• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Nilai Adat ‘Hibua Lamo’ dalam Upaya Masyarakat Pasca Perpecahan Jemaat: Studi Sosiologis Masyarakat Desa Duma dan Desa Mamuyaabupaten Halmahera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Nilai Adat ‘Hibua Lamo’ dalam Upaya Masyarakat Pasca Perpecahan Jemaat: Studi Sosiologis Masyarakat Desa Duma dan Desa Mamuyaabupaten Halmahera Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

76

Lampiran I. Transkrip Hasil Wawancara.

Hasil Wawancara Bersama Kepala Desa Mamuya

Nama : Sefnat Dawile, S.

Umur : 42 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Kepala Desa Hari/Tanggal : Kamis, 04 Mei 2017 Waktu : 10.40 – 11.05 Lokasi : Kantor Desa Mamuya

P Kenapa sehingga sebagian warga jemaat keluar dan memilih berdomisili di wilayah desa lain? N “Berkaitan dengan hal itu adalah pilihan dan hak sebagai masyarakat untuk tinggal dimana saja,

dan itu pilihan mereka dan sudah ada permintaan mutasi penduduk secara kolektif. Jadi kami sudah mengeluarkan surat mutasi penduduk, dan kurang lebih 40 KK sudah masuk di Desa Wari. Dan „terus terang‟ ini sebuah kerugian, kerugian besar untuk kami. Hal ini berpengaruh terhadap hubungan saudara-bersaudara, dimana saudara-saudara bisa tinggalkan rumah, dan meninggalkan kampung (desa). Alasan lainnya, mereka trauma dan sakit hati, karena ada 10 rumah milik warga jemaat Imanuel Baru Mamuya yang hancur dan 1 rumah terbakar pasca 1 tahun hal itu terjadi. Penyebab rumah terbakar itu kami tidak tahu, karena waktu itu lampu mati dan tidak orang didalamnya, serta tidak ada titik api yang coslet akibat listrik karena kan lampu mati, namun kecurigaannya dibakar, tetapi pelakunya kami tidak tahu sampai sekarang ini. Awalnya ada 67 KK yang keluar, dan yang kembali hampir 20 KK, sisanya ada sekitar 40-an lebih KK masih tetap bertahan. Tetapi sekarang hubungan sudah mulai membaik, dimana ada acara malam penghiburan bagi keluarga yang lagi berduka itu sudah mulai saling „baku maso‟ (bertemu). Namun kami tetap memiliki kerinduan besar kalau saudara-saudara kami bisa kembali, kami terima sebagai keluarga dan masyarakat, karena mutasi penduduk ini kan tidak mutlak mereka menetap seumur hidup ditempat itu, suatu saat kalau mereka meingingkan mutasi penduduk kami siap menerima mereka karena rumah mereka kan masih ada disini”.

P : Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi masyarakat Desa Mamuya pasca perpecahan jemaat ?

(2)

77

P : Bagaimana kronologis perpecahan jemaat di Desa Duma ?

N : Awalnya konflik internal elit GMIH (Sinode) terasa tegang dan memanas. Maka pada saat itu dilakukanlah rapat jemaat pada tahun 2013. Hasil dari rapat jemaat adalah sebagian besar warga jemaat Nita Duma berpihak (mendukung) Sinode (GMIH) Pembaharuan. Sehingga muncul ketidak puasan dari sebagian kelompok warga jemaat yang tidak mendukung tersebut memilih berada pada status quo. Akhirnya kelompok yang pro status quo tersebut memilih untuk membentuk jemaat dengan nama Hendrik van Dijken dan melakukan aktivitas persekutuan ibadah di lapangan Desa Duma. Terjasi saling curiga, fitnah, gosip, serta gesekan-gesekan fisik yang dilakukan antara warga jemaat yang telah berbeda tersebut. Pemerintah Desa (Pemdes) melihat kondisi ini dapat memunculkan resiko-resiko sosial. Sehingga pada Februari 2014, Pemdes menginisiasi dan memfasilitasi dalam bentuk suatu pertemuan bersama yang melibatkan berbagai pihak diantaranya: kedua pihak jemaat di Desa Duma, Tokoh Masyarakat Desa Duma, Tokoh Pemuda Desa Duma, Tokoh Perempuan, Komandan Rayon Militer (Danramil) Galela, Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Galela, dan Camat. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan bersama bahwa kedua jemaat mengambil sikap netral, yakni tidak memihak ke Sinode Lama maupun Sinode Baru. Namun berlangsungnya persekutuan ibadah oleh warga jemaat yang mengambil sikap netral tersebut hanya bertahan dalam waktu dua (2) minggu saja. Kelompok yang sebelumnya memisahkan diri, tetap mengambil sikap untuk berpihak kembali ke status quo (pro terhadap GMIH Lama). Begitu pula bagi sebagian warga jemaat yang memutuskan untuk kembali berpihak pada Sinode Pembaharuan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar, yakni kondisi internal Sinode yang sementara dilanda dualisme kepemimpinan

