BAB I
PENDAHULUAN
A River Runs Through It
Air adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, namun terbatas. Air
dan daratan telah lama saling berdampingan sejak bumi ada. Keberadaannya
bukan sekedar substansi alam semesta, namun lebih dari itu air telah menghidupi
manusia sejak lama. Berbagai kebutuhan manusia, mulai dari minum, mandi,
mencuci, hingga transportasi dipenuhi dengan ketersediaan air. Dengan
keberadaannya, air mengingatkan kita akan kebesaran dan keindahan alam.
Bagi kita yang tinggal di lingkungan kota yang padat, kita seakan tidak
mendapat kesempatan untuk menyaksikan keindahan alam ini. Lingkungan kita
diisi oleh bangunan-bangunan modern seperti hotel dan perkantoran, sebagian
dibangun menjadi daerah pemukiman yang padat, sedang daerah di dekat jalan
raya biasa bertumbuh menjadi kawasan pertokoan dengan ruko-ruko yang
berderet di sepanjang jalan. Pemandangan akan kota yang padat dan sumpek bisa
kita lihat sehari-hari. Sebagian orang yang merasa jenuh dengan kehidupan kota
berusaha meluangkan waktunya untuk bisa berlibur dan menikmati kesegaran
Air sebagai elemen rekreasi dan relaksasi
Water provides the most obvious example of immediacy, because the transition
between water and dry land offers the biggest of all psychological contrast.
Gordon Cullen
Selain memenuhi kebutuhan fisik manusia, air juga memenuhi kebutuhan
jiwa kita. Elemen air mampu memberikan ketenangan bagi jiwa manusia. Sudah
selayaknya keberadaannya dijaga dan diperhatikan. Kita bisa bercermin dari
kota-kota indah dan cerdas yang banyak dikunjungi turis asing. Kota-kota-kota dengan
arsitektur muka air (waterfront cities) adalah salah satu tempat yang paling
banyak menarik wisatawan ke sana. Kota-kota di berbagai negara Eropa seperti
Amsterdam, St. Petersburgh, atau kota-kota di Singapura bertumbuh menjadi
sangat indah dengan aliran sungai yang melintasi kota, menciptakan kontras
antara air dan daratan.
Kehadiran air seakan menjadi hiburan sendiri bagi manusia. Saya dan
teman-teman saya di masa Sekolah Dasar sering menghabiskan waktu sore untuk
bermain di pinggir Danau Toba. Anak-anak seumuran saya saat itu umumnya
mendapat tugas rumah untuk mencuci piring dan pakaian, namun hal itu
tampaknya tidak menjadi pekerjaan yang berat sebab kami bisa bekerja sambil
bermain. Biasanya setelah menyelesaikan tugas rumahnya, anak-anak pergi
bersama untuk mandi di danau. Meski setiap rumah memiliki kamar mandi
sendiri, namun orang-orang saat itu lebih suka mandi di danau. Mungkin karena
menghemat pembayaran air, namun tempat-tempat di pinggir danau ini sepertinya
tidak pernah sepi. Beberapa tempat, seperti dermaga kapal, secara tidak langsung
bahkan menjadi ruang berkumpul masyarakat sebab mereka sering melakukan
aktivitas bersama-sama di tempat itu, seperti mengambil air, mecuci, memancing,
atau mandi. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan air dapat menarik manusia
untuk beraktivitas di dekatnya, dan secara tidak langsung menyediakan ruang
rekreasi bagi manusia.
Kebutuhan akan revitalisasi sungai
Di lingkungan kita sendiri, kota Medan, keberadaan elemen air seperti
sungai belum mendapat perhatian manusianya. Kondisi kawasan muka sungai
umumnya tampak kumuh dan tidak tertata, bahkan identik dengan kawasan
terlantar. Permukiman liar semakin bertambah dan mengambil alih daerah resapan
sungai. Sementara bangunan-bangunan besar bertumbuh tanpa sedikit pun
memperhatikan keberadaan sungai. Daerah aliran sungai menjadi bagian belakang
bangunan yang tidak terlihat dan tidak mendapat perhatian. Padahal keberadaan
sungai di Kota Medan harusnya bisa memberi sumbangan positif bagi masyarakat
kota, dan menyediakan ruang yang rekreatif bagi masyarakat kota.
Dengan melihat kondisi ini, revitalisasi sungai menjadi langkah tepat yang
harus diambil oleh pemerintah Kota Medan. Diharapkan dengan penataan ulang
bangunan dapat dikembalikan. Selain itu daerah di sekitar sungai juga bisa
menjadi ruang beraktivitas dan berinteraksi bagi masyarakat kota.
Apartemen sebagai jawaban permasalahan sosiologi perkotaan
Kehidupan masyarakat perkotaan sangat jauh berbeda dengan masyarakat
desa. Masyarakat kota cenderung kepada heterogenitas, individualitas, dan
persaingan. Kehidupan ekonomi menengah ke atas membuat orang-orang merasa
seakan tidak perlu berinteraksi dengan orang lain. Beberapa hal yang tampak pada
masyarakat perkotaan adalah hidup berdasarkan rasionalitas dan tidak bergantung
kepada alam, kehidupannya bergantung pada usaha kapitalis, jumlah penduduk
yang relatif besar dan padat, dan perbedaaan budaya, suku, agama yang berujung
pada diferensiasi sosial.
Beberapa aspek di dalam kehidupan kota adalah populasi,
perumahan/pemukiman, kemiskinan, sektor informal, gelandangan , kriminalitas ,
hubungan antaretnik, ras, dan kelas sosial, transportasi, isu lingkungan: polusi dan
sanitasi, teknologi, gaya hidup, serta urbanisasi.
Kota-kota besar selalu bertumbuh dan meningkat kepadatannya, demikian
juga dengan Kota Medan. Kota dianggap menjadi pusat perkembangan dan
peradaban. Banyak orang-orang bermigrasi ke kota untuk memperoleh fasilitas
pendidikan dan penghidupan yang lebih baik. Orang-orang dari desa
hidup dengan lebih terjamin kebutuhannya. Sedang bagi masyarakat perkotaan
sendiri, kota telah berubah menjadi lingkungan yang padat dan menimbulkan
stress. Kepadatan yang selalu meningkat menyebabkan kehidupan kota menjadi
tidak teratur.
Hamdan dan Sungai Deli
Kelurahan Hamdan merupakan kawasan pemukiman penduduk menengah
ke atas yang padat. Lebih dari 2.000 keluarga bertempat tinggal di wilayah ini.
Masyarakat Kelurahan Hamdan umumnya adalah orang Aceh, Batak, dan Nias.
Mayoritas penduduk bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan TNI, sedang
sebagian kecil bekerja sebagai wiraswasta.
Daerah sepanjang aliran sungai Deli yang melintasi kelurahan ini diisi oleh
permukiman liar. Sekitar dua ratus kepala keluarga bermukim di sepanjang
pinggiran sungai di dalam tapak. Batas sempadan sungai dimanfatkan menjadi
permukiman warga, hampir tidak ada lagi vegetasi atau lahan yang menjadi
daerah resapan bagi aliran sungai ini. Hal ini mengakibatkan permukiman warga
di bantaran sungai kerap kali terkena banjir saat hujan lebat. Kejadian banjir di
Kota Medan rata-rata 10-12 kali/tahun.
Bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Deli, mereka sudah
terbiasa dengan situasi ini. Bagi mereka, selain membawa kesusahan banjir,
sungai Deli juga memberikan ruang bagi mereka untuk beraktivitas. Meski
kondisi air sungai ini sangat buruk, penduduk sekitar tetap menggunakan air untuk
kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci. Keadaan ekonomi mereka yang
tidak memungkinkan untuk tinggal di hunian yang lebih layak membuat mereka
harus terbiasa dengan kehidupan kumuh di bantaran sungai. Namun sayangnya,
keberadaan mereka tidak bisa dipertahankan. Sadar atau tidak, mereka hanya
memperburuk keadaan sungai dengan mengambil alih daerah resapan sungai dan
turut mengotori sungai dengan sampah rumah tangganya.
Kawasan Kelurahan Hamdan merupakan kawasan pemukiman yang
menguntungkan di satu sisi, sebab memberi akses yang cepat menuju pusat kota.
Lokasi ini juga dikelilingi oleh daerah komersial di Jalan Palang Merah, dan dekat
dengan koridor bisnis Zainul Arifin. Maka tidak heran banyak orang yang
bersedia tinggal di sana meskipun dengan kepadatan yang tinggi. Dengan melihat
kondisi ini, pembangunan hunian vertikal akan menjadi solusi yang tepat untuk
memperbaiki kualitas hunian di Kelurahan Hamdan dan memperbaiki kondisi
Sungai Deli.
