BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebuah gambar yang dilihat atau dijumpai terutama dalam dunia digital bisa saja adalah sebuah gambar yang telah dimanipulasi. Dengan maraknya kamera digital termasuk kecanggihan teknologinya dan perangkat lunak pengolah gambar dengan kelengkapan toolsnya menimbulkan hasrat bagi pengguna untuk melakukan manipulasi citra digital baik sekedar hiburan maupun memang bermaksud untuk melakukan pemalsuan content citra apalagi dengan dukungan fasilitas internet semakin memudahkan untuk menyebarluaskannya hal ini semakin menjadi suatu objek yang menghibur tapi sekaligus juga dapat menjadikannya sebagai media “penipuan” akan kebenaran sebuah citra.
mendapatkan keuntungan maupun mengubah persepsi masyarakat tentang sebuah kebenaran peristiwa.
Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas diperlukan suatu langkah yang dapat memberikan kepastian terhadap keaslian sebuah gambar. Hal itulah menyebabkan munculnya forensic terhadap keaslian sebuah citra awal munculnya
forensic adalah untuk keperluan pembuktian secara hukum didalam suatu persidangan sehingga dari fakta yang dikemukakan dapat diterima sebagai bukti yang membenarkan lalu berkembang menjadi salah satu bidang pengetahuan dikenal sebagai image forensic [1].
Image forensic bisa dibedakan berdasarkan target peng-identifikasiannya yaitu metode aktif dan metode pasif [2][3]. Metode aktif targetnya adalah untuk mendeteksi berdasarkan mencari informasi yang telah ditanamkan sebelumnya pada gambar seperti watermark (misalnya watermark yang ditanamkan pada duit kertas) sedangkan metode pasif biasa disebut PBIF (Passive Blind Image Forensic) adalah mendeteksi dengan mencari informasi secara “membuta” dimana segala jejak yang dapat ditangkap sebagai informasi digunakan untuk dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk pendeteksian spesifiknya mencari inkonsistensi pada gambar target.
pencitraan, dll. Hasilnya akan menyebabkan berbeda pula pola gambar keluaran. Pola-pola ini dikenal sebagai "sidik jari" yang melekat dari perangkat pencitraan atau dengan kata lain gambar asli selalu mengandung beberapa konsisten karakteristik seperti distribusi kebisingan, kondisi cahaya, korelasi antar piksel, dan sebagainya. Karakteristik akan berubah setelah beberapa operasi pengolahan citra dimana beberapa fitur dari gambar yang diubah akan menjadi lebih atau kurang konsisten, berdasarkan perubahan-perubahan “sidik jari” tersebut, PBIF menggunakannya sebagai sumber informasi untuk pengidentifikasian m
Image forgery (gambar dipalsukan), image tampering (gambar dirusak) adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyatakan gambar palsu [4]. Ada beberapa jenis pemalsuan, seperti cloning, splicing, retouching, rotating, scaling, dll, tapi yang umum dilakukan adalah cloning yaitu menduplikasi bagian tertentu sebuah gambar dan meletakkannya pada bagian lain di gambar yang sama biasa disebut copy-move dan splicing yaitu menduplikasi bagian tertentu dari satu gambar atau lebih dan meletakkannya pada bagian tertentu di gambar target (copy-move pada gambar yang berbeda) [2]. Meskipun banyak jenis pemalsuan yang lain tapi kebanyakan penelitian yang dilakukan adalah untuk kedua jenis tersebut [4].
Secara umum gambar yang beredar didunia digital khususnya internet adalah gambar dengan format JPEG hal ini dikarenakan JPEG memiliki standar untuk pertukaran metadata dikenal dengan format JFIF (JPEG File Interchange Format) yang memungkinkan JPEG dapat dipertukarkan antar platform dan aplikasi [5]. Sementara perangkat pencitraan digital umumnya mempunyai format EXIF yang berisi antara lain informasi standar seperti dimensi gambar, tanggal dan waktu akuisisi, dll [6] tetapi tidak mendukung profil warna sehingga kebanyakan EXIF disimpan dalam format JFIF di dalam pengolahannya walaupun standar EXIF baru menyediakan hampir semua standar JFIF dalam fiturnya [5].
Salah satu ciri khas kompresi JPEG adalah kompresi berbasis blok ukuran 8x8 piksel [6][7], hal ini menyebabkan adanya yang dikenal dengan istilah block artifact
karena blok piksel diperlakukan sebagai entitas tunggal dan dikodekan secara terpisah, korelasi antara blok berdekatan tidak diperhitungkan dalam pengkodean sehingga menghasilkan batas blok ketika gambar didekode. Akibatnya perubahan kecil intensitas pada piksel bertetangga apabila melintasi perbatasan blok bisa jatuh ke interval kuantisasi yang berbeda inilah yang dikenal sebagai artefak blok (Block Artifact). Dalam perkembangannya masalah blok tersebut menjadi fokus kebanyakan dari penelitian yang berkaitan dengan pendeteksian gambar JPEG karena apabila sebuah gambar JPEG telah diolah maka akan meninggalkan jejak-jejak tertentu pada blok-blok terkompresi tersebut.
gambar cloning fokusnya adalah untuk mencari blok yang identik pada gambar kasus sedangkan pendeteksian gambar splicing fokusnya adalah mencari inkonsistensi dari blok yang bertetangga. Banyak metode yang diterapkan untuk mencari pendeteksian berbasis blok pada Tabel 1.1 ada beberapa penelitian yang dilakukan berdasarkan blok terkompresi yang juga penulis jadikan sebagai bahan referensi pada penelitian ini.
Tabel 1.1. Penelitian yang berkaitan dengan pendeteksian gambar palsu cloning dan splicing forgery detection in parallel environment
Mencari kemiripin
array blok. Paralel sort block image forgery based on double
compression
Mencari kemiripin
array blok. Efek
double compression
Akurasi deteksi
cloning
3. Jessica Fridrich, David Soukal, and Jan Lukáš,2003. [8]
Detection of copy-move forgery in digital images JPEG images via DCT coefficient Tiegang Gao, Li
A robust detection algorithm for
copy-Mencari kemiripan
array block.
Fan, Qunting Yang, 2011. [10]
move foregery in digital image
Membagi blok menjadi 4 subblok
circle block.
cloning
Tabel 1.1. (sambungan)
No. Peneliti Judul Metode &
A novel method for detecting cropped based on image chroma
Mencari
perbedaan array
blok.
Deteksi tepi dan
gray level co occurance
matriks pada saluran chroma
Akurasi deteksi
splicing
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalahan adalah bagaimana mengidentifikasi sebuah gambar apakah telah mengalami proses manipulasi atau tidak (gambar masih original).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengidentifikasi orisinilitas sebuah gambar berdasarkan metode pasif.
Proses identifikasi tersebut akan dilakukan dengan:
a. melakukan pencarian terhadap blok-blok bagian gambar yang identik sebagai dasar bahwa telah dilakukan cloning.
b. melakukan pencarian terhadap tepi blok-blok bertetangga gambar yang kurang konsisten sebagai dasar bahwa telah dilakukan splicing.
c. menguji hasil penganalisaan terhadap gambar untuk membuktikan apakah telah dilakukan proses manipulasi.
1.4. Batasan Masalah
Tidak semua jenis format gambar akan digunakan dalam penelitian ini demikian pula metode identifikasi yang digunakan. Secara rinci, batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Format gambar : JPEG. b. Ukuran gambar : Variasi.
d. Teknik pemalsuan: Cloning dan Splicing.
e. Metode analisa: Matching Block dan Deteksi Tepi.
f. Perangkat lunak pendukung: Matlab, Photoshop, dan JPEGsnoop_v1_6_0.
1.5. Manfaat Penelitian