• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi remaja - Identifikasi Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dengan Metode Analisis Faktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi remaja - Identifikasi Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dengan Metode Analisis Faktor"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Remaja 2.1.1 Definisi remaja

Menurut Papalia (2004) remaja adalah transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif, dan perubahan sosial. Lahey (2004) menyatakan bahwa remaja adalah periode yang dimulai dari munculnya pubertas sampai pada permulaan masa dewasa.

Hurlock (1999) mengemukakan istilah adolescence atau remaja yang berasal dari bahasa latin adolescence yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini juga mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.

Menurut Padgett (1999) secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir sampai menjadi matang secara hukum.

Batasan remaja menurut WHO lebih konseptual. Dalam definisi ini

dikemukakan 3 kriteria yaitu biologi, psikologi, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

Remaja adalah suatu masa dimana:

(2)

2. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identitas dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik, usia dimana individu mulai berhubungan dengan masyarakat, dan telah mengalami perkembangan tanda-tanda seksual, pola psikologi, dan menjadi lebih mandiri.

2.1.2 Pembagian Masa Remaja

Menurut Monks (2001) batasan remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu:

1. Fase remaja awal: usia 12 tahun sampai 15 tahun.

2. Fase remaja pertengahan: usia 15 tahun sampai 18 tahun.

3. Fase remaja akhir: usia 18 tahun sampai 21 tahun.

Batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia sendiri adalah antara usia 11 tahun sampai usia 24 tahun. Hal ini dengan pertimbangan bahwa usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual skunder mulai tampak. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal individu yang belum dapat memenuhi

persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologi. Individu yang sudah menikah dianggap dan diperlukan sebagai individu dewasa penuh sehingga tidak lagi digolongkan sebagai remaja (Sarwono, 2003)

(3)

individu yang berusia dibawah 18 tahun masih dianggap sebagai usia anak-anak atau remaja. The world health organization (WHO) memiliki batasan yang tidak jauh berbeda. Batasan usia remaja menurut WHO adalah individu yang berusia pada rentang 10-19 tahun.

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata batasan usia remaja berkisar 10 tahun sampai 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar 10-15 tahun, fase remaja berkisar 16-18 tahun dan fase remaja akhir berkisar 19-24 tahun.

2.2 Definisi pernikahan dini

Pernikahan usia muda terdiri dari dua kata yaitu pernikahan dan usia muda. Pernikahan berasal dari bahasa Arab yaitu An-nikah yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dalam pengertian fiqih nikah adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafaz perkawinan/pernikahan atau

yang semakna dengan itu.

Dalam pengertian yang luas pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah.

(4)

Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua. Seperti halnya juga telah dijelaskan dalam UU Repoblik Indonesia Nomor 1 pasal 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di dalam masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan di usia muda atau di bawah umur. Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di suatu daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak dahulu.

Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 20-25 tahun sementara laki-laki 24-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk

melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan sosial.

Melakukan perkawinan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah perkawinan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi

karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur.

(5)

diatas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Dan pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar human papiloma Virus HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Nugroho Kompono, 2007).

Dari penjelasan diatas, maka tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan usia muda pada kebanyakan yang dilakukan merupakan salah satu faktor utama masalah perkawinan, disebabkan setiap pasangan laki-laki dan perempuan belum memiliki sikap kedewasaan yang merupakan salah satu tolak ukur dalam memasuki sebuah kehidupan berkeluarga. Memang disatu sisi harus didasari bahwa kedewasaan seseorang tidak tidak bergantug pada umur, tetapi disisi lain kitapun perlu menyadari bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Yang mana masa keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, sifat sementara dan kedudukannya itu mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya, yang artinya pada masa peralihan itu sangat jarang ditemukan remaja yang betul-betul memiliki sikap kedewasaan, yang pada dasarnya untuk menempuh suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia, salah satu persyaratan mutlak yang harus dimiliki yaitu

sikap kedewasaan tersebut.

