• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN

ORANG LAIN

(Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met)

(Jurnal)

Oleh

NISA CORNELYA PRATIWI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU LALAI YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

PADA ORANG LAIN

(Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met)

Oleh

Nisa Cornelya Pratiwi, Heni Siswanto, Firganefi Email : nisacornelya@gmail.com

Pertanggungjawaban pidana dapat dilihat dari bentuk kesengajaan dan kealpaan (culpa.) Dua jenis kealpaan yaitu kealpaan disadari (bewuste culpa) dan kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa) peneliti menganalisa pertanggungjawaban pidana pelaku lalai yang menyebabkan kematian pada orang lain (Studi Putusan PN Nomor: 110/Pid.B/2015/PN.Met) dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku lalai yang menyebabkan kematian pada orang lain. Metode ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan bahwa Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana lalai yang menyebabkan kematian orang lain, terdakwa dapat dimintai pertanggungjawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu : perbuatan (manusia), diancam pidana, dilakukan dengan unsur kesalahan. Hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa penjara selama 4 (empat) bulan penjara dan dakwaan penuntut umum 6 (enam) bulan penjara. Penjatuhan pidana terhadap terdakwa berpijak pada hal-hal yang bersifat yuridis dan non yurids, hal yang memberatkan dan meringankan dalam putusan. Hakim menggunakan dakwaan tunggal penuntut umum yaitu Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tanpa melihat peraturan lain yang mengatur mengenai perbuataan tedakwa, yang jelas diatur di dalam Pasal 359 KUHP yaitu mengenai kealpaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Putusan yang dijatuhkan oleh hakim jauh dari prinsip keadilan bagi keluarga korban. Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya hakim dalam memutuskan perkara terlebih dahulu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan seseorang yang melakukan tindak pidana.

(3)

ABSTRACT

AN ANALYSIS ON CRIMINAL LIABILITY AGAINST PERPETRATOR OF NEGLIGENT CRIME CAUSING DEATH OF OTHERS

(A Study on Veedict No. 110/Pid.B/2015/PN.Met)

By

Nisa Cornelya Pratiwi, Heni Siswanto, Firganefi Email : nisacornelya@gmail.com

Criminal liability can also be seen from the deliberate and negligence (culpa) aspect; there are two types of negligence: conscious (bewuste culpa) and negligence of unconscious (onbewuste culpa). The problems of the research were formulated as follows: how is the criminal liability of negligence committed by perpetrator which has caused death of other people, and what are the basis of judges' considerations in imposing criminal punishment on perpetrator which has caused death of other people. This metode used normative and empirical approaches. The data sources consisted of primary and secondary data. The data collection technique was caried out through literature study and field study. The data analysis was done qualitatively by using inductive method. The results and discussion of the research, it showed that the criminal liability of the perpetrator of negligent crime which caused the death of others people the defendant can be held accountable, because the defendant has fulfilled the elements of responsibility punishment, such as: criminal action (human), criminal penalized, the criminal was done with the element of error. The judge handed down the criminal sanction to the defendant for 4 (four) months imprisonment and 6 (six) months from the public prosecutor. The criminal charges against the defendant was based on juridical and non-juridical matters; incriminating and extenuating circumstances. The verdict revealed that the judges used the sole indictment of the public prosecutor, namely Article 310 Paragraph 4 (four) Law No. 22 of 2009 on Road Traffic and Transportation, regardless of other regulations governing the allegation of charges, which is clearly regulated in Article 359 of the Indonesian Criminal Code concerning the omission that resulted loss of life of others. The punishments imposed by the judges is far from the principle of justice for the victim's family. Thus, it is suggested that the judges should consider the impact of the the criminal actions commited by a perpetrator before imposing punishment.

(4)

I. PENDAHULUAN

Transportasi merupakan salah satu hal yang sangat penting. Bagi individu dan masyarakat zaman sekarang, transportasi seakan sebagai bagian dari kehidupan karena manusia yang juga mempunyai sifat bergerak atau mobilitas sebagai mahkluk sosial. Lalu lintas merupakan salah satu sarana komunikasi masyarakat yang memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang kita laksanakan. Masalah lalu lintas merupakan salah satu masalah yang berskala nasional yang berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat.

