• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Oleh karena itu, untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

(2)

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Menurut Wiyono (2000), fungsi rumah sakit adalah menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat pendidikan atau latihan tenaga medis dan paramedis, dan sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan.

2.2 Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan gizi merupakan salah satu pelayanan penunjang medik yang harus dilakukan di rumah sakit dalam upaya penyembuhan dan pemulihan kondisi kesehatan pasien. Pelayanan gizi merupakan suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau sakit (Kemenkes, 2013).

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Pelayanan gizi rumah sakit memiliki visi untuk melaksanakan pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna. Visi tersebut dijabarkan dalam misi pelayanan gizi rumah sakit sebagai berikut :

(3)

1. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasaan klien/pasien dalam aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif untuk meningkatkan kualitas hidup.

2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya kesehatan.

3. Mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pelayanan gizi rumah sakit memiliki tujuan umum agar terciptanya sistem pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna sebagai bahan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sedangkan tujuan khusus pelayanan gizi rumah sakit dijabarkan sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi rawat jalan dan rawat inap.

2. Menyelenggarakan makanan sesuai standar kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi.

3. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling gizi pada klien/pasien dan keluarganya.

4. Menyelenggarakan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietetik sesuai perkembangan imu pengetahuan dan teknologi.

Adapun ruang lingkup dari pelayanan gizi rumah sakit yakni meliputi pelayanan gizi rawat jalan, pelayanan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan gizi (Kemenkes, 2013).

(4)

2.3 Manajemen

2.3.1 Pengertian Manajemen

Banyak ahli yang telah membuat batasan tentang manajemen, berikut ini batasan-batasan manaejemen menurut para ahli dalam Herlambang dan Murwani (2007) antara lain :

1. John D. Millet mendefenisikan manajemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan dari orang yang terorganisir secara formal untuk mencapai tujuan.

2. Ordway Tead mendefenisikan manajemen adalah sebagai sebuah proses dan perangkat yang mengarahkan dan membimbing kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan.

3. Stoner mendefenisikan manajemen sadalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

4. S. Kimball dan D.S. Kimball mendefenisikan manajemen adalah semua tugas dan fungsi, perencanaan, pembiayaan, kebijaksanaan, penyediaan alat dan penetapan struktur organisasi beserta staffing.

5. George R.Terry mendefenisikan manajemen adalah proses khas yang terdiri dari tindakan planning, organizing, actuating, dan controlling yang penggunaannya secara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(5)

Menurut Herlambang dan Murwani (2007) yang mengutip pendapat George R.Terry, manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit, ada tiga alasan utama mengapa manajemen dibutuhkan :

1. Untuk mencapai tujuan, manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan tujuan pribadi.

2. Untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi, seperti pemilik dan karyawan, kreditur, konsumen, pemasok, serikat pekerja, masyarakat, dan pemerintah.

3. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Suatu pekerjaan sebuah organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum adalah dengan mengukur efisiensi dan efektifitas.

2.3.2 Manajemen Dalam Penyelenggaraan Makanan

Langkah awal penerapan prinsip manajemen dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga, yaitu menentukan strategi yang akan diterapkan dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Penentuan strategi itu merupakan dasar penerapan prinsip manajemen dalam penyelenggaraan kegiatan selanjutnya. Penerapan prinsip manajemen itu berarti penerapan berbagai fungsi manajemen dalam pelaksanaan operasional penyelenggaraan yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan (Moehyi,1992).

(6)

1. Perencanaan (Planning)

Menurut Azwar (2010) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba, perencanaan adalah suatu proses menganalisis dan memahami sistem yang dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai, memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis efektivitas dari berbagai kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem pengawasan yang terus menerus.

Perencanaan dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Dengan perencanaan akan dapat ditetapkan berbagai masukan yang diperlukan, baik yang berkenaan dengan tenaga, biaya, peralatan dan sebagainya. Dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga pada tahap awal melalui perencanaan akan dapat ditentukan kebutuhan akan sarana fisik, peralatan pengolahan dan penyajian makanan, tenaga pelaksana, dan sebagainya sesuai dengan strategi yang telah ditentukan (Moehyi, 1992).

2. Pengorganisasian (Organizing)

Menurut Notoadmodjo (2003), pengorganisasian adalah mengatur personal atau staf yang ada di dalam institusi tersebut agar semua kegiatan yang telah ditetapkan berjalan dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai. Dengan kata lain pengorganisasian adalah pengkoordinasian kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan suatu institusi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(7)

Menurut Moehyi (1992), yang dimaksud dengan organisasi dalam penyelenggaraan makanan adalah kelompok kegiatan serta tugas dan fungsi masing-masing unit kerja yang ada dalam organisasi itu serta hubungan kerja antara masing-masing unit kerja. Masing-masing kelompok kegiatan itu mempunyai lingkup dan tanggung jawab yang berbeda, tetapi merupakan satu rangkaian kerja yang saling berkaitan dalam pencapaian tujuan kegiatan, yaitu penyediaan makanan yang diperlukan.

3. Penggerakan/Pelaksanaan (Actuating)

Fungsi pelaksanaan ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan program . Oleh karena itu, fungsi pelaksanaan ini lebih menekankan bagaimana pimpinan mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati (Muninjaya, 2004).

Pelaksanaan merupakan proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi. Rangkaian kegiatan pelaksanaan penyelenggaraan makanan dimulai dari perencanaan menu, pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, penyiapan bahan makanan, pengolahan dan pembagian makanan (Moehyi, 1992).

4. Pengawasan/Pengendalian (Controlling)

Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target,

(8)

prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf (Muninjaya, 2004).

Menurut Moehyi (1992), dalam penyelenggaraan makanan, kegiatan pengawasan mencakup dua aspek berikut :

1. Pengawasan terhadap cita rasa dan keamanan makanan yang dihasilkan. 2. Pengawasan terhadap penggunaan berbagai faktor produksi, yaitu

penggunaan biaya, penggunaan bahan makanan, penggunaan peralatan, dan penggunaan tenaga kerja.

Adapun tujuan pengawasan dalam penyelenggaraan makanan adalah sebagai berikut :

1. Cita rasa makanan dapat dijamin sesuai dengan yang dikehendaki.

2. Makanan tidak mengandung unsur-unsur atau mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan yang memakannya.

3. Penggunaan unsur produksi, seperti biaya, bahan, peralatan dan tenaga sesuai dengan ketentuan seharusnya.

4. Pemborosan dapat dihindarkan sehingga biaya penyelenggaraan makanan dapat ditekan serendah mungkin dengan tidak mengurangi mutu dan porsi makanan.

2.4 Penyelenggaraan MakananRumah Sakit 2.4.1 Pengertian

Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu ruang lingkup dari pelayanan gizi rumah sakit. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah

(9)

suatu rangkaian mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian makanan kepada pasien (Depkes RI, 2003).

Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi (Kemenkes, 2013). Penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pengolahan, penyaluran makanan hingga pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Mukrie et.al. 1990).

2.4.2 Tujuan

Pelaksanaan penyelenggaraan makanan rumah sakit bertujuan untuk menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal (Kemenkes, 2013). Menurut Paruntu (2013), tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasien serta layak dan memadai bagi pasien. Penyediaan makanan bagi orang sakit merupakan salah satu hal penting karena tujuan pemberian makanan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi, mempertahankan daya tahan tubuh, serta sebagai bagian dari penyembuhan penyakitnya (Hartono, 2000).

(10)

2.4.3 Sasaran dan Ruang Lingkup

Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien yang rawat inap. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan makanan bagi karyawan. Sementara itu, ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi dan distribusi makanan (Kemenkes, 2013).

2.4.4 Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit memiliki beberapa bentuk penyelenggaraan. Adapun bentuk penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi :

1. Sistem Swakelola

Pada penyelenggaraan makanan rumah sakit dengan sistem swakelola, instalasi gizi/unit gizi bertanggungjawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan (tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana) disediakan oleh pihak rumah sakit.

2. Sistem Diborongkan ke Jasa Boga (Out-sourching)

Sistem diborongkan yaitu penyelenggaraan makanan dengan memanfaatkan perusahaan jasa boga atau catering untuk penyediaan makanan rumah sakit. Sistem diborongkan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu diborongkan secara penuh (full out-sourching) dan diborongkan hanya sebagian (semi out-sourching).

(11)

Pada sistem diborongkan sebagian, pengusaha jasa boga selaku penyelenggara makanan menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga milik rumah sakit. Pada sistem diborongkan penuh, makanan disediakan oleh pengusaha jasa boga yang ditunjuk tanpa menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga dari rumah sakit.

3. Sistem Kombinasi

Sistem Kombinasi adalah bentuk sistem penyelenggaraan makanan yang merupakan kombinasi dari sistem swakelola dan sistem diborongkan sebagai upaya memaksimalkan sumberdaya yang ada. Pihak rumah sakit dapat menggunakan jasa boga/catering hanya untuk kelas VIP atau makanan karyawan, sedangkan selebihnya dapat dilakukan dengan swakelola.

2.5 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi penetapan peraturan pemberian makanan rumah sakit, penyusunan standar bahan makanan rumah sakit, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran bahan makanan, pengadaan bahan makanan, pemesanan dan pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan,

(12)

penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan bahan makanan, pemasakan bahan makanan, dan distribusi makanan (Kemenkes, 2013).

2.5.1 Perencanaan Menu

Kata “menu” berarti hidangan makanan yang disajikan dalam suatu acara makan, baik makan siang maupun makan malam. Namun, menu dapat juga disusun untuk untuk lebih dari satu kali makan, misalnya untuk satu hari yang terdiri dari menu makan pagi, makan siang, dan makan malam, serta makanan selingan jika ada. Dalam penyelenggaraan makanan institusi, menu dapat disusun untuk jangka waktu yang cukup lama, misalnya untuk selama tujuh hari atau sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut menu standar (master menu). Menu induk (master menu) digunakan sebagai patokan dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit (Moehyi, 1992).

Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Merencanakan menu untuk suatu pelayanan makanan kepada orang banyak adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah, karena setiap orang mempunyai kebiasaan dan kesukaan makan yang saling berbeda. Oleh karena itu, susunan menu harus disesuaikan kebiasaan makan dan selera umum (Ratna, 2009). Berdasarkan penelitian Muliawardani dan Mudayana (2016) dalam manajemen pelayanan gizi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa perencanaan menu di rumah sakit tersebut dilakukan setiap enam bulan sekali dan menu akan dirubah jika dalam kurun waktu tersebut ditemukan pasien yang tidak menyukai menunya atau jika ada masukan untuk

(13)

penggantian menu. Hal tersebut dilakukan untuk menghasilkan susunan hidangan yang serasi dan dapat memenuhi selera dan kebutuhan gizi pasien.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1991) dalam perencanaan menu menyebutkan bahwa :

1. Perencanaan suatu menu makanan hendaknya menggunakan bahan makanan yang mengandung gizi secara lengkap. Penganekaragaman selain meningkatkan mutu gizi hidangan juga mempermudah perencanaan menu makanan.

2. Pada waktu perencanaan menu makanan perlu pula diperhatikan ketersediaan bahan makanan disamping faktor selera dan nilai gizi. Daftar padanan bahan makanan dapat digunakan untuk membantu menyusun menu makanan yang padat zat gizi.

3. Padanan bahan makanan berisi daftar bahan makanan yang dalam kelompoknya dapat menggantikan satu sama lain karena mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama.

