• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Makalah Kelompok TEORI BELAJAR KUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Makalah Kelompok TEORI BELAJAR KUL"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Makalah Kelompok

TEORI BELAJAR KULTURAL DAN

PERLUASAN KONSEPSINYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Pembelajaran IPS

Doses Pengampu: Dr. SALAMAH, M.Pd

Disusun Oleh:

1. SUCIYATI (NIM 12155140016) 2. MUJIYATI (NIM 12155140026) 3. ZUKY IRIANI (NIM 12155140037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

KATA PENGANTAR

Semoga berkah dan keselamatan tercurah kepada kita semua. Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nya telah menuntun penulis menyelesaikan makalah berjudul “Teori Belajar Kultural dan Perluasan Konsepsinya” ini.

Secara garis besar makalah ini berisi mengenai berbagai konsepsi teori belajar kultural yang dipandang dari pendekatan-pendekatan teori belajar teori belajar konstruktivisme, teori belajar ko-konstruktivisme, teori belajar sosial, dan teori belajar sosio kutural atau banyak disebut dengan istilah teori belajar revolusi-sosio kultural. Lahirnya teori belajar kultural merupakan bentuk kritik atas teori-teori belajar pendahulunya. Para ahli berpandangan bahwa teori-teori-teori-teori belajar yang telah ada sebelumnya telah mengabaikan aspek bahwa manusia sebagai makhluk individu dan sosial telah terlepas dari lingkungan sosialnya dalam proses belajar yang dialami dan dilakukan. Lingkungan, melalui pola interaksinya merupakan setting sekaligus bahan belajar yang mampu membentuk dan merubah perilaku pembelajar. Oleh karenanya, belajar adalah proses integrasi antara individu dengan lingkungan.

Lebih lanjut makalah ini membahas mengenai kelebihan dan kelemahan teori belajar kultural. Berikutnya dibahwa pula mengenai aplikasi teori belajar kultural berdasarkan jenis pendidikan dan berdasarkan model pembelajaran di sekolah. Terakhir, makalah ini membahas mengenai perluasan konsepsi teori belajar kultural dikaitkan dengan pembelajaran berbasis budaya.

Penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi pengetahuan yang berkaitan dengan konsepsi teori belajar kultural. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengundang saran, kritik, serta masukan dari pembaca sekalian.

Yogyakarta, November 2012.

(3)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan ... 4

D. Manfaat ... 4

BAB II : PEMBAHASAN A. Devinisi Para Ahli Mengenai Teori Belajar Kultural ...6

B. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kultural ...18

C. Aplikasi Teori Belajar Kultural ...20

D. Perluasan Konsepsi Teori Belajar Kultural Dikaitkan dengan Pembelajaran Berbasis Budaya ...23

BAB III : PENUTUP A. Kesimpulan ... 29

B. Implikasi ... 30

C. Saran ... 30

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan bangsa dan negara. Kualitas pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mutu sumber daya manusia. Dalam UU Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan mengenai pengertian pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(5)

setiap individu. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Implementasi pendidikan non formal antara lain; berbagai kursus keterampilan, program Kejar Paket A, B, dan C.

Kenyataan bahwa faktor ekonomi mempengaruhi kuantitas warga negara dalam mengenyam pendidikan formal, seharusnya tidak menjadikan masyarakat yang kurang mampu tidak dapat menikmati pendidikan. Keberadaan pendidikan non formal memiliki peranan penting untuk mengakomodir masyarakat yang tidak bisa mengenyam pendidikan formal, dengan berbagai latar belakang alasan. Ditinjau dari fungsi, cakupan, dan jenis pembelajaran antara pelaksanaan pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non formal memang berbeda. Salah satu perbedaannya terletak pada budaya belajar dalam kawasan tiga pelaksanaan pendidikan tersebut. Budaya belajar mempengaruhi proses pembelajaran, di lain sisi proses pembelajaran pun dapat mempengaruhi budaya belajar di lingkungan pendidikan.

Budaya belajar sebagai faktor pengaruh dan faktor yang dipengaruhi, terbentuk dari budaya (kultur) yang berkembang di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Baik kultur makro maupun kultur mikro. Teori belajar kultural sangat berkaitan erat dengan penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun non formal. Teori belajar kultural memandang bahwa aspek-aspek sosial memasyarakatan, aspek kebudayaan, dan aspek lingkungan, merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran dan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Patut diakui, bahwa kebudayaan yang berkembang dalam kelompok masyarakat tertentu akan menentukan bentuk maupun corak pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan.

