• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Geometri Piezoelektrik Peng g

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perancangan Geometri Piezoelektrik Peng g"

Copied!
468
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 1

TRANSPORTASI LAUT

&

(2)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 2 STUDI JALUR EVAKUASI PADA KAPAL PENYEBERANGAN ANTAR PULAU Andi Haris MUHAMMAD*1, Daeng PAROKA1, Riswanto SUTOMO1 dan Hatri Ninra DAUD1

1

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. *E-mail: andi_haris@yahoo.com

Abstract

One of the reasons of large number of casualty in an accident of ship in seaways is overloading of the evacuation route due to minimum or unavailable information. Therefore, evaluation of evacuation route and alternative to evacuate passenger is necessary especially for passenger ships such as ships for inter island transportation. This paper discusses about feasibility of the evacuation route and possibility of buildup of passenger in a certain critical point in the evacuation route so that an alternative solution to avoid such condition if an accident occurs. In order to find that solution, numerical simulation with several ships is conducted by using Package program of Arena. Simulation results show that possibility of the critical points exist in the corridor which be passed in evacuation process. In order to minimize the buildup of passenger in the critical points, it is recommended an alternative route which is able to access to reach the master point with minimum time.

Key words: evacuation route, inter island transportation, ship and passenger.

1. Pendahuluan

Dalam perancangan kapal penyeberangan antar pulau, desain ruang dan jalur evakuasi yang effektif sangat diperlukan, hal tersebut tentunya sangat membantu dalam proses evakuasi penumpang dan anak buah kapal (ABK) pada saat terjadinya kecelakaan laut (misalnya keterbalikan, kebocoran dan kebakaran). Organisasi Maritim Internasional (IMO) (2002) telah mengatur metode sederhana analisis evakuasi penumpang dan ABK kapal penyeberangan tipe roll on roll off (ro-ro)

Sejumlah asumsi telah dikembangkan oleh banyak peneliti dalam mendukung keakuratan regulasi IMO tersebut diataranya: i) kecepatan berjalan sangat bergantung pada kepadatan kerumunan orang, tipe dan model jalur serta arah gerakan kerumunan, ii) arah pergerakan berlawanan umumnya diperhitungkan berdasarkan counter flow factor, iii) pergerakan orang diasumsikan tanpa rintangan, iv) Pengaruh pergerakan kapal, umur penumpang, serta keterbatasan ruang gerak akibat asap kesemuanya diperhitungkan melalui safety factor.

Lee et al (2003) dalam papernya telah menulis kembali sejumlah penelitian pengaruh pergerakan orang (kecepatan berjalan), kepadatan penumpang serta kemiringan koridor (trim dan heeling) terhadap proses evakuasi penumpang. Sehubungan dengan hal tersebut, Lee et al (2004) dalam penelitian lainnya menjelaskan bahwa kecepatan berjalan secara berkelompok akan mengurangi kecepatan berjalan sebesar 20% dibanding berjalan secara sendirian dengan jarak antara kelompok sejauh 3m, selanjutnya kecepatan berjalan kelompok didepan akan lebih cepat dibanding kelompok yang berada dibelakangnya. Namun untuk kecepatan berjalan perorangan dengan arah berlawanan akan lebih lambat dibanding secara berkelompok.

Maraknya terjadi kebakaran kapal di Indonesia dalam lima tahun terakhir (2003 – 2007) sebagaimaan yang dilaporkan KNKT (2007a) tercatat dalam kurun waktu tersebut terjadi 55 kapal terbakar dengan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit hal tersebut menujukan pentingya pencegahan dan penaganan kecelakaan yang lebih akurat. Dalam laporan tersebut pula dijelaskan bawasanya sejulah kebakaran kapal umumnya didominasi sebagai akibat kelalaian manusia itu sendiri dan selebihnya kondisi alam, namun kalau dilihat dari sumber api proses terjadinya kebakaran yang dialami kapal umumnya bervariasi diataranya bersumber dari ruang mesin sebagaimana yang terjadi pada KMP Nusa Bakti (KNKT, 2007b), KMP Selvia (KNKT, 2011a) dan selanjutnya bersumber dari ruang geladak kendaraan seperti yang dialami KMP laut Teduh 2 (KNKT 2011b) dan KMP Levina 1 (KNKT, 2007c) dan bersumber dari akomodasi penumpang yang dialami KMP Dharma Kencana 1 (KNKT, 2008).

(3)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 3 (2006) menjelaskan bahwa peluang penyelamatan kapal ferry ro-ro akan lebih banyak waktu yang digunakan dibanding kapal penumpang lainya se-misal cruise lines.

Berdasarkan pembahasan diatas, paper ini membahas tentang kelayakan jalur evakuasi kapal penyeberangan antar pulau serta kemungkinan terjadinya titik –titik penumpukan penumpang pada jalur tertentu, melalui beberapa scenario yang dikembangkan sehingga dapat diketahui jalur evakuasi yang efektif.

2. Kriteria IMO

Sejak Tahun 1970, IMO telah mempublikasikan secara intensif ketentuan standar tentang evakuasi penumpang kapal laut, hal tersebut tertera sebagaimana pada ketentuan SOLAS kaitanya dengan keselamatan kapal dan jumlah pelampung penolong serta karakteristiknya. Hingga akhir abad yang lalu aturan utama tentang desain kapal dan evakuasi keselamatan tersebut telah terjadi perubahan sebanyak 757 aturan. Tahun 1999 IMO menerbitkan MSC Circ. 909 dengan judul pedoman Interim analisis evakuasi sederhana khususnya untuk kapal penumpang ro-ro (IMO, 1999), ketentuan tersebut adalah upaya pertama untuk menganalisa secara keseluruhan tentang pergerakan penumpang di dalam kapal selama proses evakuasi. Selajutnya dalam kondisi darurat dan meningkatkan proses evakuasi, IMO telah pula menerbitkan ketentuan proses evakuasi pada kapal penumpang yang berbeda (Ro-pax, HSC, kapal penumpang besar, dll). Akhirnya pada tahun 2002 IMO menerbitkan MSC Circ. 1033 dengan judul pedoman Interim analisis evakuasi untuk kapal baru dan yang sudah ada (IMO, 2002), aturan tersebut berisikan dua metode analisis penyalamatan penumpang: i) analisis sederhana sebagaimana yang digambarkan pada MSC Circ 909 dan ii) analisis lanjud sesuai dengan perkembangan kondisi selama evakuasi.

Kriteria standar analisis sederhana total waktu maksimum evakuasi penumpang kapal ferry ro-ro yang dikembangkan oleh (IMO, 2002) sebagaimana tertera pada Gambar 1. Selanjutnya Table 1 dan 2 menampilkan lebar efektif jalur evakuasi dan kecepatan berjalan penumpang dan ABK.

Gambar 1: Waktu evakuasi maksimum sesuai kriteria IMO (2002) Dari skema pada gambar 1 dapat disederhanakan persamaan sebagai beriku:

Total Waktu Evakuasi = (A + T) + 2/3 (E + L) ≤ 60 menit E + L ≤ 30 menit

Dimana :

 Awareness time / waktu tanggap (A)

 Travel time / waktu perjalanan (T)

 Embarkasi time / waktu embarkasi (E) dan Launching Time (L) E + L (3)

(E + L)/3 (4)

A(1) T(2)

Calculated evacution time

(4)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 4 Tabel 1 : Harga aliran sfesifik dan kecepatan orang sebagai fungsi kepadatan (IMO, 2002)

Jenis fasilitas Kepadatan (D) (p/m2)

Tabel 2: Harga aliran sfesifik dan kecepatan orang (IMO, 2002) Jenis fasilitas Aliran Sfesifik

FS (p/ms)

3.1. Model matematika, harga aliran sfesifik dan kecepatan

Dalam penelitian ini penilaian total waktu evakuasi penumpang melalui proses simulasi, persamaan matematika, harga aliran sfesifik dan kecepatan yang dipergunakan dalam menentukan kecepatan berjalan mengunakan sejumlah koefisien yang disyaratkan ketentuan IMO (2002) sebagaimana Tabel 1. dan 2.

