
mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu atau
kelompok-kelompok kecil.
b) Teori Bruner
Bruner (dalam Dahar, 1996:45) menekankan bahwa setiap
individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di
peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang
peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang
terbagi menjadi tiga tahapan, yakni:
1. Tahap enaktif, dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya
menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
2. Tahap ikonik, tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek.
Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung
obyek-obyek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan
gambaran dari obyek.
3. Tahap simbolik, tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara
langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan obyek-obyek.
Berdasarkan teori Bruner, pada awal pembelajaran sangat
dimungkinkan siswa memanipulasi obyek-obyek yang ada kaitannya
dengan masalah yang diberikan guru secara langsung. Kemudian pada
prosesnya siswa memanipulasi simbol-simbol. Dengan demikian,
keterkaitan teori Bruner dengan model pembelajaran benuansa problem
based learning adalah siswa belajar dengan menggunakan obyek konkrit
atau gambar dari obyek konkrit, kemudian siswa secara aktif membangun
pengetahuannya melalui kegiatan yang memungkinkan ia memanipulasi
c) Teori Gestalt
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. John Dewey (dalam
Suherman, 2003:47) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
2. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siswa.
3. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
d) Teori Van Hiele
Teori Van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik
berkebangsaan Belanda, Pierre Marie Van Hiele dan Dina Van
Hiele-Geldof, menjelaskan perkembangan berpikir siswa dalam belajar
geometri. Menurut teori Van Hiele, seseorang akan melalui lima tahap
perkembangan berpikir dalam belajar geometri.
Kelima tahap perkembangan berpikir Van Hiele, adalah
1. Tahap visualisasi, tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap
rekognisi, tahap holistik, dan tahap visual. Pada tahap ini siswa
mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar berdasarkan
karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak
terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek
memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun
yang ditunjukkan.
2. Tahap analisis, tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada
tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan
sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan
melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan
membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat
menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat
hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat
dipahami oleh siswa.
3. Tahap deduksi informal, tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak,
tahap abstrak /relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer,
Argyropoulos dan Orton menyebut tahap ini dengan tahap ordering.
Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada
suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun
geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan
sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal,
dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki.
Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis
adalah metode untuk membangun geometri.
4. Tahap deduksi, tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal.
Pada tahap ini siswa dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar
aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan
bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan
konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian
melalui serangkaian penalaran deduktif.
5. Tahap rigor, Clements & Battista juga menyebut tahap ini dengan
tahap matematika, sedangkan Muser dan Burger menyebut dengan
tahap aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam
sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari
manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara bentuk
yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian
formal dapat dipahami.
Teori Van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu
1. Tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan sekuensial
2. Kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih bergantung
pada pembelajaran,
3. Setiap tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri-sendiri.
Burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa setiap tahap
memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan
sendiri-sendiri. Clements & Battista menyatakan bahwa teori Van Hiele
mempunyai karakteristik, yaitu
1. Belajar adalah proses yang tidak kontinu, terdapat “lompatan” dalam
kurva belajar seseorang.
3. Konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahap akan dipahami
secara ekplisit pada tahap berikutnya
4. Setiap tahap mempunyai kosakata sendiri-sendiri.
Crowley menyatakan bahwa teori Van Hiele mempunyai
sifat-sifat berikut:
1. Berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai
urutannya.
2. Kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak
dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia.
3. Intrinsik dan kestrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan
menjadi obyek yang jelas pada tahap berikutnya
4. Kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan
sistem relasi sendiri
5. Mismacth, yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap
pembelajaran berada pada tahap yang berbeda.
Setiap tahap dalam teori Van Hiele, menunjukkan karakteristik
proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam
konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh
akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses berpikir
yang digunakan.
Tahap-tahap berpikir Van Hiele akan dilalui siswa secara
berurutan. Dengan demikian siswa harus melewati suatu tahap dengan
suatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak bergantung pada isi dan
metode pembelajaran daripada umur dan kematangan. Dengan demikian,
guru harus menyediakan pengalaman belajar yang cocok dengan tahap
berpikir siswa.
D. Hasil Belajar
Menurut Anni (2005:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek
perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila
pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku
yang diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan
sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam
kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui
evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang
dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni, 2005:11)
yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh,
kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial
seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan
kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat
belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor
eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar.
E. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar matematika harus dilakukan untuk mengukur
perkembangan hasil belajar siswa berupa pencapaian kecakapan atau kemahiran
matematika yang meliputi pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan
komunikasi, pemecahan masalah dengan menghargai kegunaan matematika.