Sikap kedewasaan masing-masing pasangan remaja dalam kehidupan keluarganya, sedikit banyaknya akan mempengaruhi pola perilaku anak yang dilahirkannya, sebuah pernikahan yang harmonis diharapakan menghasilkan anak-anak yang baik yang mempunyai watak yang menyenangkan.

Maka dari itu remaja sebelum melangkah kejenjang perkawinan atau hidup berkeluarga sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan dirinya sedemikian rupa, sehingga keluarga yang akan dibentuknya tidak terlalu banyak mengalami masalah yang akan membawa pada perceraian.

(6)

juga pasangan harus memikirkan keperluan-keperluan dalam hidup berkeluarga. Dan pada intinya, setiap pasangan remaja yang ingin menikah, haruslah siap secara fisik/ ekonominya maupun secara mental dalam arti bahwa adanya sikap kedewasaan dalam memandang arti dari perkawinan itu sendiri, agar keluarga yang dibangunnya adalah keluarga yang sejahtera.

2.3 Sumber dan Data Sampel

Dalam penelitian, selalu dilakukan pengumpulan data yang merupakan alat bantu utama dalam penelitian. Berdasarkan cara memperolehnya, terdapat dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari objek-objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi. Dalam penelitian ini, data primer akan diperoleh dari pengujian kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Di penelitian ini data sekunder diambil dari fasilitas website serta rangkuman artikel yang ada di internet dari produsen produk dan pihak yang berkaitan.

(7)

Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel atau sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang bekaitan dengan masalah penelitian. Sampel adalah bagian dari populasi statistik yang cirinya dipelajari untuk memperoleh informasi tentang seluruhnya atau dapat juga dikatakan sebagai suatu bagian dari populasi atau semesta sebagai wakil (representasi) populasi atau semesta itu.

Ada beberapa macam sampel yang didapat dipergunakan sesuai keperluan dan jenis penelitian (Ary, Jacobs, & Sorensen, 2010), antara lain:

1. Random Sampling atau sampel acak adalah sebuah sampel yang terdiri dari unsur-unsur yang dipilih dari populasi dianggap random/acak bila tiap unsur-unsur yang dipilih dari populasi tersebut memiliki probabilitas atau kemungkinan yang sama untuk dipilih.

2. Sampel representatif ialah sampel yang kira-kira memiliki karakteristrik-karakteristik populasi yang relevan dengan penelitian yang bersangkutan. 3. Sampel sistematis adalah sebuah sampel yang proses pemilihannya dilakukan

secara sistematis dari populasinya. Sampel jenis ini banyak digunakan dalam penelitian statistika.

4. Sampel luas atau sampel kelompok (cluster sample) adalah sampel yang prosedur pengambilan sampelnya (sampling) menggunakan lokasi geografis

sebagai dasarnya.

5. Sampel bertingkat. Bila populasi ternyata terdiri dari bermacam-macam jenis (heterogen), maka populasi sedemikian itu dapat dibagi ke dalam beberapa stratum dan sampelnya dapat dipilih secara random dari tiap stratum.

6. Sampel kuota adalah sampel yang dipilih dari stratum-stratum yang tertentun yang dianggap cukup representatif bagi populasinya.

(8)

yang diteliti (Sheskin, 2000). Jika terdapat 20 variabel, maka sampel haruslah minimal 100 responden.

2.4 Skala pengukuran

Teknik pengukuran data yang digunakan adalah attitude scales, yaitu suatu kumpulan alat pengukuran yang mengukur tanggapan individu terhadap suatu objek atau fenomena.

Skala pengukuran dari data yang diperoleh adalah berupa skala ordinal dengan menggunakan skala Likert, dengan bobot nilai 5, 4, 3, 2, 1.

Berdasarkan skala pengukurannya data dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

1. Skala Nominal

Misalnya: jenis kelamin, agama, dan sebagainya. Sering juga data nominal diberi simbol bilangan saja. Misalnya : laki-laki diberi nilai 1, perempuan diberi nilai 2.

2. Skala Ordinal

Data yang diukur menggunakan ordinal selain mempunyai ciri nominal, juga mempunyai ciri berbentuk peringkat atau jenjang. Misalnya tingkat pendidikan nilai ujian (dalam huruf).

