• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Status Janda Dalam Teks Sas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Representasi Status Janda Dalam Teks Sas"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Representasi Status Janda1

Dalam Teks Sastra Indonesia dan Bali Modern Tahun 1928-2012

Oleh : Luh Yesi Candrika, S.S.

Pendahuluan

Setiap perempuan yang telah menjadi seorang istri, tentu tidak menginginkan adanya permasalahan di dalam pernikahannya, termasuk menyandang status sebagai seorang janda. Status janda yang digambarkan oleh seorang sastrawan dalam cerita-ceritanya adalah bahwa menjadi seorang janda agar tetap dapat menjaga martabat keluarga suami dan menjalankan tanggungjawab sebagai seorang ibu dalam rumah tangga. Seorang janda tidak harus menikah kembali pasca kepergian suaminya, sehingga dapat fokus untuk keluarga dan masa depan keluarganya. Kehadiran seorang tokoh laki-laki yang akan menikahi seorang janda¹ sangat jarang dimunculkan oleh seorang perngarang. Hubungan mereka hanya sampai pada pertemanan, kisah tak sampai, atau bahkan menjadi seorang selingkuhan dari suami orang. Sejauh pengamatan yang dilakukan dari beberapa karya sastra yang mengisahkan tentang janda dan kehidupannya, seorang janda tidak diceritakan merasakan indahnya pelaminan untuk yang keduakalinya. Janda dalam beberapa cerita masih melukiskan citra seorang janda. Antara citra yang baik di masyarakat dengan yang kurang baik.

Sebagian besar pengarang yang pernah menuliskan kisah tentang seorang janda dalam kesendiriannya tersebut, yakni segala luapan cinta dan curahan hati hanya diberikan untuk keluarganya, terutama anak-anaknya. Hal ini terdapat dalam karya sastra berbahasa Indonesia yang ditulis sastrawan Bali maupun Indonesia. Sebuah pesan yang seolah hadir dari cerita- cerita tersebut yang menyatakan, bahwa seorang janda diusahakan tidak menikah kembali sebagai karena memiliki tanggungjawab pada keluarga. Pengorbanan para janda adalah sebuah tanggungjawab yang semenjak dahulu selalu menarik perhatian masyarakat.

Sejak dahulu dalam sebuah tradisi di Bali, kenyataannya pengorbanan seorang janda memang telah dilakukan. Berbagai catatan dititipkan kepada generasi berikutnya mengenai pengorbanan seorang janda. Covarrubias, dalam tulisannya membuka lembaran-lembaran catatan tersebut, yakni John Crawfrud yang seorang sejarawan tersebut, memberi catatan dalam bahasa Inggris mengenai pembakaran janda yang terjadi pada tahun 1663.

(2)

Hal itu terjadi ketika Belanda mengirim utusan ke Bali untuk mengajak pangeran Gelgel yang pada saat itu penguasa tunggal, untuk melawan sekutunya, yakni Sultan Mataram yang menyerang Batavia. Belanda menemukan sang raja membuat persiapan kremasi untuk istri dan anaknya. Selain itu, catatan menarik lainnya mengenai pembakaran janda, yakni catatan Friederich mengenai Dewa Manggis, Raja Gianyar yang berlangsung pada tanggal 22 Desember 1847, yang diikuti oleh istri dan anak-anak mereka (1937 : 426-429).² Berdasarkan catatan-catatan di atas menunjukkan, bahwa ketika seorang suami telah meninggal dan istri menjadi seorang janda, maka sang istri harus mengikuti kematian sang suami. Dalam ranah tradisi, tentu akan melihat peristiwa tersebut berada dalam konteks ikatan pernikahan.

Pada sebuah keterbatasan sepertinya cukup sulit untuk menemukan kebebasan seorang janda dalam konteks hak asasinya sebagai seorang manusia. Di zaman yang serba modern, segala sesuatunya menjadi rumit dan kompleks. Sebuah kebudayaan tertentu tengah menghadapi tantangan masa depan kebudayaannya sendiri dan tantangan terhadap kebudayaan lain yang masuk. Persoalan mengenai janda nampaknya dapat dipandang dalam perspektif modernitas, sebagai bentuk kebebasan. Namun, berkaca pada realita yang digambarkan pengarang dalam karya tersebut, mengapa seorang pengarang tidak membiarkan tokoh janda yang diungkapkan dalam cerita-ceritanya untuk kembali menikah dan memasuki jenjang rumah tangga? Pesan apakah yang termuat dalam teks-teks sastra yang mencegah pernikahan janda.