3.2. Program simulasi dan analisis

Tahapan yang dikembangkan dalam menganalisi jalur evakuasi kapal penyeberangan antar pulau : i) Mengecek jalur evakuasi dan komponen yang mempengaruhi selama proses evakuasi, hal tersebut sebagai langkah awal analisis untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan dan mengetahui titik-titik kritis jalur evakuasi. ii) Membandingkan hasil pengecekan dengan ketentuan standar IMO (MSC circ. 909), khususnya terhadap total waktu yang diperlukan untuk evakuasi seluruh penumpang. iii) Merencanakan suatu jalur yang efektip dengan total waktu evakuasi seminimal mungkin. iv) Menganalisis jalur evakuasi yang dibentuk berdasarkan rencana jalur evakuasi, letak peralatan keselamatan dengan bantuan program simulasi Arena Software 10 dan program yang dikembangkan melalui program Delphi XE. 3.3. Kondisi jalur evakuasi

(5)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 5 Gambar 2: Model Hydrolik Jalur Evakusi KMP PM

Gambar 3: Model Hydrolik Jalur Evakusi KMP J2 Tabel 3 : Jumlah Punumpang dan Panjang Jalur Evakuasi KMP PM

(6)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 6

Nav Deck – Door 8 90 0,5 - - To Embarcation SB

Tabel 4 : Jumlah Punumpang dan Panjang Jalur Evakuasi KMP J2

Item No Pass. Wc Main Deck-Corridor 3 72 0.6825 14.625 9.981563 To Emergency Exit Main Deck-Corridor 4 72 0.6825 25.35 17.30138 To Emergency Exit Pass Deck-Business Class 36 0.8775 12.675 11.30138 To Door 1a & Stair 1b Pass Deck-Door 1a 18 1.4625 - - To Corridor 1a Main Deck-Corridor 1b 18 0.6825 18.525 12.64331 To Emergency Exit Main Deck-Door 3a 18 0.39 - - To Emergency Exit Pass Exe Deck-Executive Class 175 1.755 14.625 25.66688 To Door 1&2 Pass Exe Deck-Door 1 88 1.4625 - - To Corridor 1 Pass Exe Deck-Door 2 87 1.4625 - - To Corridor 2 Pass Exe Deck-Corridor 1 88 2.34 22.425 52.4745 To Muster Station Pass Exe Deck-Corridor 2 87 2.34 22.425 52.4745 To Muster Station

4. Pembahasan

Gambar 4 dan 5 memperlihatkan hasil simulasi melalui software arena dengan skenario sebagaimana gambar 2 dan 3. Untuk KMP PM, total waktu yang diperlukan untuk evakuasi penumpang yang berjumlah 300 orang terdiri dari 189 orang dari kelas ekonomi dan sisanya dari kelas lesehan dan bisnis masing-masing 54 dan 57 orang dengan total waktu evakuasi adalah 38.6 menit dengan jarak tempuh terjauh 23,34 m. Sementara Untuk KMP J2, total waktu yang diperlukan untuk evakuasi seluruh penumpang berjumlah 751 orang yang berasal dari kelas ekonomi dan bisnis masing-masing 288 orang dan sisanya dari kelas eksekutif 175 orang diperlukan waktu adalah xx menit dengan jarak terjauh xx m. Meskipun KMP J2 memiliki waktu yang lebih cepat terhadap evakuasi penumpang dibanding KMP PM namun hasil keduanya tersebut menurut IMO aman untuk digunakan selama proses evakuasi penumpang apabila terjadi kebakaran, waktu tersebut masi dibawah 60 menit sebagaimana yang disyaratkan IMO. Ditinjau dari efektifitas waktu yang digunakan untuk evakuasi penumpang KMP PM dari 3 ruang penumpang yang dianalisis terlihat bahwa ruang bisnis mengunakan waktu terpendek dibandingkan ruang lesahan dan ekonomi, hal ini berbanding dengan jarak tempuh masing-masing ruang menuju koridor embarkasi/master station. Demikian pula dari tiga koridor embarkasi yang disediakan tempat berkumpul penumpang terlihat bahwa koridor 6 memiliki waktu terpanjang untuk dicapai dibanding kedua koridor embarkasi lainya (koridor 5 dan 7). Hal yang sama pada KMP J2 dari 3 ruang penumpang yang dianalisis terlihat bahwa ruang eksekutip mengunakan waktu terpendek dibandingkan ruang bisnis dan ekonomi pada kapal tersebut, hal ini berbanding dengan jarak tempuh masing-masing ruang menuju koridor embarkasi.

(7)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 7 sehingga waktu total evakuasi relatif singkat.

Gambar 4 Karakteristik evakuasi penumpang KMP PM

Gambar 5 Karakteristik evakuasi penumpang KMP J2

Tabel 5 : Waktu evakuasi penumpang KMP PM

Item D (p/m2) Fs (p/ms) Fc

(p/s)

V( m/s)

T deck (s)

Tf (s) Pass Deck – Economy Class 11.42 0,32 1,33 0,1 19,95 71,19 Pass Deck – Corridor 1 25,27 1,3 1,04 0,67 6,94 90,38 Pass Deck – Corridor 2 25,54 1,3 1,04 0,67 6,94 91,35 Pass Deck – Door 1 - 1,04 1,0 0,88 - 90,38 Pass Deck – Door 2 - 1,04 1,0 0,88 - 91,346 Pass Deck – Lesehan Class 1,46 1,09 10,17 0,84 4,76 5,31

Pass Deck – Door 3 - 0,91 59,34

Pass Deck – Business Class 2,76 0,87 8,2 1,02 2,16 6,96 Pass Deck – Corridor 3 15,96 0,32 0,64 1,2 7,83 468,75 Pass Deck – Door 4 - 0,91 0,64 - - 468,75 Pass Deck – Stair 152,93 0,8 0,64 1,08 2,28 468,75 Nav Deck – Corridor 4 0,91 0,64 - - 468,75 Nav Deck – Door 5 - 1,28 0,64 - - 468,75 Nav Deck – Corridor 5 13,39 0,66 0,64 1,19 7,70 187,5 Nav Deck – Corridor 6 35,15 0,8 0,64 1,08 2,97 140,63 Nav Deck – Corridor 7 35,15 0,8 0,64 1,08 2,97 140,63 Nav Deck – Door 6 - 1,28 0,64 - - 187,50 Nav Deck – Door 7 - 1,28 0,64 - - 140,63 Nav Deck – Door 8 - 1,28 0,64 - - 140,63

Tabel 6 : Waktu evakuasi penumpang KMP PM

Item D (p/m2) Fs (p/ms) Fc

(p/s)

V( m/s)

T deck (s)

Tf (s) Pass Deck-Economy Class 82.1 0.32 1.46 0.1 3.86 98.63

Pass Deck-Door 1 1.12 1.46 98.63

(8)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 8

Pass Deck-Door 2 1.3 0.84 85.71

Pass Deck-Stair 1 38.31 0.88 0.57 0.8 3.62 126.32 Pass Deck-Stair 2 47.89 0.88 0.57 0.44 5.26 126.32

Main Deck-Door 3 0.88 0.57 126.32

Main Deck-Door 4 0.88 0.57 126.32

Main Deck-Corridor 3 9.2 0.88 0.57 1.01 23.8 126.32 Main Deck-Corridor 4 8.84 0.88 0.57 1.01 12.38 126.32 Pass Deck-Business Class 6.03 0.32 1.8 0.1 21.21 20.00

Pass Deck-Door 1a 1.3 1.69 10.65

Pass Deck-Stair 1b 38.31 0.57 0.57 0.44 6.57 31.58 Pass Deck-Corridor 1a 2.82 0.46 1.69 1.2 5.78 10.65

Pass Deck -Door 2a 1.3 0.84 21.43

Pass Deck-Stair 1a 14.37 0.65 0.84 0.62 6.18 21.43 Main Deck-Corridor 2b 2.01 0.88 0.57 1.01 27.23 63.16

Main Deck-Door 1bx 0.88 0.57 63.16

Main Deck-Door 1by 0.88 0.57 63.16

Main Deck-Corridor 1b 4.91 0.88 0.57 1.01 22.28 31.58

Main Deck-Door 3a 1.3 0.84 21.43

Pass Exe Deck-Executive Class 20.15 0.32 0.9 0.1 15.42 194.44

Pass Exe Deck-Door 1 0.69 0.9 97.78

Pass Exe Deck-Door 2 0.69 0.9 96.67

Pass Exe Deck-Corridor 1 3.24 0.42 0.9 1.39 0.11 97.78 Pass Exe Deck-Corridor 2 4.01 0.42 0.9 1.31 0.1 96.67

5. Kesimpulan

 Dengan jalur evakuasi penumpang yang ada saat ini KMP PM dan KPM J2 memenuhi ketentuan yang disyaratkan IMO dalam upaya penyelamatan penumpang terhadap bahaya kebakaran.

 Efektifitas waktu yang digunakan selama proses evakuasi bergantung pada jumlah penumpang dan jarak tempuh menuju koridor embarkasi.