3. Skala Interval

Data yang diukur menggunakan skala interval selain mempunyai ciri nominal dan ordinal, juga mempunyai ciri interval yang sama.

(9)

Skala rasio ini selain mempunyai ketiga ciri dan skala pengukuran diatas, juga mempunyai nilai nol yang bersifat mutlak. Misalnya : umur, berat sesuatu, pendapatan, dan sebagainya.

2.5 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan banyaknya sampel dan pemilihan calon anggota sampel, sehingga setiap sampel yang terpilih dalam penelitian dapat mewakili populasinya (representatif) baik dari aspek jumlah maupun dari aspek karakteristik yang dimiliki populasi. Sampling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari populasi sehingga dengan meneliti dan memahami karakteristik sampel dapat digeneralisir untuk karakteristik populasi. Jarang sekali suatu penelitian dilakukan dengan cara memeriksa semua objek yang diteliti (sensus), tetapi sering digunakan sampling (Teken, 1965), alasannya adalah:

1. Biaya, waktu dan tenaga untuk menyelidiki melalui sensus.

2. Populasi yang berukuran besar selain sulit untuk dikumpulkan, dicatat dan dianalisis, juga biasanya akan menghasilkan informasi yang kurang teliti. Dengan cara sampling jumlah objek yang harus diteliti menjadi lebih kecil, sehingga lebih terpusat perhatiannya.

3. Percobaan-percobaan yang berbahaya atau bersifat merusak hanya cocok dilakukan dengan sampling.

(10)

1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.

2. Dapat menentukan ketepatan hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku dari taksiran yang diperoleh.

3. Sederhana dan mudah diperoleh.

4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah mungkin.

Dalam menentukan besarnya sampel dalam suatu penelitian, ada empat faktor yang harus dipertimbangkan yaitu:

1. Derajat keseragaman populasi.

2. Ketepatan yang dikehendaki dari penelitian.

3. Rencana analisis.

4. Tenaga, biaya dan waktu.

Teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Probability sampling, meliputi:

a. Simple random sampling (populasi homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada. Teknik ini hanya digunakan jika populasinya homogen.

b. Proportionale stratifiled random sampling (populasi tidak homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan memperhatikan strata yang ada. Artinya setiap strata terwakili sesuai proporsinya.

(11)

tetapi kurang proporsional, artinya ada beberapa kelompok strata yang ukurannya kecil sekali.

d. Cluster sampling (sampling daerah) yaitu teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika sumber data sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan.

2. Non probability sampling, meliputi: sampling sistematis, sampling kuota, sampling incidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling

2.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

2.6.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur sesuai dengan apa yang ingin diukur. Hubungan antara suatu pengukuran dengan suatu kriteria biasanya digambarkan dengan nilai korelasi, yang biasa disebut koefisien validitas. Menurut American Psycological Assiciation (1985), ada 3 (tiga) tipe validitas, yaitu:

1. Content Validity, yaitu uji validitas yang menggunakan pembuktian secara

logika yang mengukur sejauh mana isi alat ukur telah mewakili semua aspek kerangka konseptual yang diinginkan.

2. Criterion-Related Validity, yaitu uji validitas yang berkaitan dengan hasil suatu alat uji dengan kriteria yang telah ditentukan. Validitas ini memiliki dua

(12)

a. Concurrent Validity, yang menunjukkan hubungan antara alat uji dengan keadaan sekarang.

b. Predictive Validity, yang menunjukkan hubungan antara hasil pengukuran dengan keadaan yang akan datang.

Hubungan suatu uji atau pengukuran dengan kriteria biasanya digambarkan dengan nilai korelasi, yang disebut koefisien validitas.

Dalam kenyataannya jarang dijumpai koefisien validitas yang lebih besar dari 0,6 dan koefisien validitas yang bekisar antara 0,3-0,4 dapat dianggap cukup valid.