Persoalan Keluarga dan Masyarakat

Cerita yang menyinggung kisah seorang janda dan kehidupan rumah tangganya, bukanlah hal yang baru. Sebut saja epos besar Mahabarata yang lahir pada abad ke-9, terdapat bagian cerita yang mengisahkan perjuangan seorang janda, yaitu Kunti dengan kelima putranya. Masa berikutnya, yakni Abimanyu yang merupakan putra Arjuna meninggal, sehingga sang istri yaitu Ksitisundari menjadi seorang janda. Tema-tema cerita yang mengangkat janda tetap menarik perhatian seorang sastrawan dalam proses kreatifnya. Pada delapan dekade terakhir antara 1920-an sampai 2012, perhatian pengarang mengenai seorang wanita, khususnya janda masih menjadi sorotan oleh sastrawan Bali maupun Indonesia.

(3)

² Covarrubias, Miguel. 2013. Pulau Bali : Temuan Yang Menakjubkan. Denpasar : Udayana University Press.

Ketika status janda telah disematkan pada seorang istri, maka persoalan yang akan dihadapi dalam hidupnya adalah keluarga dan masyarakat. Hampir di sebagaian besar cerita-cerita yang ditulis oleh para sastrawan, adalah mengenai janda dalam lingkup keluarga yang dikaitan dengan tanggungjawab dan kewajiban. Tanggungjawab dan kewajiban yang dimaksudkan adalah mengurus rumah tangga dalam perananan seorang Ibu, sekaligus seorang Ayah. Hal ini nampak jelas dituliskan dalam karya-karya para sastrawan.

Kehebatan seorang janda dalam tanggungjawabnya terhadap keluarga diekspresikan dengan beragam. Salah satunya, dalam novel Salah Asuhan (1928) karya Abdul Muis.³ Hanafi, tokoh pria utama dalam Salah Asuhan yang mengenyam pendidikan Belanda telah membuatnya merasa terasing, dan itu merupakan kebalikan yang aneh dari keindonesiaan ‘sejati’ Corrie, tokoh wanita novel ini. Cerita ini mengambil setting di Solok, Sumatra, dan Betawi (Jakarta). Kisah Postkolonial ini, dimaksudkan mengingatkan pembaca Indonesia mengenai bahaya pendidikan Eropa. Namun, jika kembali pada cerita awal, yakni melihat tokoh janda dalam peranannya sebagai seorang Ibu, sosok Ibu Hanafi adalah Ibu yang bertanggungjawab pada keluarganya dan mengusahakan pendidikan terbaik untuk anaknya dengan menyekolahkan Hanafi ke Jakarta di HBS, yang merupakan sekolah orang-orang Eropa. Kisah janda dalam cerita ini tetap berupaya menjaga harkat dan martabat keluarga di masyarakat. Inilah sosok janda yang digambarkan berkutat pada masa depan anaknya.

(4)

³ Abdul Muis merupakan sastrawan Indonesia yang dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan (SK) Presiden Republik Indonesia No. 2183/59, tanggal 30 Agustus 1959.

Fokus terhadap pekerjaan dan pengabdian yang dilakukan janda Mbok Jah ini, seolah memberikan penguatan pada statusnya, untuk menjaga kehormatan keluarga dalam masyarakat. Disisi lain, kesepian dan curahan cinta yang dapat diberikan Mbok Jah adalah untuk keluarga majikannya.

Persoalan keluarga dan masayarakat nampak jelas dalam cerpen Tiga Laki-Laki Terhormat (1994) karya Budi Darma. Seorang istri yang kemudian menjadi seorang janda adalah tokoh utama dalam cerita ini. Semua tokoh yang ditampilkan dalam cerita ini tidak memiliki nama yang terang. Beberapa tokoh komplementer lainnya diberikan istilah-istilah penamaan, diantaranya dengan pria bermata besar, bertelinga besar, dan bertangan besar. Karya sastra ini sesungguhnya sarat akan simbol-simbol dengan interpretasi yang tinggi. Namun, terlepas dari hal tersebut, fokus penceritaan ini justru mengenai kehidupan perempuan dari menjadi seorang istri, kemudian menjanda akibat ditinggal meninggal oleh suaminya secara tiba-tiba. Kisah ini mengingatkan para pembaca mengenai status seorang janda dalam keluarga untuk menjaga wibawa keluarga, sekaligus pemberontakan terhadap citra negatif dari seorang janda di masyarakat.

Pada uraian berikut akan dibahas mengenai status janda dan kehidupan seorang janda oleh sastrawan Bali dan Indonesia, khususnya dalam cerpen dan novel. Perhatian khusus yang dibahas adalah mengenai latar belakang status seorang istri menjadi janda, serta kehidupan seorang janda. Dari kajian hubungan ini, maka diupayakan untuk melihat permasalahan sosial tentang janda dalam karya sastra. Dengan menarik suatu kesimpulan mengenai melihat status janda dalam perspektif tradisi sebagai suatu bentuk keterbatasan sistem adat. Dalam perspektif modernitas, yakni status janda yang meraih kebebasan untuk mengatur dan menentukan pilihan hati.

