• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Kota Urban Revitalization Urban Revitalization

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Kota Urban Revitalization Urban Revitalization"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Urban

Revitalization

Mata Kuliah Manajamen

Kota

Disusun Oleh :

Dian Fajar N

3613100036

Edwin Fahrur R

3613100054

Laksmita Dwi H

3613100069

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya,

penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Urban Revitalization” dengan tepat waktu. Penyusunan makalah Manajemen Kota ini bertujuan untuk mereview materi dan menjelaskan kasus manajemen kota terkait Urban Revitalization, mulai dari tinjauan pustaka, studi kasus, hingga kesimpulan.

Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini dari awal sampai selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen-dosen mata kuliah Manajemen Kota.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun pembahasan materi. Melalui makalah ini penulis berharap dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri serta kepada pembaca mengenai persoalan-persoalan yang terkait dengan Manajemen Kota. Pada akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.

Surabaya,

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 3

1.1. Latar Belakang ... 3

1.2. Tujuan dan Sasaran ... 3

1.3. Manfaat Penulisan ... 3

1.4. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II PEMBAHASAN ... 5

2.1. Tinjauan Kebijakan Urban Revitalization ... 5

2.2. Definisi Urban Revitalization ... 5

2.3. Latar Belakang Revitalisasi ... 6

2.4. Tujuan Revitalisasi ... 7

2.5. Sasaran Revitalisasi ... 7

2.6. Manfaat Revitalisasi ... 8

2.7. Pendekatan Revitalisasi ... 8

2.8. Tahapan Revitalisasi ... 10

2.9. Konsep Penataan dan Revitalisasi Kawasan ... 12

2.10. Penetapan Kriteria Revitalisasi ... 12

2.11. Esensi Revitalisasi, Peremajaan, dan Rehabilitasi ... 13

BAB III STUDI KASUS ... 16

Notulensi Hasil Diskusi... 21

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Seiring dengan bertambahnya usia kawasan di Indonesia, muncul kawasan yang tidak teratur, terdapat kawasan yang produktivitas ekonominya menurun, adanya kawasan yang terdegradasi lingkungannya akibat layanan prasarana sarana tidak memadai, bahkan beberapa warisan budaya perkotaan (urban heritage) menjadi rusak, dan tidak sedikit kawasan yang nilai lokasinya menurun.

Muncul pula kawasan yang kepemilikan tanah menjadi tidak jelas dan kepadatan fisiknya rendah. Kondisi di atas diperparah karena komitmen pemda yang rendah dalam menata kawasan tersebut.

Dilihat dari tipenya, kawasan-kawasan tersebut dapat berupa kota warisan budaya (heritage town), kota lama (old town), kawasan strategis berpotensi ekonomi, permukiman kumuh, dan atau kawasan/permukiman yang vitalitasnya tidak berkembang (stagnant). Agar vitalitas kawasan-kawasan tersebut tidak terus merosot, maka perlu direvitalisasi yang melibatkan intervensi pemerintah, peranserta masyarakat dan swasta dari segi keruangan (setting) kawasan sehingga kawasan tersebut akan lebih terintegrasi dalam satu kesatuan yang utuh dengan sistem kota, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Dengan adanya revitalisasi kawasan diharapkan dapat memecahkan permasalahan perkotaan, diantaranya meningkatnya vitalitas kawasan perkotaan, berkurangnya kantong-kantong kawasan kumuh, meningkatnya pelayanan jaringan sarana dan prasarana, dan meningkatkan nilai lokasi kawasan.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah mengetahui konsep urban revitalization secara umum dan praktiknya di Indonesia.

1.3. Manfaat Penulisan

(5)

1.4. Sistematika Penulisan

Metode penulisan dalam laporan ini terbagi menjadi 4 (empat) bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

Berisi mengenai tinjauan kebijakan revitalisasi kawasan perkotaan, landasan teori, dll

BAB III NOTULENSI

Berisi notulensi presentasi dan diskusi dengan beberapa pertanyaan dari rekan di kelas.