3. Construct Validity, adalah suatu konsep yang dapat dijabarkan berdasarkan suatu konsep teoritis, tetapi tidak dapat diukur secara langsung dan sangat sulit untuk menghindari dari kesalahan pengukuran (measurement error). Construct validity adalah suatu metode pengujian validitas yang digunakan untuk melihat hubungan antar hasil pengukuran dengan konsep teoritis yang melatar belakanginnya. Menurut Kaplan dan Saccuzo (1993), validitas konstrik ditetapkan melalui sederetan aktifitas tentang suatu yang akan diukur, yang didefinisikan oleh peneliti. Untuk menghitung validitas ini dapat digunakan sebagai rumus sebagai berikut:

√{ ∑ (∑ ) (∑ ∑ ) (∑ ) }{ ∑ (∑ ) } (2.1)

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi

X = skor pertanyaan Y = skor total

(13)

2.6.2 Reliabilitas

Realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengukuran yang memiliki realibilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reabel.

Sifat reliabel diperlihatkan oleh tingginya reabilitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai

keadaan subjek atau individu yang diuji sebagai responden. Apabila informasi itu keliru digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan suatu kesimpulan keputusan, maka tentulah kesimpulan dan keputusan itu tidak akan tepat.

Tinggi rendahnya realibilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Estimasi koefisiensi reliabilitas dapat dilakukan dengan metode pendekatan konsistensi internal, karena metode pendekatan ini hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek.

Metode yang digunakan untuk menguji realibilitas adalah metode Alpha Cronbach. Coefficient Cronbach Alpha merupakan statistik yang penting digunakan sebagai ukuran keandalan dari psychometric instrumen. Pertama kali nya dikenal sebagai alfa oleh Cronbach (1951), yang merupakan perpanjangan dari versi sebelumnya yaitu Kuder Formula-Richardson 20 (sering disebut dengan KR ke-20), yang sama untuk dichotomous item.

Cronbach Alpha adalah koefisien dari konsistensi dan mengukur seberapa baik satu set variabel atau item satu untuk membangun sebuah variabel laten. Dan pada sebuah penelitian koefisien dari Cronbach’s alpha akan memperkirakan berapa kuat

(14)

item. Dalam pengujian intrument penelitian, jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60. (Ade Fatma, 2007).

Nilai Alpha Cronbach diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(

) (

)

(2.2)

Keterangan:

= nilai (koefisien) Alpha Cronbach

= banyaknya variabel penelitian

∑ = jumlah varians variabel penelitian

= varians total

2.7 Analisis Faktor

Pada awalnya teknik analisis faktor dikembangkan pada awal abad ke-20. Teknik analisis ini dikembangkan dalam bidang psikometrik atas usaha ahli statistika Karl Pearson, Charles Spearman, dan lainnya untuk mendefinisikan dan mengukur intelegensi seseorang.

Analisis faktor merupakan alat pereduksi, mengekstraksi sejumlah faktor

bersama (common faktor) dari gugusan asal , ,..., sehingga:

1. Banyaknya faktor lebih sedikit sedikit dari variabel asal X. 2. Sebagian besar informasi variabel X, tersimpan dalam faktor. Kegunaan:

(15)

2. Mempermudah interpretasi hasil analisis, sehingga diperoleh Informasi yang lebih riil dan sangat berguna.

3. Pemetaan dan pengelompokkan objek berdasarkan karakteristik faktor tertentu. 4. Mendapatkan data variabel konstruks (skor faktor ) sebagai data input analisis lebih lanjut (analisis diskriminan, regresi, kluster, MANOVA, path, model stuctural, MDS, dan lain sebagainya).

Menurut Johnson dan Wichern (1982), analisis faktor merupakan teknik analisis multivariat yang bertujuan untuk meringkas sejumlah p variabel yang diamati menjadi sejumlah m faktor penting, dengan m p. Misal X adalah vektor random teramati dengan yang memiliki p komponen pada pengamatan ke-i, dengan vektor rata-rata dan matriks kovariansi . Vektor X bergantung secara linier dengan variabel yang disebut faktor bersama dan sejumlah sumber variansi dari

yang disebut faktor spesifik.

