Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan kesehatan adalah
keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari
penyakit dan cacat. Sedangkan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun
2009 menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Depkes
RI, 2010).
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas
kepada masyarakat, mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan,
pelaporan, dan dituangkan dalam suatu sistem serta salah satu hak mendasar
ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan” dan Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak”. Fasilitas Pelayanan
Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat. Salah satu bentuk
fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang diselenggarakan oleh
pemerintah adalah Puskesmas (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun
2013).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan tiap individu mempunyai
kecenderungan yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh perilaku kesehatan
menurut Green (1980) ditentukan oleh 3 faktor yaitu: faktor predisposisi
(predisposing factor) yang terdiri dari pengetahuan, nilai, kepercayaan, tingkah
laku dan sosial ekonomi yang mendasari perubahan perilaku; faktor pendukung
(enabling factor) terwujud dalam lingkungan fisik seperti tersedianya sarana
kesehatan dan obat-obatan; faktor pendorong (reinforcing factor) terwujud dalam
sikap petugas kesehatan, guru, keluarga, teman dan sebagainya yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoadmodjo, 2012).
Pengetahuan dan sikap masyarakat sangat penting untuk mendasari
terbentuknya suatu perilaku. Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan
dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses
pendidikan (Budiharto, 2010).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2013, Puskesmas
merupakan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Salah satu bentuk
pelayanan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi yang dilakukan di poli
gigi.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakanbagian integral dari pelayanan kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat, keluarga, maupun perorangan baik yang sakit
maupun yang sehat meliputi peningkatan kesehatan gigi dan mulut, pencegahan
penyakit gigi, dan penyembuhan terbatas. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
mencakup pelayanan medis gigi oleh dokter gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi
dan mulut oleh perawat gigi. Pelayanan medis gigi dilakukan berupa tindakan
pengobatan dan penyembuhan seperti pencabutan, penambalan dll, sedangkan
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara komprehensif
kepada individu, keluarga, dan masyarakat yang mempunyai ruang lingkup
berfokuskan kepadapromotif, preventif, dan kuratifdasar (Budiharto, 2010).
Salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah penyakit gigi dan
mulut, namun pada umumnya masyarakat masih enggan berobat ke fasilitas
kesehatan di Puskesmas. Pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak
saja berupa pencabutan gigi dan penambalan gigi tetapi masyarakat harus
berkunjung minimal 6 bulan sekali (Depkes, 2012).
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, penduduk Indonesia
mempunyai masalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir sebesar 25,9 %.
Provinsi yang mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut yang cukup tinggi
yaitu provinsi Sulawesi Selatan 36,2%, dan prevalensi masalah gigi dan mulut
terendah provinsi Lampung (15,3%) akan tetapi yang menerima perawatan dari
tenaga medis gigi tertinggi provinsi Aceh (45,9%) dan yang terendah adalah
provinsi Sulawesi Tengah (18,0%).
Profil Kesehatan Sumatera Utara (2013), Jumlah puskesmas sebanyak
569 unit. Jenis pemanfaatan pelayanan kesehatan yamg dilakukan oleh Puskesmas
yaitu pelayanan tambalan/tumpatan gigi tetap dan pelayanan pencabutan gigi
tetap. Pelayanan tambalan/tumpatan gigi tetap yang tertinggi di Kabupaten
Serdang Bedage yaitu 20.320 orang dengan jumlah Puskesmas 20 unit, sedangkan
Kota Medan terletak pada urutan ke 3 tertinggi dari pelayanan tumpatan gigi tetap
yaitu 1128 orang dengan jumlah Puskesmas 39 unit. Untuk pelayanan
tambalan/tumpatan gigi tetap yang terendah di Kabupaten Pakpak Barat,
Kabupaten Padang Lawas, Kota Tanjung Balai yaitu 0. Pelayanan pencabutan gigi
tetap yang tertinggi di Kota Medan yaitu 19803 orang, sedangkan pelayanan
pencabutan gigi tetap yang terendah di Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten
Profil Kesehatan Kota Medan, penyakit gigi dan Mulut berada pada
urutan ke 10 yaitu 3,1% dari sepuluh penyakit terbesar yang ada di Puskesmas
kota Medan. Jenis pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut Puskesmas
yang tertinggi pada tindakan penambalan/tumpatan gigi tetap yaitu Puskesmas
Helvetia (242 orang) dan terendah adalah Puskesmas Rantang, Puskesmas Medan
Denai, Puskesmas Bromo, Puskesmas Teladan yaitu (0), sedangkan pada
Puskesmas Medan Tuntungan tindakan penambalan terletak pada urutan tertinggi
ke 11 dari 39 Puskesmas. Untuk tindakan pencabutan gigi tetap yang tertinggi
yaitu Puskesmas Desa Balang (1563 orang) dan yang terendah yaitu Puskesmas
Simpang Limun (47 orang), sedangkan pada Puskesmas Medan Tuntungan
tindakan pencabutan terletak pada urutan ke 29 dari 39 Puskesmas di Kota Medan.
Penelitian Nurmala Situmorang (2004) yang di kutip oleh Nani (2007)
menunjukkan bahwa dari 360 responden ditemukan hanya 10% yang berobat gigi
ke sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan yang lainnya pergi ke
sarana pelayanan kesehatan lain.Dalam penelitian juga ditemukan 90% yang
menderita karies gigi. Hal ini menunjukka bahwa tingginya penyakit gigi dan
mulut belum diimbangi dengan pemanfaatan unit pelayanan kesehatan gigi dan
mulut yang telah disediakan Puskesmas.