BAB IV PENUTUP

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Tinjauan Kebijakan Urban Revitalization

Urban revitalization atau revitalisasi kawasan perkotaan diatur dalam beberapa kebijakan, yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan, Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya (UUCB).

Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan merupakan acuan yang digunakan dalam revitalisasi suatu kawasan. Kebijakan ini berisi tahapan-tahapan dan pedoman revitalisasi kawasan. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung merupakan dasaran dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 Tahun 2010, dan diterangkan bahwa pemanfaatan gedung ada kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala.

Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, dijelaskan bahwasannya salah satu konten dari penyusunan dokumen RTBL meliputi kegiatan revitalisasi. Pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya (UUCB), dijelaskan mengenai revitalisasi situs cagar budaya.

2.2. Definisi Urban Revitalization

Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan atau kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan).

(7)

dan signifikan dari kawasan yang mempunyai potensi atau mengendalikan kawasan yang cenderung kacau. (Departemen Kimpraswil, 2002)

Revitalisasi merupakan pemberdayaan daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota. (Antariksa, 2009)

2.3. Latar Belakang Revitalisasi

Revitalisasi kawasan perlu dilakukan mengingat adanya isu dan permasalahan antara lain:

1) Isu

a. Kemerosotan vitalitas/produktivitas kawasan terbangun perkotaan. b. Pentingnya peningkatan ekonomi lokal dalam pembangunan kota dan

pembangunan nasional.

c. Pemberdayaan pasar dan masyarakat (market & community enablement). d. Degradasi kualitas lingkungan kawasan.

e. Pentingnya kebhinnekaan budaya terbangun bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

f. Meningkatnya peran pemangku kepentingan.

g. Pergeseran peran dan tanggung jawab pusat ke daerah. 2) Permasalahan Pembangunan Kawasan Terbangun

a. Penurunan vitalitas ekonomi kawasan terbangun. b. Kantong kumuh yang terisolir (enclave).

c. Prasarana sarana kurang memadai.

d. Degradasi kualitas lingkungan (environmental quality). e. Bentuk dan ruang kota dan tradisi lokal rusak.

f. Tradisi sosial dan budaya setempat dan kesadaran publik pudar. g. Manajemen kawasan yang terabaikan.

(8)

2.4. Tujuan Revitalisasi

Tujuan dari revitalisasi kota adalah meningkatkan vitalitas kawasan terbangun melalui intervensi perkotaan yang mampu menciptakan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, terintegrasi dengan sistem kota, layak huni, berkeadilan sosial, berwawasan budaya dan lingkungan.

2.5. Sasaran Revitalisasi

1) Meningkatnya stabilitas ekonomi kawasan melalui intervensi.

2) Mengembangkan penciptaan iklim yang kondusif bagi kontinuitas dan kepastian usaha

3) Meningkatnya nilai properti kawasan dengan mereduksi berbagai faktor eksternal yang menghambat sebuah kawasan sehingga nilai properti kawasan sesuai dengan nilai pasar dan kondusif bagi investasi jangka panjang.

4) Terintegrasinya kantong-kantong kawasan kumuh yang terisolir dengan sistem kota dari segi spasial, prasarana, sarana serta kegiatan ekonomi, sosial dan budaya.

5) Meningkatnya kuantitas dan kualitas prasarana lingkungan seperti jalan dan jembatan, air bersih, drainase, sanitasi dan persampahan, serta sarana kawasan seperti pasar, ruang untuk industri, ruang ekonomi informal dan formal, fasilitas sosial dan budaya, dan sarana transportasi.

6) Meningkatnya kelengkapan fasilitas kenyamanan (amenity) kawasan guna mencegah proses kerusakan ekologi lingkungan.

7) Terciptanya pelestarian aset warisan budaya perkotaan dengan mencegah terjadinya "perusakan diri-sendiri“ (self- destruction) dan "perusakan akibat kreasi baru" (creative-destruction), melestarikan tipe dan bentuk kawasan, serta mendorong kesinambungan dan tumbuhnya tradisi sosial dan budaya lokal.