Karya Sastra yang melukiskan Latar Belakang Status Janda dan Kehidupan Janda, Tahun 1928-2012

No. Judul Pengarang Tahun Kisah

1. Salah Asuhan **) Abdul Moeis 1928,

Balai Pustaka

(5)

a kelauarganya. Namun, anak kandungnya sudah tidak mau berhubungan lagi dengannya.

4. Tiga laki-laki terhormat *) Budi Darma 1994, Horison

7. Janda dari Jirah **) Cok Sawitri 2007,

Juni sebuah pernikahan dan berpengaruh pada kehidupan anak tersebut.

(6)

Citra Janda dalam Ranah Realitas

Citra seorang janda dalam masyarakat masih di anggap negatif. Hal ini merupakan salah satu kondisi dan budaya yang masih bertahan pada mayarakat di Indonesia. Fenomena janda terjadi di seluruh dunia, sebab janda bukan hanya bentuk dan pola kehidupan di Indonesia, tapi juga salah satu proses kehidupan individu dalam masyarakat di dunia. Sikap dan perilaku yang di tanamkan selama ini dalam masyarakat masih kurang memiliki rasa keadilan untuk janda. Sekilas memandang budaya masyarakat Indonesia yang masih tetap bertahan pada pola kehidupan lama akan menjadi masyarakat yang kurang menghargai terhadap hak-hak orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Janda merupakan anggota masyarakat yang memiliki hak untuk hidup berdampingan dengan individu atau keluarga lain serta memiliki kebebasan untuk berkreasi. Namun akibat dari konstruki budaya yang membebankan kesalahan pada janda dan fenomena tersebut tidak dianggap sebagai proses kehidupan, maka kebebasan janda terbelenggu.

Adanya stigma bahwa, hal yang menjadi identik dari kaum perempuan adalah berurusan dengan domestik rumah tangga. Ketika perempuan kemudian menjadi seorang kepala keluarga, justru stigma negatiflah yang akan melekat pada dirinya. Pandangan negatif ini akan menjadi semakin menggurita, jika yang menjadi seorang pemimpin keluarga tersebut merupakan seorang janda. Pencitraan seorang yang berstatus janda di mata sosial layaknya nila dalam susubelanga. Dalam lingkungan masyarakat, janda sering kali diremehkan. Gambaran sebaga ‘wanita penggoda’ atau wanita perusak rumah tangga orang lain adalah cerminan yang acapkali muncul dibenak masyarakat ketika memandang status seorang janda. Masyarakat terlanjur manganalogikan janda sebagai status yang rendah dan tidak bermartabat.

(7)

Titin juga tergerak untuk terlibat dan empati terhadap janda-janda lainnya, dengan terlibat dalam komunitas perkumpulan kaum perempuan kepala keluarga (PEKKA) 4yang berpusat di Jakarta. Pelatihan yng diberikan tidk hanya dibidang ekonomi, namun agama, hukum, kesehatan, serta seni dan budaya. Serta membuat akta kelahiran anak. Namun, sangat disayangkan, merintis oraganisasi ini di wilyah malang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Banyak perempuan yang minder dan takut mendapatkan pandangan negatif. Seiring waktu, usaha keras tersebut membuahkan hasil, banyak pihak yang memberikan dukungan dan penguatan. Bahkan, pagyuban ini beranggotakan mayoritas laki-laki. Semenjak itu, pengakuan dan kepercayaan masyarakat pun mulai tumbuh. Paguyuban ini juga dapat membuka akses perempuan kepala keluarga terhadap berbagai akses sumber daya. Ketika akses telah didapatkan, kesadaran kritis perempuan kepala keluarga baik terhadap kesetraan peran, posisi, dan satatus mereka, maupun terhadap kehidupan sosial politiknya pun semakin meningkat. Peningkatan akses dan kesadaran kritis juga memicu peningkatan partisipasi perempuan kepala keluarga dalam berbagai proses kehidupan sosial, ekonomi politik, dan budaya. Berdasarkan atas kisah nyata tersebut di atas, menunjukkan bahwa untuk memperoleh kebebasan haknya dan pengakuan yang baik di masyarakat, maka seorang janda harus benar-benar menunjukkan kerja kerasnya. Dengan segala upaya yang dilakukan Sri Handayani untuk masa depan keluarganya memberikan pencitraan yang positif terhadap seorang janda.

Kisah Sri Handayani ini menjadi bukti nyata kekuatan perempuan dalam kesendiriannya. Begitu kuat dan hebatnya seorang perempuan yang berstatus janda. Seorang istri sudah menjadi tugasnya untuk melayani suami. Namun, ketika suaminya telah pergi kekuatan dan kehebatan tersebut tetap ada untuk dirinya sendiri, anak, dan seluruh keluarganya.

