• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sholeh Avivi. PENGARUH LAMA STERILISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sholeh Avivi. PENGARUH LAMA STERILISASI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PENGARUH LAMA STERILISASI MEDIA TUMBUH DAN VARIASI LENGAS TANAH DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN Aspergillus flavus PADA KACANG TANAH

Sholeh Avivi

Jurusan Budidaya Pertanian., Fakultas Pertanian Universitas Jember, Jl. Kalimantan 37, Jember 68121, e-mail: avi_vi@yahoo.com

ABSTRACT

Avivi, S. 2005. Effect of Soil Sterility and Soil Water Content Treatments in Reducing the

Aspergillus flavus Development on Peanut. Agrikultura 16(3): 189-194.

The peanut seed that were infected by A. flavus could contain aflatoxin, the heart cancer cause. The A. flavus contamination could be reduced by agronomic treatment. The aims of this research were: (1) to reduce the A. flavus infection on peanut seed and pod by agronomic treatment, (2) to investigate the effect of soil steril and soil water content treatments on A. flavus infection, and (3) to find the best agronomic technique to control the

A. flavus. Complete randomized design factorial with five replication and two factors was used to achieve those objectives. The result showed that the interaction between soil steril and soil water content treatments was not significant. The soil water content 70%-80% field capacity (FC) significantly affect total pod weight, spores number on pod, spores density on pod, and A. flavus infection on pod. Soil sterilization using hot water steam 10 hours significantly affected the total plant weight and the number of abnormal pod. The best treatment to reduce the infection of A. flavus on peanut plantation was soil water content 70%-80% field capacity. This treatment could reduce A. flavus infection on pod until 500% compare to the 100% FC treatment.

Key words: A. flavus, soil water content, soil sterility, peanut

ABSTRAK

(4)

2 menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 5 ulangan dengan dua faktor, yaitu lengas tanah dan sterilisasi tanah dengan uap air panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan lengas tanah dan sterilisasi tanah pada semua parameter. Lengas tanah 70%-80% kapasitas lapang (KL) berpengaruh nyata pada parameter berat polong total per polybag, diameter A. flavus pada polong, persentase polong terserang A. flavus, dan jumlah spora A. flavus pada polong. Sterilisasi tanah selama 10 jam berpengaruh nyata pada berat berangkasan kering total per polybag dan jumlah polong hampa per polybag. Perlakuan terbaik untuk mengurangi perkembangan A. flavus selama proses budidaya kacang tanah adalah lengas tanah 70%-80% KL. Perlakuan ini dapat menurunkan serangan A. flavus

pada polong hingga 500% dibandingkan dengan perlakuan lengas tanah 100% KL.

Kata kunci: A. flavus, lengas tanah, sterilisasi tanah, kacang tanah

PENDAHULUAN

Kondisi iklim tropis Indonesia yang berkelembaban tinggi dan cara budidaya serta cara penanganan pasca panen kacang tanah yang selama ini dipraktekkan, sangat mempengaruhi perkembangan dan penyebaran A. flavus, fungi yang menghasilkan aflatoxin. Aflatoxin adalah mikotoksin yang terbentuk saat kacang tanah terinfeksi oleh fungi A. flavus

dan atau A. parasiticus. Toksin ini menyebabkan hepatotoksik, karsinotoksik, dan teratogenik (Duryatmo, 2001a; b). Sebanyak 58% kejadian kanker liver dan tumor liver (hepatitis carcinoma) telah dideteksi disebabkan oleh aflatoksin (Bryden 1999; Sudjadi et. al.

1999; Rais, 1998).

Selama ini kandungan aflatoxin pada kacang tanah impor maupun lokal kurang diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, masih banyak biji kacang tanah yang terasa pahit jika dikonsumsi dan ini menunjukkan kandungan aflatoxinnya lebih dari 1000 ppm. Penyebabnya adalah infeksi A. flavus pada pertanaman kacang tanah di lapang, pada benih kacang tanah di penyimpanan, benih di pasaran, dan pada biji konsumsi, kerusakannya mencapai 60-80% dengan kandungan aflatoksin 40-4100 ppm. Sedangkan kandungan aflatoksin pada kacang tanah siap saji yang beredar di supermarket dan pasar-pasar lokal mencapai 1000 ppm (Sudjadi et. al. 1999).