(9)

9) Penguatan kelembagaan yang meliputi pengembangan SDM, kelembagaan dan peraturan/ ketentuan perundang-undangan.

10) Membangun kesadaran dan meningkatkan kompetensi Pemda agar tidak hanya fokus membangun kawasan baru.

2.6. Manfaat Revitalisasi 1) Urban Living Quality 2) Sustainable Urban Form

and Structure

3) Asset Improvement

4) Economic (social/culture) Development

2.7. Pendekatan Revitalisasi

(10)

dengan visual kawasan, khususnya dalam menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan.

Pendekatan rehabilitasi ekonomi yaitu revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota (P.

Hall/U. Pfeiffer, 2001). Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).

(11)

2.8. Tahapan Revitalisasi

Sumber: Pedoman Revitalisasi Kawasan (Peraturan Menteri PU No. 18 Tahun 2010

Menurut gambaran tahapan di atas, terdapat 2 (dua) jenis kawasan yang cocok direvitalisasi yaitu kawasan atau permukiman yang vitalitasnya menurun (decline) dan kawasan atau permukiman yang vitalitasnya akan menurun (stagnant). Kawasan yang vitalitasnya menurun yaitu berupa heritage town, kota tua (old town), kawasan strategis berpotensi ekonomi, dan permukiman kumuh. Sementara, kawasan yang vitalitasnya akan menurun yaitu kawasan atau perumahan baru yang stagnan.

Pada tahapan tersebut dijelaskan bahwa salah satu penyebab dari suatu kawasan harus direvitalisasi adalah adanya degradasi lingkungan di kawasan tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam urban settlement atau revitalisasi kawasan perkotaan ini adalah intervensi pemerintah, keterlibatan swasta dan masyarakat.

Peran pemerintah dalam pelaksanaan revitalisasi kawasan perkotaan adalah secara umum dititikberatkan kepada fungsi penyusunan pedoman,

(12)

penyusunan kebijakan dan program, diseminasi dan pelatihan di tingkat pusat, penyediaan rencana tindak baik berupa rencana tindak perencanaan maupun dana stimulan, koordinasi dan supervisi serta evaluasi kebijakan, strategi dan manfaat di tingkat nasional. Peran pemerintah provinsi dalam pelaksanaan revitalisasi kawasan perkotaan adalah Tugas pemerintah provinsi meliputi penyusunan usulan program ke pusat, diseminasi dan pelatihan di tingkat provinsi, penyiapan sharing dana provinsi, pelaksanaan kegiatan fisik, pelaksanaan koordinasi dan supervisi di tingkat provinsi, rencana tindak ke kabupaten/kota, pemantauan dan evaluasi program dan manfaat di tingkat provinsi.

Peran pemerintah kota atau kabupaten dalam pelaksanaan revitalisasi kawasan perkotaan adalah melakukan identifikasi dan penyusunan kegiatan revitalisasi kawasan ke tingkat provinsi dan pusat, diseminasi dan sosialisasi kepada masyarakat, penyiapan lahan, koordinasi dan supervisi terhadap proses perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan, penyiapan sharing pendanaan, pembentukan organisasi pengelolaan kawasan, dan penyusunan Perda/ SK Kepala Daerah dan sebagainya. Dunia usaha atau masyarakat penghuni kawasan berpartisipasi dalam bidang penyediaan lahan, proses perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan kawasan.

Menurut Antariksa (2009) terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan revitalisasi kawasan perkotaan, yaitu:

 Ketidakserasian pendapat antara pihak pemerintah dan pihak pemilik bangunan. Hal ini lebih disebabkan karena pihak pemilik bangunan sering tidak mempunyai dana untuk pemeliharaan bangunan, sementara pihak pemerintah belum mampu untuk memberikan subsidi kepada para pemilik bangunan

(13)

 Mempertahankan budaya dalam sebuah kawasan dengan segala kearifannya yang akan direvetalisasi belum tentu dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Gambar. Sebelum dilakukan revitalisasi (lokasi : Kawasan Museum Goedang Ransoem, Sawahlunto)