4 Komunitas Perkumpulan Kaum Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), pernah meraih pengharagaan oleh Mentri Pemberdayaan Anak dan Perempuan. Ibu Sri Handayaini sangat mengapresiasi perkumpulan ini dengan memberikan bantuan pendidikan dan lingkungan kelompok dari PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk, sebagai rangkaian peringatan hari ibu ke 83 di tahun 2011.

(8)

Seorang istri yang berstatus sebagai janda akan dihadapkan kepada persoalan dalam keluarga dan kehidupan sosialnya di dalam masyarakat. Kisah perjuangan janda dalam memperoleh pengakuan di masyarakat, upaya janda yang ingin memperoleh cinta lamanya, janda yang menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain digambarkan secara kompleks oleh para sastrawan dalam karyanya tersebut. Janda adalah seorang perempuan dengan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya sebagai seorang perempuan. Dalam cerita-cerita yang dihadirkan oleh seorang sastrawan mengenai janda, sebuah keterbatasan dan kebebasan hidup tengah dialami perempuan dalam status tersebut. Kewajiban sebagai seorang janda adalah menjaga martabat keluarga suami dalam konteks ikatan pernikahan. Adanya sebuah kewajiban, maka hadir pula hak seorang janda dalam upaya memperoleh kebebasannya. Yang sesungguhnya tidak hanya bebas untuk mengatur rumah tangga sebagai orangtua tunggal. Namun, bebas untuk merasakan cinta dan kasih sayang kembali dari lawan jenis. Pada sebagain besar karya sastra yang dianalisis, sejauh ini para sastrawan tidak berkutat dengan persoalan asmara seorang janda. Pembenahan mengenai pencitraan negatif yang terlanjur melekat pada seorang janda dalam masyarakat, nampaknya hal tersebut lebih menarik perhatian seorang sastrawan.

Selain Salah Asuhan dan Mbok Jah, terdapat beberapa karya sastra menganai janda yang mengalami tekanan dalam keluarga sebagai bentuk keterbatasan rung gerak. Namun selaras dengan hal tersebut kebebasan dalam menentukan sikap dilukiskan Nh. Dini dalam cerpen Dua Dunia (2002). Karya-karya Nh. Dini baik cerita pendek maupun cerita kenangannya, selalu konsisten mencerminkan kemarahannya terhadap laki, baik individu maupun tradisi yang berorientasi pada kepentingan laki-laki. Dalam cerita pendeknya, Dua Dunia, protes terhadap norma-norma dalam masyarakat yang dianggap tidak adil bagi wanita juga digulirkan. Novelet pendek Dua Dunia menceritakan kisah perjuangan Iswanti, seorang janda muda dengan satu anak. Dalam keadaan sakit, dia harus berjuang untuk mencari nafkah dan mempertahankan putri semata wayangnya, yakni Kanti, agar tidak jatuh ke tangan bekas suaminya, Darwo. Penderitaan Iswanti sudah bermula ketika dia masih di bawah tanggung jawab orang tuanya, yaitu ketika dia harus mengerjakan tugas-tugas berat yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Didikan dan perlakuan dari orangtuanya yang menganut paham patriarki membawanya dari penderitaan hidup yang satu ke penderitaan hidup yang lain.

(9)

Pramoedya Ananta Toer dalam Dongeng Calon Arang (1954) dan Femmy Syaharani dalam Galau Putri Calon Arang (Gramedia, 2005). Dalam novel ini kita tak akan menemukan nama Calon Arang. Pengarang menggantinya dengan sebutan Rangda ing Jirah (Janda dari Jirah). Berbeda dengan Calon Arang yang selama ini diseskprikian dengan wanita penyihir yang jahat, keji dan licik. Pada novel ini Calon Arang / Rangda ing Jirah dideskripiskan sebagai pendeta wanita yang taat mengikuti jalan Buddha.

Tutur katanya lembut dan sopan, namun dibalik kelembutannya terpancar kewibawaan yang tiada tara yang membuat semua pengikutnya taat pada ajaran-ajarannya. Ia juga piawai dalam mengatur desanya sehingga desa-desa yang berada dibawah asuhannya menjadi desa yang makmur dan sentosa dengan panen yang melimpah ruah. Kisah dalam novel ini sebenarnya lebih banyak diceritakan dari sudut pandang Narotama, penasehat Erlangga. Sedangkan porsi Rangda ing Jirah, walau tak mendominasi alur kisah di novel ini, Cok Sawitri dengan cerdas tetap membuat pembacanya dibayangi oleh kewibawaan, kebijaksanaan dan kemistisan dari Janda ing Jirah yang menyelimuti novel ini dari halaman awal hingga lembar terakhirnya.