(5)

maksimum 50 ppm (Duryatmo, 2001b; Hansen & Norman 1999). Di Indonesia sejauh ini belum ada ketentuan resmi dari pemerintah

Kontaminasi aflatoxin pada kacang tanah telah menjadi masalah di seluruh pertanaman kacang tanah dunia (Will et al. 1994). Penggenangan lahan telah diketahui dapat menurunkan resiko dan tingkat kontaminasi aflatoxin (Hansen & Norman 1999). Menurut Schearer et al. (1999) produksi aflatoxin pada biji kacang tanah terjadi apabila kacang tanah terinfeksi oleh fungi A. flavus dan atau A. parasiticus. Kedua fungi tersebut hanya dapat berkembang pada kondisi lengas tanah 80-95% dan temperatur 25-320C. Pada kisaran lengas tanah dan suhu di luar kondisi tersebut kedua fungi tersebut hampir tidak dapat berkembang.

Infeksi A. flavus dan A. parasiticus di lapang dapat berasal dari fungi yang sudah berkembang di lahan pertanian, karena itu rotasi tanaman dapat digunakan untuk mengurangi infeksi fungi tersebut (Wright & Cruickshank 1999). Kondisi tanah yang telah steril dengan perlakuan tertentu dapat dipastikan akan mengurangi infeksi.

Kontaminasi Aspergillus dapat dikurangi dengan memberi perlakuan budidaya dan perlakuan pascapanen hingga di penyimpanan yaitu perlakuan kandungan air media tanam, rotasi tanaman, pengaturan kepadatan tanaman, pengaturan iklim mikro tanah dengan pemberian mulsa, penggunaan varietas tahan kering di lahan kering, cara dan intensitas pengeringan saat panen, teknik pencucian dan penggunaan fungisida sebelum benih disimpan, dan sebagainya (Piva et al., 1995; Schearer et al 1999; Wright & Cruicksank 1999).

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengurangi infeksi A. flavus pada biji atau polong kacang tanah selama proses budidaya (2) mengetahui pengaruh sterilisasi tanah dan lengas tanah terhadap perkembangan A. flavus (3) menemukan teknik budidaya terbaik untuk mengontrol A. flavus selama budidaya kacang tanah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember pada bulan April sampai dengan bulan Oktober 2002.

(6)

4 2. Uji persentase biji terinfeksi A. flavus dari tanaman yang ditumbuhkan pada tanah

yang disterilkan dengan lama bervariasi dan lengas tanah yang berbeda. Uji ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu (1) lama sterilisasi media tanam dengan 3 taraf yaitu: media dipanaskan dengan uap air panas pada suhu 80-900C 5 jam (S2), 10 jam (S3). Sedangkan kontrolnya digunakan media yang tidak dipanaskan (S1); (2) lengas tanah dengan 3 taraf yaitu: A1 lengas tanah 100% KL, A2 lengas tanah 85%-95% KL, dan A3 lengas tanah 70%-80% KL. Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 5 kali.

Media tumbuh yang digunakan adalah campuran tanah top soil, pasir, dan pupuk kandang (1:1:1 v/v). Tiap polibag berisi 8 kg media steril dan ditanami dengan 2 biji kacang tanah yang sudah disterilisasi permukaannya. Penjarangan dilakukan pada 7 hari setelah tanam (7 HST) dengan menyisakan 1 tanaman per polibag. Selama pertumbuhan tanaman, lengas tanah dijaga dengan mengatur lengas tanah sesuai perlakuan. Pada saat panen yaitu pada 90 HST diamati (1) berat berangkasan total per polybag, (2) berat polong total per polybag, (3) jumlah polong normal per polybag, dihitung berdasarkan kriteria fisik (warna dan bentuk), (4) persentase polong terserang A. flavus, dihitung dengan metode UKDDP,

di-shaker dalam aquades, dan menggunakan media agar selama10 hari, (5) jumlah biji normal per polybag, dihitung berdasarkan kriteria fisik (warna dan bentuk), (6) berat 100 biji per perlakuan, (7) persentase biji yang terserang A. flavus, dihitung dengan metode UKDDP,

di-shaker dalam aquades, dan menggunakan media agar selama 10 hari, dan (8) daya berkecambah, dihitung dengan metode UKDDP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah polong dan biji kacang tanah terinfeksi A. flavus sebelum tanam. Penyortiran polong kacang tanah normal sebelum tanam dilakukan berdasarkan karakteristik umum polong normal antara lain: polong berbentuk utuh dengan guratan yang jelas, tidak tampak kusut, kulit polong berwarna coklat normal dan keras, sedangkan untuk benih dipilih yang sehat berwarna merah muda dengan bentuk utuh, tidak kusut dan bernas. Penyortiran polong dan benih sebelum tanam sangat efektif mengurangi serangan A. flavus pada polong dan benih sampai dengan 50%. (Tabel 1).