 Titik kritis jalur evakuasi KMP PM terjadi pada koridor 3 dan koridor embarkasi, sedangakan untuk KMP Jatra penumpukan penumpang terjadi pada koridor emejency pada main deck. Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M DIKTI dalam pendanaan penelitian ini. Terima kasih pula khususnya kepada teknisi dan mahasiswa yang tergabung dalam kelompok penelitian bersama pada Labo-Based Education Laboratory Keselamatan Kapal Universitas Hasanuddin yang telah membantu selama pengambilan data di lapangan.

References

IMO, 1999. Interim guidelines for a simplified evacuation analysis on Ro–Ro passenger ships. MSC/ Circ. 909.

IMO, 2002. Interim guidelines for evacuation analyses for new and existing passenger ships. MSC/ Circ. 1033.

Lee, D., Kim, H.A., Park J.H and Park,J.B (2003): The current status and future issues in human evacuation from ships, Journal of Safety Science, Vol. 41. pp. 861 -876

Lee, D., Park J.H. dan Kim, H. A. (2004): Study on experiment of human behavior for evacuation simulation, Journal of Ocean Engineering, Vol. 31. pp. 931 -941

Hakkarainen, et al. (2009): Survivability for ship in case of fire, Final report of SURSHIP-FIRE Project

Vanem, E., Skjong, R. (2006): Designing for safety in passenger ships utilizingadvanced evacuation analyses - A risk based approach, Journal of Safety Science, Vol. 44. pp. 111 -135

KNKT (2007a). Investigasi Kecelakaan Kapal Laut Terbakarnya KMP. Nusa Bhakti Pantai Bug-Bug Karangasem, Bali, Laporan Akhir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Jakarta

(9)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 9 KNKT (2008a). Kajian Analisis Trend Kecelakaan Transportasi Laut Tahun 2003 – 2008,

Laporan Akhir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Jakarta

KNKT (2008b). Investigasi Kecelakaan Kapal Laut Terbakarnya Kmp. Dharma Kencana I Di Sungai Mentaya Hilir Selatan Kota Waringin Timur, Kalteng, Laporan Akhir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Jakarta

KNKT (2009). Investigasi Kecelakaan Kapal Laut Tenggelamnya KM. Mandiri Nusantara Di Perairan Keramian, Bawean, Jawa Timur, Laporan Akhir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Jakarta

KNKT (2011a). Investigasi Kecelakaan Kapal Laut Kebakaran di Kamar Mesin KM. Salvia Di Perairan Sebelah Timur, Sekitar Pulau Damar, Kepulauan Seribu, DKI, Laporan Akhir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Jakarta

(10)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 10 COMMERCIAL STUDY OF HOVERFLIGHT OPERATIONS AS A SUPPORT FOR

TOURISM SECTOR

(Case Study: Karimunjawa Islands)

Irwan Tri YUNIANTO*1, Ni Luh Putu PRATIDINATRI1 and Hasan Iqbal NUR2 1Marine Transportation and Logistics Laboratory, Faculty of Marine Technology,

ITS-Surabaya.

*E-mail: irwantri.y@gmail.com 2

Graduate School of Engineering, Faculty of Marine Technology, ITS-Surabaya.

Abstract

Karimunjawa islands, located in the north of Jepara city in Central Java, is one of Indonesia's largest cluster of islands consist of 27 islands and four of them are inhabited. Due to its topography and biodiversity, it has the potential as a tourist destination. Since the main island is surrounded by many small islands, one of the most efficient modes of transport is traditional motorboat. However, the capacity of water transportation mode is still lacking. Low frequency of transport service also remains a challenge. Therefore, sustainable water transportation system plan is necessary in order to connect one island to another as well as to promote local economic growth through tourism activities.

This study aims to identify potential tourism spots and describe the important role of water transportation as a support for integrating various potential tourism spots. Our proposition is to solve this problem by both analysis of connectivity (current and planned transportation network) and analysis of commercial. Instead of boat or ship, hoverflight will be used as alternative water transportation mode because of the following advantages: does not require berth, high in speed and mobility, and can produce lower carbon emission and lower fuel cost. From the investment calculation results, it can be summarized that the Break-Even Point will be at the seventh year of operation with Net Present Value of IDR 1,01 billion and Internal Rate of Return 22,9%.

Keyword: Karimunjawa, commercial analysis, hoverflight operations, tourism

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau yang dimiliki lebih dari 17.000 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km. Jumlah populasi penduduk yang tinggal di daerah pesisir sangat besar, sebagai contoh 65% penduduk pulau Jawa tinggal di daerah pesisir. Dengan kondisi geografis yang dimiliki, maka dibutuhkan peranan transportasi laut untuk menghubungkan semua wilayah tersebut dan mendukung berbagai sektor potensial yang ada salah satunya adalah sektor pariwisata.

Kepulauan Karimunjawa merupakan salah satu wilayah kepulauan di Indonesia yang terdiri dari 27 gugusan pulau, terletak di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Kepulauan Karimunjawa sangat potensial sebagai tujuan wisata karena merupakan daerah kepulauan dengan topografi yang menyajikan keindahan alam, selain itu juga mempunyai keanekaragaman hayati seperti terumbu karang, lamun dan mangrove. Dengan segala potensi yang dimiliki, wilayah tersebut telah dijadikan penyangga kehidupan bagi 8.842 penduduk (Statistik BTN Karimunjawa , 2008).

Pembangunan di kecamatan Karimunjawa sangat perlu disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan yang ada, terutama terkonsentrasi pada 3 (tiga) sektor, yaitu: sektor pariwisata, sektor perikanan dan kelautan (Slamet Santoso et al, 2003).

Rencana pengembangan pariwisata secara berkelanjutan perlu untuk dilakukan, sehingga diharapkan dapat menambah jumlah kunjungan wisatawan baik internasional maupun domestik. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) Menentukan kegiatan-kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan, (2) Memberikan alternatif lokasi pembangunan sarana penunjang kegiatan wisata, dan (3) Memberdayakan ekonomi penduduk setempat sebagai unsur utama kegiatan wisata.

2. Gambaran Umum Kepulauan Karimunjawa

Kepulauan Karimunjawa terletak di sebelah timur laut kota Semarang tepatnya pada posisi 50

(11)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 11 2.1 Potensi Wisata

Potensi wisata Kepulauan Karimunjawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu: wisata alam darat dan alam perairan.

1) Wisata Alam Darat

Kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain: mangrove tracking, menikmati keindahan pulau, hicking, camping, observasi burung, dan lain-lain.

2) Wisata Alam Laut

Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: diving dan snorkeling, didukung oleh keindahan terumbu karang yang menyebar di beberapa pulau di Karimunjawa.

Berikut kajian singkat potensi beberapa pulau yang banyak menjadi tujuan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

1) Pulau Menjangan Besar

Pulau Menjangan Besar mempunyai luas sekitar 56 hektar tidak berpenduduk memiliki potensi wisata antara lain:

a) Penangkaran hiu, wisatawan diperbolehkan berenang dengan ikan berusia muda seperti hiu, triger fish, kura-kura, barakuda, dll;

b) Tempat penetasan tukik dan 1 ekor elang Jawa;

c) Tempat pengembangbiakan penyu, wisatawan dapat melihat langsung proses penetasan telur dan pelepasan bayi penyu ke laut;

d) Pemandangan matahari terbenam; e) Terumbu karang

2) Pulau Cemara Besar

Pulau Cemara besar mempunyai luas sekitar 3,5 hektar dan tidak berpenduduk. Kondisi pantai berpasir putih dan daratan dipenuhi dengan pohon cemara serta keadaannya masih alami. Pantai di belakang pulau sangat berbahaya karena banyak terdapat ikan pari. Tidak terdapat dermaga sehingga untuk berlabuh di pulau ini, kapal harus menambatkan tali ke batu karang atau bersandar ke pasir.

3) Pulau Cilik

Sesuai namanya, Pulau Cilik ini memiliki ukuran yang kecil, memiliki luas sekitar 2 hektar. Terdapat sebuah dermaga kayu bagi perahu yang ingin merapat. Sangat cocok untuk aktivitas snorkeling karena terdapat berbagai spesies ikan, terumbu karang, taman karang dan perairan yang sangat jernih.

Terdapat sebuah gosong yang memanjang di bagian belakang pulau. Gosong atau gosongan adalah istilah yang sering digunakan penduduk Karimunjawa untuk menyebut daratan pasir tanpa vegetasi apapun. Gosongan ini bisa berada di tengah laut atau "menempel" pada sebuah pulau.

2.2 Kunjungan Wisatawan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Taman Nasional Karimunjawa, dapat diketahui bahwa jumlah kunjungan wisatawan Kepulauan Karimunjawa dari tahun 2002 hingga tahun 2005 cenderung mengalami kenaikan, baik untuk wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan domestik (wisdom), seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Statistik jumlah kunjungan wisatawan Kepulauan Karimunjawa

2002 2003 2004 2005

Wisman 339 361 1,312 455

Wisdom 5,272 7,975 11,721 9,315

Jumlah 5,611 8,336 13,033 9,770

(12)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 12

2002 2005 2008 2011 2014 2017 2020

Perkiraan Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing

2002 2005 2008 2011 2014 2017 2020

Perkiraan Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik

Forecast Actual

Gambar 1 Perkiraan jumlah wisatawan Kepulauan Karimunjawa 2.3 Aksesibilitas

Kepulauan Karimunjawa dapat dijangkau dengan sarana transportasi laut dan udara. Pada bab ini akan dikaji aksesibilitas Kepulauan Karimunjawa melalui laut yang hanya dilayani oleh 3 (tiga) kapal ferry, yaitu KMP. Muria, KMC. Kartini I dan KMC. Express Bahari.

Untuk mengakses Kepulauan Karimunjawa melalui laut, dapat dilakukan melalui 2 (dua) pelabuhan yaitu pelabuhan Tanjung Mas di Semarang dan pelabuhan Kartini di Jepara. Ketiga kapal ferry yang melayani rute ini memiliki jadual dan frekuensi yang berbeda. KMP. Muria berlayar 6 (enam) kali seminggu dari Pelabuhan Kartini di Jepara dengan waktu tempuh selama 6 (enam) jam. KMC. Kartini I berlayar 2 (dua) kali seminggu dari Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang dan Pelabuhan Kartini di Jepara dengan rata-rata waktu tempuh selama 3 (tiga) jam. Sedangkan KMC. Express Bahari merupakan armada baru yang mulai diopersikan pada awal tahun 2012, berlayar 4 (empat) kali seminggu dari Pelabuhan Kartini di Jepara dengan waktu tempuh selama 2 (dua) jam. Jadual dan frekuensi pelayaran ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jadwal operasional kapal ferry tujuan Karimunjawa

(13)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 13 Tabel 3 Perbandingan harga tiket

KMP. Muria KMC. Kartini I KMC. Express Bahari

Kelas Ekonomi Bisnis/ VIP Bisnis Eksekutif Eksekutif VIP Harga (Rp) 30,500 80,500 135,000 150,000 84,000 125,000

2.4 Aksesibilitas Untuk Tujuan Pariwisata

Untuk dapat menjangkau lokasi tujuan wisata di Kepulauan Karimunjawa yang tersebar di beberapa bagian pulau, misalnya: Pulau Cemara Besar, Cemara Kecil, Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Gosong, Tengah, Parang dan beberapa pulau lain, satu-satunnya akses yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan kapal motor tradisional milik nelayan setempat. Biasanya nelayan bekerjasama dengan pemandu setempat untuk menyewakan perahu motor mereka kepada wisatawan. Biaya sewa yang dikenakan adalah Rp. 400.000 per perahu untuk 3 (tiga) kunjungan pulau dengan durasi antara pukul 08.00 – 16.00 dan penumpang maksimum yang dapat diangkut adalah 10 orang. Harga ini belum termasuk upah pemandu. Selama kurun waktu tersebut wisatawan akan diantarkan berkeliling menuju lokasi wisata sesuai dengan arahan pemandu. Waktu perjalanan dari pelabuhan pemberangkatan ke tujuan bervariasi mulai dari 90 – 30 menit sesuai dengan jarak yang harus ditempuh. Untuk wisatawan yang tidak datang dengan rombongan tentunya biaya sewa yang dikenakan akan terasa mahal. Karena tidak ada pilihan lain yang ditawarkan maka biasanya wisatawan bergabung dengan rombongan lain atau menyewa kapal sendiri.

3. Metodologi Penelitian

Identifikasi Masalah

Sarana Transportasi Wisata Terbatas Tingkat Aksesibilitas Rendah

Memberdayakan Ekonomi Lokal melalui Kegiatan Pariwisata

Berwawasan Lingkungan Peningkatan Jumlah Wisatawan

Perencanaan Rute Operasional

Titik Potensi Wisata

Jarak Antar Pulau Perencanaan Operasional Hoverflight Sebagai Penyokong Sektor Pariwisata

Pertimbangan Pemilihan Moda

Minimum Investasi

Ramah Lingkungan

Kelayakan Pengoperasian

Hoverflight

Analisis

Konektivitas (Eksisting & Rencana) Kelayakan Pengoperasian

Hoverflight Estimasi Peningkatan Pendapatan Daerah dari Sektor

Pariwisata

Gambar 2 Metodologi

4. Perencanaan Pengoperasian Hoverflight

4.1. Perencanaan Rute Pengoperasian Hoverflight

Perencaaan rute pengoperasian hoverflight berdasarkan potensi wisata yang dimiliki setiap pulau yang terdapat di wilayah Karimunjawa dan fasilitas infrastuktur pendukung pengoperasian hoverflight. Berdasarkan potensi dan fasilitas pendukung yang dimiliki masing-masing pulau yang berada di wilayah Karimunjawa rute pengoperasian hoverflight adalah Semarang – Karimunjawa – Menjangan Besar – Cemara Besar – Pulau Gosong – Pulau Cilik – Karimunjawa

(14)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 14 Semarang

Gambar 3 Rencana rute pengoperasian hoverflight 4.2. Perencanaan Operasional Hoverflight

Perencanaan operasional hoverflight ini terdiri dari beberapa faktor diantaranya: 1) Kajian teknis hoverflight

Perencanaan transportasi untuk mendukung sektor pariwisata di Karimunjawa dengan menggunakan moda transportasi berupa hoverflight karena memiliki beberapa kelebihan. Hoverflight merupakan moda transportasi modern dengan mengabungkan konsep gabungan antara hovercraft dengan pesawat terbang.

Water Contact Removal

Removal of Hydro-dynamic

Drag

Increase of Speed

No speed limit from water contact Take off on the sea or land

+

=

Smooth

ride

Gambar 4 Konsep desain hoverflight

Berdasarkan konsep tersebut, hoverflight memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pesawat, diantaranya:

a) Terbebas dari kondisi turbulence b) Lebih aman jika mengalami kecelakaan

c) Mengeluarkan tingkat kebisingan yang lebih sedikit d) Konsumsi bahan bakar jauh lebih sedikit

e) Lebih murah

Beberapa kelebihan dibandingkan dengan kapal, diantaranya: a) Minimum polusi

b) Lebih nyaman c) Lebih cepat

(15)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 15 Hoverflight yang direncanakan untuk dioperasikan dalam mendukung sektor pariwisata di Karimun Jawa memiliki kapasitas sebanyak 30 penumpang dengan dengan panjang sebesar 17 meter. Berikut detai spesifikasi hoverflight.

Tabel 4 Spesifikasi hoverflight

Item Satuan Nilai Keterangan

Bahan Aluminium

Panjang m 17.00

Lebar m 7.00

Dimensi Kabin

Panjang m 14.00

Lebar m 6.00

Tinggi m 5.00

Berat H/F

Kosong ton 1.00

Kapasitas H/F

Penumpang pax 30.0

Payload ton 3.0 w/o pax

Crew person 1

Kecepatan

Cruising

speed knot 75 139 Km/Hr

Max speed knot 80 148 Km/Hr

Jenis mesin Diesel

Daya mesin HP 935

Jumlah mesin 1

Konsumsi BBM

SFOC ltr/ jam 100 0.107 Lt/HP hr

Kg /jam 85

Endurance jam 4.88

jam 4.64

Safety Factor 5.0%

2) Perencanaan operasi

Pada bagian ini akan dibahas mengenai rencana operasi berupa pengoperasian hoverflight pada rencana rute yang telah ditentukan pada sub-bab sebelumnya, dimana rute yang harus dilayani oleh hoverflight adalah Semarang – Karimunjawa – Menjangan Besar – Cemara Besar – Pulau Gosong – Pulau Cilik – Karimun Jawa – Semarang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rencana operasional hoverflight Titik

Pemberhentian

Jarak Sea Time Port Time Datang Berangkat

(Nm) (menit) (menit)

Semarang 30 07:00 07:30

Karimunjawa 66.31 53.05 30 08:22 08:52

Menjangan

(16)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 16

Cemara Besar 5.72 5.00 120 11:02 13:02

Pulau Gosong 9.45 7.56 60 13:10 14:10

Pulau Cilik 1.13 5.00 60 14:15 15:15

Karimunjawa 6.43 5.14 30 15:20 15:50

Semarang 66.31 53.05 16:42

TOTAL 155.99 133.79 450

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa untuk melayani rute tersebut membutuhkan waktu berlayar (sea time) selama 133,79 menit dan total waktu hoverflight berhenti pada titik pemberhentian (port time) selama 450 menit atau 7.5 jam.

3) Asumsi-asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan untuk perencanaan pola operasi hoverflight ini yang pertama adalah asumsi biaya. Komponen biaya yang digunakan untuk menghitung total biaya yang timbul akibat pengoperasian hoverflight ini terdiri dari capital cost, operating cost, maintenance cost, voyage cost dan office cost seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Asumsi biaya operasional

Item Satuan Nilai

I

Capital Cost

Harga USD 3,000,000

Delivery USD 150

Training Crew USD 6,6

II

Operational Cost

Gaji Crew USD/ Thn

crew 6,897

Asuransi USD/ Thn 45

Sewa Hanger & Moorings USD/ Thn 5

SLOC Ltr/ HP jam 0.00025

Harga Lub Oil USD / ltr 3.42

III Maintenance Cost

Replacement Cost of Engine New USD / jam 8.75

Replacement Cost of Skirt Fingers USD / jam 21.67 Replacement Cost of Propeller USD / jam 12.50

Cost of Engine Service USD / jam 5.00

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan hoverflight adalah sebesar 3,156 juta dollar US.

IV

Voyage Cost

SFOC Ltr/ HP jam 0.107

Harga BBM (1 lt = IDR 4500) USD / ltr 0.52

V

Office Cost

Gaji pegawai darat Rp/bln 2,500,000

Jumlah pegawai org 4

Pemasaran Rp/thn 250,000,000

(17)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 17 Selanjutnya adalah asumsi pinjaman dan peningkatan biaya serta tarif. Pembiayaan investasi untuk pengadaan hoverflight ini direncanakan dengan melakukan pinjaman kepada bank sejumlah 100% dari nilai investasi yaitu sebesar 3,156 juta dollar US atau setara dengan 27,46 millyar rupiah. Disisi lain asumsi peningkatan biaya adalah sebesar 4% per tahun (berdasarkan tingkat inflasi) dan peningkatan tarif sebesar 10% setiap dua tahun.

Tabel 7 Asumsi pinjaman dan pembiayaan

Item Nilai Keterangan

Interest 10.00% /tahun

Loan 100.00% Dr hrg kapal

Tenor 10 Tahun

Grace Periode 0 Tahun

Nilai Akhir 300,000 Rupiah

Live time 10 Tahun

MARR 10% / tahun

Peningkatan Biaya 4% 1 tahun sekali

Peningkatan Tarif 10% 2 tahun sekali

Kurs 8,700 USD/IDR

Selanjutnya untuk menghitung pendapatan dari pengoperasian hoverflight, asumsi produksi jasa angkutan transportasi hoverflight ini adalah menggunakan load factor 90%. Load factor adalah perbandingan antara jumlah penumpang yang diangkut dengan kapasitas hoverflight. Sedangkan tarif yang dikenakan untuk satu kali perjalanan adalah sebesar Rp. 600.000,- per penumpang.

Tabel 8 Asumsi tarif

Item Satuan Hoverflight

Tarif ekonomi Rp / Pax 600,000

Unit tarif Rp/pax Nm 3,846.31

Waktu Tempuh Jam 2.23

Frekuensi Trip/hari 1.00

4.3. Kajian kelayakan

Untuk menilai layak tidaknya investasi, berikut ini adalah kriteria yang digunakan:

1) Present Worth (PW) harus positif, artinya investasi memberikan kontribusi pada pertambahan nilai aset/ kekayaan pemilik modal. Suku bunga (discount rate) yang digunakan pada perhitungan PW diambil sebesar 10% per tahun.

2) Internal Rate of Return (IRR) harus lebih besar dari MARR (Minimum Attractive Rate of Return) yang diambil sebesar 10% atau lebih besar dari bunga deposito saat ini.

3) Break Even Point (BEP) yang menunjukkan jangka waktu pengembalian investasi dapat digunakan sebagai parameter pengambilan keputusan. Perhitungan kelayakan investasi pada pengadaan dan pengoperasian hoverflight.

(18)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 18 Tabel 9 Kelayakan operasional hoverflight

Kriteria Investasi Value Criteria Min Remarks

Present Worth ( PW atau NPV )

IDR

('000) 1,017,654 Ok 0 Positive Incr. Wealth

Present Worth Index (NPVI) kali 37.06 Ok 0 Null

IRR % 22.9% Ok 10.0% MARR

IRR Index ( IRRI = IRR /

MARR ) kali 2.29 Ok 0 Null

BEP from year - 7 Ok 1 Construction Period

Accum Cash on BEP IDR

('000) 86,004 Ok 0

Positive Accum Cash

Berdasarkan Tabel 9 dan asumsi-asumsi sebelumnya, pengoperasian hoverflight untuk mendukung sektor pariwisata di Karimunjawa dinyatakan layak dengan tingkat NPVI sebesar 37.06 kali, IRR 22.9% dengan tingkat pengembalian investasi terjadi pada tahun ke-7 (tujuh). 4. Kesimpulan

1) Hoverflight dipilih sebagai sarana transportasi pariwisata karena memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah tidak membutuhkan dermaga untuk bersandar, lebih cepat dibandingkan kapal motor tradisional, produksi emisi rendah dan biaya bahan bakar lebih rendah dibandingkan penggunaan kapal motor tradisional;

2) Berdasarkan potensi pariwisata yang dimiliki, maka rute yang digunakan untuk pengoperasian hoverflight adalah Semarang – Karimunjawa – Menjangan Besar – Cemara Besar – Pulau Gosong – Pulau Cilik – Karimun Jawa – Semarang;

3) Pengoperasian hoverflight sebagai sarana transportasi yang mendukung sektor pariwisata di Karimunjawa terbukti layak dengan tariff yang dikenakan pada setiap wisatawan/ pengguna jasa layanan hoverflight sebesar Rp. 600.000,- per orang;

4) Tingkat kelayakan investasi hoverflight ditunjukan dengan nilai PW sebesar 1,01 milyar rupiah, tingkat IRR sebesar 22.9% dan BEP pada tahun ke-7.

References

Bhalla, V. (1997). Investment Management. New Delhi: S. Chand & Company Ltd.

Info: Karimunjawa-island. (n.d.). Retrieved Mei 22, 2012, from http://www.karimunjawa-islands Murdifin, H. (2003). Studi Kelayakan Investasi. Jakarta: PPM.

Anonymus. (2004). Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Karimunjawa.

Anonymus. (2008). Statistik BTN Karimunjawa . Semarang: Departemen Kehutanan Direktorat Perlindunagn dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Karimunjawa.

(19)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 19 DEVELOPMENT OF RISK ASSESSMENT BASED ON FSA AND ITS APPLICATION

-COLLISION BETWEEN FISHING VESSELS AND CARGO VESSELS

Takeshi SHINODA*1 and Yuka TAMURA2 1

Department of Marine Systems Engineering, Faculty of Engineering, Kyushu University, Japan

*E-mail: shinoda@nams.kyushu-u.ac.jp 2

Ship Engineering, ABS Pacific, Singapore

Abstract

Most marine accidents related to vessels are caused by human errors, such as detection, judgment and mis-operation. Especially, collision accidents between fishing vessels and cargo vessels involving loss of life of fisherman are occurred frequently in the sea off Japan. We develop the risk assessment for marine accident through following steps; 1) identification of hazards by Variation Tree Analysis, 2) Construction of marine casualty database, 3) Risk assessment by Event Tree Analysis, 4) Estimation of probabilities of collision accidents based on ship traffic data and 5) Evaluation of risk control options with contingent valuation method, which is in accordance with the guide line of Formal Safety Assessment (FSA) approved by IMO in 2002. Also we try to apply these types of accident, collision between fishing and cargo vessels and introduce an example of evaluation some improvement measures by developed methodology based on risk assessment.

Keywords: Risk Analysis, Formal Safety Assessment, Variation Tree Analysis, Event Tree Analysis, Contingent Valuation Method

1. Introduction

Collision accidents involving fishing vessels and cargo vessels have broken out in seas close to Japan, and have been reported widely in Japanese media in recent years. The collision accident between a fishing vessel and a state-of-the-art Aegis destroyer broke out in February 2008 was reported sensationally in the media and gained the attention of the public.

Most marine accidents related to vessels are caused by human errors, such as mis-detection, mis-judgment and mis-operation in functional systems contributing to safety navigation onboard vessels. The annual report released by Marine Accident Inquiry Agency shows that the collision accident happens most frequently, 25% among all of marine casualties, such as grounding, capsizing, flooding, fire and so on, and its ratio involving fishing vessels is the most frequent, 32% among all of vessel types. This report also indicates that loss of life is the highest with fishing vessels come up to 63%.

Due to their high ratio of occurrence and their enormous damages, the collision accidents between fishing vessels and cargo vessels which are merchant vessel, in general, larger than fishing vessel in size are taken as research object in this paper. And the safety assessment is developed in accordance with Formal Safety Assessment (FSA). Developed methodologies are containing some useful analytical method for safety management such as Variation Tree Analysis (VTA), Event Tree Analysis (ETA) and Contingent Valuation Method (CVM), which are carried out through analyzing the records of adjudication of marine accident inquiry on collision accidents, ship traffic survey and questionnaire survey for fishermen.

2. Flow of Safety Assessment based on FSA

Figure 1 shows the flow chart of developed safety assessment for collision accidents considering human factors by marine casualty data and navigation track data. This flow is based on the process of the guidelines on Formal Safety Assessment approved by IMO in 2007(IMO,2007), and FSA consists of the following 5 major steps (Tamura Y. and Shinoda T., 2010):

(1) Process of Identification of Hazards

(20)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 20

Process of identififcation of hazards

Process of risk analysis

Event tree analysis (ETA)

Process of generation of risk control options

Process of assessment of cost benefit analysis

Process of recomendation to decision maker Navigation track database

at surveyed sea area Observation / RADAR track

/AIS data analysis

Extraction of traffic volume and harmful situation for collision accident Interpolation of navigation track

Crossing situation analysis

Application of visualized variation tree analysis (visualized-VTA) Analyzing records of adjudication

of marine accident inquiry in Japan

Constraction of marine collision database Extraction of human factor through VTA

Configuration of items of database

Input casualty data

Analysis of navigation track data Analysis of marine casualty data

Contingent valuation method (CVM)

Cost benefit analysis

adjudication of marine accident inquiry released by Japan Marine Accident Tribunal. These human factors are extracted as ―variation factors‖ which depart from usual procedures by VTA method. Then the items of marine casualty database are configured and the database is constructed from the records of adjudication. The typical collision courses are classified based on human factors as the scenario.

(2) Process of Risk Assessment

Risk assessment is carried out with ETA. Event tree is developed with the extracted human factors. The number of cases at each bifurcation in the event tree is obtained from the database. The results of ETA provide the patterns of accidents focused on human factors. The trial calculations of probabilities of accidents and human errors are attempted with the data obtained from the database and a ship traffic survey. Possibility of final events from an initial event is estimated totally by ETA.

(3) Process of Generation of Risk Control Options (RCOs)

RCOs are generated in consideration of obtained scenarios through collision course analysis, database analysis and ETA focused on human factors contributing to accidents. The efficiency of the generated RCOs is estimated by ETA with trial calculations.

(4) Process of Assessment of Cost Benefit Analysis

The assessment of cost benefit for stakeholders is important to move RCOs into the action. Willing to pay for RCOs is estimated by CVM which is a survey-based economic technique to evaluate non-market prices and has been carried out by questionnaire survey.

(5) Process of Recommendation to Decision Maker

Recommendations established through the results of the risk assessment and cost benefit analysis are reported to decision maker. The safety assessment of collision accident between fishing vessels and cargo vessels is attempted through the above mentioned methodologies.

(21)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 21

3. Construction of Marine casualty Database and Analysis

3.1 Marine Casualty Database

The marine casualty database was constructed with variation human factors extracted through VTA method applying to 100 records judged at Moji Marine Accident Inquiry from 2002 to 2007, and the facts obtained such as accident attribution (place, time, season, weather, sea condition, visibility), vessel attribution (type, length, gross tonnage, speed, course, bridge resources, roles at crossing situation (give-way or stand-on)), and so on. Total entry is 217 cases that were judged at ex Moji Marine Accident Inquiry from 1995 to 2008 (Marine Accident Inquiry Association). Variation human factors are categorized into 4 major situations as cognition and decision-making factor in Table 1 according to the model maneuvering such as from the situation of detection of opponent vessel in normal voyage and the situation of avoidance operation against collision accident as shown in Table 2, which is defined by interview survey from some captains in the car ferry (Tamura Y. and Shinoda T., 2009).

3.2 Results of Database Analysis

Figure 2 shows the analytical example of constructed marine casualty database. On the part of fishing vessel, 69% of failure of detection, which are concerning AP3 based on the cognition code, are due to distraction by other works (AP32, 37%) and improper lookout (AP33, 53%). Even at the phase of taking avoidance situation, 12% of insufficient watch due to the distraction

by other works has been continued and fishing vessels don‘t take avoidance actions, which

imply that fishing vessels don‘t reach to the phases of judgment and action due to failure of detection of cargo vessels. At the phase of crisis condition, 67% of fishing vessels don‘t take

any avoidance actions against collision.

On the other hand, the feature of cargo vessels is described as follows: At the earlier phases of situation A, the ratio of failure of detection remains 44%. The cumulated ratio of mis-detection and insufficient watch at the phase of crossing situation is 71%. At the phase of perilous

condition, 34% of cargo vessels don‘t take any avoidance actions due to their optimistic expectation of fishing vessels‘ avoidance even though they recognized the peril of collision.

(22)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 22

Situation A Situation C Situation D

Sequence number avoidance actions at the phase of crisis condition of collision, while 60% of cargo vessels take actions. This result indicates that the success of detection, continuous watch and proper judgment to take avoidance actions is key to reduce the collision accidents.

4. Risk Assessment by Probabilities

4.1 Event Tree of Collision Accidents

Event tree analysis (ETA) is a method to visually represent the sequence of events and to estimate many possible results from an initial event. Event tree bifurcates into success and

failure at each phase of the sequence. ―Success‖ is selected when the required actions are taken successfully and ―failure‖ is selected when they are not taken or failed. Each bifurcation

of event tree relates to some safety characteristics. Probabilities are applied depend on to success or failure at each bifurcation respectively.

Event tree is developed as shown in Figure 3. Four events ―Detection of opponent vessel‖, ―Watch keeping‖, ―Judgement of peril of collision‖ and ―Avoidance operation‖ are top events of

each bifurcation. The time sequence of event tree is expressed by four situations from A to D as shown in Table 2. In this figure, the number of cases obtained from the constructed marine database is indicated at each bifurcation for fishing vessel and cargo vessel with their ratio. The developed event tree shows patterns of collision accidents. The most frequent pattern each for fishing vessel and cargo vessel is the sequence number S16, where detection of opponent vessel at early stage is failed and subsequent judgment/avoidance actions are not taken. In this pattern, the fail of detection leads the accidents. The most frequent pattern for cargo vessel is S2, where failure of avoidance action leads the accidents, because watch is not kept and subsequent recognition and actions are not taken while the detection is succeeded. Event tree also indicates the pattern and tendency of accidents focused on variation human factors.

(23)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 23

(a) Hourly total of ship traffics (b) Hourly total of incidence of crossing situation

4.2 Estimation of Probabilities of Collision Accidents based on Ship Traffic Data

Probabilities of collisions are estimated by cumulation of analysis of marine casualty data and analysis of navigation track data. The navigation track data is obtained through analyzing the ship traffic survey carried out at Kanmon Channel from 0 A.M. on 14th November 2006 to 12 P.M. on 16th November 2006 for 72 hours continuously(Kyushu Regional Development Bureau of Ports and Harbour Bureau of Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism at Kanmon Channel, 2006). The traffic data on all vessels were observed by marine radars, AIS and visual observation at every 1 to 3 minutes, and vessel types and their sizes were observed visually or by IMO ship identification data.

Figure 4 shows the calculation set up to extract the crossing situation between both ships‘ navigation track data. The collision point is expected by both ships‘ navigation track data at first,

and when the estimated collision point on the course line can‘t be cleared within ship length which is longer in both ships, the crossing situation is detected. In this way, all situations for every plot data such as crossing and avoiding during navigation in this data is calculated to extract all crossing situations.

When the calculation is applied to Kanmon sea area, main tree zone of this sea area is defined through considering the geographical characteristics of each zone as illustrated as Figure 5. Figure 6(a) shows the hourly total of ship traffics as analytical result of navigation track data,

higher ship traffic condition appears around from 6 to 9 o‘clock and from 11 to 16 o‘clock. And

Figure 6(b) shows the hourly total of incidence of crossing situation, higher ship traffic condition also appears around same time range in the case of ship traffic.

Figure 4 Calculation set up of collisional situation on navigation track data

Figure 5 Geographical zoning for calculation

Sea zone B: Narrow navigable width about 500m, overcrowding ship navigation and sigmoidal ship lane Sea zone A: Interference with visibility

by shade of Mutsure-jima and Uma-Shima and many cross point of main ship lanes

Estimated collision point

(24)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 24 Table 1 shows the results of trial calculations of the probabilities of collision accidents each of fishing vessels and cargo vessels based on the traffic volume and the number of crossing situations. The crossing situation is simulated with the calculated collision point with the interpolated points at every one minute from the traffic data. The occurrence probability of collision accidents of fishing vessels based on the traffic volume is 5.3 times higher than the one of cargo vessel. The probability based on the number of crossing situation is 1.7 times for fishing vessels and 9.2 times for cargo vessels higher than the one based on the traffic volume, which describes that the risk of collision is much increased once the crossing situation exists. 5. Evaluation of RCOs

5.1 Generation of RCOs and Evaluation of their Efficiency

Risk control options (RCOs) to prevent collision accidents are generated from the results of database analysis, collision course analysis and event tree analysis, which show that more than half of the accidents are occurred due to mis-detection, From this result, the measures against mis-detection are proposed; 1) Improved radar reflector, 2) Installation of bright instrument to improve the visibility at night, 3) Installation of approach warning system and 4) Installation of scaled-down AIS onboard fishing vessels. The efficiencies of each RCO are estimated by the calculations of probabilities with the risk reduction rate as impact of the total number of accidents. The results show the highest efficiency against the risk reduction on RCO 4

―Installation of scaled-down AIS‖ as shown in Table 2.

Table 1 Difference of probability of incidence of collision accident by calculation model

(25)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 25 5.2 Cost Benefit Assessment

The cost benefit assessment is carried out by Contingent Valuation Method (CVM). Typically the survey asks how much money people would be willing to pay (WTP) to improve safety at sea. Preliminary survey had been carried out through interviewing Fisheries Cooperative Association for the realization of current situation on fisherman‘s work and collision accidents. Then the questionnaires have been prepared based on these results. The questionnaire survey is carried out by interviewing the fishermen directly and by mail. (Shinoda T. et al., 2010)

According to the results of survey, the highest average value of WTP is 13,782JPY per year and the average duration of WTP is 9.63 years. So fishermen will be available to shoulder the cost to reduce the collision accidents up to the total amount of 132,652JPY. This amount is, however, less than the price of scaled-down AIS of 300,000 to 500,000JPY. The cost of measures for safety will need to be considered this amount.

6. Conclusion

This paper proposes the methodology of risk assessment based on the flow of FSA in guideline of IMO. And the effectiveness of developed methodology is confirmed through applying for the collision accidents between fishing vessels and cargo vessels which are related human factors. Some major effectiveness are described as follows; 1) Variation Tree Analysis effects to define items of marine casualty database on human factors. 2) ETA based on database is clear to grasp features of collision accidents and is reliable to analyze human factors. 3) Estimation of probabilities of collision accidents based on database analysis and its application for an evaluation of RCOs might be practical for development of new instruments and new regulations. 4) Application of CVM for cost benefit assessment is useful to survey a willing of stakeholder to pay.

References

International Maritime Organization (2007): MSC 83/INF.2

Kyushu Regional Development Bureau of Ports and Harbour Bureau of Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism at Kanmon Channel(2006): Report of investigation into the actual condition of ship traffic around Kanmon Channel 2006

Shinoda T. et al.(2010): Assessment of Improvement for Risk of Collision Accidents using CVM -Application to Collision Accidents between Fishing Vessels and Cargo Vessels-, Conference Proceedings of The Japan Society of Naval Architects and Ocean Engineers, Vol.11, pp.113-114

Tamura Y. and Shinoda T. (2009): Proceedings of the International Society of Offshore and Polar Engineers 2009, Osaka, pp.641-648

Tamura Y. and Shinoda T.(2010): Conference proceedings of the Japan Society of Naval Architects and Ocean Engineers Vol.10, pp.377-378

Marine Accident Inquiry Association; Data of Marine Accident Inquiry,

(26)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 26 ESTIMASI WAKTU EVAKUASI PENUMPANG KAPAL KMP. MERAK

Baharuddin*1, A. Sitti CHAIRUNNISA1, Muhammad SYAIFUL1 1

Jurusan Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin - Makassar *

email: baharmarine@gmail.com

Abstract

On public transportation sector such as ferries, evac plan and emergency prochedure are expected to reduce or eliminate the risk of casualties and financial loss. Beside the Geometry and passenger aspects, another variables such as; the wirdth of the evacuation lane, the crowd, velocity, the flow of people, the current and transition time are the important variables in order to arrange the emergency response time and total time needed for evacuation. The following research is to estimate the evacuation time available for the passenger ship of ro-ro KMP Merak routes Bajoe

– Kalaka with the IMO: MSC Circ 1238 SOLAS Consolidated Edition 2009 regulation methods. Based on the arrangement, the escape route has 2 main vertical zones; we obtain the emergency response was about 5 minutes at day time, by the total evacuation time about 27,01 minutes, thus its still fullfilled the tolerance boundaries E + L ≤ 30 minutes.

Keywprds: safety, ferry ro-ro, evacuation prochedure, emergency respone time, evacuation‟s time .

1. Pendahuluan

Kapal ferry merupakan salah satu jenis kapal laut yang cukup digunakan sebagai sarana transportasi angkutan laut. Saat ini cukup banyak kapal yang mengalami keadaan darurat di laut. Berdasarkan Resolusi IMO No.A 741 – 18 tahun 1993 tentang ISM – Code, keadaan darurat yang ada di kapal antara lain kebakaran, kebocoran lambung kapal, kerusakan mesin induk, orang jatuh ke laut, meninggalkan kapal, tumpahan minyak, kandas, kerusakan mesin kemudi, pertolongan orang cedera dari cuaca buruk.

Dalam hal terjadi kondisi darurat kebakaran, perlu dilakukan proses evakuasi penumpang yang ada di kapal. Pada dasarnya proses evakuasi adalah proses pemindahan manusia, penumpang, atau jiwa dari tempat yang mengandung bahaya menuju tempat yang aman dalam hal ini yaitu dari tempat awal mereka berada di geladak penumpang menuju tempat pengumpulan di geladak embarkasi.

2. Karakteristik Kapal Ferry

Menurut Nasution (1996) sebagai produk suatu teknologi transportasi, sebuah ferry mempunyai ciri–ciri umum sebagai berikut :

1. Geladak disyaratkan dengan lebar yang cukup besar untuk pengangkutan kendaraan agar arus masuk keluarnya kendaraan menjadi cepat.

2. Penempatan kendaraan sedemikian rupa sehingga terlindung dari air laut. 3. Memiliki pintu rampa, baik itu di haluan dan di buritan maupun di samping.

4. Kapal di lengkapi dengan balok pelintang yang cukup dan juga dilengkapi dengan fender untuk mencegah terjadinya shock.

Bentuk – bentuk muatan yang bisa diangkut dengan kapal ferry adalah (Nasution, 1996) : 1. Bisa bergerak sendiri, misalnya mobil.

2. Barang – barang di atas truk dan penumpang dalam bus. 3. Barang – barang di atas roll plate.

4. Kontainer di atas chassis.

5. Penumpang yang bergerak sendiri. 3. Prosedur Evakuasi

Prosedur evakuasi merupakan suatu tata cara yang harus dilakukan ketika menemui keadaan bahaya dan melakukan proses pengungsian dari tempat terjadinya bahaya ke tempat perlindungan yang aman. Ship Evacuation Plan (SEP) yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Dapat dengan mudah diatur dengan definisi kelompok evakuasi yang jelas dan jadwal perjalanan.

(27)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 27 berkumpul untuk kru.

3. Menghitung dan meminimalkan waktu antara evakuasi kapal dan saat kru terakhir keluar dari kapal.

4. Tindakan dalam Keadaan Darurat

Syarat lintas evakuasi menurut SOLAS terdiri dari: 1. Sarana Evakuasi (Means Escape) 2. Jalur Evakuasi (Escape Route) 3. Komunikasi internal dan sistem alarm 4. Perlengkapan keselamatan

5. Metode Menghitung Waktu Evakuasi

Komponen-komponen berikut harus dipertimbangkan dalam menghitung waktu evakuasi penumpang:

1. Waktu tanggap (A) harus 10 menit untuk skenario malam hari dan 5 menit untuk skenario siang hari;

2. Metode untuk menghitung Waktu Perjalanan (T) 3. Waktu Embarkasi (E) dan Waktu Launching (L). 6. Standar Kinerja

Standar kinerja harus memenuhi:

Waktu Evakuasi Total = 1,25 (A + T) + 2/3 (E + L) ≤ n E + L ≤ 30 menit

Dimana:

1. Untuk kapal ro-ro penumpang, n = 60, dan

2. Untuk kapal penumpang selain kapal ro-ro penumpang, n = 80, jika kapal tersebut memiliki lebih dari tiga zona vertikal utama.