Tokoh Ratna Menggali yang memiliki kemampuan untuk melihat masa depan ia meramalkan, “Mereka akan menuduh Ibu sebagai penganut ilmu hitam..”. “ Selama ratusan tahun, Ibu akan digelapkan, namun itu bagi yang tak memahami…” (hal 38).

Dalam novel inipun disinggung bahwa kelak Erlangga memerintahkan agar para penyair tidak menulis apa yang sebenarnya terjadi di Kadiri dan kejaidan-kejadian di tanah Kabikuan. Dalam novel ini tampak jelas Cok Sawitri juga sepertinya berupaya agar pembaca keluar dari bayang-bayang ingatan akan Calon Arang yang selama ini digambarkan sebagai perempuan yang seram. Dalam kisah ini, tak ada dendam karena Ratna Menggali tidak ada yang melamar, bahkan porsi kisah Ratna Menggali tersaji secara singkat saja. Tak ada teluh yang menebar penyakit pada rakyat Kediri. Yang ditawarkan Janda dari Jirah adalah rasa cinta kasih yang membawa kedamaian.

(10)

mengaji, tidak boleh mengeluh dan menangis, tidak boleh menyalahkan keadaan. Keinginan Sriyani adalah agar Delta kuliah.

Salah satu cerita prosa yang diadaptasi dari kisah Mahabaratha, yakni sebuah novel Gandamayu. Gandamayu (2012) adalah novel yang mengambil sepenggal kisah Mahabharata, dengan latar cerita dari sebuah tempat bernama Setra (Kuburan) Gandamayu, tempat paling angker di muka bumi. Kuburan paling menyeramkan dan tempat paling ditakuti untuk disinggahi, bukan hanya oleh manusia namun Dewa sekalipun enggan untuk kesana. Tokoh janda dalam kisah adalah Kunti, yakni ibu dari para Pandawa. Kebimbangan seorang ibu yang hidup tanpa suami sangat jelas dalam kisah ini. Pergolakan hati Kunti yang merasa bingung dan bimbang dalam mengambil keputusan, justru mendatangkan bencana bagi putranya, yakni Sahadewa. Sesungguhnya keputusan yang hendak di ambil tersebut adalah untuk kebaikan dan keselamatan keluarga. Pada kisah inilah ditunjukkan, bawasannya seorang janda terkadang bimbang dalam menentukan masa depan putranya. Kebebasan dalam mengatur rumah tangganya, Kunti merasakan keterbatasannya ketika memerankan peran ganda. Dalam menghadapi sebuah masalah, maka seorang ayah sebagai kepala keluarga sangatlah dibutuhkan.

Pada beberapa cerita mengenai stigma negatif tentang janda dilukiskan dalam Cerita Calonarang. Interpretasi terhadap cerita yang berbeda oleh seorang pengarang, tentu akan menghadirkan versi cerita yang berbeda pula. Pada Cerita Calonarang yang ditulis Pramodya Ananta Toer dan diterbitkan kembali pada tahun pada Mei 2007, cerita ini melukiskan tentang seorang janda dalam image yang kurang baik. Sebuah buku yang berjudul ”Cerita Calon Arang”, diangkat dari sebuah legenda yang terkenal dimasyarakat Jawa. Kisah ini merupakan legenda tentang seorang janda dari kerajaan daha (Kediri) yang memiliki seorang putri bernama Ratna Manggali. Janda ini dikisahkan memiliki kesaktian dan membuat kekacaun, karena belum ada satu pun pria yang berani memperistri putri semata wayangnya. Sampai pada akhirnya Mpu Baradah memerintahkan Bahula untuk menikahi Ratna Manggali. Kejahatan yang dilakukan Calonarang akhirnya dapat dikalahkan. Calonarang meninggal dan menyesali perbuatannya. Pram, menuliskan cerita ini kembali dengan gaya penceritaan dongeng untuk anak-anak. Kisahnya sederhana, dengan pesan moral yang jelas. Janda yang dikisahkan Pram dalam penulisan kembali mengenai cerita ini hampir sama dengan legenda yang ada. Konotasi negatif mengenai keberadaan janda nampak jelas dari cerita ini. Yang dilukiskan adalah kekuatan wanita dalam kesendirian. Penguasaan ilmu adalah hak setiap orang, termasuk ilmu yang dimaksudkan dalam kisah di atas. Inilah salah satu bentuk kebebasan janda untuk melindungi dirinya dari terjangan masyarakat yang skpetis terhadapnya.