P : Bagaimana perbandingan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah perpecahan jemaat di Desa Duma ?

N : “Ia memang sebelum dan setelah adanya persoalan gereja ini berbeda, walapun ini persolan agama tetapi punya dampak terhadap hubungan-hubungan sosial. Kalau dulunya dalam relasi sosial itu terjalin dengan baik, artinya tidak ada sekat-sekat, ketika adanya persoalan gereja seakan-akan ada tembok pemisah dalam hal ini semacam sentimen-sentimen organisasi yang terbangun sehingga terjadi pengelompokan-pengelompokan berdasarkan atribut organisasi, misalnya; klaim kebenaran „saya lama‟ dan „ngana (kamu) baru‟, saya yang paling benar dan ngana salah. Dengan sendirinya masyarakat ini saling menghakimi; bahwa kelompok kalian salah dan kelompok kami benar. Ahh...disinilah hubungan-hubungan kekeluargaan mulai renggang. Jadi perbedaannya sangat signifikan sebelum dan sesudah persoalan ini terjadi. Adapun pengaruhnya ketika saling klaim kebenaran oleh masing-masing kubu tersebut, berpengaruh pada proses sehar-hari, yakni sering terjadi saling menyinggung, saling memprovokasi. Akibat sentimen tersebut, meledaklah resiko sosial dalam bentuk saling memfitnah, baku mumake (saling memaki dengan kata-kata kotor), bahkan saling baku pukul (berkelahi). Dengan sendirinya laporan ke pihak Pemerintah Desa juga meningkat terkait dengan persoalan-persolan sosial ini, karena dilatarbelakangi oleh persoalan gereja, sehingga persoalan sosial ini secara statistik terus mengalami

P Adakah upaya-upaya untuk mencegah munculnya permasalahan sosial yang mungkin kembali akan meledak ?

(3)

78

terinspirasi dari acara ulang tahun di Goa, Makasar dengan bentuk lomba gendong istri. Dari hal itulah, saya berpikir sudah dekat moment hari ulang tahun Desa Duma dan selama ini kan tidak pernah kita rayakan. Kebetulan kami (Perangkat Desa dan BPD) menerima gajian dan kami bersepakat untuk secara suka rela baku pot (patungan) dengan jumlah Rp. 50.000,00 per-orang untuk dikhususkan bagi hadiah lomba. Hal ini sudah bagus, karena melihat partisipasi dari masyarakat dalam semua lomba, bahkan pimpinan jemaat pun ikut terlibat, pimpinan Hendrik van Dijken terlibat dalam lomba tarik tambang; sedangkan pimpinan jemaat Nita Duma karena sakit jadi hanya datang menonton saja. Kami memakai forum-forum jemaat untuk menyampaikan agenda kegiatan ini, baik itu disaat ibadah lingkungan maupun ibadah minggu”.

P : Bisakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) mampu dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat?

N : “Memang pola pendekatan penyelesaian masalah yang ada di kantor Desa selama ini memakai pendekatan adat. Masyarakat di Desa Duma ini kan semuanya telah diikat oleh ikatan keluarga. Sehingga misalnya kemarin, di hari minggu itu ada perkelahian gara-gara (penyebab) masalah gereja. Dan ketika dibawah ke kantor Desa, akhirnya dua-duanya mengambil sikap untuk saling berdamai”.