(6)

orang yang mengajar. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian.

Seorang siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan diajak menghayati kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban sosial yang saling solider. Mendidik juga berarti membantu anak untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, harus berusaha diciptakan lingkungan belajar yang demokratis. Selain itu diperlukan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar sebagai modal dasar untuk memunculkan prakarsa belajar. Ini semua menjadi sangat penting untuk mengembangkan kemampuan mental yang produktif.

Indonesia merupakan negara yang majemuk, dengan heterogenitas kebudayaan yang dimiliki masyarakat, menjadikan corak pendidikan di Indonesia pun menjadi beragam. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, dari kepulauan Sematera hingga Papua, tidak boleh meminggirkan peranan kebudayaan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Secara umum, pendidikan memang dimaksudkan agar setiap kelompok masyarakat dapat menerima perbedaan, sehingga tercipta masyarakat yang plural dengan tingkat toleransi yang tinggi.

(7)

kultural selain dapat diaplikasikan dalam berbagai metode pembelajaran, juga menjadi solusi bagi sebagian permasalahan pendidikan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana devinisi para ahli mengenai teori belajar kultural? 2. Apa kelebihan dan kelemahan teori belajar kultural?

3. Bagaimana aplikasi teori belajar kultural?

4. Bagaimana perluasan konsepsi teori belajar kultural dikaitkan dengan pembelajaran berbasis budaya?

C. Tujuan

Melihat rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui devinisi para ahli mengenai teori belajar kultural. 2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan teori belajar kultural. 3. Mengetahui aplikasi teori belajar kultural.

4. Mengetahui perluasan konsepsi teori belajar kultural dikaitkan pemebelajaran berbasis budaya.

D. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai teori belajar kultural, sehingga dapat dijadikan acuan untuk penulisan dengan topik terkait. Manfaat praktisnya, antara lain:

(8)

agar segenap praktisi pendidikan mampu mengembangkan model-model pembelajaran sebagai implementasi teori pembelajaran kultural.

2. Bagi sekolah, agar melakukan langkah-langkah nyata untuk mengidentifikasi kultur yang berkembang di lingkungan sekolah. Tujuannya untuk mempermudah menemukan permasalahan dalam proses pembelajaran dan menyusun seperangkat solusi dan kebijakan intern sekolah dengan berpijak pada teori belajar kultural.

3. Bagi guru, agar mempraktekkan teori belajar kultural dalam pembalajaran di kelasnya, dengan penyesuaian-penyesuaian tersentu. Penyesuaian yang dimaksud adalah materi yang akan dipelajari, karakter kelas, dan berbagai aspek yang mendukung proses pembelajaran.

BAB II PEMBAHASAN

A. Devinisi Para Ahli Mengenai Teori Belajar Kultural.

Berbeda dengan teori-teori belajar yang muncul lebih dahulu, (seperti: teori belajar disiplin mental, teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori belajar humanisme), pengertian teori belajar kultural tidak dijabarkan secara eksplisit. Pendevinisian teori belajar kultural, oleh para ahli dirumuskan dalam bentuk pendekatan-pendekatan teori belajar yang lain, yakni: teori belajar konstruktivisme, teori belajar ko-konstruktivisme, teori belajar sosial, dan teori belajar sosio kutural atau banyak disebut dengan istilah teori belajar revolusi-sosio kultural.

(9)

dalam hal ini memiliki cakupan yang luas, meliputi lingkungan sosial dan lingkungan alam dengan berbagai aspek yang mengitarinya, antara lain: interaksi antar individu, pola hubungan kelompok, kebudayaan, psikologi sosial, dan sebagainya. Terdapat tiga aspek penting dalam teori belajar kultural, antara lain:

1. Pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang sangat erat.

2. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu komunitas masyarakat.

3. Kebudayaan merupakan suatu proses pemanusiaan di dalam kehidupan berbudaya, sehingga akan terjadi proses perubahan.

Penekanan pada aspek kebudayaan masyarakat dalam teori belajar kultural memiliki alasan yang kuat. Kebudayaan sebagai hasil pola hubungan dan interaksi masyarakat yang telah disepakati, dianut, dijalankan, dipertahankan, dan berlangsung secara kontinyu, oleh kelompok masyarakat tertentu, memiliki pengaruh signifikan terhadap corak pendidikan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Berikut ini akan dideskripsikan devinisi para ahli mengenai teori belajar kultural, yakni: 1. Teori Konstruktivisme Jean Piaget.