(11)

tidak begitu penting dalam hidupnya. Sampai pada akhirnya Cok Ratih menikah dengan Made Pasek. Cok, meninggalkan keluarganya di Puri. Pernikahan tersebut tidak harmonis. Pasek senang selingkuh. Hingga, mendatangkan penyesalan pada diri Cok dan akhirnya bunuh diri. Peristiwa ini semakin membuat Dayu Cenana trauma pada pria. Dahulu, ibunya juga bunuh diri, karena Ajiknya berselingkuh dengan seorang janda. Janda dalam cerpen ini tidak begitu banyak diungkapkan, sehingga keterbatasan dan keterikatannya tidak dapat digambarkan secara mendalam. Tokoh janda pada cerita ini merupakan penyebab kehancuran rumah tangga.

Berbeda dengan cerita-cerita lainnya, kehormatan dan kekuatan seorang janda digambarkan oleh Budi Darma dalam karangannya, yakni Tiga Laki-Laki terhormat (1994). Cerpen ini sedikit berbeda menurut pengamatan penulis, yakni melukiskan kekuatan seorang janda sebagai perempuan sakti yang tegas. Tokoh janda yang ditinggal meninggal suaminya, kemudian Sembilan bulan pasca suaminya meninggal janda itu hamil. Sementara itu, anak yang dikandung oleh janda tersebut diakui tiga orang laki-laki, yakni laki-laki bermata besar, bertelinga besar, dan bertangan besar. Pada kisah ini, pengarang benar-benar ingin menunjukkan kehebatan seorang perempuan dengan statusnya seorang janda. Tokoh janda dalam cerita ini melukiskan martabat dan kehormatan seorang perempuan, termuat dalam kutipan berikut :

“Ketika suami saya mati kalian senang karena kalian bebas memperebutkan saya,” kata janda cantik. “dan setelah kalian berhasil memperebutkan saya, kalian lupa memberikan nafkah kepada saya dan anak saya. Awas, barang siapa mempermainkan saya, pasti akan modar”.

Kisah janda dalam cerita-cerita di atas seluruhnya tidak memberikan akhir cerita yang membuat janda menukah kembali. Janda tetap menjadi seorang yang single tanpa belaian dan tumpuan dari seorang pria. Misalnya pada novel Tenggelamnya Kapal Vander Wijck, status janda yang disematkan pada Hayati yang ingin mendapatkan cintanya kembali dari Zainuddin pun tidak tercapai. Zainuddin dikisahkan adalah seorang pemuda perjaka yang dikecewakan Hayati. Namun, pasca Hayati berubah status menjadi janda, keraguan tokoh Zainuddin pun muncul terhadap Hayati dengan status janda.

(12)

Penguatan Patriarki

Janda dan kehidupannya selalu bergelut dalam persoalan keluarga dan masyarakatnya. Dalam pecitraan juga anatara janda baik dalam pandangan masyarakat dan kurang baik dalam pandangan masyarakat. Kedua hal inilah yang secara umum menyelimuti kisah-kisah seorang janda yang dituangkan dalam sebuah cerita. Jawaban dari pertanyaan mengenai seorang pengarang yang tidak menikahkan tokoh janda dalam cerita dan pesan yang sesungguhnya ingin disampaikan pengarang mengenai kisah-kisah seorang janda dapat diurakan dalam pembahasan sebagai berikut ini.

Pertama, mereka ingin memperlihatkan kesetian dari seorang istri walau statusnya sudah menjadi janda. Seorang Istri Wajib Setia Kepada Suami.Kesetiaan seorang janda kenyataannya tidak dapat diragukan dalam realita kehidupan yang terjadi di masyarakat semenjak dahulu. Creese, 5dalam tulisannya mengenai pengamatan yang begitu dalam tentang perempuan dalam dunia Kakawin menyatakan, bahwa konsentrasi tragis yang sering terjadi pada wanita bangsawan ketika para suami mereka meninggal, mereka melakukan sati (menceburkan diri ke dalam api kremasi suaminya). Praktik sati, merupakan para wanita yang mengikuti kematian suaminya dengan menceburkan diri pada upacara pembakarannya, nampaknya telah ada semenjak abad ke-4 sebelum masehi, dengan acauan yan paling dalam ditemukan pada catatan Alexander Yang Agung ke lembah Indus pada tahun 326 sebelum masehi. Sati tampaknya tidak pernah dilakukan secara luas di India, dan pengunaannya sebagian besar terbatas pada keluarga-keluarga bangsawan dan pejuang besar (2012 : 232).

Pada kenyataannya yang terjadi di masyarakat, sati sebagai bukti kesetiaan memang benar telah terjadi. Di Bali, pada masa kerajaan, tradisi sati ini memang telah hidup di keluarga-keluarga bangsawan tersebut. Seperti peristiwa yang digambarkan Covarrubias dalam bukunya, yakni Pulau Bali Temuan, Yang Menakjubkan, dalam catatan yang dikumpulkannya tersebut, menjelaskan peristiwa pembakaran janda. Seorang istri yang sudah menyandang status sebagai seorang janda harus menunjukkan kesetiaannya. Setia kepada suami dalam janji pernikahan, pada keluarga suami, dan setia menjaga martabatnya.