Tabel 1. Persentase infeksi A. flavus pada polong dan benih

Perlakuan % polong terinfeksi % benih terinfeksi

Tidak Disortir 41a 44a

Disortir 26a 22b

(7)

Uji persentase biji terinfeksi A. flavus dari tanaman yang ditumbuhkan pada tanah steril dengan lengas tanah yang berbeda

Pada percobaan ini, hasil perhitungan pada semua parameter menunjukkan tidak terdapat interaksi antara faktor sterilisasi media tanam dengan faktor lengas air tanah. Interaksi antara kedua faktor perlakuan menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5% (Tabel 2 dan Tabel 3).

Pada minggu pertama setelah tanam sampai minggu keempat setelah tanam lengas tanah mempengaruhi tinggi tanaman. Tanaman-tanaman dengan perlakuan lengas tanah 100% KL lebih cepat mencapai tinggi maksimal daripada tanaman-tanaman dengan lengas tanah lebih rendah (data pengamatan mingguan tidak ditunjukkan). Makin tinggi kandungan air media memungkinkan ketersediaan hara yang lebih baik, sehingga memungkinkan tanaman menyerap hara lebih baik.

Menurut Fitter dan Hay (1991), laju pertumbuhan sel-sel tanaman dan efisiensi proses fisiologis mencapai tingkat tertinggi bila sel-sel berada pada turgor maksimum yang dapat dicapai jika kandungan air tanah optimum. Sedangkan Jumin (1992) menyatakan bahwa lengas tanah yang lebih tinggi menyebabkan penampakan dinding sel menjadi lebih lunak dan sel-sel tanaman lebih mudah mengalami pemanjangan. Cekaman air yang lama dapat meningkatkan tebal dan kepadatan kutikula, menurunkan pemasukan, pelaluan air, dan metabolisme dalam tubuh tanaman. Status ini menimbulkan kelambatan pada pertumbuhan batang dan daun, mengurangi pembelahan sel dan mengurangi sintesa protein.

Sterilisasi media tanam dan lengas tanah mempunyai pengaruh tidak nyata pada jumlah polong total per polybag, polong normal per polybag, dan berat 100 biji per perlakuan, namun sterilisasi media tanam berpengaruh nyata pada jumlah polong hampa per polybag. Sterilisasi media tanam yang tinggi menyebabkan lebih banyak hara yang teroksidasi. Ketersediaan hara yang rendah, terutama hara makro, mengakibatkan pengisian polong menjadi berkurang, sehingga tanaman-tanaman dengan perlakuan sterilisasi media tanam lebih tinggi mempunyai polong hampa yang tinggi pula. Fitter dan Hay (1991) menyebutkan bahwa pertumbuhan yang optimum dari suatu tanaman membutuhkan suplai yang cukup untuk semua hara, sehingga terjadi interaksi yang nyata

(8)

6 Tabel 2. Rerata hasil pengamatan akibat pengaruh sterilisasi media tanam

No Parameter Lama Sterilisasi Media

0 jam 5 jam 10 jam

1. Berat 100 benih/perlakuan (gram) 39,6 41,7 39,0

2. Berat polong total/perlakuan (gram) 45,7 51,9 50,5

3. Berat basah brangkasan (gram) 82,1 93,3 98,2

4. Berat kering brangkasan (gram) 60,9a 79,0ab 70,4b

5. Tinggi tanaman (cm) 47,2 48,0 48,7

6. Jumlah polong total perpolibag 17,1 21,5 22,1

7. Jumlah polong normal perpolibag (butir) 14,7 17,9 17,0

8. Jumlah polong hampa (butir) 2,5a 3,7a 5,1b

9. Jumlah spora A. flavus pada polong 0,9 0,7 0,8

10. Jumlah spora A. flavus pada benih 0,4 0,1 0,2

11. Persentase polong terserang A. flavus 29,6 14,8 22,2

12. Persentase polong terserang A. flavus 1,1 0,4 0,7

13. Daya Kecambah 97,8 94,4 95,6

Keterangan: angka rata-rata dari lima kali ulangan yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasar uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 3. Rerata hasil pengamatan akibat pengaruh variasi lengas tanah

No Parameter Lengas tanah

100% KL 85-95% KL 70-80% KL

1. Berat 100 benih/perlakuan (gram) 40,6 40,0 39,7

2. Berat polong total/perlakuan (gram) 54,8a 52,3a 41,0b

3. Berat basah brangkasan (gram) 95,6 90,7 87,3 11. Persentase polong terserang A. flavus 40,7a 18,5b 7,4c 12. Persentase polong terserang A. flavus 1,1 1,1 0,0

13. DK=Daya Kecambah 93,3 96,7 97,8

Keterangan: angka rata-rata dari lima kali ulangan yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasar uji Duncan pada taraf 5%.

