• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN DARING MENULIS CERPEN SISWA KELAS XI MIPA 1 SMA NEGERI 9 MAROS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN DARING MENULIS CERPEN SISWA KELAS XI MIPA 1 SMA NEGERI 9 MAROS"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

viii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

Meidina Sri Hanum 105331108816

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi Mulai dengan keyakinan,

Jalani dengan keikhlasan, karena

Hasil tidak akan menghianati proses.

.

Kupersembahkan karya ini kepada: Kedua orang tuaku Ayahanda Herman dan Ibunda Asriati yang senantiasa mendoakan, mendukung, dan mengorbankan segala hal demi mewujudkan angan dan mimpi untuk masa depan. Serta teman-teman yang selalu memberikan motivasi agar saya terus berusaha

(7)

vii

Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar, dibimbing oleh Amal Akbar dan Abdul Munir.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan hanya memuat inti permasalahan tentang problematika pembelajaran daring. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskripsi data dan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa problematika pembelajaran daring terdapat pada perangkat pembelajaran, penyampaian materi, penggunaan aplikasi, pengelolaan kelas, dan teknik pemberian tugas dan penilaian.

(8)

viii

yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah, serta nikmat berupa nikmat iman dan nikmat kesehatan. Jika semua ranting pohon yang ada di dunia dijadikan sebagai pena dan air di lautan dijadikan sebagai kertasnya tidak bisa melukiskan betapa banyaknya nikmat Allah swt. Selawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, para keluarga, dan sahabat yang senantiasa menggulung tikar-tikar kebatilan dan membentangkan permadani-permadani Islam hingga saat ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan penyelesaian pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dengan judul “Problematika Pembelajaran Daring Menulis Cerpen Siswa Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros”.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini segala rasa hormat dan terima kasih luar biasa peneliti hanturkan kepada kedua orang tua Ayahanda Herman dan Ibunda Asriati atas segala pengorbanan, doa serta didikan untuk peneliti dalam rangka menuntut ilmu.

Penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika tidak ada keterlibatan dari pihak yang memberikan arahan dan bimbingan. Dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dr. Amal Akbar, M.Pd selaku pembimbing I dan Dr. Drs. Abdul Munir, M.Pd selaku

(9)

ix

Terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Erwin Akib, M.Pd, Ph.D serta para wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Munirah, M.Pd dan sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Muhammad Akhir, M.Pd serta seluruh stafnya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman peneliti Nur Adila, Rahmawati, Mittahul Akar Manna, Hikmah, Rahmawati, dan Ade Irmawati yang selalu memberi peneliti bantuan, dukungan, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga dukungan, motivasi, dan bantuan yang diberikan kepada peneliti senantiasa mendapat balasan dari Allah swt berupa pahala yang berlipat ganda. Akhirnya dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan tidak ada manusia yang luput dari kesalahan serta kekhilafan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga peneliti dapat berkarya dengan lebih baik di masa yang akan datang. Mudah-mudahan skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi diri peneliti. Aamiin ya Rabbal Alaamiin.

Makassar, Agustus 2020

(10)

x

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Penelitian Relevan ... 7

2. Hakikat Probematika ... 8

(11)

xi

6. Cerpen ... 31

B. Kerangka Pikir ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

A. Jenis Penelitian ... 47

B. Data dan Sumber Data ... 47

C. Definisi Istilah ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 49

A. Hasil Penelitian ... 49

B. Pembahasan ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Simpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN

(12)

1 A. Latar Belakang

Maret 2020, World Health Organization (WHO) atau organisasi kesehatan dunia menetapkan Corona Virus Disease (Covid-19) sebagai pandemi (Sohbari, et, al 2020). Pandemi Covid-19 yang merebak hampir ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia menimbulkan perubahan yang signifikan di berbagai aspek kehidupan manusia, sehingga kita dituntut untuk merespon hal tersebut secara cepat guna mendapat solusi atas perubahan yang terjadi.

Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Surat Edaran No. 4 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) terhitung mulai 24 Maret 2020. Adanya surat tersebut menyebabkan semua instansi pendidikan mengambil langkah cepat sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 dan keterlaksanaan pembelajaran.

Pada skala umum, pemerintah memberlakukan kebiajakan social distancing (menjaga jarak fisik) di tengah masyarakat. Konsekuensi dari kebijakan ini adalah terbatasnya ruang gerak masyarakat dalam beraktifitas, sehingga banyak yang harus bekerja dari rumah (untuk pekerja tertentu), beribadah di rumah, dan tak terkecuali siswa yang harus belajar dari rumah secara daring atau online.