Hasil penelitian Ekariny (2012) menunjukkan kejadian karies atau lubang
gigi pada murid Sekolah Dasar Binaan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah)
adalah sebesar 66,43%. Tingginya angka karies gigi ini disebabkan oleh kurang
Hasil penelitian Nani (2007) yang dilakukan pada 7 informan (orang
tua)diketahui bahwa pengetahuan informan tentang pemeliharaan sudah cukup
baik dimana informan sudah mengetahui bahwa menyikat gigi dan menghindari
makanan manin-manis adalah salah satu cara untuk memelihara kesehatan gigi.
Namun tindakan informan masih kurang dalam memberikan perhatian terhadap
pemeriksaan gigi ke dokter gigi minimal sekali enam bulan.
Profil Puskesmas Medan Tuntungan, jumlah kunjungan pasien yang
berobat ke poli gigi tahun 2013 yaitu 1229 orang dan tahun 2014 jumlah
kunjungan pasien mengalami penurunan menjadi 1206 orang. Adapun data
tindakan pelayanan kesehatan gigi tahun 2014 yaitu: tambalan/tumpatan tetap
pada gigi tetap 28 orang, tambalan/tumpatan tetap pada gigi sulung 6 orang,
pencabutan gigi tetap 178 orang, pencabutan gigi sulung 152 orang,
tambalan/tumpatan sementara (pengobatan pulpa) 354 orang, pengobatan
periodontal 197 orang, pengobatanabces185 orang, scelling30 orang, rujukan 76
orang.
Profil Puskesmas Medan Tuntungan, Puskesmas Medan Tuntungan
melaksanakan kegiatan UKGS sekali dalam setahun yaitu pada saat ajaran baru
masuk sekolah. UKGS dilaksanakan di seluruh Sekolah Dasar Medan Tuntungan
(12 SD/MI). Data yang diperoleh pada tahun 2014 jumlah murid SD/MI 1221
orang dan kejadian karies gigi anak masih cukup tinggi yakni 791 anak
mengalami lubang gigi dan penyakit gigi lainnya serta mendapat tindakan
perawatan Puskesmas. Menurut Depkes RI 2010 menyebutkan bahwa frekuensi
mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, minimal 80% murid SD
mendapatkan perawatan medik dasar dari seluruh murid SD yang telah terjaring
untuk mendapat perawatan lanjutan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Medan
Tuntungan yaitu tenaga kesehatan poli gigi hanya memiliki 2 dokter gigi dan tidak
memiliki perawat gigi sehingga dalam pelayanan di poli gigi dan UKGS, dokter
gigi merangkap semua kegiatan yaitu mulai dari SOP (Standar Operasional
Prosedur) pelayanan kesehatan gigi (anamnesa, pemeriksaan, diagnosa, rencana
perawatan) dan melakukan kegiatan yang seharusnya tugas perawat gigi yaitu
melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi. Kebanyakan pasien datang ke poli
gigi Puskesmas yaitu yang mempunyai keluhan sakit gigi, pasien pencabutan gigi
dan penambalan. Pasien yang kontrol kesehatan gigi tiap 6 bulan sekali tidak ada
dan tindakan penambalan untuk kondisi lubang gigi yang sangat kotor tidak dapat
dilayani karena prasaranan tidak tersedia sehingga pasien dirujuk ke rumah sakit
terdekat atau menganjurkan untuk pergi berobat ke praktek dokter gigi swasta.
Berdasarkan alasan diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian di
poli gigi Puskesmas Medan Tuntungan tahun 2015 untuk mengetahui gambaran
pengetahuan dan sikap masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi di poli gigi Puskesmas Medan Tuntungan
tahun 2015.
1.2. Perumusan Masalah
pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi di poli gigi Puskesmas Medan Tuntungan
2015.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran
pengetahuan dan sikap masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi
di poli gigi Puskesmas Medan Tuntungan 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui variabel demografis (umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan)
2. Untuk mengetahui tingkat kategori akses pelayanan kesehatan masyarakat
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di wilayah kerja
Puskesmas Medan Tuntungan tahun 2015.
3. Untuk mengetahui tingkat kategori pendorong untuk bertindak dari keluarga.
Teman, petugas kesehatan, dan media cetak/elektronik yang dimiliki
4. Untuk mengetahui tingkat kategori pengetahuan masyarakat terhadap ancaman
yang dirasakan pada penyakit gigi dan mulut sehingga memanfaatan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di poli gigi Puskesmas Medan Tuntungan dan tahun
2015.
5. Untuk mengetahui tingkat kategori pengetahuan masyarakat terhadap
pelayanan Puskesmas Medan Tuntungan tahun 2015
6. Untuk mengetahui tingkat kategori sikap masyarakat terhadap kerentanan dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di poli gigi Puskesmas
Medan Tuntungan tahun 2015.
7. Untuk mengetahui tingkat kategori tindakan masyarakat dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut di poli gigi Puskesmas Medan Tuntungan
tahun 2015.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Puskesmas untuk meningkatkan
upaya promosi kesehatan gigi dan mulut dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
3. Sebagai pengalaman bagi penulis dalam meneliti masalah kesehatan.