Untuk menilai hasil belajar siswa dibutuhkan 3 aspek, yaitu:
a. Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam
memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes,
akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep
adalah:
1. Menyatakan ulang sebuah konsep.
2. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai
konsepnya).
3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
6. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
b. Penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa
dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika.
Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah:
1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau
diagram.
2. Mengajukan dugaan.
3. Melakukan manipulasi matematika.
4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi.
5. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
6. Memeriksa ke-sahhan suatu argumen.
7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.
c. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategi yang ditunjukkan siswa
dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan
menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Indikator yang
menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah:
1. Menunjukkan pemahaman masalah.
2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam
pemecahan masalah.
3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk.
4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
(Astuti, 2006:1)
F. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning )
Cooperative Learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang
bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesakan
suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama
lainnya. Bukanlah cooperative learning jika siswa duduk bersama dalam
kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk
menyelesaikan pekerjaan seluruh kelompok.
Menurut Suherman dkk (2003:260) cooperative learning menekankan
pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Menurut
Suherman dkk (2003:260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam
cooperative learning agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif,
hal tersebut meliputi: pertama para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok
harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai
tujuan bersama yang harus dicapai. Kedua para siswa yang tergabung dalam
sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah
masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi
mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu
harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin dkk, 2000)
adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama di antara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Tujuan pembelajaran kooperatif:
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul
dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Efek penting yang kedua adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang
berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Model pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
Tabel 2.1 Langkah–Langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
Landasan teori dan empirik
a. John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokraasi.
Dewey dan Thelan memandang tingkah laku kooperatif sebagai dasar
demokrasi, dan sekolah sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah
laku demokrasi. Sedangkan untuk mencapai tujuan pendidikan menurut
Dewey dan Thelan adalah dengan menstrukturkan kelas dan aktivitas belajar
siswa sedemikian rupa sehingga memodelkan hasil yang diinginkan.
b. Gordon Allport dan Relasi antar Kelompok.
Menurut Gordon Allport kontak langsung antar etnik yang terjadi di
bawah kondisi status yang setara dibutuhkan untuk mengurangi kecurigaan
ras dan etnis. Tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh Gordon Allport untuk
mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu:
1. Kontak langsung antar etnik
2. Sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara
3. Dimana seting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar-etnis
c. Belajar Berdasarkan Pengalaman.
Johnson dan Johnson memberikan pembelajaran berdasarkan
pengalaman sebagai berikut. Belajar berdasarkan pengalaman didasarkan
pada tiga asumsi: bahwa anda akan belajar paling baik jika anda secara
pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu, bahwa pengetahuan harus
ditemukan oleh anda sendiri apabila pengetahuan itu hendak anda jadikan
pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan dalam tingkah
laku anda, dan bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda
bebas menetapkan tujuan pembelajaran anda sendiri dan secara aktif
mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.
d. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Akademik
Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping
pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif
dan hubungan yang lebih baik di antara siswa, pembelajaran kooperatif secara
bersamaan membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka. Dalam
penelitian Slavin, hasil-hasil penelitian menunjukkan teknik-teknik
pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar
dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau
kompetitif.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam "setting" kelas
kooperatif, siswa lebih banyak belajar dari teman ke teman yang lain di antara
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat
positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.
Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang
rendah, antara lain (Muslimin dkk, 2000) seperti berikut ini.
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
3. Memperbaiki kehadiran.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.
5. Perilaku menggangu menjadi lebih kecil.
6. Konflik antar pribadi berkurang.
7. Sikap apatis berkurang.
8. Motivasi lebih besar atau meningkat.
9. Hasil belajar lebih tinggi.
10. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
G. STAD (Student Teams Achievement Division )
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada
belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa
setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru membagi siswa
laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan
tinggi, sedang, rendah.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam
menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, antara lain
dengan metode penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini
tidak harus dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga
akan diperoleh nilai awal kemampuan siswa.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
anggota, dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang
berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok
berasal dari budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
jender.
d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang
telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu
antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru.
Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat
menguasai konsep dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan
oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
g. Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.
Menurut Slavin (1995), guru memberikan penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke
nilai kuis /tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.