Perencanaan menu menurut Mukrie et al. (1990) adalah serangkaian kegiatan menyusun berbagai hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan makanan di institusi. Perencanaan menu yang baik akan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Memudahkan pelaksana dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

2. Dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi esensial yang dibutuhkan tubuh.

(14)

4. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia.

5. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin.

Menurut Kemenkes (2013) dalam Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan menu. Adapun langkah-langkah dalam perencanaan menu, meliputi :

1. Bentuk Tim Kerja

Bentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari dietisien, kepala masak (chef cook), pegawas makanan.

2. Menetapkan Macam Menu

Mengacu pada tujuan pelayanan makanan rumah sakit, maka perlu ditetapkan macam menu, yaitu menu standar, menu pilihan, dan kombinasi keduanya.

3. Menetapkan Lama Siklus Menu dan Kurun Waktu Penggunaan Menu Perlu ditetapkan macam menu yang cocok dengan sistem penyelenggaraan

makanan yang sedang berjalan. Siklus dapat dibuat untuk menu 5 hari, 7 hari, 10 hari atau 15 hari. Kurun waktu penggunaan menu dapat diputar selama 6 bulan-1 tahun.

4. Menetapkan Pola Menu

Pola menu yang dimaksud adalah menetapkan pola dan frekuensi macam hidangan yang direncanakan untuk setiap waktu makan selama satu putaran menu. Dengan penetapan pola menu dapat dikendalikan penggunaan bahan makanan sumber zat gizi dengan mengacu gizi seimbang.

(15)

5. Menetapkan Besar Porsi

Besar porsi adalah banyaknya golongan bahan makanan yang direncanakan setiap kali makan dengan menggunakan satuan penukar berdasarkan standar makanan yang berlaku di rumah sakit.

6. Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan malam pada satu putaran menu termasuk jenis makanan selingan.

7. Merancang Format Menu

Format menu adalah susunan hidangan sesuai dengan pola menu yang sudah ditetapkan. Setiap hidangan yang terpilih dimasukkan dalam format menu sesuai dengan golongan bahan makanan.

8. Melakukan Penilaian Menu dan Merevisi Menu

Untuk melakukan penilaian menu diperlukan instrumen penilaian yang selanjutnya instrumen tersebut disebarkan kepada setiap manajer, misalnya manajer produksi, distribusi dan marketing. Bila ada ketidaksetujuan oleh salah satu pihak manajer, maka perlu diperbaiki kembali sehingga menu telah benar-benar disetujui oleh manajer.

9. Melakukan Test Awal Menu

Bila menu telah disepakati, maka perlu dilakukan uji coba menu. Hasil uji coba, langsung diterapkan untuk perbaikan menu.

2.5.2 Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan

Bahan makanan adalah semua bahan, baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Direktorat Jenderal PPM & PL dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2002). Perencanaan kebutuhan bahan

(16)

makanan adalah kegiatan penyusunan kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan agar tercapainya usulan anggaran dan kebutuhan bahan makanan untuk pasien dalam satu tahun anggaran (Jufri et.al.2012).

Menurut Kemenkes (2013), perencanaan kebutuhan bahan makanan merupakan serangkaian kegiatan menetapkan macam, jumlah dan mutu bahan makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu, dalam rangka mempersiapkan penyelenggaraan makanan rumah sakit. Tujuan dari perencanaan kebutuhan bahan makanan agar tersedianya taksiran macam dan jumlah bahan makanan dengan spesifikasi yang ditetapkan, dalam kurun waktu yang ditetapkan untuk pasien rumah sakit. Ada beberapa langkah perhitungan kebutuhan bahan makanan yang meliputi :

1. Susun macam bahan makanan yang diperlukan, lalu golongkan bahan makanan apakah termasuk dalam bahan makanan segar dan bahan makanan kering.

2. Hitung kebutuhan semua bahan makanan satu per satu dengan cara : a. Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani.

b. Hitung macam dan kebutuhan bahan makanan dalam 1 siklus menu (misalnya : 5,7 atau 10 hari).

c. Tetapkan kurun waktu kebutuhan bahan makanan (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun).

d. Hitung berapa siklus dalam 1 periode yang telah ditetapkan dengan menggunakan kalender.

(17)

e. Hitung kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan untuk kurun waktu yang ditetapkan (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun).

f. Masukkan dalam formulir kebutuhan bahan makanan yang telah dilengkapi dengan spesifikasinya.

Secara umum dapat pula dihitung secara sederhana dengan rumus sebagai berikut (contoh menu 10 hari) :

Gambar 2.1 Rumus kebutuhan bahan makanan untuk satu tahun

2.5.3 Perencanaan Anggaran Bahan Makanan

Menurut Kemenkes (2013), perencanaan anggaran belanja bahan makanan adalah suatu kegiatan penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi pasien dan karyawan yang dilayani sehingga tersedianya anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Langkah-langkah perencanaan anggaran belanja meliputi :

1. Kumpulkan data tentang macam dan jumlah konsumen/pasien tahun sebelumnya.

2. Tetapkan macam dan jumlah konsumen/pasien.

3. Kumpulkan harga bahan makanan dari beberapa pasar dengan melakukan survei pasar, kemudian tentukan harga rata-rata bahan makanan.

4. Buat pedoman berat bersih bahan makanan yang digunakan dan dikonversikan ke dalam berat kotor.

(18)

5. Hitung indeks harga makanan per orang per hari dengan cara mengalikan berat kotor bahan makanan yang digunakan dengan harga satuan sesuai konsumen/pasien yang dilayani.

6. Hitung anggaran bahan makanan setahun (jumlah konsumen/pasien yang dilayani dalam 1 tahun dikalikan indeks harga makanan).

7. Hasil perhitungan anggaran dilaporkan kepada pengambil keputusan (sesuai dengan struktur organisasi masing-masing) untuk meminta perbaikan.

8. Rencana anggaran diusulkan secara resmi melalui jalur administratif yang berlaku.

2.5.4 Pengadaan Bahan Makanan

Kegiatan pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan makanan, perhitungan harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan makanan dan melakukan survei pasar.

2.5.4.1 Pemesanan Bahan Makanan

Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan makanan berdasarkan pedoman menu dan rata-rata jumlah konsumen/pasien yang dilayani, sesuai periode pemesanan yang ditetapkan. Melakukan pemesanan sebelum pembelian bahan makanan bertujuan agar tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai menu, waktu, pemesanan, standar porsi bahan makanan dan spesifikasi yang ditetapkan (Kemenkes, 2013). Adapun prasyarat dalam pemesanan bahan makanan meliputi :

(19)

1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan bahan makanan

2. Tersedianya dana untuk bahan makanan. 3. Adanya spesifikasi bahan makanan.

4. Adanya menu dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan selama periode tertentu (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun).

5. Adanya pesanan bahan makanan untuk 1 periode menu.

Menurut Kemenkes (2013), adapun langkah pemesanan bahan makanan meliputi : 1. Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan kering.

2. Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara mengalikan standar porsi dengan jumlah konsumen/pasien kali kurun waktu pemesanan.

2.5.4.2 Pembelian Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan merupakan salah satu kewajiban bagi pengelola penyelenggaraan makanan. Pembelian bahan makanan juga merupakan langkah penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengawasan harga makanan secara keseluruhan. Pada proses pembelian bahan makanan termasuk semua kegiatan transaksi bahan makanan mentah sampai ke konsumen melalui penjual eceran maupun pedagang besar. Pembelian bahan makanan harus melalui ketetapan yang berlaku semua pemesanan, penerimaan dan pengeluaran bahan dan harus dicatat dengan cermat, teratur dan berkala (Ratna, 2009).

Menurut Kemenkes (2013), pembelian bahan makanan merupakan serangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan konsumen/pasien sesuai dengan ketentuan/kebijakan

(20)

yang berlaku. Pembelian bahan makanan merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan makanan, biasanya terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang tepat dan harga yang benar. Sistem pembelian yang sering dilakukan antara lain :

1. Pembelian langsung ke pasar (The Open Market of Buying) 2. Pembelian dengan musyawarah (The Negotiated of Buying) 3. Pembelian yang akan datang (Future Contract)

4. Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned Contract/Auction)

a. Firm At the Opening of Price (FAOP), dimana pembeli memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga disesuaikan pada saat transaksi berlangsung.

b. Subject Approval of Price (SAOP), dimana pembeli memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga sesuai dengan ditetapkan terdahulu (Kemenkes, 2013).

Sedangkan menurut Moehyi (1992), pengadaan bahan makanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan institusi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut :

1. Pengadaan bahan makanan dapat dilakukan dengan cara “membeli sendiri” bahan makanan yang diperlukan di pasar atau di toko-toko. Cara ini mudah dan praktis, tetapi hanya dapat dilakukan jika jumlah konsumen yang akan dilayani tidak banyak (kurang dari 50 orang) atau jika penyelenggaraan makanan itu hanya berlangsung dalam waktu singkat.

(21)

2. Pengadaan bahan makanan melalui pemasok bahan makanan atau leveransi bahan makanan. Biasanya pengadaan bahan makanan untuk penyelenggaraan makanan institusi dan rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu melalui pemasok yang dipilih setelah dilakukan pelelangan atau tender.

Ada tiga bentuk pelelangan untuk memilih pemasok bahan makanan bagi institusi atau rumah sakit, yaitu sebagai berikut :

a. Pelelangan umum, yaitu pelelangan yang terbuka untuk semua pemasok bahan makanan. Pelelangan diumumkan secara luas melalui berbagai media massa sehingga semua pemasok yang berminat dapat mengikuti pelelangan itu. Kesukaran memilih pemasok melalui pelelangan umum adalah bonafiditas pemasok sering kurang diketahui karena tidak dinilai terlebih dahulu.

b. Pelelangan terbatas, yaitu pelelangan yang diikuti oleh rekanan calon pemasok tertentu yang sudah diteliti oleh pihak yang berwenang, seperti Pemerintah Daerah, Departemen Perdagangan. Calon pemasok yang mengikuti pelelangan yang sudah diteliti (prakualifikasi) itu terdaftar sebagai “Rekanan Pemerintah”.

c. Pelelangan dengan perbandingan penawaran, yaitu beberapa calon pemasok yang sudah diprakualifikasi dan sudah terdaftar sebagai rekanan pemerintah (biasanya paling sedikit tiga calon) diminta mengajukan penawaran harga. Calon yang mengajukan penawaran harga yang terendah akan ditunjuk sebagai pemasok kebutuhan bahan makanan.

(22)

2.5.5 Penerimaan Bahan Makanan

Menurut Kemenkes (2013), penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat, memutuskan dan melaporkan tentang macam dan jumlah bahan makanan sesuai dengan pesanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan, serta waktu penerimaannya. Tujuan dilakukannya proses penerimaan bahan makanan agar bahan makanan yang diterima sesuai dengan daftar pesanan, waktu pesan dan spesifikasi yang ditetapkan . Prasyarat yang dibutuhkan dalam proses penerimaan bahan makanan meliputi :

a. Tersedianya daftar pesanan bahan makanan berupa macam dan jumlah bahan makanan yang akan diterima pada waktu tertentu.

b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan. Adapun langkah-langkah dalam penerimaan bahan makanan meliputi :

1. Bahan makanan diperiksa, sesuai dengan pesanan dan ketentuan spesifikasi bahan makanan yang dipesan.

2. Bahan makanan dikirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang atau dapat langsung ke tempat pengolahan makanan.

Menurut Simanjuntak (2015) yang mengutip pendapat Grossbauer, proses dasar pada penerimaan menurut adalah :

1. Memeriksa kembali daftar pemesanan bahan makanan. 2. Memeriksa spesifikasi bahan makanan.

3. Memutuskan menerima atau menolak bahan makanan yang datang. 4. Memeriksa kembali daftar penerimaan bahan makanan.

(23)

5. Membuat laporan penerimaan bahan makanan. 6. Menyalurkan bahan makanan ke gudang.

Menurut Moehyi (1992), tugas dan tanggung jawab penerima bahan makanan adalah sebagai berikut :

a. Meneliti apakah bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok sesuai dengan ketentuan-ketentuan (spesifikasi) sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja.

b. Mencocokkan jumlah dan jenis bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok apakah sudah sesuai dengan pesanan yang tercantum dalam Daftar Pesanan Bahan Makanan.

c. Mengambil keputusan menerima atau tidak menerima bahan makanan yang diserahkan pemasok.

2.5.6 Penyimpanan Bahan Makanan

Bahan makanan harus segera disimpan di ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima. Menurut Kemenkes (2013), penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan kering dan segar di gudang bahan makanan kering dan dingin/beku dengan tujuan agar tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Prasyarat dalam penyimpanan bahan makanan meliputi :

1. Adanya ruang penyimpanan bahan makanan kering dan bahan makanan segar.

(24)

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai peraturan. 3. Tersedianya kartu stok bahan makanan/buku catatan keluar masuknya

bahan makanan.

Adapun langkah dalam penyimpanan bahan makanan meliputi :

1. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, segera dibawa ke ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin.

2. Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah ditimbang dan diperiksa oleh bagian penyimpanan bahan makanan setempat dibawa ke ruang persiapan bahan makanan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Makanan, tempat penyimpanan bahan makanan secara umum harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan

first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.

3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

(25)

4. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm. 5. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%. 6. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik.

7. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu ±10oC.

8. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Suhu dan Lama Penyimpanan Bahan Makanan Mentah dan Segar No Jenis Bahan Makanan

Lama waktu penyimpanan < 3 hari < 1 minggu >1 minggu 1 Daging, ikan, udang, dan hasil

olahannya

-5 – 0oC -10 - -50oC < - 10oC 2 Telur, buah dan hasil

olahannya

5 – 7oC -5 – 0oC < - 5oC 3 Sayur, buah dan minuman 10oC 10oC 10oC 4 Tepung dan biji-bijian 25oC 25oC 25oC

Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), Tahun 2013

9. Bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm b. Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm c. Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm

2.5.7 Pengolahan Bahan Makanan 1. Persiapan Bahan Makanan

Bahan makanan yang akan dimasak harus disiapkan terlebih dahulu. Kegiatan dalam penyiapan bahan makanan adalah membersihkan, mengupas atau membuang bagian yang tidak dapat dimakan, memotong, mengiris, mencencang,

(26)

menggiling, memberi bentuk, memberi lapisan atau melakukan berbagai hal lainnya yang diperlukan sebelum bahan makanan dimasak (Moehyi, 1992).

Proses persiapan bahan makanan suatu kegiatan yang spesifik dalam rangka mempersiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasakan (Jufri et.al.2012). Sedangkan menurut Kemenkes (2013), persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam mempersiapkan bahan makanan yang siap diolah (mencuci, memotong, menyiangi, meracik dan sebagainya) sesuai dengan menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu dan jumlah pasien yang dilayani. Prasyarat dalam persiapan bahan makanan meliputi :

1. Tersedianya bahan makanan yang akan dipersiapkan 2. Tersedianya tempat dan peralatan persiapan

3. Tersedianya prosedur tetap persiapan

4. Tersedianya standar porsi, standar resep, standar bumbu, jadwal persiapan dan jadwal pemasakan.

Pada proses produksi yang perlu diperhatikan untuk menjaga keamanan makanan adalah proses persiapan. Proses persiapan merupakan tahap awal atau titik awal dari proses untuk mendapatkan makanan jadi, untuk itu pada tahap ini perlu sekali dilakukan pengamanan bahan makanan. Pengamanan makanan dilakukan untuk mempertahankan zat gizi pada makanan dan pengamanan makanan terhadap bahaya pathogen (Mukrie et.al. 1990).

2. Pemasakan Bahan Makanan

Menurut Kemenkes (2013), pemasakan bahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang

(27)

siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Prasyarat dalam pemasakan bahan makanan yaitu tersedianya menu, pedoman menu, siklus menu, bahan makanan yang akan dimasak, peralatan pemasakan bahan makanan, aturan dalam menilai pemasakan, prosedur tetap pemasakan dan peraturan penggunaan Bahan Tambah Pangan (BTP). Adapun tujuan dari pemasakan bahan makanan meliputi :

1. Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan. 2. Meningkatkan nilai cerna.

3. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan.

4. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Makanan (2004), cara pengolahan makanan yang baik dan benar dapat menjaga mutu dan keamanan hasil olahan makanan. Sedangkan cara pengolahan yang salah dapat menyebabkan kandungan gizi dalam makanan hilang secara berlebihan. Makanan menjadi tidak aman dikonsumsi jika dalam pengolahannya ditambahkan BTP yang melampaui batas yang diperbolehkan sehingga berbahaya bagi kesehatan. Demi mendapatkan makanan yang bermanfaat dan tidak membahayakan bagi yang memakannya perlu adanya suatu usaha penyehatan makanan dan minuman, yaitu upaya pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan memengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahanya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit agar tidak

(28)

menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan (Djarismawati et.al. 2004).

Menurut Kepmenkes RI Nomor 1024 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, kegiatan penyehatan makanan dan minuman di rumah sakit menekankan terwujudnya kebersihan dan keamanan makanan dalam alur perjalanan makanan sebelum dikonsumsi oleh manusia. Kebersihan diri dan kesehatan penjamah makanan merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat, karena penjamah makanan juga merupakan salah satu vektor yang dapat mencemari bahan pangan baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis.

Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (2002), pengolahan bahan makanan harus dilakukan oleh penjamah dengan sikap dan perilaku yang higiene :

1. Tidak merokok selama mengolah makanan. 2. Tidak makan atau mengunyah

3. Tidak memakai perhiasan.

4. Tidak menggunakan peralatan atau fasilitas kerja yang bukan peruntukkannya.

5. Tidak melakukan kebiasaan seperti mengorek, mencungkil, menggaruk, menjilat atau meludah selama mengolah makanan.

6. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.

(29)

7. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu, dan sejenisnya.

8. Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin/berkala minimal 6 bulan sekali.

9. Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak, terutama makanan yang mudah rusak.

10. Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar mandi/WC.

11. Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung.

12. Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan.

2.5.8 Distribusi Makanan

Distribusi dan penyajian makanan yang telah dimasak merupakan kegiatan terakhir dalam proses penyelenggaraan makanan. Menurut Kemenkes (2013), pendistribusian makanan adalah serangkaian proses kegiatan penyampaian makanan sesuai dengan jenis makanan dan jumlah porsi konsumen/pasien yang dilayani dengan tujuan agar konsumen/pasien mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. Prasyarat pendistribusian bahan makanan meliputi tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit, standar porsi, peralatan untuk distribusi, peralatan makan, adanya peraturan pengambilan makanan, daftar permintaan bahan makanan konsumen/pasien, dan jadwal pendistribusian makanan yang telah ditetapkan.

(30)

Menurut Moehyi (1992), dalam pendistribusian dan penyajian makanan kepada konsumen/pasien hal berikut perlu diperhatikan :

1. Makanan harus didistribusikan dan disajikan kepada konsumen tepat pada waktunya. Makanan seharusnya tidak disajikan terlalu awal atau terlalu lambat.

2. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah dan porsi yang telah ditentukan. Besar porsi makanan sangat penting dalam penyelenggaraan makanan bagi orang sakit yang sedang melakukan diet.

3. Kondisi makanan yang disajikan juga harus sesuai. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah temperatur makanan pada waktu disajikan. Makanan yang seharusnya dimakan dalam suhu yang agak hangat hendaklah disajikan dalam keadaan hangat. Sebaliknya, makanan yang seharusnya dimakan dalam keadaan dingin hendaklah disajikan dalam keadaan dingin.

Menurut Kemenkes (2013), dalam pendistribusian makanan, sistem distribusi yang digunakan sangat mempengaruhi makanan yang disajikan, tergantung pada jenis dan jumlah tenaga, peralatan dan perlengkapan yang ada. Terdapat 3 sistem distribusi makanan di rumah sakit, yaitu sistem yang dipusatkan (sentralisasi), sistem yang tidak dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi antara sentralisasi dengan desentralisasi.

1. Distribusi makanan yang dipusatkan

Umumnya disebut dengan cara distribusi “sentralisasi”, yaitu makanan dibagi dan disajikan dalam alat makan di ruang produksi makanan.

(31)

2. Distribusi makanan yang tidak dipusatkan

Cara ini umumnya disebut dengan distribusi “desentralisasi”. Makanan pasien dibawa ke ruang perawatan pasien dalam jumlah banyak/besar, kemudian dipersiapkan ulang, dan disajikan dalam alat makan pasien sesuai dengan dietnya.

3. Distribusi makanan kombinasi

Distribusi makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian makanan ditempatkan langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari tempat produksi, dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam wadah besar yang distribusinya dilaksanakan setelah sampai di ruang perawatan.

2.6 Ketenagaan Gizi di Rumah Sakit

Dalam upaya menjamin pelaksanaan pelayanan gizi yang optimal di rumah sakit diperlukan adanya standar kebutuhan tenaga gizi secara lebih rinci. Menurut Kemenkes (2013), tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi gizi yang terdiri dari Registered Dietisien (RD) dan Technical Registered

Dietisien (TRD). Registered Dietisien bertanggung jawab terhadap pelayanan asuhan gizi dan pelayanan makanan dan dietetik, sementara TRD bertanggung jawab membantu RD dalam melakukan asuhan gizi dan pelayanan makanan serta dietetik serta melaksanakan kewenangan sesuai dengan kompetensi. Adapun standar tenaga gizi rumah sakit meliputi:

1. Pimpinan Pelayanan Gizi

Dalam memenuhi standar akreditasi dan terlaksananya pelayanan gizi rumah sakit, dibutuhkan pimpinan pelayanan gizi yang memiliki kompetensi dan

(32)

pengalaman di bidang gizi /dietetik, yaitu seorang Registered Dietisien (RD) dan diutamakan yang telah memperoleh pendidikan manajemen.

2. Kebutuhan Tenaga Gizi

Berdasarkan penelitian Badan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Tahun 2012 mengenai kebutuhan tenaga gizi dengan metode perhitungan Analisis Beban Kerja atau WISN (Work Load Indicator Staf Need), diperoleh jumlah optimal tenaga RD dan TRD menurut kelas rumah sakit agar dapat melaksanakan pelayanan gizi yang baik dan berkualitas untuk menjamin keamanan pasien. Kebutuhan RD dan TRD digambarkan pada tabel berikut. Tabel 2.2 Kebutuhan Tenaga Gizi Berdasarkan Kelas Rumah Sakit

No Rumah Sakit Registered Dietisien (RD) Teknikal Registered Dietesien (TRD) Kebutuhan Tenaga Gizi 1 Kelas A 56 16 72 2 Kelas B 22 15 37 3 Kelas C 18 12 30 4 Kelas D 9 14 23

Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS, Tahun 2013

2.7 Sarana dan Prasarana Dalam Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit

Menurut Kemenkes (2013), agar penyelenggaraan makanan dapat berjalan dengan optimal, maka ruangan, peralatan dan perlengkapannya perlu direncanakan dengan baik dan benar. Dalam merencanakan sarana fisik/bangunan untuk unit pelayanan gizi rumah sakit, maka diperlukan kesatuan pemikiran antara perencana dan pihak manajemen yang terkait. Adapun tempat yang diperlukan di ruang penyelengaraan makanan terdiri dari :

(33)

1. Tempat penerimaan bahan makanan

Tempat/ruangan ini digunakan untuk penerimaan bahan makanan dan mengecek kualitas serta kuantitas bahan makanan. Letak ruangan ini sebaiknya mudah dicapai kendaraan, dekat dengan ruang penyimpanan serta persiapan bahan makanan. Luas ruangan tergantung dari jumlah bahan makanan yang akan diterima.

2. Tempat /ruang penyimpanan bahan makanan.

Ada dua jenis tempat penyimpanan bahan makanan yaitu penyimpanan bahan makanan segar (ruang pendingin) dan penyimpanan bahan makanan kering. Luas tempat pendingin ataupun gudang bahan makanan tergantung pada jumlah bahan makanan yang akan disimpan, cara pembelian bahan makanan, dan frekuensi pemesanan bahan.

3. Tempat persiapan bahan makanan.

Tempat persiapan digunakan untuk mempersiapkan bahan makanan dan bumbu meliputi kegiatan membersihkan, mencuci, mengupas, menumbuk, menggiling, memotong, mengiris, dan lain-lain sebelum bahan makanan dimasak. Ruang ini hendaknya dekat dengan ruang penyimpanan serta pemasakan. Ruang harus cukup luas untuk menampung bahan, alat, pegawai, dan alat transportasi.

4. Tempat pengolahan dan distribusi makanan

Tempat pengolahan makanan ini biasanya dikelompokkan menurut kelompok makanan yang dimasak. Misalnya makanan biasa dan makanan

(34)

khusus. Kemudian makanan biasa dibagi lagi menjadi kelompok nasi, sayuran, lauk pauk dan makanan selingan serta buah.

5. Tempat pencucian dan penyimpanan alat

Pencucian alat masak hendaknya pada tempat khusus yang dilengkapi dengan sarana air panas. Alat-alat dapur besar dan kecil dibersihkan dan disimpan diruang khusus, sehingga mudah bagi pengawas untuk inventarisasi alat.

Fasilitas pencucian peralatan :

a. Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan.

b. Tersedia fasilitas pengering/rak dan penyimpanan sementara yang bersih.

c. Dilengkapi alat untuk mengatasi sumbatan dan vektor.

d. Tersedia air mengalir dalam jumlah cukup dengan tekanan +15 psi (1,2kg/cm3).

e. Tersedia sabun dan lap pengering yang bersih. Fasilitas pencucian alat makan :

a. Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan dan peralatan.

b. Tersedia air mengalir dalam jumlah cukup dengan tekanan +15 psi (1,2kg/cm3).

(35)

6. Tempat pembuangan sampah

Diperlukan tempat pembuangan sampah yang cukup untuk menampung sampah yang dihasilkan dan harus segera dikosongkan begitu sampah terkumpul.

7. Ruang fasilitas pegawai

Ruang ini adalah ruangan-ruangan yang dibuat untuk tempat ganti pakaian pegawai, istirahat, ruang makan, kamar mandi dan kamar kecil. Ruangan ini dapat terpisah dari tempat kerja, tetapi perlu dipertimbangkan agar dengan tempat kerja tidak terlalu jauh letaknya.

8. Ruang pengawas

Diperlukan ruang untuk pengawas melakukan kegiatan. Hendaknya ruang ini terletak cukup baik, sehingga pengawas dapat mengawasi semua kegiatan di dapur.

2.8 Standar Makanan Umum Rumah Sakit 1. Makanan Biasa (MB)

Makanan Biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Makanan Biasa diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan makanan khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus, makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak merangsang pada saluran cerna (Almatsier, 2006).

(36)

2. Makanan Lunak (ML)

Makanan Lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan, dicerna dibandingkan Makanan Biasa. Makanan ini mengandung cukup zat-zat gizi, asalkan pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup. Menurut keadaan penyakit, Makanan Lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi, pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan, serta sebagai perpindahan dari Makanan Saring ke Makanan Biasa (Almatsier, 2006).

3. Makanan Saring (MS)

Makanan Saring adalah makanan semi padat yang mempunyai tekstur lebih halus daripada Makanan Lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna. Makanan Saring diberikan kepada pasien sesudah mengalamai operasi tertentu, pada infeksi akut termasuk infeksi saluran cerna, serta kepada pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan, atau sebagai perpindahan dari Makanan Cair Kental ke Makanan Lunak. Karena makanan ini kurang serat dan vitamin C, maka sebaiknya diberikan untuk jangka waktu pendek, yaitu selama 1 sampai 3 hari saja (Almatsier, 2006). 4. Makanan Cair

Makanan Cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan, dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah, pasca pendarahan

(37)

saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan dapat diberikan secara oral atau parenteral. Menurut konsistensi makanan, Makanan Cair terdiri atas tiga jenis, yaitu Makanan Cair Jernih, Makanan Cair Penuh, dan Makanan Cair Kental.

a. Makanan Cair Jernih (MCJ)

Makanan Cair Jernih adalah makanan yang disajikan dalam bentuk cairan jernih pada suhu ruangan dengan kandungan sisa (residu) minimal. Makanan Cair Jernih diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu, keadaan mual dan muntah, dan sebagai makanan tahap awal pasca pendarahan saluran cerna. Nilai gizinya sangat rendah karena hanya terdiri dari sumber karbohidrat.

b. Makanan Cair Penuh

Makanan Cair Penuh adalah makanan yang berbentuk cair atau semi cair pada suhu ruang dengan kandungan serat minimal. Makanan Cair Penuh diberikan kepada pasien yang mempunyai masalah untuk mengunyah, menelan, atau mencernakan makanan padat, misalnya pada operasi mulut atau tenggorokan, dan/atau pada kesadaranmenurun.

c. Makanan Cair Kental (MCK)

Makanan Cair Kental adalah makanan yang mempunyai konsistensi kental atau semi padat pada suhu kamar, yang tidak membutuhkan proses mengunyah dan mudah ditelan. Makanan Cair Kental diberikan kepada pasien dengan penyakit yang disertai peradangan, ulkus peptikum, atau gangguan struktural atau motorik pada rongga mulut.

(38)

2.9 Standar Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan gizi di rumah sakit dapat dikatakan berkualitas, bila hasil pelayanan mencapai hasil yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku. Indikator mutu pelayanan gizi mencerminkan mutu kinerja instalasi gizi dalam ruang lingkup kegiatannya (pelayanan asuhan gizi, pelayanan makanan, dan sebagainya). Beberapa indikator mutu pelayanan gizi rumah sakit antara lain :

1. Perencanaan asuhan gizi sesuai dengan standar pelayanan

Rencana asuhan gizi yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan asuhan gizi.

Standar pelayanan asuhan gizi :

a. Rencana asesmen/pengkajian dan asuhan gizi yang diberikan tepat waktu.

b. Rencana asuhan gizi yang tercatat dalam rekam medik. c. Rencana asuhan direvisi sesuai dengan respon pasien. d. Monitoring pelaksanaan rencana asuhan dilakukan. e. Kesesuaian intervensi dengan kondisi pasien skor : 100% 2. Keberhasilan Konseling Gizi

Perubahan sign dan symptoms dari problem gizi pada kunjungan awal terhadap target pada kunjungan-kunjungan konseling berikutnya.

3. Ketepatan Diet yang Disajikan

Persentase ketetapan diet yang disajikan sesuai dengan diet order dan rencana asuhan harus 100%.

(39)

4. Ketepatan Penyajian Makanan

Persentase ketepatan dan keakuratan makanan yang disajikan yang sesuai dengan standar harus 100%.

5. Ketepatan Citarasa Makanan

Presentasi citarasa (aroma, suhu, penampilan, rasa, dan tekstur) hidangan yang dapat diterima atau sesuai dengan dietnya harus 100%.

6. Sisa Makanan Pasien

Persentase makanan yang dapat dihabiskan pasien dari satu atau lebih waktu makan harus 80%. Dengan kata lain, sisa makanan pasien harus < 20% (Kemenkes, 2013).

2.10 Kerangka Pikir Penelitian

Menurut Azwar (2010), pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem memiliki unsur-unsur yang meliputi masukan (input), proses (process), dan keluaran (output) yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Landasan Teori Masukan (Input) 1. Man 2. Material 3. Method 4. Money 5. Machine 6. Market Proses (Process) 1. Planning 2. Organizing 3. Actuating 4. Controlling Keluaran (Output)

(40)

Berdasarkan landasan teori tersebut, penyelenggaraan makanan sebagai suatu sistem pelayanan di rumah sakit juga memiliki unsur masukan (input), proses (process), dan keluaran (output) yang dapat digambarkan dalam kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian 1. Tenaga Gizi 2. Biaya Operasiona 3. Sarana dan Prasarana Penyediaan makanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima

pasien 1. Bentuk penyelenggaraan makanan 2. Kegiatan dalam penyelenggaraan makanan a. Perencanaan menu b. Perencanaan kebutuhan bahan makanan c. Perencanaan anggaran d. Pemesanan dan pembelian bahan makanan e. Penerimaan bahan makanan f. Penyimpanan bahan makanan g. Pengolahan bahan makanan h. Pendistribusian makanan

Gambar

Tabel 2.2 Kebutuhan Tenaga Gizi Berdasarkan Kelas Rumah Sakit
Gambar 2.2  Landasan Teori Masukan (Input) 1.  Man 2.  Material 3.  Method 4.  Money 5
Gambar 2.3  Kerangka Pikir Penelitian 1.  Tenaga Gizi 2.  Biaya Operasiona 3.  Sarana dan Prasarana  Penyediaan  makanan yang  berkualitas sesuai  dengan kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel bergantung dan variabel bebas.Data yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran A.Variabel bergantung

Peningkatan serum sTnI setelah melakukan latihan intensitas tinggi pada kelompok yang tidak menggunakan kreatin monohidrat menandakan bahwa telah terjadi kerusakan otot akibat

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian kurikulum yang mengelola penjadwalan mata pelajaran di SMA Antartika Sidoarjo, diketahui bahwa Proses penjadwalan mata pelajaran

Perlakuan interaksi antara asam sitrat dan gula berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar antosianin, total gula, total padatan terlarut, perlakuan konsentrasi

Keautentikan menjadi begitu beresiko karena tidak dapat membawa pada kesuksesan sebagaimana didefinisikan oleh orang lain Di antara kecenderungan masa kini yang begitu

daripa ipada da lua luas s dae daerah rah aus auskul kultas tasi i yan yang g ter terken kena5 a5 pada pada per perkus kusi i ser sering ing ti tidak dak dit

 keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Perseroan. Antara lain berdasarkan rekomendasi dari komite-komite yang membantu efektivitas

Meningkatkan kapasitas dukungan pemerintah 1.. Meningkatkan kapasitas dukungan pemerintah