(13)

Kebijakan pembelajaran melalui daring atau online merupakan langkah yang dinilai tepat sebagai solusi untuk menjamin berlangsungnya proses pendidikan (formal) bagi generasi bangsa di tengah pandemi Covid-19, dengan melihat konteks kemajuan teknologi sebagai perspektif untuk pemecahan masalah. Memang banyak sekali produk-produk dari kemajuan teknologi modern yang dapat dipertimbangkan sebagai sarana untuk pembelajaran melalui daring, seperti aplikasi yang dapat diakses melalui platform semisal melalui grup WhatsApp, Email, Google Classroom, Zoom atau media lainnya. Umumnya, langkah yang dilakukan guru mulai dari menyiapkan konten materi pelajaran yang disampaikan pada setiap pertemuan lantas diunggah di media daring. Berikutnya siswa mempelajari materi dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sementara guru memonitoring pelaksanaan yang dilakukan siswa termasuk juga menjawab pertanyaan dan memberikan umpan balik proses pembelajaran.

Pembelajaran secara daring merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang memanfaatkan perangkat elektronika khususnya internet dalam penyampaian belajar. Pembelajaran daring sepenuhnya bergantung pada akses jaringan. Menurut Imrana (2019), pembelajaran daring merupakan bentuk penyampaian pembelajaran konvensional yang dituangkan pada format digital melalui internet. Pembelajaran yang dianggap menjadi satu-satunya media penyampai materi antara guru dan siswa dalam masa darurat pandemi.

(14)

Pada kegiatan pembelajaran tatap muka, media pembelajaran dapat berupa orang, benda-benda sekitar, lingkungan, dan segala sesuatu yang dapat digunakan guru sebagai perantara menyampaikan materi pelajaran. Hal tersebut akan menjadi berbeda ketika pembelajaran dilaksanakan secara daring. Semua media atau alat yang dapat dihadirkan guru secara nyata, berubah menjadi media visual karena keterbatasan jarak.

Implementasi pembelajaran daring sebenarnya tidak mudah diberlakukan di Indonesia. Dalam proses pelaksanaannya, banyak keterbatasan dan permasalahan yang terjadi di lapangan. Pertama, masih banyak guru yang mempunyai keterbatasan dari sisi akses maupun pemanfaatan gawai yang dimiliki. Bagi guru yang melek teknologi, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Sebaliknya, bagi guru yang gagap teknologi tentu hal ini menjadi masalah. Padahal pembelajaran daring memerlukan kreatifitas dalam proses pembelajaran. Artinya, guru harus pintar mengkreasikan materi pelajaran agar mudah dipahami oleh siswa dengan memanfaatkan media daring yang ada. Kedua, kemandirian belajar siswa di rumah tidak sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik. Keterbatasan untuk bertatap muka langsung dengan guru membuat siswa harus mandiri dalam memahami materi dan mengerjakan tugas yang ada. Dalam memahami dan mengerjakan tugas tersebut, tentu proses belajar siswa tidak semulus dan semudah yang dibayangkan. Ketiga, tugas yang diberikan guru membebani siswa. Pembelajaran daring selayaknya tidak membebani siswa dalam belajar, siswa harusnya mempunyai kebebasan

(15)

dalam aktifitas belajarnya. Tidak terbebani dengan banyaknya tugas dan waktu penugasan yang pendek. Termasuk juga dikejar-kejar deadline pengumpulan tugas yang diberikan oleh guru. Keempat, pembelajaran daring terkendala dengan signal internet yang tidak stabil dan pulsa (kuota data) yang mahal. Kita tidak tahu, bahwa Indonesia mempunyai kondisi geografis yang beragam. Keragaman kondisi letak geografis rumah siswa yang beragam menjadi masalah utama terkait kestabilan signal internet.

Pembelajaran daring memang menjadi dilema bagi guru dan siswa. Di satu sisi, proses pembelajaran harus berjalan dan di sisi lain, berbagai problematika mengiringi proses pelaksanaannya. Kesulitan-kesulitan (problem) yang muncul dalam pembelajaran daring adalah suatu tantangan.

Pembelajaran menulis cerpen menjadi salah satu tantangan bagi guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran daring. Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra bergenre prosa yang dapat dibaca dalam sekali duduk. Cerpen diajarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai pembelajaran sastra dengan tujuan melatih para siswa agar memiliki kemampuan dalam mengapresiasi karya sastra.

Pada pembelajaran sastra khususnya cerpen, siswa diharapkan mampu menulis cerpen. Selain itu, dengan menulis cerpen siswa tidak hanya mengetahui wawasan tentang cara menulis cerpen tersebut, tetapi juga mendapatkan pengalaman batin siswa untuk menghadapi norma-norma yang berlaku di masyarakat.

(16)

Pembelajaran menulis cerpen terdapat pada kurikulum 2013 tepatnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang menarik dan penting dipelajari oleh siswa. Cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran secara lebih terbuka dan bebas.

Dari hasil observasi awal, peneliti menemukan bahwa model pembelajaran daring memiliki berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen. Hal tersebut terjadi karena ketidakefektifan model pembelajaran daring sehingga siswa kurang termotivasi dalam pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti termotivasi mengadakan penelitian tentang “Problematika Pembelajaran Daring Menulis Cerpen Siswa Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah “Mendeskripsikan problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros”.

(17)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan secara teoretis dan praktis oleh pihak-pihak yang terkait. Secara rinci manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah perbendaharaan ilmu yang terkait dengan pembelajaran daring dan menulis cerpen.

2. Manfaat Praktis 1) Bagi Guru

Dapat dijadikan masukan serta umpan balik sebagai bahan evaluasi atau referensi dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.

2) Bagi Siswa

Dapat memperkaya dan memperluas wawasan siswa dalam memahami pembelajaran daring dan menulis cerpen.

3) Bagi Peneliti

Dapat dibuat artikel untuk dimuat dalam jurnal. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk para peneliti selanjutnya berkenaan dengan penelitian ini.

(18)

7 A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian. Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti mengenai problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros, maka teori yang relevan dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

1. Penelitian yang Relevan

Agnes Rapi Pabumbun (2017) dengan judul “Problematika Pembelajaran Kemampuan Menyimak Bahasa Jerman Siswa Kelas XI SMAN 11 Makassar”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada subjek penelitian. Sedangkan perbedaannya terdapat pada objek penelitian. Hasil penelitian ini yaitu mendeskripsikan problematika kemampuan menyimak bahasa Jerman pada siswa kelas XI SMAN 11 Makassar.

Ericha Windhiyana Pratiwi (2020) dengan judul “Dampak Covid-19 terhadap Kegiatan Pembelajaran Online Di Sebuah Perguruan Tinggi Kristen Di Indonesia”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah keduanya merupakan jenis penelitian deksriptif kualitatif. Sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek penelitian. Hasil penelitian ini yaitu mendeskripsikan dampak covid-19 terhadap

(19)

kegiatan pembelajaran online bagi mahasiswa dan dosen di Perguruan Tinggi Kristen.

2. Hakikat Problematika

Problematika berasal dari bahasa Inggris “problematic” yang berarti masalah atau persoalan. Problematika berasal dari kata problem yang dapat diartikan permasalahan atau masalah. Adapun masalah itu sendiri adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik agar tercapai hasil yang maksimal. Terdapat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata problematika berarti masih menimbulkan masalah; hal-hal yang masih menimbulkan suatu masalah yang masih belum dapat dipecahkan.

Syukir (1983: 65), problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan itu. Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu (faktor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan SDM atau guru dalam dunia pendidikan.

Sugiyono (2012: 29) menyatakan bahwa problematika merupakan penyimpangan dari apa yang seharusnya dan apa yang terjadi, penyimpangan antara teori dan praktik, penyimpangan aturan dan

(20)

pelaksanaan, dan penyimpangan yang terjadi pada masa lampau dengan apa yang terjadi sekarang. Problematika adalah hal yang masih menimbulkan masalah yang belum dapat dipecahkan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa problematika merupakan masalah yang timbul akibat adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan sebagai suatu halangan pada suatu proses.

3. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Menurut Trianton (2009), pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Berdasarkan makna ini, maka jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan pembelajaran adalah suatu rangkaian pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang meliputi tahap persiapan, penilaian, kesimpulan. Pembelajaran sastra Indonesia merupakan proses pengubahan perilaku pada siswa. Pembelajaran terdiri atas beberapa komponen yaitu guru, siswa, tujuan pembelajaran, metode, media, dan evaluasi.

(21)

1. Guru

Menurut Hamalik (1994: 9), guru atau tenaga kependidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknik dalam bidang pendidikan. Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan sebagai pelaksana dan penggerak kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan pembelajaran berlangsung dan berhasil dengan sukses, guru harus merancang pembelajaran secara baik, dalam arti dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, karakteristik siswa. Selain itu, guru harus merumuskan tujuan, menetapkan materi, memilih metode, dan media, serta mengevaluasi pembelajaran yang tepat dalam rancangan pembelajaraannya.

Menurut Hermawan, dkk (2008: 94), guru menempati posisi kunci dan strategis dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar dapat mencapai tujuan secara optimal. Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai diseminator, informator, transmiter, transformator, organizer, fasilitator, motivator, dan evaluator bagi terciptanya proses pembelajaran siswa yang dinamis dan inovatif. Guru adalah suatu kerja yang dihormati dari masyarakat. Guru merupakan pemandu dalam proses belajar, mulai dari tidak

(22)

memahami suatu pengetahuan sampai memahami pengetahuan yang diajarkan oleh guru. Guru juga merupakan instruktur dan tanda arah dalam hidup kepada peserta didik.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa guru adalah seorang pengajar suatu ilmu dan seorang pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan mengevaluasi peserta didik. 2. Siswa

Menurut Hermawan, dkk (2008: 94), siswa sebagai peserta didik merupakan subjek utama dalam proses pembelajaran. Keberhasilan pencapaian tujuan banyak bergantung kepada kesiapan dan cara belajar yang dilakukan siswa. Siswa adalah komponen utama dalam kegiatan belajar. Siswa mempunyai potensi untuk pengembangan dengan sebuah proses pembelajaran. Siswa adalah pelaku belajar yang berusaha secara menggeluti pengetahuan, menemukan pengetahuan, mengumpulkan pengetahuan, menganalisis persoalan.

Menurut Hamalik (1994: 99), siswa adalah salah satu komponen yang terpenting dalam pembelajaran disamping faktor guru, tujuan dan metode pengajaran, siswa adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Siswa adalah peserta didik yang mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran dan merupakan subjek utama dalam usaha pencapaian tujuan

(23)

pembelajaran yang telah dibuat sebagai acuan kegiatan belajar mengajar.

3. Tujuan Pembelajaran

Sudrajat (2009: 1) memberikan rumusan bahwa tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, (2) tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskriptif yang spesifik.

Menurut Sanjaya (2008: 66), tujuan pembelajaran dapat didefiniskan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasa tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah proses dan hasil belajar yang dicapaikan oleh peserta didik yang disesuaikan dengan kompetensi dasar yang akan diajarkan.

4. Materi Pelajaran

Menurut Sudjana (2000: 25), materi pelajaran adalah inti yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, sehingga materi harus dibuat secara sistematis agar mudah diterima oleh siswa. Materi pembelajaran merupakan

(24)

pengetahuan yang disampaikan ke peserta didik sesuai tujuan pembelajaran.

Menurut Suryosubroto (2001: 42-43), bahan atau materi ajar adalah isi dari materi pelajaran yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Tanpa materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran tidak akan bisa dilakukan karena guru tidak mungkin bisa langsung mengajar di ruang kelas tanpa persiapan. Kualitas materi pembelajaran dapat berpengaruh pada hasil pembelajaran dan nilai peserta didik. Materi pembelajaran berarti materi ajar yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa materi pelajaran adalah semua bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa pada proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

5. Metode

Menurut Azhar (1993: 95), metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Semakin baik metode yang dipakai semakin efektif pencapaian tujuan. Sebagai tenaga pendidik, metode pembelajaran sangat penting dalam proses pembelajaran. Sebagai peserta didik, bisa atau tidak bisa menguasai ilmu yang diajarkan oleh guru sesuai mutu metode pembelajaran.

(25)

Hamalik (1994: 81) menegaskan metode pembelajaran merupakan salah satu cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, metode pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan oleh guru dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran.

6. Media

Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah juga merupakan media. Media adalah teknologi pembawa pesan (informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran atau sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran.

Menurut Arsyad (2009: 4), media pembelajaran adalah alat yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Pesan-pesan pengajaran yang disampaikan guru kepada siswa

(26)

harus dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa dalam belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk menyampaikan pesan-pesan pengajaran dari guru kepada siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa dalam belajar.

7. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif keputusan. Evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk lebih memahami pengertian evaluasi, khususnya evaluasi pengajaran, Purwanto (2010: 3-4).

a. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan.

b. Dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang berupa perilaku atau penampilan siswa selama mengikuti pelajaran, hasil ulangan atau tugas-tugas pekerjaan

(27)

rumah, nilai ujian akhir caturwulan, nilai mid semester, nilai akhir semester, dan sebagainya.

c. Setiap kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan-tujuan pengajaran yang hendak dicapai.