Gambar 1. Kinerja standar aturan SOLAS III/21.1.4.

1. Waktu tanggap (A) = 10 menit pada kasus malam hari dan 5 menit pada kasus siang hari.

2. Waktu perjalanan (T) dihitung seperti dalam Panduan.

3. Waktu Embarkasi (E) dan Waktu Launching (L) maksimum 30 menit sesuai dengan regulasi SOLAS III/21.1.4.

4. Waktu kemacetan = 1/3 (E + L).

5. Nilai-nilai n (menit) sesuai dengan regulasi SOLAS III/21.1.4. Parameter yang dipertimbangkan:

(28)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 28 Tabel 1. Kecepatan berjalan pada daerah datar (misalnya, koridor)

Populasi kelompok - penumpang Kecepatan berjalan di koridor

Min. Max.

Wanita lebih muda dari 30 tahun 0.93 1.55

Wanita 30-50 tahun 0.71 1.19

Wanita lebih tua dari 50 tahun 0.56 0.94

Wanita lebih tua dari 50, gangguan mobilitas (1) 0.43 0.71

Wanita lebih tua dari 50, gangguan mobilitas (2) 0.37 0.61

Pria lebih muda dari 30 tahun 1.11 1.85

Pria 30-50 tahun 0.97 1.62

Pria lebih tua dari 50 tahun 0.84 1.4

Pria lebih tua dari 50, gangguan mobilitas (1) 0.64 1.06

Pria lebih tua dari 50, gangguan mobilitas (2) 0.55 0.91

Tabel 2. Kecepatan berjalan di tangga

Populasi kelompok - penumpang

Kecepatan berjalan di tangga

Tangga turun Tangga naik

Min. Max. Min. Max. Sumber: Marine Safety Committee (MSC)/Circ. 1238, SOLAS ConsolidatedEdition 2009

Tabel 3. Formulasi untuk nilai kecepatan perjalanan rata-rata

Jenis Kelamin Umur (tahun) Kecepatan (m/s)

Perempuan

Tabel 4. Nilai arus orang spesifik dan kecepatan orang sebagai fungsi dari kepadatan orang Jenis Fasilitas Kepadatan Orang D

(p/m2)

Arus Orang Spesifik Fs (p/(ms))

(29)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 29 Jenis Fasilitas Arus Orang Spesifik Maksimum Fs (p/(ms))

Tangga (turun) 1,1

Tangga (naik) 0,88

Koridor 1,3

Pintu 1,3

Tabel 6. Nilai arus orang spesifik dan kecepatan orang

Jenis Fasilitas Arus Orang Spesifik Fs (p/(ms)) Kecepatan Orang S (m/s)

Tangga (turun)

0 1.0

0.54 1.0

1.1 0.55

Tangga (naik)

0 0.8

0.43 0.8

0.88 0.44

Koridor

0 1.2

0.65 1.2

1.3 0.67

Sumber: Marine Safety Committee (MSC)/Circ. 1238, SOLAS ConsolidatedEdition 2009 7. Metode Penelitian

Langkah-langkah analisa data meliputi:

1. Pengumpulan data Ukuran Utama kapal, General Arrangement dan Lay Out Safety Plan KMP. Merak milik PT. ASDP Indonesia Ferry yang beroperasi pada trayek Bajoe – Kolaka. 2. Mengidentifikasi skema jalur evakuasi sesuai Standar Operational Prosedur (SOP) KMP.

Merak.

3. Menghitung waktu yang dibutuhkan penumpang untuk menuju muster station berdasarkan Standar Operational Prosedur (SOP) kapal dalam keadaan darurat. Jika sudah memperoleh hasil, langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan standar waktu yang diperkenankan oleh Marine Safety Committee (MSC)/Circ. 1238, SOLAS ConsolidatedEdition 2009.

8. Hasil dan Bahasan

Proses simulasi dimulai dengan membagi kelompok simulator menjadi 8 (delapan) kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 1 (satu) orang simulator, kelompok kedua terdiri dari 2 (dua) simulator, begitu seterusnya sampai kelompok 8 (delapan).

Waktu simulasi yang dicatat adalah mulai dari awal rute evakuasi setiap dek (car deck dan passenger deck), sampai tiba di muster station. Untuk perhitungan empiris, digunakan waktu rata – rata simulai evakuasi tiap dek.

(30)

Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 5 Desember 2012 X - 30 Dari grafik di atas, dapat terlihat bahwa:

1. Terjadi peningkatan waktu evakuasi penumpang di Car Deck ketika jumlah orang yang dievakuasi lebih dari 4 orang sekaligus. Hal ini di sebabkan oleh adanya faktor antrian di pintu darurat dan tangga yang mempunyai lebar bukaan yang kecil.

2. Untuk waktu evakuasi penumpang di Passenger Deck Kelas Bisnis, peningkatan waktu evakuasi baru terjadi ketika jumlah orang yang dievakuasi lebih dari 6 orang.

3. Penumpang di Passenger Deck Kelas Lesehan sendiri walaupun berjumlah sedikit, akan tetapi butuh waktu evakuasi yang lebih banyak karena mereka harus ikut mengantri dengan penumpang dari Kelas Bisnis. Ini disebabkan oleh karena kedua Kelas penumpang menggunakan rute evakuasi yang sama sesuai.

4. semakin banyak orang yang dievakuasi, maka waktu yang dibutuhkan untuk proses evakuasi semakin lama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain panjang dan lebar rute evakuasi, waktu antri di pintu dan tangga, dan lain – lain.

8.1 Analisis Evakuasi KMP. Merak 1. Lebar Jalur (Wc)

Lebar jalur (Wc) = 1.7 m. 2. Kepadatan Orang (D)

Kepadatan orang (D) = 1.6 orang/m2 3. Kecepatan orang (S)

Kecepatan orang (S) = 0.73 m/s. 4. Arus Orang Spesifik (Fs)

Arus orang spesifik (Fs) = 1.16 orang/ms. 5. Perhitungan Arus Orang (Fc)

Fc = 1.972 6. Waktu Arus (tF)

fF= 185.091 7. Transisi

Σ Fc (masuk) i = 1.972 Σ Fc (keluar) j = 1.972

8. Waktu Perjalanan (Ti) di Dek (Tdeck), Tangga (Tstair) dan Stasiun Perakitan (Tassembly)

Ti = 60.58 detik

9. Waktu Perjalanan (T) dengan Faktor Koreksi (γ) dan Faktor Counterflow (δ) T = 36.35 detik

10. Waktu Evakuasi Total

Waktu Evakuasi Total = 27.01 menit. 9. Kesimpulan

1. Waktu tanggap darurat adalah 5 menit untuk situasi darurat pada siang hari sesuai dengan sijil darurat kebakaran KMP. Merak.

2. Waktu evakuasi total penumpang KMP. Merak adalah 27,01 menit. Menurut regulasi SOLAS (MSC)/Circ. 1238, waktu evakuasi KMP. Merak masih masuk dalam toleransi

keselamatan E + L ≤ 30 menit.

3. Dalam penelitian tugas akhir ini digunakan kapal penumpang ro-ro dengan 2 main vertical zone, berdasarkan regulasi di atas maka total waktu evakuasi keseluruhan tidak boleh lebih dari 60 menit. Dari keseluruhan simulasi yang telah dilakukan didapatkan waktu total evakuasi kurang dari 60 menit sehingga rute evakuasi yang digunakan dalam kapal ini memenuhi peraturan tersebut.

References

IMO SOLAS Consolidated Edition. (2009). Chapter II-2: Construction - Fire Protection, Detection, Extinction. London

IMO SOLAS Consolidated Edition. (2009). Chapter III: Life-saving Appliances and Arrangements. London

IMO SOLAS Consolidated Edition MSC/Circ.1238. (2007). Guidelines for a Simplified Evacuation Analysis for New and Existing Passenger Ships. London.

Gambar

Gambar 1 Perkiraan jumlah wisatawan Kepulauan Karimunjawa
Gambar 2 Metodologi
Gambar 4 Konsep desain hoverflight
Tabel 4 Spesifikasi hoverflight
+7

Referensi

Dokumen terkait