(10)

pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi, dengan menggunakan catatan siswa sendiri, yang ditulis dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga, diperoleh konstruksi yang baru.

(11)

memudahkan belajar. Menurut Piaget proses belajar untuk membangun kognisi seseorang, sebenarnya terdiri atas tiga tahapan, antara lain:

a. Asimilasi, yaitu pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.

b. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.

c. Equilibrasi adalah penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Dari ketiga tahapan tersebut, dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan, sehingga terjadi ekuilibrasi. Proses adaptasi yang dimaksud meliputi tahapan asimilasi dan akomodasi untuk mencapai equlibrasi. Berikut ini visualisasi tiga tahapan belajar menurut Piaget:

Gambar 1. Tahapan belajar menurut Piaget.

Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik tersebut, masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih

(12)

mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai dengan tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.

2. Teori Co-Konstruktivisme, dan Revolusi Sosio-Kultural Vygotsky. Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi. Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan. Menurut Vygotsky, interaksi sosial dalam hal ini, interaksi individu dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangankognitif seseorang.

Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa. Oleh Vigotsky, teori pembelajaran kultural didevinisikan dengan pendekatan teori konstruktivisme. Pendekatan teori kontruktivisme ini selanjutnya dikembangkan menjadi co-konstruktivisme, kemudian lebih jauh lagi revolusi sosio-kultural.

(13)

Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intrapsikologi (intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu). Internalisasi individu sebagai proses pemerolehan pembelajaran mempengaruhi perkembangan intelektual siswa. Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua ide, antara lain:

a. Bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman.

b. Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang. Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya, bahasa, sistem tulisan, dan sistem perhitungan.

Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sosial budaya merupakan aspek-aspek yang mempengaruhi internalisasi. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan dimensi individual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder, sehingga teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan Co-Konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.

(14)

dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran sosio-kultural berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya.

Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham dengan konsep yang diajukan Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran dengan orang-orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.

Terdapat tiga konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosio-kultural dalam teori belajar dan pembelajaran. Tiga konsep tersebut antara lain: a. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development).

Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.

(15)

1.) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).

2.) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).

Jarak antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan. Berikut penjelasan dalam bentuk visualisasinya:

Gambar 2. Dua tingkatan perkembangan proksimal. c. Mediasi

Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu:

1.) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating.

Tingkat Perkembanga n Aktual (intramental)

Tingkat Perkembanga n Potensial (intermental)

(16)

Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.

2.) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

3. Teori Sosial Albert Bandura.

Bandura adalah seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial, serta efikasi diri. Bandura melakukan berbagai eksperimen teori pembelajaran imitatif yang kemudian dikembangkan pada eksperimen pembelajaran observasi. Dalam pembelajaran imitatif, ditemukan fakta bahwa pembelajar cenderung menunujukkan perilaku meniru tindakan model yang dilihatnya. Lain halnya dengan eksperimennya mengenai teori belajar observasi. Teori belajar observasi memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari sekedar imitatif. Teori belajar observasi memposisikan peserta didik sebagai pengamat terhadap model maupun setting pembelajaran. Peserta didik sebagai pengamat tidak sekadar meniru apa yang diamatinya. Menurut teori belajar sosisal yang dikemukakan oleh Bandura (Gredrel, 1994: 370), hal yang sangat penting dalam pembelajaran observasi adalah: (1) kemampuan individu untuk mengambil sari informasi dari tingkah laku orang lain; dan (2) memutuskan tingkah laku mana yang akan diambil untuk melaksanakan tingkah laku tersebut.

Teori belajar sosial Albert Bandura sebenarnya terintegrasi dalam teori belajar imitatif dan observasi, yang sebenarnya mendasarkan eksperimen belajar yang dilakukan dari teori belajar behavioristik. Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:

(17)

2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.

3. Reproduksi motori, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, dan keakuratan umpan balik.

4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.

Selain itu, juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan, diperoleh dnegan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik, kemudian melakukannya.

2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai, dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, belajar sosial (juga dikenal sebagai belajar observasional atau belajar vicarious atau belajar dari model) adalah proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan, dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert Bandura, yang membuat teori belajar sosial. Di dalamnya ada proses belajar meniru atau menjadikan model tindakan orang lain melalui pengamatan terhadap orang tersebut. Penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya hubungan antara belajar sosial dengan belajar melalui pengkondisian klasik dan operant.

(18)

yang sebaliknya dari yang dilakukan model karena ia telah mempelajari konsekuensi dari perilaku tersebut pada si model. Dalam hal ini adalah belajar untuk tidak melakukan sesuatu dan ini berarti terjadi belajar observasional tanpa adanya imitasi.

(19)

Gambar 3. Hubungan segitiga (model deterministic resipkoral) oleh Albert Bandura: antara faktor pribadi (P) – faktor lingkungan (L) – faktor tingkah laku (Gredler, 1994: 378).

4. Teori Kultural Edward Burnett Tylor.

Antropologi sosial dan antropologi budaya bertumpu dan berpedoman kepada masyarakat secara menyeluruh. Oleh karena itu antropologi mencoba menguraikan hubungan antara berbagai aspek kemasyarakatan dan kemanusiaan sebagai wujud makhluk sosial. Walaupun dikalangan antropologis terdapat minat yang bermacam-macam tetapi semua antropologis mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu keinginan untuk memahami hubungan manusia dalam masyarakat. Pendidikan sebagai salah satu wujud hubungan manusia dalam masyarakat memiliki keterjaitan dengan antropologi. Ini artinya antropologi turut menyumbang tersusunnya teori belajar kultural.

E.B Tylor merupakan seorang antropolog yang berasal dari Inggris. Tylor tidak mengemukakan devinisi belajar kultural, tetapi memberikan teori mengenai budaya. Teori budaya sebagai bagian dalam teori belajar kultural perlu dibahas karena substansi budaya merupakan salah satu pijakan teori belajar kultural. Tylor telah menulis tentang berbagai macam masalah, tetapi yang terpenting ialah teori tentang ‘budaya’ yang diartikan oleh Tylor pada tahun 1871. Karena teorinya itu maka Tylor terus diingat dalam sejarah perkembangan antropologi. Teori itu berbunyi: "Budaya dalam arti kata etnografis yang luas, ialah gagasan keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, tata susila, adat, dan tingkah laku yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat’. Sehingga teori awal yang dibuat oleh Tylor terhadap ‘budaya’ masih dianggap penting oleh kalangan antropologis.

(20)

dan peristiwa mimpi. Pada saat tidur atau pikiran melayang hubungan jiwa dan raga akan tetap ada. Tetapi jika manusia mati hubungan jiwa dan raga akan terputus. Jiwa yang terputus dari raga akan bebas mengisi alam yang akan menjadi makhluk halus yang akan hidup berdampingan dengan manusia, ditempatkan pada posisi yang penting yaitu dijadikan obyek penghormatan dan penyembahan. E.B Tylor juga berpendirian bahwa bentuk religi paling tua adalah penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyangnya. Penyembahan terhadap makhluk halus menurut E.B Tylor disebut sebagai animisme yang pada akhirnya merupakan bentuk religi tertua. Makhluk halus penghuni alam sering disebut sebagai Dewa. Semua Dewa pada hakekatnya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi. Dewa memiliki tingkatan dan tingkat tertinggi para dewa menurut keyakinan terhadap satu Dewa atau Tuhan dan akan timbul religi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi religi manusia.

Teori yang lain tentang kebudayaan, E.B Tylor beranggapan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Keberadaan sistem religi ternyata mempengaruhi kebudayaan suatu masyarakat, dan sebaliknya. Akulturasi dan asimilasi antara sistem religi dan kebudayaan dalam lingkup masyarakat pun menjadikan corak pendidikan yang beragam. Teori belajar kultural senantiasa mengambil bentuk aplikasi yang disesuaikan dengan keduannya.

B. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kultural.

(21)

dijelaskan dneagn mengunakan berbagai pendekatan teori belajar yang lain, terutama konstruktivisme dan sosio-kultural. Mengidentivikasi kelebihan dan kelemahan teori belajar kultural dipandang dari perspektif pendekatan tertentu. Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan, antara lain:

1. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.

2. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya.

3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental.

4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah.

5. Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Keuntungan sebagaimana telah dideskripsikan di atas akan memberikan implikasi positif bagi peserta didik, antara lain:

1. Mendorong peserta didik untuk berfikir dalam proses membina pengetahuan baru. Siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, menemukan ide dan membuat keputusan.

2. Peserta didik akan memiliki pemahaman, kerana terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru. Peserta didik akan lebih faham dan dapat mengapliksikannya dalam semua situasi.

(22)

aktif, mereka akan ingat lebih lama tentang semua konsep. Siswa melalui pendekatan ini membina sendiri pemahamannya.

4. Memiliki efikasi diri yang tinggi, yakni memiliki keyakinan bahwa dirinya dan orang lain yang terlibat dalam interaksi belajar akan mampu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran.

5. Memiliki kemahiran sosial yang diperoleh melalui interaksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

6. Pembelajaran berlangsung menyenangkan, kerana peserta didik terlibat secara aktif dan berkelanjutan.

Kelemahan dari teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung.

C. Aplikasi Teori Belajar Kultural.

Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada tiga jenis pendidikan yaitu:

1. Pendidikan informal (keluarga).

Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan perilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.

2. Pendidikan nonformal.

Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.

(23)

Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:

a. Kurikulum.

Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.

b. Peserta didik.

Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya. Pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.

c. Guru

Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri.

(24)

melibatkan perananan aspek lingkungan sosial maupun aspek lingkungan alam. Menurut Knuth & Cunningham, dikatakan bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:

a. Menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan.

b. Pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata.

c. Pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai.

d. Memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran.

e. Pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan sosial peserta didik.

f. Pembelajaran menggunakan barbagai sarana.

g. Melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik.

Lebih jauh lagi, dalam proses pembelajaran yang relevan dengan aplikasi teori belajar kultural, harus diciptakan suasana belajar yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Teori belajar konstruktivisme, teori belajar ko-konstruktivisme, teori belajar sosial, dan teori belajar sosio kutural atau teori belajar revolusi-sosio kultural, merupakan jiwa dari pengembangan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan. Ini berarti secara umum aplikasi teori belajar sejalan dengan model belajar PAKEM. Dalam model PAKEM, guru dituntut untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa melalui pembelajaran partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Tujuannya agar siswa dapat menciptakan, membuat karya, gagasan, pendapat, ide atas hasil penemuannya dan usahanya sendiri, bukan dari gurunya (Rusman, 2012: 323).

(25)

beberapa model pembelajaran yang bisa dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran yang diampunya:

1. Model belajar inquiri dan discovering.

Dalam kedua model pembelajaran tersebut, siswa mencari, menemukan, mengelolah, dan mengkonstruksi serta menstransformasikan informasi yang diperolehnya guna menjadi sebuah pengetahuan yang bermakna. Model ini mampu mengefektifkan peran siswa sendiri dalam mengkonstruksi dan mentrasformasikan informasi guna membentuk pengetahuan yang baru. Siswa juga diberi kesempatan untuk merefleksikan pengetahuan yang dikonstruksi dan ditransformasikannya dan membacanya secara baru sebagai suatu pengetahuan yang berarti. 2. Guidence – to independent learning (Bimbingan menuju pada

kemandirian belajar).

Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap - tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

3. Cooperative learning.

(26)

Selain model pembelajaran di atas, masih banyak model pembelajaran lain yang bisa dikembangkan guru, antara lain model simulasi, role play, eksperiment learning, Web-Based Education atau juga disebut e-learning, dan sebagainya, dengan syarat memenuhi prinsip-prinsip dalam teori belajar kultural.

D. Perluasan Konsepsi Teori Belajar Kultural Dikaitkan dengan Pembelajaran Berbasis Budaya.

Teori belajar kultural menghendaki agar dalam proses pembelajaran individu dilibatkan secara aktif dalam suatu setting sosial dan interaksi sosial. Dengan demikian, proses pembelajaran harus memberikan tempat bagi nilai-nilai budaya. Pendidikan merupakan salah satu saluran untuk mewariskan budaya pada generasi muda. Penyelenggaraan pendidikan harus berjalan dinamis mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman, tetapi tetap meneguhkan arti penting kebudayaan sebagai karakteristik bangsa.

Koentjoroningrat menyatakan bahwa budaya adalah ‘daya dari budi’ yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut (Sujarwa, 2010: 28). Budaya bisa diikuti secara menyeluruh oleh warga masyarakat (universe), atau hanya diikuti oleh suatu kelompok secara khusus (speciality). Ini sama halnya dengan bahwa budaya dapat dilihat dari wilayah berlakunya, yakni budaya dalam lingkup makro, dan budaya dalam lingkup mikro.

(27)

hubungan, kebiasaan-kebiasaan, tata aturan yang dimiliki bisa jadi berbeda dengan sekolah yang lain. Lebih sempit lagi, yakni budaya individu. Kaitannya dengan teori belajar kultural adalah prakarsa belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh individual culture yang besangkutan. Individual culture terbentuk dari pola asuh dan pola didik seseorang dalam lingkungan keluarganya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor perkembangan individu.

Pada kenyataannya, periode sekolah akan memisahkan seseorang dari komunitas budayanya, karena sekolah memiliki budaya sendiri. Di lain sisi, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah juga memperkenalkan budaya lain (atau bahkan bertentangan) dengan tradisi budaya komunitasnya. Tidak heran, jika pada akhirnya, dampak dari proses pendidikan formal adalah siswa atau lulusan, tidak dapat menghargai bentuk pengetahuan dan kekayaan tradisional dalam komunitas budayanya.

Hal ini terutama karena jarang ada sekolah atau guru yang mau atau mampu mengintegrasikan tradisi budaya siswa, dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Situasi tersebut merupakan gambaran umum yang terjadi karena, proses pendidikan formal sebagai proses pembelajaran ditempatkan terpisah dari proses akulturasi, dan terpisah dari konteks suatu komunitas budaya. Di samping itu, banyak juga orang yang memandang mata pelajaran disekolah memiliki tempat yang tinggi (social prestige), daripada tradisi budaya lokal yang dipandang tidak berarti dan rendah (discrimination). Keadaan ini diperburuk dengan kenyataan bahwa hanya sebagian orang memiliki akses terhadap pendidikan karena berbagai kendala (sosioekonomik, geografik, waktu, kemampuan), sehingga pendidikan menjadi bersifat elit, dan disebut ivory tower. Padahal, proses pendidikan sebagai proses pembudayaan memiliki nilai hanya jika hasilnya dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang timbul dalam konteks suatu komunitas budaya, dan hanya jika lulusannya dapat berguna bagi pembangunan suatu komunitas budaya lokal, maupun nasional.

(28)

karena, pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan belajar. Budaya memberikan cara untuk mengetahui, sama seperti mata pelajaran lain memberikan cara untuk mengetahui bidang-bidang tertentu dalam kehidupan manusia. Budaya menjadi konteks tempat mata pelajaran dipelajari, serta tempat hasil pendidikan diterapkan dan dikembangkan lebih lanjut. Proses pendidikan sebagai proses pembudayaan harus mampu menjadikan budaya sebagai bagian yang terintegrasi dalam mata pelajaran yang ditawarkan, serta menjadikan mata pelajaran yang diperoleh siswa sebagai bagian dari budayanya, dan bagi pengembangan komunitas budayanya.

Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental (mendasar dan penting) bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, dan perkembangan pengetahuan. Budaya merupakan alat yang sangat baik untuk memotivasi siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, bekerja secara kooperatif, dan mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran. Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya yang diintegrasikan menjadi alat bagi proses belajar. Pembelajaran berbasis budaya sebagai strategi pembelajaran mendorong terjadinya proses imaginatif, metaforik, berpikir kreatif, dan juga sadar budaya.

(29)

Dengan demikian, proses pembelajaran berbasis budaya bukans ekadar mentransfer atau menyampaikan budaya atau perwujudan budaya kepada siswa, tetapi menggunakan budaya untuk menjadikan siswa mampu menciptakan makna, menembus batas imajinasi dan kreativitas, untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang mata pelajaran yang dipelajarinya. Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam, antara lain:

1. Belajar tentang Budaya.

Belajar tentang budaya artinya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Proses belajar tentang budaya, sudah cukup dikenal selama ini, misalnya dalam mata pelajaran kesenian dan kerajinan tangan, seni dan sastra, seni suara, melukis/ menggambar, seni musik, seni drama, tari dan lain-lain. Budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus, tentang budaya dan untuk budaya. Mata pelajaran tersebut tidak terintegrasi dengan mata pelajaran lain, dan tidak berhubungan satu sama lain.

2. Belajar dengan Budaya

Terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Misalnya: siswa diminta guru untuk membuat laporan mengenai kehidupan masyarakat suku yang terisolasi dari dun ia luar. Guru memanfaatkan peranan media massa, dalam hal ini program televisi Etnic Runaway yang harus ditonton siswa dan siswa harus membuat laporan tertulis dari acara tersebut. Contoh lain, guru mempergunakan berbagai bentuk dan ukuran gong untuk memperkenalkan konsep bunyi, gelombang bunyi, dan gema dalam pelajaran fisika.

3. Belajar melalui Budaya.

(30)

learning assessment atau bentuk penilaian pemahaman dalam beragam bentuk. Misalnya, siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk menjelaskan tentang proses pembuatan kebijakan (dalam mata pelajaran PKn), tetapi siswa dapat membuat poster, membuat karikatur, lagu ataupun puisi yang melukiskan proses pembuatan kebijakan. Dengan menganalisis produk budaya yang diwujudkan, guru dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam topik proses fotosintesis, dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut. Belajar melalui budaya memungkinkan siswa untuk memperlihatkan kedalaman pemikirannya, penjiwaannya terhadap konsep atau prinsip yang dipelajari dalam suatu mata pelajaran, serta imajinasi kreatifnya dalam mengekspresikan pemahamannya.

Pembelajaran berbasis budaya merupakan perluasan konsepsi teori belajar kultural karena telah menempatkan budaya dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Disampaing telah memenuhi penanaman nilai-nilai universal sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan. Pendidikan merupakan proses untuk merubah tingkah laku ke arah yang positif, sehingga pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang tidak hanya berfokus pada penguasaan kognisi, tetapi juga afeksi dan psikomotor peserta didik.

Sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal harus lebih mengaplikasikan teori pembelajaran kultural dengan berbagai model pembelajaran yang memenuhi kriteriumnya dan dengan memberikan porsi bagi peranan budaya di dalamnya. Dengan demikian, penyelenggaraan pendidikan yang modern dapat tetap tercapai, pewarisan budaya bangsa dapat terlaksana, dan pembentukan manusia Indonesia yang berkarakter kebangsaan Pancasila dapat diraih.

BAB III PENUTUP

(31)

Penjelasan mengenai teori belajar kultural oleh para ahli dilakukan melalui berbagai pendekatan teori pembelajaran yang diformulasikan dengan aspek kultur lingkungan masyarakat dan lingkungan alam. Pendevinisian teori belajar kultural, oleh para ahli dirumuskan dalam bentuk pendekatan-pendekatan teori belajar yang lain, yakni: teori belajar konstruktivisme, teori belajar ko-konstruktivisme, teori belajar sosial, dan teori belajar sosio kutural atau banyak disebut dengan istilah teori belajar revolusi-sosio kultural.

Penekanan bahwa peserta didik aktif dalam pembelajaran harus dipadukan dengan adanya peranan budaya yang diperoleh dari pola hubungan dan interaksi baik antara peserta didik, guru, lingkungan, maupun masyarakat. Namun demikian, patut diakui bahwa tidak ada teori belajar yang paling sempurna, termasuk teori belajar kultural. Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki, teori belajar kultural juga memiliki kelemahan.

Aplikasi teori belajar kultural dapat terjadi pada tiga jenis pendidikan, antara lain: (1) pendidikan informal; (2) pendidikan non formal; serta (3) pendidikan formal. Aplikasi teori pembelajaran kultural juga meliputi model pembelajaran sebagai strategi yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran di kelasnya. Pengembangan pembelajaran dalam hal ini adalah aplikasi pembelajaran di sekolah yang menggunakan berbagai pendekatan atau model pembelajaran yang memenuhi prinsip teori-teori tersebut. Pembelajaran yang memenuhi kriterium model pembelajaran PAKEM bisa dikatakan relevan dengan teori belajar kultural. Beberapa model pembelajaran yang bisa dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran yang diampunya antara lain dengan penggunaan model belajar: (1) Inquiry dan discovery; (2) Guidence – to individual learning; (3) Cooperative learning, dan masih banyak lagi seperti; simulasi, role play, eksperiment learning, Web-Based Education atau juga disebut e-learning dan sebagainya.

(32)

B. Implikasi

Penulisan makalah mengenai teori belajar kultural ini diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terutama bagi guru untuk memulai mengaplikasikan model-model pembelajaran yang sesuai dengan teori belajar kultural. Aplikasi teori belajar kultural juga diharapkan mencakup pelaksanaan pembelajaran berbasis budaya, sehingga pembelajaran yang diselenggarakan meliputi pula penanaman nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang luhur, yang berguna bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang tangguh.