4. Daring

Merebaknya Covid-19 atau lebih dikenal dengan virus corona di Indonesia mengguncangkan semua sendi kehidupan yang ada. Semua kehidupan sosial terdampak, termasuk pendidikan. Virus ini memaksa kehidupan sosial berubah, termasuk metode pembelajaran. Selama ini, pendidikan menggunakan metode konvensional yaitu tatap muka di kelas antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran, diskusi, tanya jawab, dan bimbingan semua berlangsung tatap muka. Namun, sekarang harus menggali diri pada metode belajar dalam jaringan atau diakronim daring (online).

a. Pengertian Daring

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), daring berarti dalam jaringan; terhubung melalui jejaring komputer, internet dan sebagainya.

Daring berarti berada dalam dunia maya atau dunia semu. Selain itu, daring dapat diartikan sebagai proses pemindahan informasi dari orang satu ke orang lain melalui jaringan internet.

(28)

b. Kelebihan Pembelajaran Daring 1. Waktu Belajar Singkat

Dengan mudahnya mengakses materi pembelajaran atau mengikuti video tatap muka, maka para pelajar memiliki waktu yang lebih cepat untuk belajar, sehingga tidak memerlukan banyak waktu untuk pergi ke sekolah atau kampus seperti biasa. 2. Pendidikan Indonesia Lebih Maju

Dengan adanya sistem belajar online setidaknya pendidikan Indonesia lebih maju walaupun sedikit. Salah satu kemajuannya yaitu Indonesia sudah bisa memanfaatkan teknologi yang ada dan cara belajar Indonesia lebih bervariasi.

3. Siswa Bisa Mengembangkan Diri

Belajar online yang tidak memakan waktu banyak dapat membuat pelajar bisa mengembangkan diri pada hal lain, seperti membaca, menulis atau menggambar. Dengan begitu, para pelajar tidak hanya sekadar belajar saja atau mencari ilmu saja, tapi bisa mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki.

c. Kekurangan Pembelajaran Daring 1. Tugas-tugas Menumpuk

Meski belajar di rumah, para pelajar tidak bisa hidup tenang karena harus menghadapi tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar. Waktu di rumah dihabiskan untuk mengerjakan

(29)

tugas-tugas menumpuk. Para pengajar memberikan tugas-tugas agar siswa tetap mendapat nilai dan materi pembelajaran.

2. Menghabiskan Banyak Data Internet/ Kuota

Para siswa yang biasanya membeli paket internet sebulan sekali, kini bisa membeli paket internet dua sampai tiga kali dalam sebulan. Selain itu, yang memakai wi-fi juga berpengaruh karena batas internet yang sudah ditentukan mengalami pemakaian berlebihan ditambah kadang wi-fi bermasalah, entah dari perusahaan atau hal lain.

3. Materi Pelajaran Sulit Didapat

Sistem belajar online memang lebih menghemat waktu, tapi belum tentu belajar online lebih efektif dalam penerimaan materi pelajaran bagi para pelajar. Banyak yang mengeluhkan belajar online hanya memberikan tugas-tugas yang menumpuk yang menambah stres para pelajar selama di rumah. Selain itu, kondisi rumah yang kondusif mungkin akan membuat seseorang menerima pelajaran atau tidak.

4. Adu Pendapat yang Sulit

Jika di sekolah atau di kampus ada sesuatu yang sulit dimengerti atau terjadi perbedaan pendapat mungkin akan lebih mudah didiskusikan, namun dalam hal belajar online akan terasa sulit karena dalam cara belajar tersebut jika ada satu yang bicara, ada kemungkinan yang lain ikut bicara dan pengajar sulit

(30)

mengontrol ketika banyak yang berbicara, dengan kata lain suara dalam video pertemuan saling tumpang tindih. Selain itu, bagi pelajar yang memiliki koneksi jaringan yang buruk akan kesulitan mendengar audio yang saling tumpang tindih tersebut.

5. Menulis

a. Pengertian Menulis

Menurut Tarigan (2008: 22), menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis adalah suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, dan pengetahuan. Disebut sebagai kegiatan yang produktif karena kegiatan menulis adalah kegiatan yang mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengetahuan penulis kepada pembaca (Tarigan, 2008: 3-4). Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi sangat penting juga dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa.