Tanaman kacang tanah dengan lengas tanah 85%-95% KL dapat menghasilkan polong terbanyak. Lengas tanah 85%-95% KL menghasilkan tinggi tanaman yang optimum untuk pembentukan ginophor. Ginofor yang terbentuk dapat lebih mudah mencapai permukaan tanah, sehingga lebih banyak polong yang terbentuk.

(9)

mengungkapkan bahwa pembungaan, pembuahan, dan pengisian biji/buah akan gagal bila cekaman air berlangsung lama.

Berkurangnya polong yang terbentuk pada perlakuan lengas tanah 70%-80% KL (A3) juga dapat diakibatkan menurunnya aktifitas fotosintesis yang diakibatkan oleh kurangnya air. Kekurangan air menyebabkan pengambilan hara dari tanah berkurang dan stomata pada daun menutup, sehingga hasil akhir berkurang. Menurut Fitter dan Hay (1991), bahwa cekaman air ringan sampai sedang menyebabkan penutupan stomata, sehingga memotong suplai karbon dioksida ke sel-sel mesofil. Sementara Noggle dan Fritz (1983) menyampaikan bahwa hasil akhir fotosintesis dan translokasinya dari daun menurun seiring dengan menurunnya kapasitas air. Menurunnya aktifitas fotosintesis serta berkurangnya translokasi hasil fotosintesis dari daun akan menghambat proses-proses metabolisme lain dalam tanaman, termasuk pembentukan bunga dan polong.

Lama sterilisasi media tanam juga mempunyai pengaruh yang lebih beragam terhadap berat 100 biji per perlakuan daripada lengas tanah (Tabel 3), walaupun berbeda tidak nyata. Sterilisasi dengan lengas tanah lebih tinggi mempunyai kadar berat 100 biji per perlakuan lebih kecil. Kadar hara yang lebih rendah menyebabkan saat pengisian polong menjadi kurang maksimal. Hasil metabolisme dalam bentuk protein dan karbohidrat yang banyak terakumulasi dalam biji menjadi lebih rendah, sehingga berat akhir biji juga lebih rendah.

Perkembangan A. flavus sangat dipengaruhi oleh lengas air tanah. Lengas tanah yang tinggi menyebabkan kelembaban media juga lebih tinggi. Kelembaban yang tinggi sangat baik bagi perkembangan fungi termasuk pula fungi A. flavus. Media dengan lengas tanah 100% KL lebih banyak mengandung spora A. flavus (Tabel 3)

Uji serangan fungi dengan substrat kertas saring menunjukkan infeksi A. flavus lebih banyak terjadi pada polong daripada biji. Perbedaan jumlah polong yang terinfeksi A. flavus

pada hari kelima dan ketujuh menunjukkan media dengan lengas tanah 100% KL mempunyai persentase polong terserang A. flavus lebih tinggi daripada media dengan lengas tanah 85%-95% KL dan media dengan lengas tanah 70% - 80% KL. Diameter perkembangan spora lebih cepat terjadi pada lengas tanah yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan spora lebih banyak terdapat pada polong dengan lengas tanah yang lebih tinggi.

Kerapatan (jumlah) spora yang menginfeksi polong kacang tanah dengan lengas tanah 100% KL lebih tinggi daripada kacang tanah dengan lengas tanah yang lebih rendah, demikian pula dengan biji kacang tanah, bahkan pada lengas tanah 70%- 80% KL tidak ditemukan adanya spora A. flavus pada biji kacang tanah (Tabel 3).

(10)

8 ini persentase polong yang terserang A. flavus padaperlakuan lengas tanah paling rendah (70-80% KL) dapat menurunkan serangan hingga 500% jika dibandingkan dengan perlakuan lengas tanah 100% KL. Fakta ini sejalan dengan pendapat Rahmianna (2001) dalam

Duryatmo (2001a) yang menyebutkan bahwa A. flavus dan A. parasiticus hanya dapat berkembang baik pada kisaran lengas tanah 80%-95%. Alexopoulus dan Mims (1994) juga menyebutkan bahwa populasi A. flavus akan menurun selama musim kering. Dengan demikian mungkin akan lebih tepat jika penanaman kacang tanah dilakukan pada akhir musim kering (September sampai November).