Model analisis faktor menurut Johnson dan Wichern adalah:

(2.3)

Dengan

: variabel ke-i

: rata-rata variabel ke-i

: bobot variabel (factor loading) ke-i pada faktor ke-j

: faktor bersama (common factor) ke-j

(16)

i = 1, 2,..., p ; j = 1, 2,..., m

Faktor spesifik berkorelasi satu dengan yang lain dan dengan common factor. Common factor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel yang diteliti., dengan persamaaan:

2.4)

dimana:

= Faktor ke-j yang diestimasi

= Bobot atau koefisien skor faktor

= Banyaknya variabel X pada faktor ke-p

Jika dituliskan dalam notasi matriks, model analisis faktor adalah

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

[

] [

] [ ] [ ] (2.5)

Asumsi yang mendasari model analisis faktor adalah:

1. Vektor dan saling bebas, ( ) ( )

(17)

3. Faktor spesifik tidak saling berkorelasi, ( ) ( )

Dengan [

]

Model analisis faktor menyatakan struktur kovariansi dari X. Model (2.5) dapat diperoleh:

( )( ) ( )( )

( )(( ) )

( ) ( )

Sehingga,

( )

(( )( ) ) (2.6)

( ) ( ) ( ) ( )

Dari persamaan (2.6) diperoleh ( )

Model (2.5) juga dapat diperoleh

( ) ( )

Sehingga,

(18)

( ) ( )

Dari persamaan (2.7) diperoleh ( )

Menurut Dillon dan Goldstein (1984), variabel dapat dipartisi menjadi dua bagian yang tidak berkorelasi yaitu:

(2.7)

Dengan . Karena faktor bersama dan spesifik diasumsikan tidak berkorelasi sehingga faktor bersama mempunyai unit variansi, maka variansi dari dapat dipartisi menjadi:

( ) ( ) ( ) (2.8)

Dengan ( ) menunjukkan variansi bersama dan ( ) menunjukkan variansi spesifik dari . Penjumlahan kuadrat bobot variabel disebut komunalitas. Jika dinotasikan sebagai komunalitas dari variabel ke-i, maka ditulis

( ) ( )

Sehingga didapat komunatilas yaitu ( ) dan

(19)

2.8 Langkah-langkah Analisis Faktor

2.8.1 Tabulasi Data

Data yang telah diperoleh dari penyusunan serta penyebaran kuesioner di tempat-tempat yang telah ditentukan, kemudian data-data ini dikumpulkan serta ditabulasikan pada kolom-kolom agar mempermudah untuk dikonversi pada software yang akan digunakan.

2.8.2 Pembentukan Matriks Korelasi

Matriks korelasi merupakan matrik yang memuat koefisien korelasi dari semua koefisien korelasi dari semua pasangan variabel dalam penelitian ini. Matriks ini digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variabel penelitian. Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor.

Dalam tahap ini, ada dua hal yang perlu dilakukan agar analisis faktor dapat dilaksanakan yaitu :

1. Penentukan besaran nilai Barlett Test of Sphericity, yang digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi signifikan antar variabel.

Statistik uji bartlett adalah sebagai berikut:

[( ) ( )] | | (2.10)

(20)

Keterangan :

= jumlah observasi

= jumlah variabel

| | = determinan matriks korelasi

2. Penentuan Keiser-Meyesr-Okliti (KMO) Measure of Sampling Adequacy, yang digunakan untuk mengukur kecukupan sampel dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya.

∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

( 2.11)

Keterangan :

= koefisien korelasi sederhana antara variabel ke- dan

= koefisien korelasi parsial antara variabel ke- dan

ke-MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel.

∑ (2.12)

Keterangan :

= koefisien korelasi sederhana antara variabel ke- dan

(21)

ke-Kriteria kesesuaian dalam pemakaian analisis faktor adalah (Kaiser, 1974):

1. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat memuaskan. 2. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan. 3. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah. 4. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup.

5. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan. 6. Jika harga KMO kurang dari 0,5 tidak dapat diterima.

Angka MSA bekisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk intepretasi adalah sebagai berikut:

1. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya.