(31)

Keterampilan menulis merupakan suatu ciri orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar (Tarigan 2008: 4). Menurut Morsey (Tarigan, 2008: 4), keterampilan menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan atau memberitahukan dan memengaruhi, hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian bahasa, dan struktur kalimat.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang memiliki makna. Dalam menulis juga diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tata bahasa tertentu sehingga informasi dapat digambarkan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus menerus dan teratur.

b. Tujuan Menulis

Setiap penulis senantiasa memproyeksikan sesuatu mengenai dirinya ke dalam bentuk tulisan. Bahkan dalam tulisan yang objektif sekalipun keadaan penulis masih tercermin karena gaya penulisannya senantiasa dipengaruhi oleh nada yang sesuai

(32)

dengan keinginan penulis yang bersangkutan. Hartig (Tarigan 2008: 25) membagi tujuan penulisan menjadi tujuh bagian, yaitu:

1. Tujuan penugasan (assigment purpose): tulisan yang pada dasarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan bukan atas kemauan sendiri, misalnya para siswa yang ditugaskan untuk merangkum buku atau sekretaris yang ditugaskan untuk membuat laporan atau notulen rapat.

2. Tujuan altruistik (altruistic purpos): tujuan penulisan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedudukan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan peranannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karya ini.

3. Tujuan persuasif (persuasif purpose):tujuan yang berusaha meyakinkan para pembaca tentang kebenaran gagasan yang diutarakan.

4. Tujuan informasional (information purpose): tujuan yang berusaha memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca.

5. Tujuan pernyataan diri (self-expressive purpose): tujuan yang berusaha mengekspresikan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.

(33)

6. Tujuan kreatif (creative purpose): jenis tulisan yang erat kaitannya dengan tujuan pernyataan diri. Namun keinginan kreatif melebihi pernyataan diri, karena penulis melibatkan diri untuk mencapai norma artistik atau seni yang ideal. Tulisan yang bertujuan untuk mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.

7. Tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose): jenis tulisan penulis yang berusaha memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, serta meneliti secara cermat pikiran atau gagasan-gagasan agar dapat dimengerti atau diterima oleh pembaca.

Semi (2007: 14-21) mengemukakan tujuan menulis sebagai berikut.

1. Untuk menceritakan sesuatu. Setiap orang mempunyai pengalaman hidup. Selain itu, orang juga mempunyai pemikiran, perasaan, imajinasi, dan intuisi. Semuanya itu ada dalam khazanah rohaniah setiap orang. Pengalaman, pemikiran, imajinasi, dan intuisi yang dimiliki pribadi itu sebaiknya dikomunikasikan kepada orang lain dalam bentuk tulisan.

2. Untuk memberikan petunjuk atau pengarahan. Tujuan menulis ini adalah untuk memberikan petunjuk atau pengarahan. Bila seseorang mengajari orang lain bagaimana mengajarkan sesuatu

(34)

dengan tahapan yang benar, berarti dia sedang memberikan petunjuk atau pengarahan.

3. Untuk menjelaskan sesuatu. Apabila kamu menghadapi atau membaca berbagai buku pelajaran sehari-hari, baik itu pelajaran bahasa Indonesia, Matematika, Biologi, maupun buku pelajaran Agama, tentu kamu akan merasakan bahwa buku itu berisi berbagai penjelasan. Apabila suatu kali menulis tentang manfaat berlatih bela diri, maka tulisan itu dapat digolongkan ke dalam tulisan yang bertujuan menjelaskan sesuatu.

4. Untuk meyakinkan. Ada kalanya orang menulis untuk meyakinkan orang lain tentang pendapat atau pandangannya mengenai sesuatu. Mengapa seseorang perlu meyakinkan orang lain tentang pandangan atau buah pikirannya? Karena orang sering berbeda pendapat tentang banyak hal. Suatu ketika, seseorang ingin mengajak orang lain untuk percaya dengan pandangannya karena dia merasa apa yang dipikirkannya dan dilakukannya merupakan sesuatu yang benar.

5. Untuk merangkum. Ada kalanya orang menulis untuk merangkumkan sesuatu. Tujuan menulis semacam ini, umumnya dijumpai pada kalangan murid sekolah, baik yang berada di sekolah dasar, sekolah menengah maupun mahasiswa yang berada di perguruan tinggi. Mereka merangkum bacaan yang panjang.

(35)

c. Manfaat Menulis

Menurut Akhadiah, dkk (2006: 8) ada delapan kegunaan menulis, yaitu:

1. Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis, penulis dapat mengetahui batas pengetahuannya tentang suatu objek.

2. Penulis dapat berlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, dan membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.

3. Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

4. Penulis dapat berlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat.

5. Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih objektif.

6. Penulis menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret.

7. Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif.

(36)

8. Dengan kegiatan menulis yang terencanakan, membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

Sedangkan menurut Budiyani (2013: 2-3) melakukan kegiatan writting memberikan banyak manfaat bagi penulis. Keuntungan tersebut terkadang diperoleh penulis tanpa disadari. Keuntungan melakukan writting, antara lain:

1. Sarana mengungkapkan perasaan. Kegiatan writting dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan. Ketika sedih, dapat mengungkapkan kesedihan dengan menulis. Ketika gembira, juga dapat meluapkan kegembiraan dengan menulis. 2. Dapat menimbulkan rasa puas dan bangga. Ketika dapat membuat

suatu tulisan yang baik, tentu akan merasa puas. Terlebih, jika tulisan disukai dan bermanfaat bagi orang lain. Rasa puas dan bangga akan semakin bertambah jika dalam tulisan diterbitkan oleh banyak orang.

3. Meningkatkan kemampuan berbahasa. Kegiatan writting dapat mendorong untuk menggunakan bahasa secara tepat. Dengan tujuan pembaca dapat memahami tulisan secara sadar atau tidak akan berusaha menggunakan kalimat sebaik mungkin. Akan selalu berusaha menyesuaikan tulisan dengan kaidah bahasa. Dengan demikian, kemampuan berbahasa akan meningkat.

Berdasarkan kegunaan menulis di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari kegiatan menulis adalah dapat lebih banyak

(37)

menyerap dan menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis serta dapat mengetahui kemampuan dan potensi dirinya. Secara tidak sengaja, penulis melatih dirinya untuk menyelesaikan masalah-masalah secara terstruktur dengan terus melakukan kegiatan menulis. Hal ini membuat penulis tumbuh menjadi seseorang yang kreatif dan produktif. Penulis dapat menciptakan suatu karya yang semakin berkembang dari waktu ke waktu.

d. Langkah-langkah Menulis

Menurut Subana (2009: 232-235) jika dilihat dari sudut pandang guru, pembelajaran menulis harus melalui langkah-langkah: 1. Mencari topik yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa

dengan ruang lingkup (ranah) kehidupannya.

2. Menentukan tujuan. Alasan penulis (siswa) menulis tulisan itu. Menentukan subjek karangan itu tertuju.

3. Membuat rencana penulisan (outline).

4. Mewujudkan karangan di atas kertas, mulai konsep kasar kemudian direvisi dan disunting, dan ditulis rapi pada kertas karangan.

Menulis sebagai keterampilan berbahasa merupakan proses bernalar. Untuk menulis suatu topik, kita harus berpikir. Kegiatan berpikir yang dilakukan secara sadar tersusun dalam urutan yang berhubungan dengan kegiatan bernalar. Menurut Semi (2007: 46)

(38)

tahapan dalam menulis secara garis besar dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu:

1. Tahap Pratulis

Tahap pratulis sangat menentukan kelanjutan proses menulis. Sebelum memasuki tahap penulisan ada kegiatan persiapan yang harus dilakukan. Kegiatan tersebut terdiri atas empat jenis.

Pertama, menetapkan topik. Kegiatan ini berarti memilih secara tepat dari berbagai kemungkinan topik yang ada. Penulis pada tahap ini mempertimbangkan menarik tidaknya suatu topik. Hal yang perlu diperhatikan yakni nilai topik tersebut ditinjau dari kepentingan pembaca, topik tersebut dapat dikembangkan oleh penulis atau tidak, serta mampukah penulis memperoleh bacaan penunjang yang dapat memperkaya topik tersebut saat ditulis.

Kedua, menetapkan tujuan. Kegiatan ini berarti menentukan apa yang hendak dicapai atau diharapkan penulis dengan tulisan yang hendak disusunnya. Mengetahui tujuan bagi penulis dapat mengarahkan tulisan itu sesuai dengan apa yang diharapkan.

Ketiga, mengumpulkan informasi pendukung. Kegiatan ini berarti sebuah topik yang dipilih akan layak ditulis setelah dikumpulkan informasi yang memadai tentang topik itu seperti pendapat beberapa ahli atau penulis tentang topik tersebut.

(39)

Setelah semua ini dianggap memadai, barulah sebuah topik layak untuk dituliskan.

Keempat, merancang tulisan. Kegiatan ini berarti topik yang telah ditetapkan dipilah-pilah menjadi subtopik atau sub-subtopik. Hasil penelitian ini disusun dalam suatu susunan yang disebut sebagai kerangka tulisan atau outline. Kerangka tulisan ini akan memudahkan penulis untuk menyelesaikan penulisan. Perencanaan tulisan juga dapat membantu menghindari kemungkinan adanya hal-hal yang tumpang tindih.

