BAB III
ANALISIS KOMPOSISI
A. Konsep Penyusunan Komposisi
“Bertahan Dalam Tempaan” sebuah komposisi musik program untuk format band ini terbagi menjadi tiga bagian yakni: bagian pertama “Masa
Kecilku”, bagian kedua “Teror”, dan bagian ketiga “Bahagia”. Komposisi
ini disusun berdasarkan kisah nyata penulis dari masa kecil hingga remaja. Pada bagian pertama “Masa Kecilku” menceritakan kisah masa kecil penulis yang terlahir sebagai kaum minoritas di daerah pedesaan yang
telah mengalami diskriminasi tentang agama, karena penulis beserta
keluarganya adalah satu-satunya yang beragama Kristen, sedangkan
mayoritas penduduk di daerah tersebut kebetulan beragama Islam. Pada
bagian ini digunakan tangga nada A minor harmonis1 diawali dengan
instrumen gitar dengan teknik tremolo. Leitmotif 2 pada komposisi ini di
tulis pada frase pertama yang menggambarkan suasana kota santri
(mayoritas muslim). Pada frase kedua, menceritakan kegiatan sehari-hari
penulis setelah pulang sekolah, yakni menggembalakan hewan peliharaan,
beberapa ekor bebek, di sawah dan di sungai. Pada bagian ini, sawah
perkampungan digambarkan dengan tangga nada pentatonis Jawa.
Sedangkan sungai yang mengalir digambarkan dengan teknik arpeggio
yang diulang-ulang pada instrumen piano. Pada saat penulis sedang
menggembalakan binatang peliharaannya, tiba-tiba datanglah beberapa temannya hanya sekedar untuk mengejek dan mengatakan “kafir”. Bagian ini digambarkan dengan nada disonan yang muncul secara tiba-tiba.
Penulis sudah mencoba untuk menghindar dan berlari saat diejek oleh
mereka. Penulis menghindari mereka dengan pergi menjauh, tetapi mereka
tetap mengejar dan terus mengejek. Saat berlari untuk menghindari ejekan
Bagian kedua “Teror” menceritakan adanya doktrin dari masyarakat mayoritas di tempat itu yang kebetulan beragama Islam supaya penulis
mau mengikuti agama mereka. Masyarakat menganggap bahwa agama
yang dianut oleh penulis adalah agama sesat. Pada bagian ini digunakan
tangga nada E minor dengan diawali oleh instrumen piano pada nada E
oktaf rendah dan disertai melodi arpeggio yang bergerak turun pada akord
E minor. Arpeggio yang bergerak turun di sini menggambarkan adanya
masukan doktrin yang ingin dipaksakan untuk mempengaruhi penulis.
Pada saat masyarakat sekitar melakukan doktrinasi, penulis mencoba
melawan dan sedikit beradu argumentasi. Pada bagian perlawanan
digambarkan dengan nada kromatis dari instrumen keyboard yang
bergerak berlawanan dengan melodi utama. Penulis memilih untuk tidak
mengikuti kepercayaan mereka, sehingga mulai timbul teror-teror yang
menimpa keluarga penulis. Teror tersebut antara lain berupa pelemparan
petasan di depan rumah penulis pada malam hari dan kata-kata ejekan
berupa kata-kata kotor atau “kafir” yang ditujukan kepada penulis. Pada
bagian ini digambarkan dengan penggunaan floor drum, double pedal
drum dan disambung dengan teknik glissando pada syntesizer keyboard.
Setiap akhir bagian glissando ditutup dengan pukulan keras pada bagian
simbal untuk menggambarkan ketegangan akibat suara ledakan petasan
tersebut.
Setelah teror tersebut sedikit mereda, penulis merenung dan muncul
keinginan untuk membalas kejahatan mereka dengan melempar petasan ke
rumah mereka. Tetapi keinginan tersebut tidak jadi terlaksana, karena
penulis berpikir jika hal ini dilakukan, maka akan muncul permasalahan
yang lebih besar. Bagian ini digambarkan oleh suara syntesizer string,
permainan flor drum, dan nada yang diulang-ulang sampai akhir bagian.