Gambar. Setelah dilakukan revitalisasi (lokasi : Kawasan Museum Goedang Ransoem, Sawahlunto)

2.9. Konsep Penataan dan Revitalisasi Kawasan  People and Building (Sprio Kostof)

Content (Man & Society ) And Container (Shell, Network, Nature) (Constaninos Doxiadis)

Place (Space With Human Value) And Space (Artefact Value) (R. Trancyk)  Pembangunan Kawasan dan Sejarah

 Undang Undang Republik Indonesia no 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

2.10. Penetapan Kriteria Revitalisasi

Menurut Martokusumo (2008) penetapan kriteria revitalisasi kawasan dapat dilakukan dengan menelaah penyebab penurunan kinerja kawasan. Dimensi penurunan kinerja sebuah kawasan kota dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:

(14)

b. Fungsi: pada umumnya diakibatkan oleh faktor internal dan eksternal kawasan. Faktor internal disebabkan bangunan karena tidak mampu kagi mendukung secara teknis/fungsional kebutuhan yang ada, sedangkan eksternal kawasan mengakibatkan perlunya modifikasi ataupun penambahan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kinerja bangunan. c. Aspek legal dan institusi/kelembagaan: keduanya berkaitan secara

langsung dengan dimensi fungsional dan fisik. Artinya secara fungsi, fisik, dan citra dapat juga disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang tidak tepat ataupun penerapan pemintakan kawasan yang tidak tepat.

d. Citra: umumnya citra bangunan dan lingkungan berkaitan dengan persepsi publik.

e. Lokasi: degaradasi bangunan dan lingkungan dari segi lokasi umumnya diakibatkan karena adanya perubahan pola distribusi dan konsumsi barang serta perubahan sistem aksesibilitas dalam skala luas.

f. Finansial/ekonomi.

2.11. Esensi Revitalisasi, Peremajaan, dan Rehabilitasi

Revitalisasi pada galibnya dilakukan pada daerah yang mengalami penurunan aktifitas biasanya ditandai dengan turunnya aktifitas ekonomi (underused). Kegiatan peremajaan, dalam pengertian yang lebih umum, menyangkut upaya penataan ulang struktur dan morfologi kawasan secara menyeluruh. Sedangkan rehabilitasi sendiri merupakan upaya peremajaan untuk mengembalikan kondisi bangunan/artefak/objek atau kawasan kota yang telah mengalami kerusakan atau degradasi kepada kondisi awal hingga dapat berfungsi kembali (Martokusumo, 2008).

(15)

meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada. Namun, dapat dipastikan tujuannya adalah untuk menciptakan kehidupan baru yang produktif serta mampu memberikan kontribusi positif pada kehidupan sosial-budaya dan terutama kehidupan ekonomi (kawasan) kota (Martokusumo, 2008).

Dalam mekanisme peremajaan, kegiatan penataan ulang melibatkan unsur fisik dengan melakukan perubahan terhadap struktur dan morfologi kawasan, serta aspek nor-fisik (termasuk pengaturan kembali tata guna lahan, penambahan ataupun perubahan peruntukan lahan serta intensitas pemanfaatan) (Martokusumo, 2008).

Rehabilitasi merupakan upaya untuk memperbaiki kinerja kawasan/bangunan yang menurun, yang lazimnya diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan dan faktor penuaan. Dalam konteks kegiatan konservasi bangunan pendekatan ini dapat berupa surface rehabilitation, yakni perbaikan intervensi fisik hanya dilakukan sebatas pada kulit luar bangunan (building’s envelope), dan dalam konteks kawasan umumnya tidak merubah struktur fisik

kawasan. Sedangkan deep rehabilitation adalah pendekatan dengan perubahan fisik kawasan kota yang signifikan (Martokusumo, 2008).

Program peremajaan kota memang dapt dilakukan pada dua jenis perubahan, yaitu perubahan yang bersifat sebagian/kritis atau justru sebaliknya, total. Dalam konteks kawasan perubahan ini bersifat total, artinya dimungkinkan adanya perubahan struktur fisik dan morfologi kawasan kota. Pendekatan yang terakhir ini dalam kegiatan kawasan kota dikenal sebagai urban redevelopmnet. Apabila tidak terkendali, perubahan total ini biasanya

diikuti oleh dampak sosial negatif. Artinya, penataan/pembangunan lingkungan binaan yang tidak dapat diikuti (dikenali) oleh komunitasnya (tidak akrab) akan membawa dampak yang destruktif (Sanoff, 1991; Selle, 1991, dalam Martokusumo, 2008).

(16)

 Peningkatan atau mengembalikan vitalitas kawasan fungsional, terhadap konteks pertumbuhan dan perkembangan kota.

 Penataan kembali elemen rancang kota dan unsur perkotaan secara kualitatif dan kuantitatif.

 Peningkatan kemampuan dan kapasitas sarana dan prasarana kawasan perkotaan.

 Pencegahan terhadap penurunan kualitas lingkungan/kawasan kota (Kekumuhan, degradasi lingkungan, segregasi sosio-spatial, dll).

Berikut adalah hubungan substansial antara peremajaan, rehabilitasi, revitalisasi, dan redevelopment.

Bagan Hubungan substansial antara peremajaan, rehabilitasi, revitalisasi, dan redevelopment

Sumber: Jurnal Revitalisasi, Sebuah Pendekatan Dalam Peremajaan Kawasan Peremajaan (Renewal)

Perubahan fisik kawasan (melalui penataan fisik) sebagai akibat dari perubahan pemanfaatan bangunan, lahan, dan kawasan.

Rehabilitasi (rehabilitation) a. Surface rehabilitation b. Deep Rehabilitation

Redevelopment

Proses peremajaan yang ditandai dengan adanya perubahan total thd struktur fisik dan morfologi kawawsan fungsional kota untuk peningkatan kualitas kehidupan (sosio-culture) dan ekonomi (Produktifitas).

Revitalisasi (Revitalization)

(17)

BAB III STUDI KASUS

STRATEGI REVITALISASI KAWASAN PUSAT KOTA BUKITTINGGI

Gejala penurunan kualitas fisik ruang kota dapat dengan mudah diamati pada kawasan kota bersejarah / tua, karena sebagai bagian dari perjalanan sejarah (pusat kegiatan perekonomian dan sosial budaya), kawasan kota tersebut umumnya berada dalam tekanan / pengaruh pembangunan. Proses revitalisasi sebuah

kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota.

Paper ini mencoba melihat sejauhmana peran intervensi fisik dalam kegiatan revitalisasi kawasan ruang kota. Mengingat citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menciptakan kegiatan / fungsi baru, menarik kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Beberapa isu yang menjadi penekanan dalam pembahasan ini yaitu strategi

revitalisasi yang dilihat dari isu lingkungan (environmental sustainability), rehabilitasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development) serta kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat / warga (public realms) yang selanjutnya dinamakan dengan revitalisasi sosial / intitusional.

Kondisi Kota Bukittinggi Pada Masa Kolonial

• Pada kawasan pusat kota Bukittinggi, secara fisik masih menyisakan jejak-jejak sejarah yang mempunyai arti dalam pembentukan ruang kota Bukittinggi. Seperti pada daerah perbukitan yang sekarang berfungsi sebagai Pasar Atas Bukittinggi, Jam Gadang, Benteng Fort de Kock, Istana Negara dan Kebun Binatang. Daerah-daerah ini merupakan Daerah-daerah awal yang memiliki tingkat perkembangan fisik-spasial yang tinggi sebagai daerah perdagangan dan akomodasi pariwisata.

• Berkembangnya Pasar Atas di Bukit Kubangan Kabau merupakan alasan dalam memilih pendirian benteng di Bukit Jirek (benteng Fort de Kock) selain untuk strategi pertahanan, juga untuk memudahkan dalam mendapatkan kebutuhan bagi para tentaranya.

(18)

Kondisi Kota Bukittinggi Sebelum Revitalisasi (Degradasi)

 Kondisi saat ini sudah mengalami perubahan. Orang tidak dapat lagi berjalan menyusuri koridor bangunan karena sudah tertutup / terhalangi oleh barang dagangan dan dinding yang sengaja dibuat untuk perluasan dari petak toko.

 Letak Los Saudagar berada dalam rangkaian potensi sejarah dan budaya yang ada di sekitarnya seperti Pasar Atas, Jenjang 40, Taman Jam Gadang, Gedung Istana Bung Hatta, daerah Pecinan, Kebun Binatang Kinantan, dan Benteng Fort de Kock. Potensi-potenasi ini belum termanfaatkan secara optimal guna meningkatkan kualitas fungsional dan visual dari kawasan Pasar Atas dan sekitarnya.

 Kondisi sekarang menunjukkan kecenderungan perkembangan yang mengarah kepada penurunan kualitas lingkungan, penghancuran bangunan, tidak adanya perawatan bangunan dan belum ada perencanaan kegiatan yang dapat menunjang potensi-potensi yang ada di sekitar kawasan.

Pendekatan Program Pelestarian Kawasan Pusaka Kota Bukittinggi

Dalam melakukan revitalisasi, dilakukan pendekatan program sebagai berikut:

 Adanya organisasi yang mengelola langsung revitalisasi. Melalui organisasi ini dibangun kesepakatan dan kerja sama antar kelompok dan perseorangan yang berperan serta tahapan pelaksanaan kegiatan di masa depan.

 Dokumentasi dan presentasi yang selalu terbarui, adalah mutlak dilakukan inventarisasi secara menyeluruh potensi dan masalah kawasan. Termasuk fisik dan non fisik, baik pusaka atau tidak. Hasil inventarisasi disusun dalam dokumentasi yang terus diperbarui dan mudah diakses oleh publik. Dokumentasi menjadi dasar pertimbangan aksi revitalisasi. Termasuk memanfaatkan pula sebagai materi promosi.

 Promosi. Pendekatan ini perlu dimulai sebelum revitalisasi. Awalnya ditujukan pada masyarakat lokal, pemerintah dan berbagai pihak terkait. Promosi dan pemasaran selanjutnya kepada pembeli, pengembang potensial, pelaku bisnis baru dan wisatawan.

 Mewujudkan roh / kegiatan kawasan pusaka yang akan membuat vitalitas kawasan tumbuh kembali. Bahkan bila perlu mencangkokkan roh baru. Ini merupakan hakiki upaya revitalisasi yang justru sering terabaikan.

(19)

 Mengembangkan dan menciptakan ekonomi kawasan setempat melalui berbagai terobosan dan kesempatan baru tanpa merusak tatanan kehidupan lokal.

Program Revitalisasi Kota Bukittinggi

Kegiatan revitalisasi kawasan yang diselenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan dana APBN telah mendorong Pemerintah Kota Bukittinggi (Kimpraswil, 2005) untuk melanjutkan kegiatan tersebut melalui :

a. Revitalisasi kawasan benteng Fort de Kock dan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan pada tahun 2002- 2004, menghabiskan dana Rp. 10 Milyar.

b. Revitalisasi Taman Panorama dan Lubang Jepang pada tahun 2004, menganggarkan dana Rp. 9 Milyar namun baru terealisasi Rp. 4,49 Milyar. c. Relokasi Kantor Walikota ke Kawasan Bukit Gulai Bancah pada tahun 2002

mengahabiskan dana Rp. 35,75 Milyar.

d. Pembangunan Monumen Bung Hatta di Kawasan Istana Bung Hatta pada tahun 2003 menghabiskan dana APBN Rp. 5 Milyar.

e. Pembangunan Perpustakaan Proklamator Bung Hatta pada tahun 2003, menganggarakan dana Rp 30 Milyar namun baru terealisasi Rp. 5,2 Milyar. f. Revitalisasi Lapangan Sudirman (di Jl. Jendral Sudirman, Belakang Balok)

menghabiskan dana Rp 675 Juta.

g. Revitalisasi Pasar banto pada tahun 2004 dengan rencana biaya sebesar Rp. 131 Milyar.

h. Revitalisasi kawasan terminal Aur Kuning ke Kawasan Tambuo dengan rencana biaya Rp. 300 Milyar.

i. Rencana Pembangunan Gedung Kesenian dengan rencana biaya Rp. 14 Milyar. j. Bantuan Teknis Perencanaan Penataan dan Revitalisasi Kawasan Pasar Atas

Bukittinggi yang berlangsung pada tahun 2005 dan kegiatan pembangunan fisiknya pada tahun 2006.

Tahapan Revitalisasi 1) Intervensi Fisik

(20)

Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota. Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas baru).

3) Revitalisasi Sosial/ Institusional

Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public realms). Sudah menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa kegiatan perancangan dan pembangunan kota untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri (place making) dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang baik.

Tahap Pengelolaan

 Tahap pengelolaan pada revitalisasi Bukittinggi menggunakan Cultural Quarter. Merupakan suatu strategi bagi kota untuk melakukan suatu intervensi yang proaktif, yang melibatkan proses regenerasi kawasan perkotaan. Tidak semua bagian atau area perkotaan dapat diubah menjadi cultural quarter.

 Hanya daerah yang memiliki karakter dan image yang unik terutama di sektor kultural, yang berpotensi menjadi cultural quarter. Untuk mengembangkan suatu area menjadi cultural quarter, kota membutuhkan flagship project yang melibatkan regenerasi kawasan tidak bernilai (derelict) menjadi area yang lebih dinamis dan bernilai ekonomis. Cultural quarter juga melibatkan orang-orang yang bekerja di bidang seni dengan menyediakan tempat bekerja (working space) di dalam kawasan tersebut.

 Strategi pengembangan cultural quarter ini diharapkan mampu menarik investor luar bagi pengembangan area tersebut pada khususnya dan bagi kota pada umumnya.

Pemasaran Kota Bersejarah

1) Menjual dengan kerangka “spasial”. Kawasan kota terdiri atas berbagai kawasan

– kawasan bagian yang dapat distrukturkan dalam satu satuan manajemen kawasan

(21)

3) Menjual layanan urban dengan prinsip “cost recovery”; “produksi” dan “deliveri”. Layanan urban harus dilakukan dengan dasar menghasilkan kembali biaya produksi untuk layanan yang lebih baik di kemudian hari

4) Menyiapkan “satuan pengelola” kawasan yang memadai dan dapat menerima limpahan sebagai urusan sektor-sektor; kekayaan kota yang potensial harus

dilimpahkan kepada satuan manajemen kawasan profesional agar “penjualan”

nya dapat menghasilkan konstrribusi pendapatan kota untuk membiayaai layanan perkotaan

Gambar. Kota Bukittinggi sebelum dilakukan revitalisasi

(22)

Notulensi Hasil Diskusi Hari/Tanggal : Senin, 7 Maret 2013

Tempat: PWK ruang 205

Agenda : Presentasi Materi “Revitalisasi Kawasan Perkotaan”

PERTANYAAN 1

Luqman Rahardjo: Dokumen apa yang mencakup daerah mana saja yang akan direvitalisasi? Lalu, apakah ada kriteria khusus tentang daerah mana saja yang harus direvitalisasi?

Kelompok Kami (KK): Dokumen yang mencakup daerah mana saja yang akan direvitalisasi ada di dokumen RTBL. Kriteria khusus mengenai daerah mana saja yang harus direvitalisasi ada di Pedoman Revitalisasi Kota dari Peraturan Menteri PU.

Pak Aris (PGA): Dokumen yang mencatumkan daerah mana saja yang akan direvitalisasi seharusnya ada di dokumen rencana tata ruang masing-masing wilayah, atau ada dokumen di Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yaitu Rencana Tindak Revitalisasi (action plan).

PERTANYAAN 2

Inas Aishariya: Bagaimana sebenarnya revitalisasi itu? Kalau kota sudah menjadi besar dan padat maka kawasan bagaimana yang layak untuk direvitalisasi? Lalu, apakah perbedaan antara pendekatan fisik dan pendekatan ekonomi?