2. Jika MSA lebih besar dari setengah 0,5 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.

3. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka variabel tersebut tidak dapat dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

2.8.3 Ekstrasi Faktor

Pada tahap ini, akan dilakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan ekstrasi terhadap sekumpulan variabel yang ada KMO>0,5 sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan untuk maksud ini adalah Principal Component Analysis dan rotasi faktor dengan metode Varimax (bagian dari orthogonal).

(22)

Tabel Communalities merupakan tabel yang menunjukkan persentase variance dari tiap variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Nilai yang dilihat adalah extraction yang terdapat pada tabel communalities. Makin kecil nilainya, makin lemah hubungan antara variabel yang terbentuk.

Perhitungan communality setiap variabel dengan persamaan:

(2.13) Keterangan:

= communality variabel ke-i

Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.

Tabel Total Variance Explained, menunjukkan persentase variance yang dapat dijelaskan oleh faktor secara keseluruhan. Nilai yang menjadi indikatornya eigenvalues yang telah mengalami proses ekstrasi. Pada tabel akan tercantum nilai extraction sum of square loading. Hal ini disebabkan nilai eigenvalues tidak lain merupakan jumlah kuadrat dari faktor loading dari setiap variabel yang termasuk ke dalam faktor. Factor Loading ini merupakan nilai yang menghubungkan faktor-faktor dengan variabel-variabel. Variabel yang masuk ke dalam faktor adalah yang nilainya lebih dari satu ( ). Dari sini akan terlihat pula jumlah faktor yang akan terbentuk.

Perhitungan nilai karakteristik (eigen value) , dimana perhitungan ini berdasarkan persamaan karakteristik:

(23)

Keterangan:

= matriks korelasi dengan orde n x n = matriks identitas

= eigen value

Eigen value adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.

Penentuan vektor karakteristik (eigen vector) yang bersesuaian dengan nilai karakteristik (eigen value), yaitu dengan persamaan :

(2.15)

Keterangan:

= eigen vector dengan orde n x n

Matriks loading factor ( ) diperoleh dengan mengalikan matriks eigen vector ( ) dengan akar dari matriks eigen value ( ). Atau dalam persamaan matematis ditulis

(2.16)

Factor loading merupakan korelasi sederhana antara variabel dengan faktor.

Grafik Scree Plot menggambarkan tampilan grafik dari tabel Total Variance Explained. Grafik ini sebenarnya menunjukkan peralihan dari satu faktor ke faktor lainnya garis menurun disepanjang sumbu y. Sumbu x menunjukkan jumlah komponen faktor yang terbentuk, sedangkan sumbu y menunjukkan nilai eigenvalues.

(24)

2.8.4 Rotasi Faktor

Pada rotasi faktor, matrik faktor ditransformasikan ke dalam matrik yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah diinterpretasikan. Dalam analisis ini rotasi faktor dilakukan dengan metode rotasi varimax. Hasil dari rotasi ini terlihat pada tabel Rotated Component Matrix, dimana dengan metode ini nilai total variance dari tiap variabel yang ada di tabel component matrix tidak berubah. Yang berubah hanyalah komposisi dari nilai faktor Loading dari tiap variabel. Interpretasi hasil dilakukan dengan melihat faktor Loading.

Faktor Loading adalah angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan faktor satu, faktor dua, faktor tiga, faktor empat atau faktor lima yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor yang mana, dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris di dalam setiap tabel.

Dalam penelitian ini digunakan metode Varimax, karena bertujuan untuk mengekstraksi sejumlah variabel menjadi beberapa faktor. Selain itu metode ini menghasilkan struktur relatif lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan. Metode rotasi orthogonal varimax, melakukan iterasi untuk menghitung nilai communality dengan mencari nilai maksimum persamaan berikut (Dillon and Goldstein, 1984):

(25)

2.8.5 Penamaan Faktor

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

M enurut Sutarman (2003, p4), internet berasal dari kata interconnection networking yang mempunyai arti hubungan sebagai komputer dan berbagai tipe komputer yang merupakan

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga