• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN PANGARIBUAN 2.1. Letak dan Akses Menuju Pangaribuan - Pengetahuan Lokal Petani Dalam Mengelola Padi Sawah di Pangaribuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN PANGARIBUAN 2.1. Letak dan Akses Menuju Pangaribuan - Pengetahuan Lokal Petani Dalam Mengelola Padi Sawah di Pangaribuan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KECAMATAN PANGARIBUAN

2.1. Letak dan Akses Menuju Pangaribuan

Pangaribuan yang terletak di kabupaten Tapanuli Utara, provinsi Sumatera

Utara. Jarak Pangaribuan dengan ibukota kabupaten Tapanuli Utara yaitu Tarutung adalah 48 Km, dengan jarak tempuh lebih kurang 1 (satu) jam perjalanan. Jarak Pangaribuan dengan Provinsi Sumatera Utara yaitu Medan

adalah 300 Km, dengan jarak tempuh lebih kurang 8 (delapan) jam.

Secara geografis Pangaribuan mempunyai luas wilayah 459,25Km2 atau

sekitar 12,11 persen dari total luas wilayah kabupaten Tapanuli Utara. Ditinjau dari letak, pada bagian utara Pangaribuan berbatasan dengan Kecamatan Sipahutar. Pada bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu dan Pahae

Jae. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. Pada bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Garoga.

Pangaribuan terletak pada ketinggian 500 s/d 1500 di atas permukaan laut. Curah hujan Pangaribuan berkisar antara 3.000-4000 mm. Pangaribuan termasuk beriklim sedang. Secara umum musim di Pangaribuan adalah musim hujan dan

musim kemarau. Untuk musim hujan terjadi antara bulan September hingga bulan Mei. Musim kemarau terjadi antara bulan juni hingga bulan Agustus. Namun

(2)

Pangaribuan memiliki Topografi yang beragam mulai dari dataran rendah 0-2%, landai 3-15%, miring 16-40%, terjal ≥ 40% . daerah yang relatif datar di tujukan oleh tingkat kemiringan 0-5%, sedangkan kemiringan 6-20% adalah

bergelombang, dan kemiringan 21-40% adalah perbukitan, dan 40% adalah lahan terjal (lahan kritis).

Untuk mencapai Pangaribuan hanya dapat menggunakan jalur perhubungan darat. Ada beberapa jalur untuk dapat masuk ke Pangaribuan, yaitu melewati Sipahutar, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Melalui Sipahutar

merupakan jalur Utara, yang akan dijumpai adalah desa Sibikke yang merupakan salah satu desa di Pangaribuan. Melalui jalur Tapanuli Tengah kita harus melewati

Pahae Jae (hilir) dan Pahae Julu (hulu) yang merupakan bagian Barat Pangaribuan, selanjutnya masuk ke Sipahutar selanjutnya memasuki Pangaribuan. Melalui jalur Tapanuli Selatan pertama sekali kita akan menjumpai desa

Simangimbar selanjutnya akan dilalui desa Silantom kira-kira 5 Km kita akan mendapati Pangaribuan (Rahutbosi). Sepanjang perjalanan kita akan melihat

beberapa kelompok areal perumahan dan areal persawahan.

Jalan Pangaribuan sudah beraspal dan dalam kondisi yang bisa dikatakan baik karena tidak ada ditemukan jalan yang berlobang. Hal tersebut memudahkan

untuk melintasi setiap desa, dan jika ingin berkunjung ke desa lainnya dengan cepat dapat sampai ke tujuan dengan menggunakan kendaraan, karena semua jalan

untuk mencapai setiap desa telah beraspal tidak ada dijumpai jembatan atau tanah.

(3)

usaha angkutan berupa Bus ini akan berjalan atau lintas setiap harinya namun pada jam tertentu saja. Yaitu pagi pukul 07.00-011.00 WIB. Sore pukul 04.00-08.00 WIB. Bus tersebut adalah bus yang berangkat keluar kota dan dalam kota

sesuai jam yang ditentukan. Pada hari rabu angkot baru berjalan karena Pangaribuan hari itu adalah pasar tempat masyarakat Pangaribuan berbelanja, dan

sebagian dari masyarakat Pangaribuan menjual hasil pertaniannya. Angkot akan mangkal di sekitar pasar sesuai tujuan ke desa mana angkot tersebut akan mengantar sewanya, masyarakat tinggal menuju tempat mangkal angkot sesuai

desanya dan diantar sampai depan rumah masing-masing.

2.2. Sejarah Lokasi Penelitian

Sejarah terbentuknya Pangaribuan, pertama kalinya Pangaribuan ditempati marga Pangaribuan, hingga terbentuklah desa Pangaribuan. Namun pada saat ini

desa Pangaribuan tidak ada lagi yang ada adalah kecamatan Pangaribuan, sekalipun marga Pangaribuan sendiri tidak adalagi di Pangaribuan di karenakan,

dahulunya ada tiga marga yaitu keturunan Raja Sonang (Gultom) yaitu Datu Tabbun Gultom, marga Sormin, dan marga Tambunan (Mata Sopiak Tabunan) ketiganya pergi berburu ke hutan. Mereka bertiga melihat seekor burung (Igo

Gagap) yang begitu unik dan memiliki suara yang merdu. Mereka terus menerus mengikuti burung tersebut. Tanpa disadari mereka bertiga telah berjalan amat jauh

(4)

Mereka bertiga tidak lagi menghiraukan burung tersebut, dan memang burung tersebut hilang entah kemana terbangnya tidak pernah muncul lagi. Ketiganya kembali ke Samosir menjemput keluarga mereka masing-masing dan

memilih menetap di desa Pangaribuan tersebut.

Dahulu siapa yang kuat dialah yang berkuasa, prinsip tersebut terjadi di

desa Pangaribuan terjadilah konflik antara tiga marga pendatang terhadap marga Pangaribuan. Konflik tersebut dimenangkan ketiga marga tersebut, sehingga marga Pangaribuan tersingkirkan dan meninggalkan desa Pangaribuan marga

Pangaribuan pada waktu itu mengungsi ke daerah Timur Pangaribuan yaitu Garoga dan menetap disana pada waktu itu. Pada akhirnya terbentuklah

Pangaribuan tiga negeri yaitu, negeri Gultom, negeri Pakpahan dan negeri Sigotom (Tambunan) ketiga negeri inilah yang disebut kecamatan Pangaribuan sampai sekarang.

Pada kesempatan ini setelah mengulas bagaimana sejarah kecamatan Pangaribuan sebagai lokasi penelitian saya. Dimana kecamatan Pangaribuan

terdiri dari 26 desa. Peneliti akan mengambil sampel yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian saya diantara ke 26 desa tersebut peneliti memilih desa Batumanumpak. Saya tertarik dengan desa Batumanumpak yang terletak

disebelah selatan. Batumanumpak merupakan salah satu desa yang paling banyak warganya yang mayoritas Gultom, dan desa yang pertama ditempati Datu Tabbun

Gultom yang merupakan pendiri Batumanumpak sendiri. Pada masa penjajahan Belanda Datu Tabbun dan yang lainnya membuat lobang sebagai tempat persembunyian di atas bukit, yang penuh dengan batu-batuan. Lobang yang dibuat

(5)

dikenal sebagai “Batu manumpak” yang artinya batu berbalik. Masyarakat setempat sering menyebut bukit tersebut sebagai gunung batu. Setiap orang yang datang ketempat tersebut tidak dibolehkan bercakap kotor, karena bukit tersebut

bukit bersejarah bagi masyarakat setempat dan Datu Tabbun Gultom di kuburkan di atas bukit tersebut.

2.3. Keadaan Penduduk Pangaribuan

2.3.1. Jumlah Kependudukan

Secara keseluruhan penduduk Pangaribuan berdasarkan hasil pendapatan oleh Tim Pendata kecamatan Pangaribuan berjumlah 27.111 jiwa, sebanyak

13.344 penduduk laki-laki dan sebanyak 13. 767 penduduk perempuan. Pada 75+ terlihat bahwa jumlah penduduk perempuan jauh lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki, sekitar 73 persen penduduk pada kelompok usia 75 +

adalah perempuan, hal ini menunjukkan bahwa angka harapan hidup untuk kelompok umur 75+ lebih besar perempuan dari pada angka harapan hidup

(6)

Tabel 2.1 Data Jumlah Penduduk Pangaribuan

Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 1.921 1.865 3.786

5-9 1.986 1.774 3.760

10-14 1.667 1.624 3.291 15-19 1.128 1.031 2.159

20-24 655 493 1.148

25-29 858 839 1.697

30-34 925 855 1.780

35-39 814 778 1.592

40-44 767 754 1.521

45-49 629 687 1.316

50-54 584 671 1.255

55-59 471 625 1.096

60-64 331 493 824

65-69 229 415 644

70-74 188 342 530

75+ 191 521 721

Jumlah 13.344 13.767 27.111

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Salah satu ciri penduduk Pangaribuan yang juga menjadi kebiasaan masyarakat Toba adalah merantau. Penduduk Pangaribuan tidak terkecuali

perempuan maupun laki-laki semuanya adalah perantau yang berusia 18-40 tahun. Para perantau tersebut merantau ke beberapa daerah di Indonesia seperti Pekan Baru, Batam, Medan, Jakarta, dan kota-kota lainnya. Sebagian ada juga yang

(7)

2.3.2. Etnis dan Agama

Penduduk Pangaribuan adalah etnis Batak Toba yang merupakan penganut agama Kristen Protestan mayoritas, sekalipun sebagian menganut agama Islam

dan Katolik itu hanya sebagian kecil saja. Sejalan dengan itu juga merupakan suatu negeri yang kuat memegang adat istiadatnya, dimana garis keturunan Batak

Toba adalah dari ayah atau patrilineal. Masyarakat Pangaribuan sekalipun berbeda-beda agama yang dianut tidak pernah saling berkonflik antar agama, semua berjalan harmonis. Di mana masyarakat Pangaribuan ini saling menjujung

tinggi keagamaan dengan adat istiadat, dan tidak mempengaruhi masyarakatnya untuk menjalankan adat dan agama yang dianutnya meskipun sedikit

bertentangan. Masyarakat tetap menjalankan perintah agama demikian sebaliknya juga menjalankan adat yang mereka pakai.

Penduduk Pangaribuan sekarang ini secara keseluruhan tidak hanya terdiri

dari kumpulan marga SAMPAGUL, Tambunan, dan Siregar saja. Marga lainnya sudah banyak berdatangan ke Pangaribuan ada yang tinggal di Pangaribuan

karena “Sodduk Hela” yang artinya, seorang gadis dari Pangaribuan dinikahi oleh pria dari kampung yang bukan Pangaribuan misalnya marga Sihombing. Mereka memilih menetap di kampung perempuan bersama keluarga si Perempuan, hal

itulah yang disebut Sodduk Hela, dan banyak terjadi di Pangaribuan sehingga marga-marga seperti Sinaga, Simatupang, Sihombing, Pardede, dan lainnya

(8)

2.4. Mata Pencaharian

Penduduk Pangaribuan secara menyeluruh mempunyai potensi untuk pengembangan pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian, peternakan, perikanan,

industri. Namun tidak semua bidang di atas berkembang dengan baik karena kurang dalam sistem pengelolaan dan keterbatasan modal. Hampir semua

masyarakat Pangaribuan menggantungkan perekonomiannya di bidang pertanian. Sekitar 90 % masyarakat yang tinggal di Pangaribuan menjadikan pertanian sebagai mata pencarian utama. Sisanya bergerak di bidang lainnya berupa PNS,

berdagang, industri rumah tangga, peternakan, dan perikanan. Namun hampir semua masyarakat yang berprofesi sebagai PNS, pedagang, industri rumah tangga,

peternakan dan perikanan juga berprofesi sebagai petani.

Seperti yang diutarakan oleh Pak Tiar Harianja, bahwa menjadi seorang petani sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sekarang ini.

Beliau mengatakan pendapatan saya tidak kalah dari seorang PNS atau pegawai-pegawai lainnya. Saya tidak perlu lagi membeli beras karena hasil panen saya

setiap musimnya dapat memenuhinya dan bahkan berlebih. Kelebihan dari hasil panen tersebut juga dijual untuk membantu memenuhi kebutuhan lainnya.

Pertanian merupakan mata pencaharian utama masyarakat Pangaribuan

dengan luas lahan mencapai 9.000 Ha. Jenis tanaman yang paling utama di bidang pertanian adalah padi. Pangaribuan merupakan penghasil beras dengan mayoritas

(9)

yang tinggi dan kualitasnya juga sangat kompetitif di pasaran. Pada saat ini, harga kedua varietas padi tersebut menduduki harga tertinggi di pasar mereka.

Disamping budidaya padi, petani Pangaribuan juga membudidayakan

buah-buahan dan tanaman perkebunan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena yang cukup tinggi dan pemasaran yang tidak begitu sulit.

Buah-buahan yang ditanami berupa nenas yang luas areal lahannya 45,65 ha, dengan produksi sebanyak 793,81 ton. Jambu air yang memiliki luas areal lahannya 12,33 ha, dengan produksi 13,99 ton, sedangkan tanaman dengan luas

panen terkecil adalah tanaman pisang yaitu dengan luas areal 0,90 ha dengan produksi sebanyak 6,85 ton.

Tanaman perkebunan rakyat yang paling banyak diusahakan adalah tanaman kemenyan dan kopi, dengan luas tanaman kemenyan dan kopi, dengan luas areal 4.821,50 untuk tanaman kemenyan, dan luas areal kopi. 945,50 ha.

Tanaman perkebunan yang paling sedikit diusahakan oleh masyarakat Pangaribuan adalah tanaman kemiri, dengan luas areal 13,50 ha. Beberapa

tanaman lainnya seperti jagung, kacang tanah, cabe, ubi kayu dan ubi jalar, serta tanaman BIOFARMAKA (obat-obatan/bumbu dapur) juga mereka budidayakan walaupun tidak dalam jumlah areal yang luas.

Untuk sektor peternakan, hewan ternak yang diminati adalah jenis kambing, sapi, babi, kerbau, ayam, itik. Pemerintahan Pangaribuan memberi

(10)

pertanian, dimana hasil kotoran ternak akan diolah guna dijadikan pupuk kandang untuk pemupukan berbagai tanaman yang dikembangkan pada lahan-lahan pertanian yang dimiliki.

Berbeda halnya dengan sektor perikanan yang tidak begitu banyak. Di Pangaribuan terdapat beberapa kolam yang dimiliki oleh perorangan dengan

budidaya yang tidak begitu besar. Terdapat kolam-kolam ikan yang tersebar di tanah-tanah penduduk yang memilikinya. Terdapat usaha membudidaya ikan mas untuk dijual di Rahutbosi, dan di peruntukkan untuk rumah makan sendiri di

Batunadua.

Ada juga beberapa petani padi sawah yang mencoba memaksimalkan

lahan sawah untuk mengembangkan bibit ikan. Selain kolam dan sawah, terdapat juga ikan-ikan sungai yang terkadang juga diambil oleh penduduk sekitar. Untuk ikan sungai, di Pangaribuan ini tidak memiliki aturan kepemilikan, dengan artian

siapa saja boleh mengambil dengan harus menjaga lokasi sungai dari pencemaran saat mengambil ikan-ikan di dalamnya.

Jenis industri rumah tangga di Pangaribuan lebih terarah kepada bertukang (bangunan rumah), panglong, dan bengkel. Jenis industri bertukang rumah biasanya mereka tidak hanya di Pangaribuan saja kadang sampai keluar kota.

Mereka sampai ke luar kota karena kerabat mereka yang memperkenalkan mereka kepada orang-orang yang ingin membangun rumah. Industri panglong

(11)

Sedangkan para ibu-ibu usaha industri yang mereka geluti adalah biasanya menjahit dan menyulam, serta membuka salon. Usaha ini sangat berkembang, karena di Pangaribuan banyak acara-acara yang dilangsungkan misalnya di gereja

dan pesta-pesta.

Pasar Pangaribuan berada pada satu wilayah pemerintahan kecamatan

Pangaribuan. Pasar rakyat tersebut dinamakan onan. Pasar Pangaribuan berlangsung sekali seminggu tepatnya hari Rabu. Pada saat ini keadaan Onan telah jauh berubah dan berkembang fasilitas perniagaan di dalamnya.

Aktifitas pasar berlangsung pada pagi sampai petang hari, dimana hal ini sama dengan aktifitas pasar di daerah-daerah lainnya di Kabupaten Tapanuli

Utara. Jenis perdagangan pada pasar ini berupa perdagangan tradisional yang didominasi barang-barang primer berupa kebutuhan pokok sehari-hari. Selain itu, pedagang menjual hasil ladang di pasar rakyat ini.

2.4.1. Sejarah Pertanian

Sejarah pertanian Pangaribuan berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya

Pangaribuan. Dilihat dari letak-letak areal pertanian sekarang ini, dahulunya petani memulai pertanian di daerah Pangaribuan membuka lahan pertanian berdekatan dengan air dan juga rawa-rawa. Para petani mengatakan, bahwa sawah

mereka berada di dekat pegunungan dan sungai, sedangkan ladang berada di hutan yang petani kelola sendiri. Merupakan warisan dari nenek moyang. Yang

diberikan secara turun-temurun kepada anak cucunya.

(12)

memiliki lahan yang paling luas, petani bekerja terus jika sudah terlihat sangat luas dan merasa sangat cukup untuk dikelola maka petani tersebut berhenti, demikianlah menentukan luas lahan mereka, karena zaman nenek moyang yang

menentukan batas lahan mereka adalah mereka sendiri sampai dimana dia bisa sampai disitulah milik dia. Tidak ada surat tanah namun tidak pernah terjadi

perdebatan di antara mereka. Maka sampai sekarang keluarga yang memiliki lahan luas berarti nenek moyang mereka (oppung) mereka dahulu adalah pekerja keras dahulunya, ditandai dari luas lahan. Seperti yang dikatakan oppung Mekar:

Oppungku najolo parkarejo namaccai gogo do, boi dibereng sian hauma nami saonnari, nungga sappe onom turunan adong dope tano siulaon nami. Hauma nang tombak dohot akka ordang. (Oppung saya dahulu adalah seorang pekerja keras, di tandai dari sawah yang kami miliki, bahkan sampai enam keturunan kami masih memiliki lahan yang cukup untuk kami kelola, tidak lain sawah maupun ladang, atau hutan yang belum kami kelola).

Petani Pangaribuan menentukan posisi lahan berupa tanah-tanah yang berada di dekat sumber air, dengan alasan mempermudah petani mendapatkan

pasokan air untuk pengelolaan lahan pertanian. Selain itu para petani juga beranggapan tanah yang berada didekat sumber air merupakan salah satu tanah

yang subur untuk di jadikan lahan pertanian. Seperti yang dikatakan Op pada:

(13)

Menggunakan pengetahuan yang dimiliki, petani dahulu mengolah tanah di sekitar sungai menjadi areal persawahan. Untuk areal ladang mereka memilih daerah hutan. Mengenai tingkat kesuburan tanah menurut

petani di Pangaribuan untuk tanaman persawahan adalah jenis tanahnya yang bercampur pasir, untuk ladang biasanya yang ditumbuhi tumbuhan

arsam dan pohon-pohon besar berarti tanahnya itu pasti lebih subur kata Pak Tina.

Jenis tanaman pada masa ini berupa tanaman padi untuk persawahan.

Informasi mengenai jenis tanaman informasi mengenai jenis tanaman padi sawah ini didapat karena lahan sawah yang ada di Pangaribuan telah ada semenjak nenek

moyang mereka membuka daerah Pangaribuan. Jenis padi yang dikembangkan sudah ada sejak jaman nenek moyang dan sampai sekarang mereka gunakan sekalipun sebagian di antaranya ada yang tidak mereka pakai lagi.

Sedangkan areal ladang jenis tanaman yang ditanam berupa padi ladang, ubi, kopi, jagung, cabe, nenas, kacang tanah, kacang merah, pepaya, nangka, dan

jenis lainnya. Jenis tanaman ini diperoleh dari wawancara dengan informan Ibu Heni yang mengatakan bahwa:

(14)

Hutan di Pangaribuan menghasilkan kayu-kayu seperti pinus, attur mangan, anti api, salagunde. Tanaman yang berada di hutan ini digunakan oleh masyarakat Pangaribuan dulu bahkan sampai sekarang untuk membuat rumah dan

perabotan rumah tangga, kayu bakar, ada juga untuk dijual.

2.4.2. Tata Ruang Pertanian

Pertanian di Pangaribuan terdiri dari pertanian lahan kering dan persawahan. Luas areal ladang 1.945 ha dan persawahan 2.250 ha. Lokasi

persawahan dan ladang tersebar pada daerah landai pada setiap desa-desa yang ada di Pangaribuan. Lokasi persawahan tersebut terletak berdampingan dengan

lokasi ladang. Kondisi jalan menuju persawahan di golongkan dalam keadaan baik, karena kendaraan sepeda motor bisa memasuki wilayah persawahan, dan sebagian wilayah persawahan tersebut terletak dipinggir jalan desa.

Jenis tanaman pada ladang berupa kopi, cabe, jagung, ubi kayu, nenas, pisang dan jenis lainnya. Jenis padi yang ditanam di areal persawahan adalah jenis

padi lokal yaitu Siborutambun, Sikasumbo nabirong, sikasumbo nabotta, Tamba Merah, Siharotas, Sirias, Sipulut Nabirong, Sipulut Nabottar dan jenis lainnya. Setiap lokasi persawahan tersebut memiliki nama masing-masing yang diberikan

(15)

Tabel 2.2. Jenis padi yang masih di pertahankan di Pangaribuan

JENIS PADI CIRI-CIRI

DAUN BATANG BULIR TANGKAI

-Lebih kecil dari jenis padi

Siborutabbun -Lebar 2-3 cm

(16)

kira-Diantara jenis padi tersebut padi yang paling enak adalah padi jenis

Siborutabun. Enak berarti nasi yang dihasilkan Siborutabun ini berminyak, dan lebih manis dari yang lainnya warnanya yang putih bersih membuat padi ini memiliki nilai unggul dari warna merah misalnya, nasi yang sering dijual di

rumah makan yaitu nasi putih, meskipun nasi merah juga sangat bergizi.

Jenis-jenis padi dapat ditemukan di setiap bagian desa dan dusun-dusun di Pangaribuan. Pada bagian Utara Pangaribuan, yaitu sawah-sawah desa Sibikke,

sawah Simpang Tolu, sawah Parsorminan, sawah Parlombuan, sawah Sigotom. Bagian Timur terdapat, sawah Lumban Sormin, sawah Lumban Siantar, sawah Pakpahan, sawah Tagahabbing, sawah Lumban Dongoran. Pada bagian Barat

terdapat sawah Harianja, sawah Lumban Tanjung, Sawah Parsibarungan. Bagian Selatan yakni, sawah Batunadua, sawah Huta Baru, sawah Rahutbosi, sawah

Silattom. Tidak ada lagi masyarakat yang mengetahui secara mendetail asal-usul dari nama lokasi persawahan tersebut.

Sumber irigasi pertanian sawah Pangaribuan berasal dari sungai yang

melintas di areal persawahan dan beberapa sumber mata air pegunungan yang ada. Namun masyarakat Pangaribuan kebanyakan memanfaatkan air hujan.

Masyarakat menyebut sungai tersebut dengan sebutan aek godang artinya, air yang banyak. Air yang mengalir dari Aek Godang beserta beberapa mata air pegunungan yang ada ke seluruh areal persawahan melalui anak-anak sungai dan

(17)

2.5. Organisasi dan Kelembagaan Pangaribuan

Terdapat kelompok usaha masyarakat di Pangaribuan yang beranggotakan para petani. Sistem kerja dari kelompok ini tergantung program kerja yang

dibentuk oleh tiap-tiap kelompok usaha. Keuntungan dari mengikuti kelompok usaha ini berupa kemudahan-kemudahan bagi anggota untuk mencari tambahan

modal dan mendapatkan bahan-bahan yang di butuhkan untuk pertanian mereka. Selain itu, mengenai informasi tentang usaha yang mereka jalankan sangat mudah didapatkan melalui sosialisasi sesama anggota.

Pada bidang pertanian, para petani mendapat kemudahan dalam mendapatkan pupuk. Pupuk ini disalurkan oleh pemerintah melalui kelompok tani

di Pangaribuan, seperti diutarakan Pak Dian, berupa:

Takkal sian pamaretta disalurhon tu akka petani melalui kelompok tani na dibahen, baru dijalo ketua kelompok tani ma selanjutna dipabuati akka anggota kelompok ma manang na dihubungi ma akka ketua kelompokna be. Pupuk dari pemerintah disalurkan kepada petani melalui kelompok tani yang ada. Nantinya akan diterima oleh ketua kelompok tani. Tiap-tiap anggota yang masing-masing untuk mengambilnya. Bagi anggota yang ingin memakai pupuk tersebut biasa menghubungi ketua masing-masing lalu menjemputnya.

Perkembangan kelompok usaha ini berdampak kepada perkembangan

usaha-usaha masyarakat Pangaribuan, terutama sektor pertanian. Hal ini disebabkan semakin mudahnya petani mendapatkan pupuk sehingga tanaman mereka tidak perlu sampai kekurangan pupuk, karena sewaktu-waktu stok pupuk

Gambar

Tabel 2.1 Data Jumlah Penduduk Pangaribuan
Tabel 2.2. Jenis padi yang masih di pertahankan di Pangaribuan

Referensi

Dokumen terkait