5 Creese, Helen. 2012. Perempuan Dalam Dunia Kakawin : Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali. Denpasar : Pustaka Larasan.

(13)

membina hubungan rumah tangga. Kesetiaan pada masa modern ini adalah dengan tidak merasakan kembali panasnya api asmara dengan pria lain. Dapat dikatakan demikian, karena kenyataannya memang isu-isu yang merebak di masyarakat mengenai seorang janda yang sendiri hanya terhenti pada status sebagai orang ketiga dari sebuah pernikahan. Pernikahan adalah hal yang sacral, yang dilakukan idealnya sekali seumur hidup. Prinsip inilah yang masih dipegang dalam konteks budaya Indonesia (adat ketimuran).

Tentu saja prinsip ini kenyataannya paling kuat berlaku untuk kaum perempuan. Diakaitkan dengan kehidupan sosial yang ada di masyarakat, peristiwa Poligami lebih dominan daripada Poliandri. Serta pernikahan seorang duda dengan mudah dapat diterima sebagai alasan untuk menyelaraskan rumah tangga.

Kesetiaan seorang perempuan dalam statusnya sebagai seorang janda adalah pada keluarga suami. Ketika seorang perempuan telah menikah dengan laki-laki pilihannya, maka perempuan tersebut tidak hanya menyerahkan dirinya. Namun, menyerahkan seluruh hidup dan kehidupannya. Seorang perempuan yang menikah dengean pria pilihannya, maka perempuan tersebut akan menjadi bagaian dari keluarga pria pilihannya. Menjadi bagain keluarga tersebut, berarti menjalani pola hidup keluarga tersebut, termasuk tradisi dan adat yang digunakan dalam keluarga itu. Menjaga martabat dan kehormatan keluarga suami otomatis menjadi kewajiban dari seorang istri. Walaupun peristiwa yang buruk menimpa rumah tangga seseorang dengan berbagai penyebab yang mengakibatkan seseorang menjadi janda kewajiban tersebut harus tetap dilanjutkan. Kesetiaan pada keluarga suami seperti yangdilukiskan pada cerita-cerita di atas, sesungguhnya tidak terhenti pada status istri yang berubah menjadi janda.

Status janda sering sekali mendapatkan pandanga yang miring di masyarakat. Kisah perjuangan hidup seorang janda yang sukses membesarkan anaknya terkadang tidak cukup untuk menghilangkan kekhawatiran masyarakat keada seorang janda. Pemikiran yang terlintas ketika mengetahui seorang perempuan dalam kondisi janda adalah perempuan tersebut sendiri dan membutuhkan seseorang untuk menjadi teman berbagi. Maka sasrannya adalah seorang pria lajang atau mungkin suami orang. Di sinilah kesetiaan seorang janda diuji. Penting untuk menjaga martabat dirinya sendiri, apalagi bila memiliki seorang anak. Dalam hal ini menjadi figur single parent yang baik selalu menjadi idaman setiap anak yang tidak memiliki seorang ayah. Menyikapi kesetiaan pada dirinya sendiri, seorang janda mau tidak mau meluapkan segala waktunya dengan orientasi kerja. Bekerja dengan keras seolah menjadi jawaban dari kesendirian janda yang harus dilakukan. Hal ini justru memperlihatkan betapa terbatasnya ruang gerak seorang perempuan.

(14)

Selain itu, Seorang janda yang mengurus rumah tangganya sendiri mungkin saja dapat menggantikan peranan laki-laki dalam rumah tangga. Namun, kedudukan seorang suami sebagai kepala rumah tangga tidak sepenuhnya dapat digantikan. seorang lelaki dapat memilih, sedangkan seorang perempuan hanya boleh menuruti pilihan tersebut. Sesungguhnya janda adalah sebuah status yang tentu saja tidak diinginkan oleh seorang istri manapun di dunia ini. Pembatasan terhadap hak asasi kaum perempuan kembali terlihat dalam kasus seorang janda. Gambaran pernikahan seorang janda memang sulit ditemukan dalam karya-karya sastra sebagai sebuah institusi sosial. Berkaca pada Novel Tenggelamnya Kapal Vander Wijck, bahwa wacana tersebut memang sangat kuat mendapat dukungan. Hayati yang menjadi janda ingin memperoleh kembali cinta Zainuddin mantan pacar yang telah dikecewakannya. Namun, kenyataannya memang tidak seperti harapan Hayati. Zanuddin berpikir dua kali untuk menikahi mantan pacarnya tersebut. Bukan hanya persoalan dendam Zainuddin pada Hayati, tetapi keraguan seorang pemuda dalam menikahi janda sangat nampak dalam cerita ini.

Penulis laki-laki seperti Abdul Muis, Umar Kayam, dan Budi Darma, yang menuliskan kisah-kisah seorang janda sepertinya ingin merubah pandangan negatif menjadi positif mengenai image janda tersebut. Tokoh janda yang dilukiskan dalam karya pengarang-pengarang tersebut menunjukkan ketangguhan dan kekuatan seorang perempuan. Namun, kenyataannya pengarang-pengarang ini dalam ceritanya tidak ada yang mengkawinkan tokoh janda dengan seorang pria. Kisah janda dalam cerita tersebut masih berkutat pada persoalan untuk memperlihatkan kekuatan dan kehormatan seorang janda dalam konteks seorang perempuan. Pengakuan perempuan adalah sakti dan tangguh, tidak dapat dipungkiri memang dilukiskan dalam setiap cerita tersebut.

Di antara sekian banyak kehadiran perempuan pengarang diantara, diantaranya Nh. Dini, Kirana Kejora, Oka Rusmini, dan Cok Swaitri yang mengangkat kisah perempuan dalam sebuah cerita memberikan gambaran gerakan feminis yang begitu kuat. Namun, untuk persoalan janda yang menikah kembali pasca menjanda tidak begitu banyak diungkapkan. Persoalan kesetaraan gender dalam ruang gerak seni sastra masih menjadi topik utama yang dilukisakan oleh seorang perempuan. Ekspresi dan kritikan seorang wanita yang dituangkan dalam karyanya masih berkutat mengenai masalah tersebut. Eksplorasi yang berani tentang ekspresi seorang perempuan sangat jarang ditemukan dalam karya sastra.

Daftar Pustaka

Arjana, Putu Fajar. 2012. Gandamayu. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.

Bali di Persimpangan Jalan : Sebuah Bunga Rampai. 1995. Denpasar : Nusa Data IndoBudaya.

(15)

Covarrubias, Miguel. 2013. Pulau Bali : Temuan Yang Menakjubkan. Denpasar : Udayana University Press.

Creese, Helen. 2012. Perempuan Dalam Dunia Kakawin : Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali. Denpasar : Pustaka Larasan.

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembanagn Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudyaan. Dini, Nh. 1983. “Naluri yangMendasari Penciptaan”. Dalam Pamusuk Eneste (Ed).

Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang. Jakarta: Gramedia, h. 110-124.

Kejora, Kirana. 2011. Air Mata Terakhir Bunda. Jakarta : Hi-Fest Publishing.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2012. Media Peremuan Anak : Bangga Jadi Single Parent Bangga Menjadi Perempua Mandiri. Jakarta : Kementrian (Ed. 02 Th. 2012).

Karim, Haji Abdul Karim. 1938. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Jakarta : Bulan Bintang. Muis, Abdul. 1928. Salah Asuhan. Jakarta : Balai Pustaka.

Putra, I Nyoman Darma. 2010. Tonggak Baru Sastra Bali Modern. Denpasar : Pustaka Larasan. Rosidi, Ajip. 1995. Sastra dan Budaya. Jakarta : Pustaka jaya.

Sastra Indonesia Modern : Kritik Postkolonial. 2008. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Sawitri, Cokorda. 2007. Janda Dari Jirah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Soetama, Gde Aryatha. 2009. Bali Tikam Bali. Denpasar : Arti Foundation

Sumarjo, Jakob.,Saini, KM. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Sugono, Dendy. 2003. Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya offset. Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Toer, Pramodya Ananta. 2007. Cerita Calonarang. Jakarta : Lentera Dipantara

http://sosbud.kompasiana.com/2014/02/12/ketika-harus-menjadi-single-parent-631303.html

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan hasil analisi regresi berganda dapat kita lihat bahwa seluruh variabel independen yaitu persepsi keadilan

Aktivitas guru yang baik dalam kegiatan pembelajaran dengan metode inkuiri membantu siswa meningkatkan hasil belajar kimia dengan materi sifat koligatif larutan di kelas

Berdasarkan hasil pembahasan dapat diberikan kesimpulan bahwa seluruh variabel independen yaitu iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan baik terhadap

Di samping Barus, kota atau daerah lain di Sumatera Utara yang menjadi pusat budaya maritim pada era klasik adalah sejumlah terras dan reinos di pantai

kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak

Di atas kedua-dua sisi lipatan vokal (lubang dan ligamentum sendiri) adalah vestibular atau lipatan lipatan vokal palsu yang mempunyai poket kecil di antara dua

Lin (2013: 158-162) mengatakan bahwa penggunaan media berupa web applications dapat meningkatkan motivasi dan performance siswa mengingat penggunaan ICT yang cukup pesat di

Berdasarkan efisiensi biaya, penggunaan umbi benih bawang merah berukuran sedang dapat digunakan untuk menghasilkan produksi yang tidak berbeda dengan penggunaan umbi