Hasil Wawancara Bersama Tokoh Adat Desa Mamuya

Nama : Kalvin Kololi Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Petani

Hari/Tanggal : Rabu, 3 Mei 2017 Waktu : 12.30 – 13.06

Lokasi : Rumah Beliau – Desa Mamuya

P Adakah perbedaan pada pola interaksi masyarakat antara sebelum dan sesudah perpecahan jemaat di Mamuya ?

N „Berbicara tentang kondisi sebelum dan sesudah perpecahan, secara kekeluargaan dulunya memang luar biasa sangat akrab sekali, ketika terjadi perpecahan soal gereja ini justru perbedaanya sangat jauh, kondisinya tidak seperti dulu lagi. Saya bisa katakan bahwa perpecahan gereja yang parah itu ada di Mamuya ini. Sekian lama kondisi seperti ini tidak pernah terjadi dan kondisinya tidak seburuk seperti ini‟.

P Dalam konflik dan pepecahan gereja di jemaat Imanuel Mamuya, posisi tradisi (adat) dalam hal ini nilai-nilai hidup bersama seperti apa pak ?

(4)

79

Hasil Wawancara Bersama Tokoh Adat Desa Duma

Nama : Simon Petrus Sumtaki Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Petani / Anggota BPD Desa Duma

Umur 58 Tahun

Hari/Tanggal : Rabu, 26 Mei 2017 Waktu : 21.07 – 22.06

Lokasi : Rumah Beliau – Desa Duma

P Bagaimana kondisi warga masyarakat saat perpepecahan jemaat di Desa Duma ?

N “Kami selaku warga jemaat dan juga selaku tokoh adat sangat menyesalkan kenapa perpecahan ini bisa terjadi. Pada waktu awal perpecahan, hubungan-hubungan kekeluargaan mulai tercemar akibat adanya perbedaan jemaat ini. Hubungan saudara-bersaudara sudah tidak lagi baik seperti sebelumnya, muncul rasa saling curiga, rasa saling tidak percaya antara sesama keluarga mulai memudar karena alasan berbeda gereja. Waktu awal perpecahan pun ada tindakan-tindakan kekerasan yang pernah terjadi. Namun yang terpenting bagi saya, walaupun kita sudah berbeda jemaat (gereja), kita tetap mempertahankan yang namanya jalinan kekeluargaan, karena torang (kita) samua yang tinggal di Desa Duma ini adalah keluarga”.

P : Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?

N : “Saya tidak bisa mendaulati hak orang lain dalam hal bergereja, tetapi yang saya maknai adalah kita sebagai orang bersaudara dan keluarga di Desa Duma apakah kita harus saling berkelahi karena masalah perbedaan gereja (jemaat)? Identitas sebagai keluarga tidak akan hilang, keluarga tetaplah keluarga. Istri bisa dicerai, suami bisa dicerai, agama bisa ditinggalkan, tetapi siapa yang mau dan berani tinggalkan keluarga? Mungkin selain maut (kematian). Kitorang (kita) ini kan belajar dari orang tua-tua dulu, memang orang tua-tua dulu itu tegas berpegang pada tradisi dan adat, walaupun saat itu belum kenal agama. Contohnya sampai sekarang tradisi babilang itu adalah tradisi yang diwariskan dari orang tua dulu-dulu”.

Hasil Wawancara Bersama Tokoh Masyarakat Desa Duma.

Nama : Jelimaus Buladja, S.Pd Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur 54 Tahun

Pekerjaan : PNS

Hari/Tanggal : Rabu,26 Mei 2017 Waktu : 21.07 – 22.06 WIT

Lokasi : Cabang Kantor Dinas Pendidikan Prov. Malut – Tobelo.

P : Bagaimana gambaran tradisi babilang bagi masyarakat di Duma ?

N : “Torang di wilayah Galela kanal satu tradisi yang biasanya torang jaga bilang “Babilang”. Tradisi „Babilang‟ ini biasanya torang lia kalu ada orang mati maupun orang kawin.

„Babilang‟ itu maknanya torang saling baku peduli, saling baku tolong secara sukarela deng

(5)

80

biasanya dilakukan dalam bentuk memberikan beras, uang, maupun barang-barang dibutuhkan)”.

P Bagaimana pola relasi antara warga jemaat (masyarakat) sebelum perpecahan jemaat ?