Aspek-aspek kehidupan kota sudah selayaknya turut dipertimbangkan
dalam perancangan sebuah bangunan. Banyak bangunan yang dirancang tanpa
memperhatikan hal ini, kemudian malah menambah masalah kota karena tidak
perancangan hunian apartemen ini harus bisa berorientasi kepada kebutuhan
manusia perkotaan dan mampu menyediakan ruang positif bagi orang banyak.
Transparansi dalam ruang
Dari proyek ini, arsitektur muka sungai diharapkan menjadi sebuah citra
kota. Lebih jauh lagi proyek ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi
proyek-proyek lain dalam rangka mengatasi permasalahan kota. Satu di antaranya
adalah kriminalitas yang menimbulkan perasaan cemas setiap saat.
Ancok (2004) menjelaskan bahwa kriminalitas merupakan salah satu
permasalahan masyarakat kota. Kepadatan penduduk di dalam suatu kota
memiliki keterkaitan dengan frekuensi kriminalitas di kota tersebut. Semakin
padat penduduk, semakin sering terjadi kasus kriminalitas. Kepadatan di kota
besar menimbulkan perasaan cemas terhadap kriminalitas (fear of crime) di
kalangan para warga kota, sedangkan manusia cenderung memilih tempat tinggal
yang mampu menyediakan kenyamanan dan keamanan penghuninya. Kecemasan
akan kriminalitas dalam tempat tinggal dipengaruhi oleh beberapa hal, salah
satunya adalah kurangnya pengawasan dalam kawasan pemukiman. Keberadaan
tempat -tempat yang bisa diawasi bersama (defensible space) sangat kurang.
Kawasan pemukiman padat seperti apartemen dengan masyarakat yang
tidak saling mengenal satu sama lain. Selain itu budaya masyarakat kota yang
heterogen membuat sistem pengawasan sosial perilaku sulit dikontrol. Karena itu
saling berjumpa, seperti taman, tempat rekreasi, tempat olah raga bersama, bahkan
tempat parkir bersama. Perjumpaan ini akan mendorong orang-orang saling
mengenal, sehingga keberadaan orang luar dalam bangunan bisa diawasi. Selain
itu desain apartemen juga memungkinkan penghuni untuk ikut mengawasi
tempat- tempat seperti koridor untuk memperkecil kemungkinan tindak kriminal.
Perasaan aman di tempat tinggal juga dipengaruhi oleh suasana luar. Penerangan
yang baik di malam hari akan membuat orang-orang merasa lebih nyaman.
Mengapa Transparansi ?
Perumahan di perkotaan cenderung dengan ruang tertutup. Rumah
berpagar tinggi sepertinya sudah tumbuh menjadi budaya masyarakat perkotaan.
Kecemasan akan tindak kriminalitas membuat banyak orang seperti memisahkan
diri dari lingkungan, dengan batas teritorial pribadi, baik secara fisik lewat pagar,
maupun secara psikologis dengan kurangnya interaksi sosial dengan tetangga.
Namun ternyata metode ini tidak cukup untuk mencegah tindak kriminalitas
seperti pencurian. Ruang-ruang yang tertutup justru memudahkan pencuri
beroperasi, sebab tindakannya tidak diawasi oleh lingkungan.
Di permukiman vertikal seperti apartemen, kualitas hidup penghuninya
sudah lebih tinggi. Apartemen dianggap sebagai hunian eksklusif, bangunannya
tertutup dari lingkungan sekitar dan tidak bisa dimasuki sembarangan. Apartemen
dengan pengawasan ketat, yakni akses masuk dengan kartu akses khusus, lift
khusus, dan pengamanan CCTV, bahkan tak menjamin berkurangnya potensi
jaringan pelaku kejahatan, seperti narkotika dan obat-obatan berbahaya, prostitusi,
dan perjudian di apartemen.
Transparansi dalam dunia arsitektur diartikan sebagai dematerialisasi dari
selubung bangunan dengan menggunakan bahan terbuka dan tembus cahaya.
Transparansi umumnya diartikan sebagai penggunaan material yang
memancarkan atau meneruskan cahaya, seperti kaca, sebagai material utama
bangunan.
Ruang yang transparan dapat diartikan sebagai ruang yang jujur, terbuka
dan mudah dikenali. Dengan menetapkan tema transparansi, diharapkan kualitas
ruang yang didesain akan menjadi lebih baik, dan lebih mudah diawasi oleh
penghuninya. Selain itu kualitas penerangan yang baik lewat penggunaan kaca