KK: Revitalisasi tidak hanya menyangkut masalah konservasi bangunan dan ruang kawasan bersejarah saja, namun juga lebih kepada upaya untuk mengembalikan atau menghidupkan kembali kawsan yang dalam konteks kota tidak berfungsi atau menurun.

PGA: Revitalisasi yang dimaksud itu tidak hanya bangunan yang sudah catnya pudar lalu direvitalisasi, Judul dari materi ini revitalisasi kawasan perkotaan, sehingga revitalisasi bukan hanya revitalisasi bangunan, namun juga revitalisasi kawasannya. Revitalisasi yang dimaksudkan yaitu revitalisasi fungsi perkotaan, misalnya fungsi suatu kawasan yaitu kawasan perdagangan dan jasa, namun pada dokumen rencana tata ruang, kawasan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan perumahan, maka dilakukan revitalisasi untuk mengubah fungsi kawasan tersebut.

KK: untuk pertanyaan kedua, pendekatan fisik yaitu untuk mengawali kegiatan revitalisasi, maka akan dilakukan intervensi fisik secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, dll. Sementara pendekatan ekonomi yaitu untuk mengawali kegiatan revitalisasi, maka diawali dengan proses peremajaan artefak kota yang harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi sehingga bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal dan bisa memberikan nilai tambah bagi kawasan kota.

PERTANYAAN 3

Afif Arsyad: Adakah batasan mengenai kawasan yang direvitalisasikan?

KK: Batasan-batasan tersebut semuanya disebutkan dalam Pedoman Revitalisasi Kota dari Peraturan Menteri PU.

(23)

Daftar Pustaka Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2010

Kimpraswil, 2002. Pedoman Umum Program Penataan dan Revitalisasi Kawasan,

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Tata Perkotaan

dan Tata Perdesaan, Jakarta.

Wongso, J., Alvares, E. & Zulherman. Strategi Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Bukittinggi

Sumatera Barat.

Antariksa, 2009. Budaya Dalam Revitalisasi Perkotaan

Martokusumo, Widjaja. 2008. Revitalisasi, Sebuah Pendekatan Dalam Peremajaan Kawasan.

SAPPK ITB: Bandung:Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18/PRT/M/2011

Wongso, Jonny. 2010. Strategi Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Bukittinggi. Universitas Bung

Gambar

Gambar. Tahapan Revitalisasi
Gambar. Sebelum dilakukan revitalisasi (lokasi : Kawasan Museum Goedang Ransoem,
Gambar. Kota Bukittinggi setelah dilakukan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan bahwa efek dari rongga terkopel pada pemakaian prisma tertutup dapat meningkatkan kinerja serapan pada bentang frekuensi di bawah 200 Hz,

Kode Barang Asal-usul Cara Nomor Bahan Nomor Register Merk / Type Ukuran /cc Nama Barang /.

Teori Marcel Mauss yang dikenal dengan gift giving atau gift exchange menyatakan, bahwa adanya relasi dan interaksi sosial antar warga dalam masyarakat

Di dalam penelitian yang berjudul “ Sistem Informasi Pembayaran pada SMP Negeri 1 Bayat ” ini agar lebih jelas penulis menekankan pada : pembayaran buku,

Variabel Kinerja Karyawan (Y) dengan item karyawan mampu bekerja sesuai dengan ketentuan atau target penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan, karyawan tidak merasa

Adanya masalah yang cukup kompleks dalam pelayanan sirkulasi di Perpustakaan tersebut membuat penulis tertarik untuk menyusun Laporan Tugas Akhir dengan judul “Pelayanan

Observasi dilakukan terhadap aktivitas siswa di dalam kelas. Pengamatan dan penilaian terhadap proses pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar dengan penggunaan media

kimia juga membahas tentang konsep  –   –   konsep kinetika seperti : hukum laju,orde   konsep kinetika seperti : hukum laju,orde reaksi,tetapan kelajuan,