Cara-cara /langkah-langkah menentukan nilai penghargaan kepada
kelompok dijelaskan sebagai berikut:
a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal)
dapat berupa nilai tes/kuis awal.
b. Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja
dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I,
kuis II, dan nilai kepada setiap siswa, yang kita sebut dengan nilai kuis
terkini;
c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan
berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing
siswa dengan menggunakan tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Kriteria Nilai Peningkatan
Kriteria Nilai
Peningkatan
Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5
Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah
Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10
di atas nilai awal 20
Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal 30
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan
yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup,
baik, sangat baik, dan sempurna. Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk,
2000):
a. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata
nilai peningkatan kelompok < 15)
b. Baik, bila rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 <
rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20)
c. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20 <
rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25)
d. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan
25 (rata-rata nilai peningkatan kelompok > 25).
Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
sebagai berikut:
a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan
kerjasama kelompok.
b. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang
berasal dari ras yang berbeda.
c. Menerapkan bimbingan oleh teman.
Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD adalah sebagai berikut:
a. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan
seperti ini.
b. Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan
kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat
terampil menerapkan model ini.
H. Unsur-unsur pada Kubus, Balok, Prisma Tegak, dan Limas I. Unsur-unsur Kubus dan Balok
Perhatikan gambar di bawah ini!
Gambar 2.1 Kerangka Kubus dan Balok 1
Berikut ini adalah unsur-unsur pada Kubus dan Balok, antara lain :
a. Titik-titik sudut
Titik-titik sudut pada kubus berjumlah 8 buah, demikian pula
pada balok titik-titik sudutnya berjumlah 8 buah. Titik sudut harus ditulis
Contoh :
Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas, yang
merupakan titik sudut adalah titik A, B, C, D, E, F, G, dan H.
Pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas, yang
merupakan titik sudut adalah titik P, Q, R, S, K, L, M, dan N.
b. Rusuk
Rusuk pada kubus berjumlah 12 buah, demikian pula pada balok
rusuknya berjumlah 12 buah.
Jika panjang rusuk kubus adalah s, maka :
Jumlah panjang rusuk kubus = 12s.
Jika panjang balok = p, lebar = l, dan tinggi = t, maka :
Jumlah panjang rusuk balok = 4p + 4l + 4t, atau
= 4(p + l + t)
Contoh :
Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas,
rusuk-rusuknya adalah AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan
DH. Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas, terdapat
rusuk-rusuk yang saling sejajar, misalnya: AB, DC, EF, dan HG.
Pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas,
rusuk-rusuknya adalah PQ, QR, RS, SP, KL, LM, MN, NK, KP, LQ, MR dan NS.
Demikian pula, pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas,
c. Bidang Sisi
Bidang sisi pada kubus berjumlah 6 buah. Bidang sisi suatu kubus
berbentuk persegi yang sama dan sebangun (kongruen).
Bidang sisi pada balok berjumlah 6 buah. Bidang sisi suatu balok
berbentuk persegi panjang. Bidang sisi yang berhadapan pada suatu
kubus maupun balok, sama dan sebangun (kongruen) dan sejajar.
Contoh :
Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.1 di atas, bidang ABFE
dan bidang DCGH berbentuk persegi yang sama dan sebangun
(kongruen).
Pada balok PQRS.KLMN pada Gambar 2.1 di atas, bidang PQRS
dan bidang KLMN berbentuk persegi panjang yang sama dan sebangun
(kongruen).
d. Diagonal Bidang
Perhatikan kubus ABCD.EFGH di bawah ini!
AC disebut diagonal bidang, yaitu
diagonal yang terletak pada bidang sisi
kubus. Diagonal bidang pada kubus
berjumlah 12 buah
Panjang diagonal bidang kubus = +
=
dengan, s adalah panjang rusuk kubus.
Contoh :
Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.2 di atas,
diagonal-diagonal bidangnya adalah AC, BD, EG, FH, AF, BE, BG, CF, AH, DE,
CH, dan DG.
Perhatikan balok ABCD.EFGH di bawah ini!
BD disebut diagonal bidang, yaitu
diagonal yang terletak pada bidang
sisi balok. Diagonal bidang pada
balok berjumlah 12 buah.
Gambar 2.3 Balok ABCD.EFGH Contoh :
Pada balok ABCD.EFGH pada Gambar 2.3 di atas,
diagonal-diagonal bidangnya adalah AC, BD, EG, FH, AF, BE, BG, CF, AH, DE,
CH, dan DG.
e. Diagonal Ruang
Diagonal ruang pada kubus berjumlah 4 buah. Pada kubus
ABCD.EFGH pada Gambar 2.2 di atas, AG disebut diagonal ruang,
yaitu diagonal yang terletak pada ruang kubus.
Panjang diagonal ruang kubus = + + =
Contoh :
Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.2 di atas,
Diagonal ruang pada balok berjumlah 4 buah. Pada balok
ABCD.EFGH pada Gambar 2.3 di atas, HB disebut diagonal ruang,
yaitu diagonal yang terletak dalam ruang balok.