N .„Relasi antara warga jemaat sebelum perpecahan itu dapat dilihat melalui kerja sama dalam pembangunan gedung gereja Nita Duma: “Warga jemaat laki-laki (kaum muda maupun kaum bapa) melakukan kerja, dengan pembagian kerja, diantaranya: LIP I – LIP III bertanggung jawab mengambil bahan-bahan seperti bambu (bulu), kayu-kayu besar, papan, balok dan bahan-bahan lainnya yang dibuthukan guna membangun tiang penyangga (tiang uatama) bangunan dari gedung gereja; LIP IV – LIP VI melakukan campuran dari bahan semen dan pasir untuk dimasukan dalam rangka tiang utama tersebut; LIP VII – LIP X melakukan kerja-kerja untuk melanjutkan kerja-kerja-kerja-kerja dari LIP sebelumnya. Sedangkan warga jemaat perempuan (kaum mudi maupun kaum ibu) bertugas untuk mempersiapkan makanan yang akan di makan oleh warga jemaat laki-laki yang sedang bekerja, baik pada waktu siang hari (waktu makan) tepatnya pada Pukul 12.00 WIB dan pada waktu sore hari yang berkisar pada pukul 15.00 - 17.00 WIB. Kerja-kerja ini dilakukan secara rutin sebagaimana ditetapkan melalui jadwal kerja dan pembagian tugas-tugas menurut LIP yang disepakati bersama oleh warga jemaat hingga pembangunan gedung gereja selesai”.

P : Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?

N : “Bisa saja, Hibua Lamo dijadikan sebagai mediator untuk menyelesaikan masalah, namun ini kan persoalan gereja dengan gereja (internal), itu yang membuat tidak bisa. Hibua Lamo itu tidak mengenal latar belakang suku, agama dan lain-lain, dia adalah alat pemersatu masyarakat”.

Hasil Wawancara Bersama Tokoh Masyarakat Desa Mamuya

Nama : Kornelius Jai

P : Alasan apa yang membuat warga jemaat Imanuel Baru Mamuya mau keluar dari wilayah Desa Mamuya?

N : “Kami yang meminta sendiri kepada pihak Kepala Desa selaku Pemerintah Desa. Alasannya bahwa mereka (warga jemaat Imanuel Mamuya) tidak menginjinkan kami membangun gereja di Desa Mamuya; dapat aturan dari mana sehingga kami tidak bisa membangun gereja di wilayah Desa Mamuya? Ini yang kitorang (kami) tidak suka sekali. Pemerintah Desa pun dilematis terhadap hal ini. Maka dari itu, kami tidak senang, dan kami tetap mempertahankan sikap kami untuk tidak mau lagi bergabung dengan saudara-saudara kita disana dalam satu gereja. Yang namanya prinsip tetaplah prinsip, jangan mengekor dan lain sebagainya. Maka pada akhirnya kami sudah tinggal disini, dan kami sudah berdomisili disini. Sekarang kami disini menjadi satu RT sebagai bagian dari wilayah administratif Desa Wari. Kami disini sekitar 52 KK. Harapan dan rencana kedepan, kami akan berupaya untuk membentuk satu Desa defenitif”.

P : Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?

(6)

81

Hasil Wawancara Bersama Pimpinan Jemaat Nita Duma (Pembaharuan)

Nama : M. Bahagia Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Pendeta

Hari/Tanggal : Kamis, 24 Juni 2017 Waktu : 15.06 – 16.07 WIT

Lokasi : Rumah Pastori Jemaat Nita Duma – Desa Duma.

P : Bagaimana pola relasi dan komunikasi yang terbangun antara dua jemaat di Desa Duma ?

N : “Walaupun kami bertugas disini dalam kondisi jemaat telah pecah, namun selama kami disini melihat kondisi persekutuan budaya, misalnya persekutuan masyarakat saat orang kawin (nikah) atau orang mati (meninggal) sangat luar biasa. Orang kawin (menikah) misalnya, masing-masing torang (kami) membawa „Babilang‟ dalam bentuk finansial”. Memang kondisi awal perpecahan tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan pastinya renggang dan berpengaruh pada hubungan persekutuan. Namun berselangnya waktu, kami yang mulai bertugas juga sudah membangun komunikasi dengan warga jemaat maupun pimpinan jemaat Hendrik van Dijken; yakni, baku maso (saling bertemu), duduk bersama, dan melakukan aktivitas persekutuan secara bersama-sama. Contohnya pada waktu kami merayakan acara pernikahan anak kami yang bernama Nona, justru dari jemaat van Dijken juga datang untuk babilang dengan memberikan sumbangan. Jadi, memang nilai-nilai kehidupan budaya ditemukan mulai membaik, sekalipun kondisi gereja sudah seperti ini”.

P : Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?

N : “Menurut saya, nilai-nilai Hibua Lamo itu bisa. Hal ini kita lihat ketika kerusuhan yang terjadi 1999-2000 sebagai contohnya. Secara bergereja mungkin saja butuh proses atau waktu yang panjang. Namun kalau secara bermasyarakat kita kuat dalam hal adat, pastinya kita akan hidup dalam keadaan baik. Jika masyarakat hidup baik, maka akan berpengaruh baik juga terhadap persekutuan jemaat. Karena adat tidak terpengaruh dengan hal-hal luar yang dapat merusak kita”.

Hasil Wawancara Bersama Pimpinan Jemaat Hendrik van Dijken

Nama : Rikson Tukang Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Pendeta

Hari/Tanggal : Kamis, 24 Juni 2017 Waktu : 08.30. – 19.45 WIT

Lokasi : Rumah Pastori Jemaat Hendrik van Dijken – Desa Duma

P : Bagaimana pola relasi dan komunikasi yang terbangun antara dua jemaat di Desa Duma ?

(7)

82

1 Salinan SK dari Direktorat tersebut di berikan kepada Peneliti saat kegiatan wawancara berlangsung

P : Apakah nilai-nilai kekeluargaan (Hibua Lamo) dapat dijadikan sebagai basis dalam merekonsiliasi kondisi masyarakat pasca perpecahan jemaat ?

N : “Saya kira bisa saja, karena secara bermasyarakat yang mengikat kitorang dalam hubungan kesatuan dan persatuan adalah Hibua Lamo. Jadi saya kira adat itu bagus. Karena dalam hidup bermasyarakat ketika terjadi masalah, kitorang (kita) angkat adat, karena adat dapat mempersatukan kitorang. Saya kira apapun pengaruh dari persoalan agama dan politik tetapi kalau kitorang kuat dengan adat, maka kitorang hidup itu akan baik. Dan tentunya, saya juga mengharapkan supaya adat yang ada, Sibua Lamo di Galela ini merupakan dasar hidup kitorang sebagai masyarakat, supaya apapun perkembangan dunia, pengaruh-pengaruh modernisasi dalam bentuk apapun dan kitorang berpegang dalam adat, kitorang akan hidup dalam keadaan aman. Dulu contohnya konflik 1999-2000 yang luar biasa, dan sampai sekarang kitorang bisa bersatu karena adat Hibua Lamo itu. Dan jika saya kira perspektif atau nilai-nilai Hibua Lamo itu kita taruh dalam pikiran kita didepan, maka pengaruh apapun kitorang akan bisa menghadapinya”

Hasil Wawancara Bersama Warga Jemaat Nita Duma – (Jemaat Ketiga)

Nama : Sefnat Buladja dan Nus Tumada

P : Apa alasan mendasar sehingga terbentuknya jemaat ke-tiga ini?

