TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Aren
Aren (Arenga pinnata) merupakan salah satu sumber daya alam di daerah
tropis. Distribusinya tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk
keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang
berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata
digunakan untuk bahan bangunan, keranjang, kerajinan tangan, atap rumah, gula,
manisan buah dan lain sebagainya (Sumarni et al., 2003).
Aren sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu pemanis
makanan dan minuman yang bisa menjadi subtitusi gula pasir (gula tebu). Gula
aren diperoleh dari proses penyadapan nira aren yang kemudian dikurangi kadar
airnya hingga menjadi padat. Produk gula aren ini adalah berupa gula cetak dan
gula semut. Gula cetak diperoleh dengan memasak nira aren hingga menjadi
kental seperti gulali kemudian mencetaknya dalam cetakan berbentuk setengah
lingkaran. Untuk gula semut, proses memasaknya lebih panjang yaitu hingga gula
aren mengkristal, kemudian dikeringkan (dijemur atau dioven) hingga kadar
airnya di bawah 3%. Jenis yang terakhir ini memiliki keunggulan yaitu berdaya
tahan yang lebih lama, lebih higienis dan praktis dalam penggunaanya
(Bank Indonesia, 2008).
Nira aren yang masih segar dan rasanya manis dapat langsung diminum,
atau dapat dibiarkan terlebih dahulu mengalami fermentasi sebelum diminum.
semut dan gula cair. Produk fermentasi dari nira aren adalah arak, cuka, alkohol
dan nata pinnata (Lempang, 2003).
Sampai saat ini dikenal 3 jenis aren yaitu.
1. Aren (Arenga pinnata) dari suku Aracaceae
Aren (Arenga pinnata) dari suku Aracaceae (pinang-pinangan), merupakan
tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus
daging buah. Tanaman aren banyak terdapat mulai dari pantai timur India
sampai ke Asia Tenggara.
2. Aren gelora (Arenga undulatifolia) dari suku Aracaceae
Aren jenis ini mempunyai batang tegak pendek dan ramping. Pangkal batang
bertunas sehingga tanaman ini tampak berumpun. Daunnya tersusun teratur
dalam satu bidang datar, sisi daunnya bercuping banyak dan bergelombang.
3. Aren sagu (Arenga microcarpa) dari suku Aracaceae
Aren sagu adalah suatu jenis tumbuhan aren yang berbatang tinggi, sangat
ramping dan berumpun banyak.
(Sunanto, 1993).
Pada dasarnya aren merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh di
berbagai jenis tanah dengan ketinggian antara 0-1.500 m dpl. Tetapi tanaman ini
lebih menyukai tempat dengan ketinggian 500-1.200 m dpl, karena tempat
setinggi ini selain hampir tidak pernah kekurangan air tanah juga tidak pernah
tergenang banjir air permukaan. Kondisi tanah yang cukup sarang atau bisa
meneruskan kelebihan air, seperti tanah yaang gembur, tanah vulkanis di lereng
gunung, dan tanah yang berpasir di sekitar tepian sungai merupakan lahan yang
dan juga air yang menggenang akan meyebabkan pertumbuhan akar terganggu.
Suhu lingkungan yang terbaik rata-rata 25oC dengan curah hujan setiap tahun
rata-rata 1.200 mm (Lutony, 1993).
Penyadapan Nira Aren
Nira mempunyai sifat mudah menjadi asam karena adanya proses
fermentasi oleh Saccharomyces cereviceae oleh karena itu nira harus segera
ditangani atau diolah setelah diambil dari pohon, paling lambat 90 menit setelah
dikeluarkan dari bumbung. Nira aren memiliki aw diatas 0,9 sehingga khamir dan
bakteri dapat tumbuh baik, disamping itu kandungan nutrien seperti sukrosa,
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Aktivitas
mikroorganisme tersebut menyebabkan perubahan-perubahan fisik seperti
kejernihan, kemanisan, aroma, dan rasa dan perubahan-perubahan kimia seperti
pH dan komposisi kimia, proses perubahan terjadinya peningkatan jumlah
mikroba di dalam bahan pangan (Winarno, 1993).
Ada beberapa petunjuk yang biasa dipergunakan para penyadap nira aren
untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan penyadapan. Ada
yang mengatakan penyadapan dapat dilakukan apabila tepung sari sudah banyak
yang gugur. Ada pula yang menggunakan tanda setelah keluarnya getah
berminyak dari kuntum bunga saat diiris pisau. Volume nira yang diperoleh dan
lamanya waktu penyadapan pada aren tergantung pada kondisi pertumbuhan
tanaman, cara penyadapan, waktu dimulainya penyadapan tandan, dan iklim.
Biasanya setiap tandan bunga bisa disadap selama 3-5 bulan, tetapi ada juga yang
sampai 7 bulan (Lutony, 1993).
- Penyadapan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 05.30 sampai
06.30 pagi dan pukul 16.00 sampai 17.00 pada sore hari. Penyadapan yang
dilakukan pagi hari diambil sore harinya sambil memasang wadah penyadapan
yang baru untuk diambil keesokan harinya.
- Apabila bunga jantan terlihat mekar, tandan bunga jantannya dipotong tepat
pada ruas paling ujung.
- Jika pada tandan bunga jantan yang telah dipotong niranya terus menetes
sampai keesokan harinya, berarti nira sudah siap untuk disadap.
- Selanjutnya tandan bunga jantan dibersihkan dari buih dan disayat 1-2 mm
setiap hari untuk memperlancar keluarnya nira.
- Kemudian ujung tandan bekas pemotongan dibungkus dengan daun atau ijuk.
Jika nira yang keluar keesokan harinya semakin banyak, maka pembungkusnya
sudah bisa dilepas dan diganti dengan wadah penyadapan yang diikatkan pada
tandan daun.
- Sebelum mengganti dengan wadah penyadapan, buih-buih yang terdapat
disekitar tandan yang telah dipotong dibersihkan kembali.
- Agar diperoleh nira yang baik, wadah penyadapan yang akan dipakai
sebaiknya dicuci terlebih dahulu dengan air yang mengalir, kemudian diasapi
dengan menggunakan bara api sampai terasa panas dan kering.
- Selanjutnya dimasukkan bahan pengawet untuk mencegah agar nira tidak
menjadi asam, biasanya berasal dari daun-daunan, seperti daun togog
(famili Moraceae), daun jambu air (Syzigium aqueum), daun manggis
- Untuk mencegah masuknya kotoran seperti debu dan semut, biasanya celah
diantara tangkai bunga aren dan mulut wadah penyadapan dsumbat dengan
ijuk. Untuk mencegah masuknya air hujan, di atas mulut wadah penyadapan
diberi atap dari ijuk atau karung. Namun bila air hujan masih dapat masuk ke
dalam wadah dapat diatasi dengan cara membuang airnya, karena air hujan
tidak bercampur dengan nira.
(Irawan et al., 2009).
Manfaat Nira Aren
Nira aren segar yang manis itu di Jawa sangat banyak diminum orang
sebagai sedap-sedapan dan pemakaiannya itu dianjurkan untuk mengobati :
Tuberkulosis paru, disentri, wasir, dan juga untuk melancarkan buang air besar.
Menurut Harloff dalam bukunya yang berjudul : Het Geneeskeendig Tijdsehr, nira
aren segar itu digunakan untuk mengobati sariawan dengan hasil yang
memuaskan, yaitu nira diminum sebanyak tiga gelas setiap harinya. Nira aren
segar sampai kini masih ada yang digunakan untuk membuat adonan di
perusahaan-perusahaan roti atau jamu tradisionil. Dengan menggunakan nira aren
maka adonan roti dapat memuai sehingga rasa roti dapat lebih lezat
(Sunanto, 1993 dan Wisnuwati, 1990).
Kegunaan nira adalah sebagai berikut.
1. Nira aren segar yang manis diminum sebagai obat tuberkulosis, paru, disentri,
wasir, dan dapat melancarkan buang air besar.
2. Nira aren segar untuk membuat adonan di perusahaan roti atau jamu
tradisional.
4. Nira aren dibuat tuak dan cuka.
(Wisnuwati, 1996).
Nira segar mempunyai kadar gula lebih kurang 10-15%. Selain dibuat
gula, dari nira juga dapat dihasilkan minuman keras atau cuka. Nira jika diberi
ragi dan dibiarkan sselama satu atau dua malam akan menjadi minuman keras
yang lebih dikenal sebagai tuak. Jika sistem peragian tersebut diperbaiki kadar
alkohol tersebut dapat dimurnikan dan dengan alkohol ini dapat dibuat berbagai
minuman keras lainnya. Dari nira bisa dihasilkan cuka dengan fermentasi bakteri
sehingga dihasilkan asam asetat (Sembiring, 1990).
Komposisi Kimia Nira Aren
Komposisi nira pada berbagai tanaman disajikan pada Tabel 1. Sifat fisik
nira aren disajikan pada Tabel 2.
Sumber : a = Direktorat Jendral Perkebunan (1996); b = Hieronymus (1993).
Fermentasi Pada Nira Aren
Fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian bahan-bahan karbohidrat,
sedangkan pembusukan berkenaan dengan kegiatan umum mikrobia pada
bahan-bahan yang berprotein. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau
busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. Dalam pembusukan,
bahan-bahan yang dilepaskan dapat mengandung karbondioksida, akan tetapi
ditandai dengan karakteristik gas hidrogen sulfida dan produk-produk penguraian
protein yang mengandung belerang. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah
fermentasi yang mengalami kontaminasi sedangkan fermentasi yang normal
adalah perubahan karbohidrat menjadi asam (Desrosier, 1998).
Nira mempunyai sifat yang tidak tahan lama disimpan sesudah 4 jam
penyimpanan akan terjadi penurunan pH nira, yang disebabkan fermentasi oleh
khamir. Agar tidak terjadi proses fermentasi selama pengambilan nira dari pohon
yaitu selama kurang dari 12 jam perlu dicari cara terbaik untuk mempertahankan
mutu nira tersebut. Beberapa jenis pengawet yang dapat digunakan untuk
mengawetkan nira dapat berupa pengawet alami, pengawet kimia buatan
(Laksamahardja, 1993).
Nira mudah mengalami fermentasi, karena mengandung ragi liar yang
amat aktif. Bila nira terlambat dimasak, biasanya warna nira berubah menjadi
keruh dan kekuning-kuningan, rasanya masam, dan baunya menyengat. Hal ini
disebabkan terjadinya pemecahan sukrosa menjadi gula reduksi. Perubahan dari
sukrosa sampai dengan alkohol disebabkan kegiatan ragi, selanjutnya dari alkohol
masam. Proses perubahan tersebut terjadi karena rendahnya derajat keasaman
(pH) nira (Santoso, 1993).
Secara mikrobiologis bila alkohol kontak langsung dengan udara dan
dibiarkan selama waktu tertentu akan berubah menjadi asam. Asam cuka
dihasilkan oleh kegiatan Acetobacter. Bakteri tersebut bersifat aerob dimana
untuk mendapatkan energi, mikroba menggunakan glukosa atau zat organik
lainnya sebagai substrat untuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan air
(Waluyo, 2007).
Fermentasi gula oleh ragi misalnya Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces ellipsoideus dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2
melalui reaksi sebagi berikut.
saccharomyces
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur minum, bir,
roti, dan lain-lainnya. Alkohol yang berasal dari fermentasi ragi dengan adanya
oksigen akan mengalami fermentasi lebih lanjut oleh bakteri misalnya
Acetobacter acety menjadi asam asetat sebagai berikut.
Dalam praktik, pengrajin gula kelapa menambahkan air kapur yang
dicampur dengan getah manggis atau tatal nangka ke dalam nira. Adapun fungsi
getah manggis atau tatal nangka belum dibuktikan dengan pasti, hanya diduga
berfungsi sebagai penyangga (buffer) sehingga dihasilkan pH yang tetap.
Sementara itu ada pula yang menambahkan natrium benzoat atau asam benzoat
dengan kadar sekitar 30-50 ppm. Namun hasil penelitian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada, bahwa pengawet yang ditambahkan adalah
Natrium bisulfit (NaHSO3) 50 ppm. Hasilnya, warna gula kelapa selama
penyimpanan tidak menjadi gelap (Santoso, 1993).
Beberapa langkah terpenting dalam usaha mencegah kerusakan nira adalah
sebagai berikut.
a. Wadah atau bumbung tempat menampung nira harus tetap dalam keadaan
bersih dengan cara mencucinya beberapa kali setiap habis dipakai.
b. Cara sanitasi bumbung sadap nira juga bisa dilakukan dengan mencuci atau
membilas bumbung sampai benar-benar bersih.
c. Pencegahan kerusakan nira juga bisa dilakukan dengan memasukkan bahan
tertentu yang disebut sebagai laru.
d. Pemasangan bumbung sadap harus diusahakan sedemikian rupa, sehingga nira
langsung menetes ke dalam bumbung.
e. Usahakan nira tidak terlalu lama berada di dalam bumbung sadap karena
proses fermentasi akan tetap berlangsung meskipun bumbung telah mendapat
perlakuan pencegahan (hanya saja prosesnya diperlambat). Idealnya nira tidak
lebih dari 12 jam berada dalam bumbung.
Pemanasan
Jumlah panas yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh
lebih dari jumlah minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang
dimaksud. Dalam proses pemanasan ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu
jika suhu yang digunakan rendah maka waktu pemanasan harus lebih lama,
sedangkan jika suhu tinggi waktu pemanasan singkat. Sebagai contoh misalnya
jumlah panas yang diterima bahan jika kita memanaskan selama 10 jam di dalam
air mendidih (100oC) kira-kira sama dengan memanaskan bahan tersebut selama
20 menit pada suhu 121oC (Winarno, et al., 1984).
Ketahanan panas mikroorganisme dan spora-sporanya dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, yaitu.
1) Umur dan keadaan organisme atau spora sebelum dipanaskan.