Panjang diagonal ruang balok = + +
dengan,
p : panjang balok, l : lebar balok, dan t : tinggi balok.
Contoh :
Pada balok ABCD.EFGH pada Gambar 2.3 di atas,
diagonal-diagonal ruangnya adalah AG, CE, BH, dan DF.
f. Bidang Diagonal
Perhatikan gambar di bawah ini!
Gambar 2.4 Gambar Bidang Diagonal Kubus ABCD.EFGH
Bidang-bidang yang diarsir pada Gambar 2.4 di atas menunjukkan
bidang-bidang diagonal suatu kubus. Kubus memiliki 6 buah bidang
diagonal yang masing-masing berbentuk persegi panjang yang sama
dan sebangun (kongruen). Gambar di atas menunjukkan beberapa
Contoh :
Pada kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.4 di atas, bidang-bidang
diagonalnya adalah ACGE, BDHF, BCHE, ADGF, ABGH, dan CDEF.
Gambar 2.5 Bidang Diagonal Balok ABCD.EFGH
Bidang-bidang yang diarsir pada Gambar 2.5 di atas menunjukkan
bidang-bidang diagonal suatu balok. Balok memiliki 6 buah bidang
diagonal yang masing-masing berbentuk persegi panjang tetapi keenam
bidang diagonal tersebut tidak sama dan sebangun. Gambar di atas
menunjukkan beberapa contoh dari bidang diagonal balok.
Contoh :
Pada balok ABCD.EFGH pada Gambar 2.5 di atas, bidang-bidang
diagonalnya adalah ACGE, BDHF, BCHE, ADGF, ABGH, dan CDEF.
II. Sifat-Sifat Kubus dan Balok
Gambar 2.6 Kerangka Kubus dan Balok 2
1. Sifat-Sifat Kubus
Gambar 2.6 di atas menunjukkan kubus ABCD.EFGH yang memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
a. Semua bidang sisi kubus berbentuk persegi.
Jika diperhatikan, bidang ABCD, EFGH, ABFE, dan seterusnya
memiliki bentuk persegi dan memiliki luas yang sama.
b. Semua rusuk kubus berukuran sama panjang.
Rusuk-rusuk kubus AB, BC, CD, dan seterusnya memiliki
ukuran yang sama panjang.
c. Setiap diagonal bidang pada kubus memiliki ukuran yang sama
panjang.
Perhatikan ruas garis BG dan CF pada kubus ABCD.EFGH dari
Gambar 2.6 di atas. Kedua garis tersebut merupakan diagonal bidang
kubus ABCD.EFGH yang memiliki ukuran sama panjang.
d. Setiap diagonal ruang pada kubus memiliki ukuran sama panjang.
Dari kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.6 di atas, terdapat
empat diagonal ruang, yaitu EC, AG, HB, dan DF yang semuanya
berukuran sama panjang.
e. Setiap bidang diagonal pada kubus memiliki bentuk persegi panjang.
Perhatikan kubus ABCD.EFGH pada Gambar 2.6 di atas.
Terlihat bahwa bidang diagonal ACGE, BCHE, ABGH, dan seterusnya
memiliki bentuk persegi panjang, begitu pula dengan bidang diagonal
2. Sifat-Sifat Balok
Gambar 2.6 di atas menunjukkan balok PQRS.KLMN yang memiliki
sifat-sifat sebagai berikut.
a. Bidang sisi balok berbentuk persegi panjang.
Perhatikan bidang PQRS, PQLK, QRML, dan seterusnya. Bidang
sisi tersebut memiliki bentuk persegi panjang. Suatu bangun ruang sisi
datar disebut balok jika terdapat minimal satu pasang bidang sisi yang
berbentuk persegi panjang.
b. Rusuk-rusuk yang sejajar memiliki ukuran yang sama panjang.
Rusuk-rusuk yang sejajar seperti PQ dan SR, KL dan NM
memiliki ukuran yang sama panjang begitu pula dengan rusuk KP dan
LQ, MR dan NS memiliki ukuran yang sama panjang.
c. Setiap diagonal pada bidang sisi yang berhadapan memiliki ukuran yang
sama panjang.
Panjang diagonal pada bidang sisi yang berhadapan, seperti PR
dan KM, PL dan SM, KS dan LR, dan seterusnya memiliki ukuran yang
sama panjang.
d. Setiap diagonal ruang pada balok memiliki ukuran yang sama panjang.
Diagonal ruang pada balok PQRS.KLMN dari Gambar 2.6 di atas,
yaitu KR, PM, NQ, dan SL memiliki panjang yang sama.