Pada akhir bagian ini diakhiri dengan nada A-G-A secara unison dan
berhenti secara tiba-tiba, dengan maksud untuk menggambarkan penulis
yang tidak jadi melanjutkan niat jahat untuk membalas para peneror
Bagian ketiga, “Bahagia”, menceritakan tentang kebahagiaan penulis yang merasa lolos dari teror dan doktrin yang tidak membuat nyaman
tersebut. Pada bagian ini penulis dan keluarga memutuskan untuk pindah
tempat tinggal ke Kota Semarang. Pada awal bagian ini menggunakan
melodi utama piano dengan dinamika piano.3 Melodi ini untuk
menggambarkan karakter ibu yang lembut sedang menyampaikan kabar
untuk pindah tempat tinggal ke Semarang. Instrumen gitar memainkan
akord A mayor dengan teknik arpeggio. Disambung suara string dari
instrumen keyboard yang cenderung bergerak melompat-lompat, dengan
ritmis 1/8 menggambarkan hati penulis yang gembira saat mendapat kabar
baik dari ibu jika penulis beserta keluarga akan pindah tempat tinggal yang
lebih baik, yaitu di Kota Semarang. Pada saat persiapan bersama-sama
untuk pindah ke Semarang digambarkan dengan nada E secara unisono4,
modulasi5 dan transisi suara string pada instrumen keyboard menuju akord
C mayor. Pada saat perjalanan menuju kota Semarang digambarkan
dengan instrumen piano dan string ritmis 1/8 dan interval cenderung
melompat. Ritmis 1/8 dengan lompatan interval ini menggambarkan
kebahagiaan dan senang. Sesampainya di rumah baru Semarang,
menggunakan modulasi ke akord E mayor, melodi utama pada bagian ini
B. Analisis bentuk dan Struktur
Analisis “Bertahan Dalam Tempaan” komposisi musik program dalam format band dibagi menjadi tiga bagian dan dipaparkan sebagai
berikut :
1. Bagian Pertama “Masa Kecil”
Pada bagian ini berbentuk A-B-B1-B2, menggunakan sukat 4/4,
dalam tangga nada A minor harmonis dan bertempo lento.
Tabel Struktur Komposisi 3.1
Bagian ini menceritakan suasana di daerah Kendal yang terkenal
dengan kota santri. Penulis sebagai kaum minoritas (satu-satunya umat
nasrani) yang selalu diejek dan dikucilkan dari teman-temannya.
Bagian introduksi dimulai birama 1-13, menggunakan nada yang
ditahan pada root E. Pada birama 1-4 diawali dengan instrumen gitar
dengan teknik tremolo dan synthesizer dengan “pedal point”.
Mulai memasuki birama 6, muncul tambahan instrumen piano dengan 1
nada E1, dan pada birama 9 melodi dari instrumen piano memainkan
menggambarkan adanya tekanan saat tinggal di dalam daerah santri
tersebut.
Pada birama 27-36 menggunakan transisi dengan progresi akord A
mayor, B mayor dengan menggunakan teknik pedal poin pada
instrumen bass di nada A yang ditahan.
Satu nada E yang dimainkan hanya di Pad Syntesizer pada register
rendah, menggambarkan bahwa sebagai kaum minoritas (satu-satunya
keluarga yang beragama kristen). Suara pad syntesizer yang berkarakter
kekelaman ini, menunjukan bahwa penulis tidak gembira di daerah
tersebut. (gambar3.1)
Gambar 3.1
Istrument gitar dimainkan dengan teknik tremolo dan menggunakan
tangga nada minor harmonis menggambarkan keluarga penulis sedang
berada di daerah santri. (gambar 3.2)
Akord disonan bermakna sebagai ejekan dari teman-teman.
Akord disonan ini menggunakan nada dari Bb-D-E-A. (gambar 3.3)
Gambar 3.3
Pola arpeggio yang diulang-ulang bermakna untuk menggambarkan aliran
sungai. Arpeggio dimainkan pada akord E minor dan B mayor. (gambar
Gambar 3.4
Nada-nada notasi 1/32-an bergerak dengan interval yang berdekatan,
menggambarkan penulis yang sedang berlari untuk menghindari ejekan
dan olok-olok dari teman-teman saat bermain di sawah.
Gambar 3.5
2. Bagian kedua “Teror”
Bagian ini berstruktur A-B-C-D, menggunakan sukat 4/4 dan 2/4
dalam tangga nada E minor dan bertempo allegro.
Tabel Struktur Komposisi 3.2
Bagian ini menceritakan banyaknya teror dari masyarakat setempat
yang kurang berkenan dengan keberadaan keluarga penulis, karena penulis
beserta keluarga menjadi satu-satunya keluarga yang beragama Kristen,
sementara sebagian besar penduduk di daerah tersebut adalah umat islam
yang radikal.
Pada bagian introduksi, birama 3-4 menggunakan arpeggio dari E
minor yang bergerak turun, menggambarkan adanya masukan kata-kata
dari masyarakat dengan tujuan ingin mendoktrin penulis untuk
instrumen piano dengan register rendah. Register rendah ini berfungsi
untuk menggambarkan keras dan kuatnya doktrin dari masyarakat
setempat yang sangat menyinggung perasaan.
Gambar 3.6
Pada birama 17-20 terjadi sedikit perlawanan dari penulis dengan
saling beradu argumen antara penulis dengan masyarakat yang berupaya
melakukan doktrinasi. Pada bagian perlawanan, perbedaan pendapat ini
digambarkan oleh nada kromatis dari instrumen syntesizer str yang
bergerak berlawanan dengan melodi utama. Nada kromatis ini bergerak
dari E oktaf tinggi menuju C oktaf rendah.