SIMPULAN

Tidak terdapat interaksi antara faktor sterilisasi media tanam dan lengas air tanah. Sterilisasi media tanam berpengaruh nyata pada berat berangkasan kering total per polybag dan jumlah polong hampa per polybag. Sedangkan lengas tanah berpengaruh nyata pada berat polong total per polybag dan berpengaruh sangat nyata pada diameter perkembangan A. flavus

pada polong, persentase polong terserang A. flavus, dan jumlah spora A. flavus pada polong. Perlakuan terbaik untuk mengurangi infeksi A. flavus di pertanaman kacang tanah adalah lengas tanah 70%-80% (A3). Perlakuan ini dapat menurunkan serangan A. flavus pada polong hingga 500% dibandingkan dengan perlakuan lengas tanah 100% KL (A1).

UCAPAN TERIMA KASIH

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus and Mims. 1979. Introductory Mycology. 3rd Edition. John Willey and Sons's. New York.

Bryden, WL. 1999. Aflatoxin and Reduction in Contaminated Commodities. Pp. 18-20 in

ACIAR proceeding: Elimination of Aflatoxin Contamination in Peanuts. (RG. Dietzgen ed). Pirie Printers Pty Limited, Canberra.

Duryatmo, S. 2001a. Racun Mematikan Itu Bernama Aflatoxin. Trubus 374. Januari 2001/XXXII. pp 69-70.

__________. 2001b. Maaf Semua Pintu Tertutup bagi Aflatoxin, Trubus 374. Januari 2001/XXXII pp 70.

Fitter, AH and RKM. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. (Terjemahan). Gadjah Mada University Pers. Yogyakarta.

Hansen, RB and KL. Norman. 1999. Economic Importance of Aflatoksin to The Australian Peanuts Industry. Pp. 7–9 in ACIAR Proceeding Elimination of Aflatoxin Contamination in Peanuts. (RG. Dietzgen ed.). Pirie Printers Pty Limited, Canberra.

Noggle, GR and GJ Fritz. 1983. Introductory Plant Physiology. Prentice Hall. New Jersey.

Jumin, HB. 1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Pers. Jakarta.

Piva, GF, Galvano, A Pietri, and A Piva. 1995. Detoxification methods of Alatoxin: A Review. New York. Agricola 1997.

Rais, SA. 1998. Groundnut Breeding in Indonesia. Contribution Paper in ACIAR Project Annual Meeting, Bogor. 10p.

Schearer, C, GC Wright, S Krosch, J Tatnell, and A Kyei. 1999. Effect of Temperature on Growth and Aflatoxin Production by Non Toxigenic and Toxigenic Aspergillus flavus. ACIAR Food Legumes Newsletter. 28:(in press).

Sudjadi, S, M Mahmud, DS Damardjati, A Hidayat, and A Widiawati. 1999. Aflatoxin Research in Indonesia. Pp. 23–25 in ACIAR Proceeding: Elimination of Aflatoxin Contamination in Peanut. (RG. Dietzgen ed). Pirie Printers Pty Limited, Canberra.

Will, ME, CC Holbrook, and DM Wilson. 1994. Evaluation of field inoculation techniques for screening peanut genotypes for reaction to preharvest A. flavus group infection and aflatoxin contamination. Peanut Science. 21:122-125.

Gambar

Tabel 2. Rerata hasil pengamatan akibat pengaruh sterilisasi media tanam

Referensi

Dokumen terkait

tambahan. Latar waktu dalam cerita berlangsung selama delapan tahun, yakni mulai tahun 2008 sampai 2015 yang menjadi tahun terbitnya novel AAC 2. Latar tempat dalam novel ini,

Sehubungan data dalam instrument dalam penelitian ini masih berbentuk ordinal, maka digunakan Methode of sucsesive interval (MSI) yaitu suatu metode yang digunakan untuk

Dari penegasan istilah diatas, maka pengertian seluruhnya dari judul skripsi Bimbingan Karir Terhadap Anak Tuna Netra di Sekolah Luar Biasa Putra Manunggal Kecamatan

Diharapkan, dari penelitian tentang kombinasi model pembelajaran Problem Solving berbantuan dengan Peer Tutoring yang dilengkapi dengan hierarki konsep akan saling

Selanjutnya, menggunakan sampel perusahaan yang mengalami penurunan nilai goodwill, dokumen analisis regresi hubungan negatif kemampuan manajerial dengan penurunan nilai

Ada asumsi yang menyatakan mempelajari Komunikasi Antar Budaya sama halnya dengan Komunikasi Lintas Budaya, dalam hal ini KLB dan KAB berbeda nyata namun dalam teori

Format pengembangan program yang dimaksud berupa bahan cetak, berupa buku teks, urutan proses atau prosedur dalam rancangan sistem, yang dilengkapi video uji coba