N : “Awal munculnya SSI (GMIH Pembaharuan) kami sangat mendukung, dan dukungan itu kurang lebih 3 tahun. Setelah kondisi (konflik) ini berjalan dan diproses melalui jalur hukum, GMIH Pembaharuan kalah menurut putusan dalam ranah hukum! Oleh karena itu kitorang (kami)harus cari tahu; kita yang merasa diri benar tetapi kenapa kalah? Mulai kami gali dan cari bukti-bukti dan kitorangdapat bukti itu, yakni: Terkait Surat Penjelasan Pendirian Yayasan GMIH Pembaharuan oleh Kementrian Agama melalui Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Kristen (Ditjen Bimas) Kristen. Ketika kitorang mendapatkan Surat Penjelasan1 tersebut, ternyata ada 4 poin yang dituliskan tersebut. Dua poin utama yang menjadi alasan utama kami, diantaranya adalah; pada poin ke-2 berbunyi, “bahwa pengesahan akta pendirian Yayasan GMIH oleh Kementrian Hukum dan HAM adalah pengesahan sebagai Yayasan, bukan sebagai Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH). Oleh karena itu Gereja dan Yayasan adalah dua lembaga yang berbeda, tidak perlu saling intervensi”; dan bunyi poin ke-4, adalah “Ditjen Bimas Kristen - Kementrian Agama tidak melayani pendaftaran induk organisasi Gereja baru/Sinode baru karena arah pembinaan gereja diarahkan bukan untuk peningkatan kwantitas organisasi gereja melainkan kwalitas yang bertanggung jawab, peningkatan kerukunan/keesaan gereja. Nah...anehnya, surat penjelasan ini tidak dibacakan (transparansi) dalam gereja-gereja di GMIH Pembaharuan. Kami merasa dibohongi dengan ditutupinya bukti-bukti ini”.

P : Kenapa menggunakan nama jemaat yang sama – yakni jemaat Nita Duma ?

(8)

83

Dokumentasi Kegiatan Wawancara:

Lampiran II.

Dokumentasi (F oto) Kegiatan Wawancara dan Observasi

Bersama Bpk Renal Mahiku Pendeta Jemaat Imanuel Mamuya

26 Juni 2017 – Rumah Beliu

Bersama Bpk Kalvin Kololi, Ketua Adat Desa Mamuya

3 Mei 2017 – Rumah Beliu

Bersama Bpk Sefnat Dawile Kepala Desa Mamuya

4 Mei 2017 – Kantor Desa

Bersama Bpk Jelimaus Buladja, Tokoh Masyarakat Desa Duma

3 Mei 2017 – Kantor Dinas

Bersama Bpk Cornelius Jai Tokoh Masyarakat Desa Mamuya

(9)

84

Dokumentasi Kegiatan Observasi:

Salah satu rumah rusakdi Desa Mamuya Milik warga jemaat Imanuel Baru Mamyua

Desa Mamuya - pada 4 Mei 2017 Bangunan Darurat (SD Negeri 5 Tobelo)

Digunakan oleh warga jemaat - Imanuel Baru Mamyua

Lokasi di wilayah Desa Wari - pada 4 Mei 2017

Proses Pembangunan Gedung Gereja Milik warga jemaat Imanuel Baru Mamyua Lokasi di wilayah Desa Wari - pada 4 Mei 2017 Bangunan Gedung Gereja Darurat

Digunakan oleh warga jemaat - Imanuel Baru Mamyua

Lokasi di wilayah Desa Wari - pada 4 Mei 2017

Aksi tuntutan oleh Jemaat Hendrik van Dijken Duma, pada 13 Mei 2017

Perayaan Hari Ulang Tahun Desa Duma ke139 Lapangan Yubelim - Duma, 7 Mei 2017

Baliho Jemaat Nita Duma – (Jemaat Ketiga) Depan Rumah Bpk Halen Tamera

Duma pada 26 Juni 2017

(10)

85

Lampiran III. SK tentang “Penjelasan Pendirian Yayasan GMIH

Oleh Kementrian

Referensi

Dokumen terkait

Metodologi Penelitian Kualitatif: Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik , dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama.. Yogyakarta:

telah tepat dengan mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam persidangan, namun hakim memutus pidana terhadap terdakwa terlalu rendah jika dilihat dari

Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang di bicarakan saat ini yang bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan

Untuk mendeskripsikan apakah ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran problem posing dan pemberian motivasi terhadap kreatifitas berfikir matematika siswa

Ada beberapa hambatan dalam upaya penanggulangan kejahatan kasus pemalsuan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor(BPKB). Diantaranya kurangnya pemahaman Lembaga Penjaminan

Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya. Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut, dengan kata suami dan istri, memperjelas bahwa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ibu hamil trimester III di Puskesmas Galur II mayoritas memiliki pengetahuan tentang IMD dalam kategori kurang (51,4%), oleh

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan Nilai Perusahaan diproksikan dengan Price Earning Ratio, Profitabilitas diproksikan dengan Return On Equity, Likuiditas