2) Komposisi medium dimana organisme atau spora itu tumbuh. Dipanaskan
dan masih terdapat, terutama adanya garam, gula, zat pengawet (curing),
lemak dan minyak, bahan-bahan penghambat lainnya, dan sebagainya.
3) pH dan aw media pemanasan.
4) Suhu pemanasan.
5) Konsentrasi awal organisme atau spora
(Buckle, et al., 1987).
Pemanasan produk dengan sistem UHT dalam pengemas aseptis dapat
dibagi menjadi 2 kategori utama, yaitu.
1. Sistem pemanasan langsung, yaitu sistem dimana terjadi kontak langsung
antara medium pemanasan dan hal ini uap panas dengan produk yang
cara injeksi uap dimana uap panas disuntikkan ke dalam produk, dan 2)
cara infusi dimana produk diinfusikan ke dalam aliran uap panas.
2. Sistem pemanasan tidak langsung, yaitu sistem dimana medium pemanas
tidak kontak langsung dengan produk. Panas ditransfer melalui permukaan
(biasanya stainless steel). Pada sistem pemanasan tidak langsung ada (3)
tiga macam cara, yaitu: 1) heat exchanger tipe konvensional yang berupa
lempengan atau plate dan 2) tipe saluran atau tubular Scraped-Surface
Heat Exchanger
(Julianti dan Nurminah, 2007).
Faktor suhu dan lama inkubasi menunjukkan pola interaksi yang sama
seperti pada interaksi faktor suhu dan pH terhadap kadar sukrosa. Interaksi
tersebut menunjukkan bahwa pada suhu tinggi (85oC), peningkatan lama inkubasi
meningkatkan kadar sukrosa yang landai. Sedangkan pada suhu yang rendah
(65oC), peningkatan lama inkubasi menyebabkan penurunan kadar sukrosa yang
curam. Hal tersebut karena pengaruh suhu tinggi dapat menghambat aktivitas
enzim invertase dan mikroorganisme sehingga sukrosa dalam nira tebu yang
diinkubasi dalam waktu yang lebih lama pada suhu tinggi tidak mengalami
banyak kerusakan. Pada suhu tinggi, mikroorganisme yang menyebabkan
degradasi sukrosa dalam nira tebu dapat kehilangan aktivitas dan
pertumbuhannya. Sel mikroba dapat mengalami lisis pada suhu tinggi akibat
meningkatnya liquiditas membran sel hingga akhirnya pecah
Kemasan
Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang
berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam
pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai
keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif, dan
harganya relatif murah (Latief, 2000).
Kemasan plastik untuk minuman buah dan sejenisnya, umumnya
menggunakan plastik jenis PP (Polypropilene). PP termasuk jenis plastik olefin
dan merupakan polimer dari propilene memiliki sifat-sifat ringan, mudah
dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tidak transparan dalam
bentuk kemasan kaku, pada suhu rendah akan rapuh sehingga tidak dapat
digunakan untuk kemasan beku, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas
sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, dan tahan
suhu tinggi (Syarief et al., 1989).
Penyimpanan
Penyimpanan suhu di dalam ruang penyimpanan adalah merupakan hal
yang sangat penting. Terjadi perubahan-perubahan dari kondisi yang
dikehendaki dapat merusak. Perubahan suhu dapat dicegah bila ruang
penyimpanan diisolasi dengan cukup, mempunyai alat pendingin yang cukup, dan
perbedaan suhu koil pendingin dan suhu ruang penyimpanan kecil. Di dalam suatu
ruang dengan suhu yang dikehendaki 10 oC, didinginkan dengan suatu koil
pendingin yang beroperasi pada suhu -3,3 oC, maka udara dapat bervariasi dengan
dua derajat atau lebih. Suatu ruang dengan suhu 0 oC disertai dengan koil atau
memberikan variasi suhu kurang dari satu derajat. Perbedaan antara suhu zat
pendingin dan ruang merupakan hal yang paling penting, terutama untuk
mengatur kelembaban udara yang dikehendaki agar dicapai daya simpan yang
optimum bagi bahan pangan (Desrosier, 1998).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme,
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8oC kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan bahan pangan
pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam
bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan bukan hanya karena keaktifan respirasi
menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan
kerusakan dapat dihambat. Pendinginan tidak dapat membunuh mikroba tetapi
hanya menghambat pertumbuhannya, oleh karena itu setiap bahan pangan yang
akan didinginkan harus dibersihkan terlebih dahulu (Winarno, et al., 1980).
Pengaruh pendinginan terhadap mikroba dalam bahan pangan tergantung
pada suhu penyimpanannya. Semakin besar perbedaan suhu penyimpanan dengan
suhu pertumbuhan optimum mikroba, maka kecepatan pertumbuhannya menjadi