C. Saran

Pelaku dan pemerhati pendidikan agar memberikan formulasi yang lengkap dan jelas mengenai teori belajar kultural dengan berbagai aplikasinya. Terutama bagi pelaku dan pemerhati pendidikan di Indonesia agar menciptakan suatu pendekatan pembelajaran melalui teori belajar kultural, yang mengacu pada aspek pengembangan karakteristik kebangsaan, sehingga sesuai untuk diterapkan dalam paradigma pendidikan di Indonesia yang latar belakang masyarakatnya sangat plural.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Gredler. Belajar dan Membelajarkan (Seri Pustaka teknologi Pendidikan Nomor 11). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Rusman. Seri Managemen Sekolah Bermutu, Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Sujarwa. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Manusia dan Fenomena Sosial Budaya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

(33)

Sumber Internet:

Afilla F. Seiei. Teori Belajar Revolusi Sosiokultural, diunduh dari

http://blifa.blogspot.com/2012/05/teori-belajarrevolusisosiokultural.html, diakses pada Selasa, 30 Oktober 2012.

Alfonsus Sam. Resume Materi Learning Theory, diunduh dari

http://aphonkssam.blogspot.com/2012/06/resume-materi-learning-2.html, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012.

Akto Gunawan. E-book, Modul Seri 4 (Pembelajaran dan Budaya), diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/87693943/pembelajaran-berbasis-budaya, diakses pada Senin, 29 Oktober 2012.

Astuti Hermawati. Aplikasi Teori Belajar Kultural Dalam Pendidikan, diunduh dari http://slbpamardiputra.wordpress.com/2010/11/20/aplikasi-teori-belajar-kultural-dalam-pendidikan/, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012. Franty Ozora. Teori Belajar Kognitif Sosial Vygotsky, diunduh dari

http://frantyozorapsikologipendidikan.blogspot.com/2010/03/teoribelajar -kognitif-sosial-menurut.html, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012. Herdian. Teori-Teori Belajar Piaget, Bruner, vygotsky, diunduh dari

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/teori-teori-belajar-piaget---bruner-vygotsky/?blogsub=confirming#subscribe-blog, diakses pada Kamis, 01 November 2012.

Indien. Teori Konstruktivisme Vygotsky, diunduh dari

http://007indien.blogspot.com/2012/03/teori-konstruktivisme-vygotsky-dan.html, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012.

Jhony. Teori Belajar Vygotsky, diunduh dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2259217-teori-belajar-vygotsky/#ixzz2Ar4kGKKS, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012.

Joe Golan. Teori Pembelajaran, diunduh dari

(34)

Lovely Izhu. Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural, diunduh dari

http://seme7.blogspot.com/p/teori-belajar-revolusi-sosio-cultural.html, diakses pada Selas, 30 Oktober 2012.

Masbied. Teori Belajar Vygotsky, diunduh dari

http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori---belajar-vygotsky.pdf, diakses pada Rabu, 31 Oktober 2012. Renata Lia. Teori Belajar Sosio – Kultural, diunduh dari

http://renataliaa.wordpress.com/2011/05/23/teori-belajar-sosio-kultural/, diakses pada Selasa, 30 Oktober 2012.

Gambar

Gambar 1. Tahapan belajar menurut Piaget.
Gambar 2. Dua tingkatan perkembangan proksimal.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan ketentuan dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012, kepada Rekanan yang berkeberatan atas pengumuman ini, Diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara

Sebelas Maret yang berjudul “ Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Pada Ny F Umur 24 Tahun di Wilayah Puskesmas Nusukan Surakarta”.. Penulis menyadari kemampuan dan keterbatasan ilmu

(1) Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, Kepala Seksi, Kepala UPT dan Kelompok Jabatan Fungsional dalam melaksanakan tugasnya wajib

Dalam analisa kedip tegangan, hal yang perlu diperhatikan yaitu setting pick-up rele undervoltage harus lebih kecil dari nilai rating tegangan pada bus saat terjadi kedip

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah dilakukan evaluasi oleh Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibentuk berdasarkan surat keputusan Bupati

Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan secara elektronik dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (Aplikasi SPSE) pada alamat website LPSE :

Theorems 5 and 6 below characterize parametric methods f in terms of upper and lower bounds on the number of seats each single party i receives given as functions of its percentage

Pokja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa pekerjaan Perawatan Gedung Kantor Polsek Jajaran Polres Lumajang, akan melaksanakan Pelelangan umum dengan pascakualifikasi secara