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangkan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menuntup

kemungkinan adanya

pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatan itu patut dipersalahakan kepadanya.1

1 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan

Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001. hlm. 23.

Masalah yang dihadapi dewasa ini adalah masih tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Sementara itu merujuk data yang dikeluarkan oleh Korlantas Polri, tren kecelakaan lalu lintas secara nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2015 98.950 kasus kecelakaan yang terjadi, dan terakhir 2016 meningkat menjadi 105.374 kasus.2

Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian akhir dari pada suatu rentetan (serangkaian) peristiwa lalu lintas yang tidak sengaja dengan akibat kematian, luka atau kerusakan benda yang terjadi dijalan umum. Kadang kecelakan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakan lalu lintas, faktor-faktor itu bisa berasal manusia, kendaraan, dan jalan. Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam sebuah peristiwa kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar kejadian kecelakaan diawali dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran rambu-rambu lalu lintas ini bisa terjadi karena sengaja melanggar peraturan, ketidaktahuan atau tidak adanya kesadaran terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan dalam berkendara.

Para pengendara pura-pura tidak tahu tentang peraturan berkendara dan berlalu lintas. Selain itu, manusia sebagai pengguna jalan raya sering lalai dalam memperhatikan keselamatan dirinya dan orang lain dalam berkendara. Bahkan, tak jarang ditemukan pengendara yang sengaja

2http://otomotif.kompas.com/read/2017/01/25/1

(5)

ugal-ugalan dalam mengendarai kendaraan. Tidak sedikit jumlah kecelakaan yang terjadi di jalan raya diakibatkan kondisi pengendara dalam keadaan mengantuk bahkan mabuk sehingga mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya. Hal-hal konyol seperti sebenarnya sangat bisa diantisipasi.3

Manusia sebagai pengendara kendaraan bermotor terkadang tidak mematuhi peraturan lalu lintas dan lalai dalam mengendarai kendarannya, akibatnya terjadilah kecelakan akibat dari kelalain manusia tersebut korban harus menderita kerugian. Sebagai pihak yang dirugikan dalam kecelakaan lalu lintas, korban akan meminta pertanggung-jawaban dari pengendara bermotor yang lalai tersebut, dengan melaporkan kejadian tersebut kepihak yang berwajib sebagai sebuah tindak pidana agar si pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan serta diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Berikut adalah kronologis terjadi nya kecelakaan berawal ketika terdakwa, pada hari Minggu tanggal 14 Juni 2015 sekira pukul 15.00 WIB sedang mengendarai sepeda motor merk Suzuki Satria FU warna hitam dengan nomor polisi BE 7127 DQ dengan membonceng korban dengan tidak menggunakan helm serta tanpa membawa surat-surat kendaraannya saat sedang berjalan-jalan di Kota Metro lalu terdakwa melihat petugas polisi berseragam dan menggunakan motor dinas sehingga terdakwa memacu kendaraannya dengan kecepatan hingga 90-100 km/jam untuk

3

http://humaspolresbantul.blogspot.co.id/2013/-05/faktor-penyebab-kecelakaan-lalu-lintas.html,

menghindari agar tidak ditangkap polisi, setelah itu saat melewati Jl. Semeru kelurahan Yosorejo Kecamatan Metro Timur Kota Metro dengan keadaan jalan lurus agak menikung kekiri dengan kondisi jalan yang licin berpasir terdakwa tidak menurunkan kecepatannya serta tidak menggunakan rem sehingga saat terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraannya dan menabrak bongkahan/gundukan kayu dan masuk ke parit yang ada di sebelah kanan jalan yang mengakibatkan korban terjatuh kedalam parit tersebut, kemudian saksi Sumarno membantu membawa terdakwa dan korban ke Rumah Sakit Umum Daerah A. Yani Metro.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi yang berjudul Analisis Pertanggung-jawaban Pidana Terhadap Pelaku yang Lalai Menyebabkan Kematian Orang Lain (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met)

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang lalai menyebabkan kematian orang lain? b. Apakah yang menjadi dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa?

(6)

analisis kualitatif, setelah data terkumpul kemudian ditarik kesimpulan menggunakan metode induktif.

II. PEMBAHASAN

A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku yang Lalai Menyebabkan Kematian Orang Lain (Putusan Perkara No. 110/Pid.B/2015/PN.Met)

Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya dapat diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggung-jawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.4 Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabakan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana, untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus lebih jelas terlebih dahulu siapa yang akan dipertanggung-jawabkan.5

Pertanggungjawaban pidana yaitu menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur- unsur pertanggungjawaban pidana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang terlarang dan di haruskan untuk dipertanggungjawabkan pidana atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut bersifat melawan

4Chairul Huda. 2011. Dari Tiada Pidana Tanpa

Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjaaban Pidana Tanpa Kesalaha: Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisihan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Kencana. Hlm. 65

5 Roeslan Saleh. 1983. Perbuatan dan

pertanggungjawaban Pidana. Jakarta, Aksara Bara, hlm. 75

hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau alasan pembenar) untuk itu. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang mampu dipertanggungjawabkan pidananya.

Pertanggungjawaban pidana tidak akan tercipta jika pada diri orang yang melakukan tindak pidana tidak terdapat kesalahan. Kesalahan merupakan titik sentral dari konsep pertanggungjawaban pidana. Dengan kata lain, menurut

Cynthia H.Finn dalam buku “The

Responsible Corporate Officer Criminal Liability, and Mens Rea”, menyatakan bahwa kesalahan merupakan salah satu karatkter hukum pidana yang tidak mungkin dapat dihapus.6

Berdasarkan teori dan hasil wawancara maka dapat dikaitkan bahwa, terdakwa memahami arti dan akibat perbuatannya itu sendiri yang telah dibuktikan pada persidangan dengan mendengarkan kesaksian para saksi. Memahami perbuatan yang dilakukannya yaitu karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan kematian pada orang lain. Bahwa tersangka dan korban tidak menggunakan helm pada saat kejadian, dan tersangka tidak membawa atau memiliki surat kelengkapan berkendara, tersangka dengan sadar memacu kendaraannya dengan kecepatan lebih tinggi untuk menghindari polisi yang sedang berjaga.

Terdakwa mengakui semua

kesalahannya dan memahami perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan melawan hukum, serta tidak ditemukan

6 Amrani, Hanafi dan Ali , Mahrus. Sistem

(7)

suatu prilaku berdasarkan Pasal 44 KUHP yaitu :

1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkigeontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storling), tidak dipidana.

Terdakwa memiliki kemauan untuk mengikuti jalannya persidangan dan terdakwa selalu dapat menjawab secara baik setiap pertanyaanya yang diajukan kepadanya, serta tidak pula ditemukan adanya perilaku menyimpang dalam diri terdakwa yaitu jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit. Maka terdakwa tidak dapat terlepas dari kemampuan bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya tersebut.

Penulis menganalisis bahwa terdakwa Kadis bin Sardikun telah melakukan tindak pidana karena telah ditetapkan secara jelas terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum yaitu melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Pasal 310 Ayat (4) yaitu : Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah).

Terdakwa juga memenuhi unsur yang terdapat di dalam Pasal 359 KUHP, yaitu : Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Maka terdakwa tidak bisa menghindari

lepas dari pidana maupun alasan pemaaf sebagai penghapusan pidana yang karena perbuatannya sudah menimbulkan korban jiwa, sehingga semua unsur penghapusan pidana atau alasan pemaaf tidak bisa dijatuhkan kepada terdakwa Kadis bin Sardikun.

Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas bahwa pertanggungjawaban pidana yang menyebabkan kematian orang lain (Putusan Perkara No. 110/Pid.B/2015/ PN.Met), menurut pandangan penulis bahwa : Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggung-jawabakan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana, untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus lebih jelas terlebih dahulu siapa yang akan dipertanggungjawabkan. Pertanggung-jawaban pidana yaitu menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur- unsur pertanggung-jawaban pidana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban pidana tidak akan tercipta jika pada diri orang yang melakukan tindak pidana tidak terdapat kesalahan.

Berdasarkan teori pertanggungjawaban pidana menurut Moeljatno dapat dikaitkan yaitu:

1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum)

Terdakwa juga telah melakukan perbuatan tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan, melanggar Pasal 359 Ayat (1) yaitu:

a. Terdakwa sudah bisa

(8)

b. Saat kejadian tersebut terdakwa dan korban tidak menggunakan helm pengaman serta tidak tidak memiliki SIM dan pada saat melihat petugas polisi yang sedang patroli terdakwa timbul rasa takut lalu kemudian memacu kendaraan dengan kencang dengan tujuan untuk menghindar dari petugas tersebut agar tidak mendapatkan tindakan cacat mental atau kelainan. Terdakwa memiliki kemampuan untuk mengikuti jalannya persidangan dan terdakwa selalu dapat menjawab secara baik setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya, serta tidak ditemukan adanya suatu perilaku jasmani maupun rohani dalam diri terdakwa.

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

Terdakwa mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kealpaan (culpa) yang menyebabkan kematian pada orang lain, yaitu;

a. Terdakwa tidak memiliki SIM dan tidak membawa surat kelengkapan berkendara

b. Dari kecelakaan lalu lintas tersebut menimbulkan korban jiwa

c. terdakwa tidak mengurangi laju kecepatan sepeda motornya atau melakukan pengereman serta tidak pula membunyikan klakson saat melihat polisi.

Berdasarkan keterangan saksi,tersangka dan teori sudah jelas bahwa tersangka sudah memenuhi delik kealpaan

(culpa). Terdakwa masuk dalam kategori delik kealpaan yang disadari (bewuste culpa) dan kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa). Bahwa tersangka meyadari bahwa perbuatannya yang tidak mematuhi peraturan berkendara itu melanggar aturan.

4. Tidak ada alasan pemaaf

Alasan pemaaf adalah salah satu bagian dari alasan penghapus pidana. Berdasarkan teori dan hasil wawancara, bahwa terdakwa Kadis bin Sardikun tidak ada alasan pemaaf atau pembenar bahwa tindakan terdakwa merupakan perbuatan yang melawan hukum yang ia lakukan karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain. Terdakwa telah melanggar undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009. Terdakwa tidak cacat mental yang dibuktikan pada persidangan bahwa terdakwa mampu menjawab pertanyaan dengan baik serta mengakui kesalahannya dan menyesali atas perbuatan yang ia lakukan. Maka tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa maka dari itu terdakwa harus memper-tanggungjawabkan perbuataanya terdakwa Kadis bin Sardikun telah melakukan tindak pidana karena telah ditetapkan secara jelas terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum yaitu melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Pasal 310 Ayat (4) yaitu :

(9)

Terdakwa juga memenuhi unsur yang terdapat di dalam Pasal 359 KUHP, yaitu :

Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun

Terdakwa tidak bisa menghindari lepas dari pidana maupun alasan pemaaf sebagai penghapusan pidana yang karena perbuatannya sudah menimbulkan korban jiwa, sehingga semua unsur penghapusan pidana atau alasan pemaaf tidak bisa dijatuhkan kepada terdakwa Kadis bin Sardikun. Maka unsur pertanggungjawaban terdakwa telah terpenuhi.

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara Pidana Terhadap Pelaku Lalai Yang Menyebabkan Kematian Pada Orang Lain Nomor. 110/Pid.B/2015/PN.Met.

Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukan-nya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat: (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184)7

7 Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai

Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana.

Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1998. Hlm 11.

Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memiliki suatu pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu. Dakwaan atau tuntuan jaksa merupakan salah satu dasar pertimbangan bagi hakim sebelum menjatuhkan pidana. Jika terdapat kesamaan pandangan antara hakim dengan jaksa, maka hakim akan menjatuhkan pidana sama dengan tuntutan jaksa, sebaliknya jika tidak terdapat kesamaan maka hakim dapat menjatuhkan pidana di bawah atau lebih ringan dari tuntutan jaksa atau melebihi tuntutan jaksa. Hakim dalam menjatuhkan pidana akan mengacu pada hal-hal yang terbukti dan berdasarkan alat bukti di pengadilan, hal ini sesuai dengan Pasal 183 KUHAP.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut ternyata perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan TUNGGAL penuntut umum, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, yaitu melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pada waktu wawancara Octiawan Basri8 menyatakan pertimbangan hakim dalam hal ini didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak, sehingga hakim harus mempertimbang-kan fakta-fakta yang ditemukan dipersidangan, unsur-unsur dari Pasal yang didakwakan apakah unsur tersebut terpenuhi atau tidak dan menyebutkan barang bukti apa saja yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam

8 Hasil wawancara dengan Octiawan Basri ,

(10)

menjatuhkan putusan pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met.

Berdasarkan Pasal 183 KUHAP. Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat: (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa. Di dalam persidangan dan putusan hakim maka keterangan saksi, surat Visum et Reperentum, petunjuk selama di persidangan, dan keterangan terdakwa maka sudah jelas terpenuhinya alat bukti yang sah untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Namun fakta yang terjadi penuntut umum hanya menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa selama 6 bulan dan hakim memutus hanya 4 bulan di kurangi terdakwa selama berada di dalam kurungan.

Berkaitan dengan penjatuhan pidana maka hal yang dipertimbangkan adalah pidana akan memberikan kesempatn kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di masyarakat, sepanjang kesejahteraan terpidana dalam hal ini dipertimbangkan segala hal yang lebih utama dari pada resiko yang mungkin diderita oleh masyarakat, Seandainya terpidana dilepas di masyarakat. Terpidana dalam pidana dapat melakukan kebiasaan sehari-hari sebagai manusia dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan akan mencegah terjadinya stigma yang diakibatkan oleh pidana perampasan kemerdekaan.

Berdasarkan hasil wawancara Erna Dewi9 Putusan Hakim pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met ,hakim yang menjatuhkan pidana harus teliti

dan berhati-hati dengan

menghubungkan minimum pidana, putusan dalam perkara ini sudah tepat

9 Hasil wawancara dengan Erna Dewi , Dosen

Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rabu 4 Oktober 2017

namun, hakim memutus pidana terhadap terdakwa terlalu rendah dan tidak menimbulkan efek jera, jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya dan tidak tertibnya terdakwa dalam berkendara sehingga menimbulkan korban jiwa, hakim juga harus mempertimbangkan dari berbagai aspek sosiologis, yuridis dan filosofis harus dapat membuktikan dengan lebih proposional dalam mengambil keputusan.

a) Landasan filosofis, yaitu yang berkaitan dengan tujuan dijatuhkannya putusan terhadap pelaku yang lebih mengarah kepada perbaikan diri si pelaku daripada pemberian hukuman atau pidana. b) Landasan sosiologis yaitu yang

berkaitan dengan keadaan masyarakat di sekitar pelaku, yang mana dengan pemberian putusan tersebut diharapkan memenuhi rasa keadilan.

c) Landasan yuridis, yaitu yang berkaitan dengan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban perbuatan yang telah diperbuatnya.

Diah Gustiniati menyatakan10 Putusan Hakim pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met telat tepat karna sudah mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam persidangan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met sudah mempertimbangkan alat bukti dan fakta-fakta yang dihadirkan dalam persidangan. Sesuai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman karena telah memuat alasan dan dasar

10 Hasil wawancara dengan Diah Gustiniati ,

(11)

putusan,juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara, penulis sependapat dengan pendapat Erna Dewi bahwa Putusan Hakim pada perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met. telah tepat dengan mempertimbangkan seluruh alat bukti yang ada di dalam persidangan, namun hakim memutus pidana terhadap terdakwa terlalu rendah jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya, di dalam Pasal 359 KUHP bisa dilihat karena kelalaian terdakwa minimal dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama lima tahu dan kurungan paling lama satu tahun, dan tidak tertibnya terdakwa dalam berkendara sehingga menimbulkan korban jiwa tetapi hakim harus memperhatikan aspek yuridis,filosofis dan sosiologis, yang antara lain yaitu : Aspek filosofis, yaitu yang berkaitan dengan tujuan dijatuhkannya putusan terhadap pelaku yang lebih mengarah kepada perbaikan diri si pelaku daripada pemberian hukuman atau pidana. Jika dilihat penjatuhan pidana terhadap terdakwa yang hanya dijatuhkan hukuman selama 4 bulan terlalu ringan dengan akibat yang ditimbulkan diharapakan terdakwa bisa memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuataan tersebut.

Landasan sosiologis yaitu yang berkaitan dengan keadaan masyarakat di sekitar pelaku, yang mana dengan pemberian putusan tersebut diharapkan memenuhi rasa keadilan. Hakim diharapkan memberikan keadilan bagi semua pihak, terutama bagi keluarga korban mengingat bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh terdakwa adalah hilangnya nyawa orang lain terlebih korbannya adalah anak di bawah umur. Sehingga dengan penjatuhan pidana

tersebut tidak mengurangi rasa kepercayaan masyarakat pada sistem peradilan di Indonesia serta memberikan pelajaran bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan peraturan tertib berlalu-lintas.

Landasan yuridis, yaitu yang berkaitan dengan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban perbuatan yang telah diperbuatnya. Terdakwa sudah memenuhi pertanggungjawabannya dengan penjatuhan pidana terhadap terdakwa dan sudah berdamai dengan keluarga korban.

Berdasarkan bab III tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pengenaan pidana, pada Pasal 44 yang tidak dapat melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah cacat di dalam tubuhnya, dan juga dapat kita lihat bahwa dakwaan penuntut umum hanya mengacu pada Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan dapat kita lihat di dalam Pasal 359 KUHP karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam pidana dengan penuntut umum hanya menggunakan

dakwaan tunggal tanpa

(12)

Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan diatas bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada (Putusan

Perkara Nomor.

110/Pid.B/2015/PN.MET) menurut pandangan penulis sebagai berikut: Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses penyajian kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Sesuai dengan Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman yaitu dalam mempertimbangkan berat ringannya suatu pidana hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa.

Menurut Pasal 50 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yaitu putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan sumber hukum tak tertulis juga dapat dijadikan dasar mengadili.

Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana dalam putusan Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met

mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis, dan non yuridis, hal-hal yang memberatkan, serta hal-hal yang meringankan kepada terdakwa. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim yang didasarkan pada faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya sebagai berikut :

a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan tunggal: perbuataan terdakwa diancam pidana dalam

Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undangan Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

b. Keterangan saksi.

Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Para saksi dalam perkara ini pada pokoknya memberikan kesaksian bahwa terdakwa telah melakukan kelalaian. Adapun para saksi adalah :

1). Jhon Hendri 2). Agus Effendi 3). Sumarno 4). Kadis

c. Keterangan terdakwa. Menurut Pasal 184 KUHAP butir e keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti.

d. Barang-barang bukti

Pasal 194 Ayat (1) KUHP yang dihadirkan dalam persidangan selain dari keterangan saksi dan terdakwa perkara ini di perkuar dengan adanya barang bukti berupa petunjuk, yaitu : 1) Barang bukti surat, yaitu : Visum Polisi BE-7127-DQ warna hitam,

Nomor Rangka

MH8BG41CADJ964085, Nomor Mesin G420-IDI045393

(13)

terdakwa, dalam perkara pidana atau pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan, disamping dengan minimum 2 (dua) alat bukti, harus ditambah dengan keyakinan hakim. Hakim menggunakan teori ratio decidenci dalam mempertimbangkan aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang dipersidangkan kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan putusan

Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat baik dan jahat dari tedakwa. Berdasarkan dari ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan setimpal dan adil sesuai dengan kesalahannya. Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana sebagai suatu petimbangan non yuridis :

Hal yang memberatkan :

1) Sifat dari perbuatan terdakwa itu sendiri ;

2) Perbuatan terdakwa mengakibatkan korban Meninggal Dunia;

Hal yang meringankan :

1) Terdakwa bersikap sopan dipersidangan ;

2) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya ;

3) Terdakwa tidak mempersulit proses persidangan

4) Terdakwa sudah berdamai dengan korban.

Pada putusan Nomor 110/Pid.B/2015/ PN.Met, hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (enam) bulan dan menetapkan

masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa Kadis bin Sarkun telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibat-kan kematian pada orang lain”.

(14)

III. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini terhadap putusan perkara Nomor 110/Pid.B/2015/PN.Met, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana

terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang kematian pada orang lain dalam perkara Putusan Nomor: 110/Pid.B/2015/PN.Met adalah terdakwa melakukan perbuataan melawan hukum. Pada diri terdakwa tidak ditemukan cacat mental atau kelainan jiwa. Perbuatan yang dilakukan terdakwa yaitu kecelakaan yang menimbulkan kematian pada orang lain berdasarkan Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jika dilihat dari aspek yuridis dan non yuridis maka, terdakwa sudah memenuhi unsur-unsur yang didakwakan terhadap terdakwa secara sah dan meyakinkan dan tidak ada alasan pembenar atau pemaaf atas apa yang telah dipenuhinya perbuatan melawan hukum dan kemampuan bertanggungjawab.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan kematian pada orang lain pada Putusan Nomor: 110/Pid.B/2015/PN.Met, hakim beranggapan bahwa putusan yang dijatuhkannya sudah berdasarkan teori dasar pertimbangan hakim yaitu kebijakan hakim dalam menjatuhkan pidana berupa 4 (empat) yang berdasarkan aspek

yuridis, filosofis, dan sosiologis. Namun penulis beranggapan bahwa putusan tersebut jika dilihat dari aspek sosiologis jauh dari rasa keadilan bagi keluarga korban dan dampak yang ditimbulkan., Dakwaan penuntut umum dan putusan hakim hanya mengacu pada Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sedangkan dapat kita lihat di dalam Pasal 359 KUHP tentang kealpaan mengakibatkan kematian.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Hendaknya hakim dalam memutuskan perkara terlebih dahulu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan seseorang yang melakukan tindak pidana

2. Aparat penegak hukum dan Peradilan di Indonesia harus lebih berani menghukum para terdakwa dengan hukuman yang lebih berat agar menimbulkan efek jera kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana melawan hukum

DAFTAR PUSTAKA

Amrani, Hanafi dan Ali, Mahrus. 2015. Sistem Pertanggungjawaban Pidana: Perkembangan dan penerapan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

(15)

Huda, Chairul. 2011. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjaaban Pidana Tanpa Kesalaha: Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisihan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Kencana.

Rahardjo, Satjipto. 1998. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum.

Saleh, Roeslan. 1983. Perbuatan dan pertanggungjawaban Pidana. Jakarta, Aksara Bara.

http://otomotif.kompas.com/read/2017/ 01/25/180500230/angka.kecelakaan .lalu.lintas.tahun.lalu.naik.

http://humaspolresbantul.blogspot.co.id/

2013/05/faktor-penyebab-kecelakaan-lalu-lintas.html,

Referensi

Dokumen terkait

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

‘I have matter here that will vindicate John the moment it is seen by the right people, and make Ned Kelley a wanted man.’.. Jane

Pada halaman ini anggota dapat memberikan usulan buku apa saja yang menurut mereka, harus ditambahkan kedalam koleksi perpustakaan perpustakaan. Yaitu dengan cara mengisi

Potensi wisata adalah sumberdaya alam yang beraneka ragam, dari aspek fisik dan hayati, serta kekayaan budaya manusia yang dapat dikembangkan untuk pariwisata. Banyu

Hasil yang diharapkan dari simulasi perhitungan aliran daya ini adalah besar tegangan, daya aktif, daya reaktif, pada setiap bus pada jaringan distribusi 20 KV

Aplikasi pendeteksi kerusakan pada Air Conditioner ruangan berbasis Android dengan menggunakan teorema bayes memiliki fitur untuk melakukan konsultasi dimana sistem memberikan

[r]

[r]