Gambar 3.7
Pada birama 37-40/2, menggambarkan penulis yang sedang
berbicara menolak untuk meninggalkan kepercayaannya. Pada bagian ini
hanya menggunakan instrumen gitar saja yang melodinya bergerak
Gambar 3.8
Pada teknik drum Double pedal, menggunakan ritmis 1/8 triplets pada
setiap satu ketuknya. Pola permainan ritmis double pedal pada drum set ini
untuk menggambarkan suasana ketegangan dan kebingungan saat diteror
dan dilempari petasan dari masyarakat.
Gambar 3.9
Pada birama 60 dan 64 menggunakan Glissando untuk menggambarkan
sebagai suara lemparan petasan yang dilemparkan ke rumah penulis pada
saat terjadi teror.
Glisando disini menggunakan pitch band pada instrument syntesizer dengan
suara string yang bergerak menurun satu nada dari kunci E menuju kunci D.
Gambar 3.10
Birama 53-59 floor drum dan bass drum dengan memainkan pola ritmis
1/8 dan 1/16 memberikan suasana ketegangan.
Pukulan simbal dengan dinamika forte dan penekanan kunci E, bermakna
sebagai petasan yang meledak . Suara pukulan simbal ini muncul setiap
akhir glissando.
Gambar 3.12
Pada birama 61-67 menggunakan teknik arpeggio pada suara instrument
organ, menggunakan akord E minor dan B mayor.
Teknik arpeggio ini menggambarkan suasana kebingungan pada saat diteror
dan dilempari petasan.
timbul keinginan untuk melawan peneror. Pada bagian ini floor drum
sebagai pengganti timpani.
Gambar 3.14
Pada birama 92-94 ditambah suara gitar pada akord A minor berinterval V
dengan efek overdrive, menggambarkan munculnya niatan buruk penulis
yang ingin membalas peneror.
Gambar 3.15
berat. Ketukan ristmis floor dan bass drum yang semakin cepat ini
menunjukan bahwa penulis semakin tidak sabar ingin membalas dendam.
Gambar 3.16
Ending pada bagian ‘Teror” ini ditutup pada ketukan gantung akord A-G-A
dengan nilai not 1/4an. Ending yang berakhir tidak pada ketukan berat ini
untuk menggambarkan bahwa penulis menggagalkan rencananya untuk
Gambar 3.17 (ending)
3. Bagian ketiga “Bahagia”
Pada bagian ketiga ini berstruktur A-A1-B-C-B, tempo allegro
menggunakan sukat 4/4 dalam tangga nada E mayor dan C mayor..
Bagian ini menceritakan tentang kebahagiaan penulis karena sudah
lolos dari cobaan yang telah dialaminya waktu di desa dan mempunyai
tempat tinggal baru yang lebih nyaman di kota Semarang.
Tabel Struktur Komposisi 3.3
Birama Keterangan
17-24 Bagian A1
25-37 Bagian B
39-54 Bagian C
56-72 Bagian B1
Pada birama pertama (introduksi) menggunakan awalan akord IV
dari E mayor dan menggunakan melodi pada instrumen piano dengan
dinamika piano. Melodi piano dengan dinamika lembut tersebut untuk
menggambarkan sosok ibu yang sedang berbicara memberi kabar baik
kepada keluarga.
Gambar 3.18
Instrumen gitar memainkan akord A dan E dengan teknik arpeggio
yang bergerak naik dan turun pada birama 1-6 menggambarkan keluarga
Gambar 3.19
Pada birama 5-7 nada E, A, G dimainkan secara staccato seperti
lompatan-lompatan, dengan nilai not 1/8 pada instrumen syntesizer, menggambarkan
hati penulis yang berdebar-debar senang karena mendengar kabar baik dari
ibu.
Gambar 3.20
Pada birama 8, nada E dengan nilai not 1/32 yang bergerak menuju
modulasi C mayor menggambarkan sedang beranjak dari rumah menuju ke
Pada birama 9-37 perubahan tangga nada, menjadi C mayor. Perubahan
tangga nada disini menggambarkan bahwa sudah beranjak dari tempat
tinggal lama, dan selanjutnya melakukan perjalanan ke kota Semarang.
Gambar 3.22
Pada birama 39-53 terjadi perubahan nada dasar ke E mayor, perubahan
nada dasar ini menunjukan bahwa sudah sampai ditempat baru, yakni di
Semarang. Pada bagian ini melodi utama dimainkan oleh instrumen gitar
Gambar 3.23
Pada birama 56-72 menggambarkan bahwa sudah mulai
menempati tempat tinggal yang baru, penulis beserta keluarga sangat
senang, karena masyarakat disini sangat toleran dan nyaman.
Birama 70-72 merupakan ending dari “Bahagia” , bagian ini
menggunakan akord G#Mayor—BbMayor dan berakhir di C Mayor.