2. Tahap Penulisan

Tahap penulisan merupakan tahap yang paling penting karena pada tahap ini semua persiapan yang telah dilakukan pada tahap pratulis dituangkan ke dalam kertas. Pada tahap ini diperlukan adanya konsentrasi penuh penulis terhadap hal yang telah dituliskan. Pada saat mencurahkan gagasan ke dalam konsep tulisan, penulis berkonsentrasi pada empat hal.

Pertama, konsentrasi terhadap gagasan pokok tulisan. Penulis harus berkonsentrasi pada gagasan pokok yang telah ditetapkan selama proses menulis. Gagasan sampingan yang diutarakan dimaksudkan hanya untuk menunjang gagasan pokok. Kedua, konsentrasi terhadap tujuan tulisan. Hal ini dilakukan agar tulisan tidak melenceng ke tujuan lain. Jika dalam sebuah tulisan terdiri dari dua tujuan, sebaiknya dibedakan tujuan

(40)

utama dan sampingan, dengan demikian tulisan dapat diarahkan dengan baik. Penulis harus dapat menyesuaikan gaya penulisan dengan tujuan yang hendak dicapai. Gaya penulisan harus dibedakan apabila tujuan berbeda.

Ketiga, konsentrasi terhadap kriteria calon pembaca. Hal ini dimaksudkan pada saat menulis, penulis selalu mengingat siapa calon pembacanya. Keberhasilan sebuah tulisan sangat ditentukan oleh kepuasan pembaca, bukan kepada kepuasan penulis. Penulis harus mempertimbangkan kriteria pembaca yaitu minat, pendidikan, latar belakang sosial budayanya, sehingga tulisan itu dapat lebih hidup.

Keempat, konsentrasi pada kriteria penerbitan, khususnya untuk tulisan yang akan diterbitkan. Hal ini dimaksudkan, pada saat menulis penulis harus senantiasa mengingat kriteria yang ditetapkan penerbit tentang tulisan yang dikehendaki. Jadi, penulis semenjak semula sudah mempertimbangkan masalah perwajahan penulis.

3. Tahap Penyuntingan

Setelah draft atau konsep penulisan selesai, tahap ketiga adalah tahap pascatulis yakni tahap penyelesaian akhir tulisan. Tahap ini penting dilakukan karena pada saat menulis draft atau naskah pertama, tentu semuanya masih serba kasar, masih dipenuhi oleh berbagai kesalahan dan kelemahan. Tahap

(41)

pascatulis terdiri dari dua bagian, yaitu penyuntingan dan penulisan naskah jadi.

Pertama, kegiatan penyuntingan. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca kembali dengan teliti draft tulisan dengan melihat ketepatannya dengan gagasan utama, tujuan tulisan, calon pembaca, dan kriteria penerbitan. Selain melihat ketepatan dan gaya penulisan, juga penambahan yang kurang serta penghilangan yang berlebihan. Dalam kegiatan penyuntingan, harus diperhatikan dengan teliti kesalahan yang kentara. Ketepatan angka-angka dan nama sesuatu harus dicetak, penulisan kutipan yang betul, penerapan ejaan yang sesuai dengan EyD, dan pengembangan paragraf yang baik. Selain itu, perlu pula diperhatikan panjang pendeknya tulisan, penanda bagian bab sudah konsisten, dan lain-lain.

Kedua, penulisan naskah jadi. Kegiatan ini merupakan kegiatan paling akhir yang dilakukan. Setelah penyuntingan dilakukan, barulah naskah jadi ditulis ulang dengan rapi dan dengan memperhatikan secara serius masalah perwajahan. Di dalam pengetikan naskah terakhir perlu kembali diwaspadai agar kesalahan pemakaian ejaan dan tanda baca tidak terulang kembali. Sedikit kesalahan akan membuat sebuah tulisan menjadi tidak sempurna, apalagi menyangkut penulisan nama orang dan angka.

(42)

6. Cerpen

a. Pengertian Cerpen

Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memustakan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (Depdiknas, 2013: 263). Cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kira-kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah cerpen. Tentunya cerita yang dibaca ini memiliki unsur-unsur pembangun karya sastra dan menceritakan kisah seorang tokoh utama. Meskipun demikian panjang cerpen itu bervariasi, ada cerpen yang pendek bahkan pendek sekali berkisar 500-an kata, ada yang panjangnya cukup dan ada cerpen yang terdiri dari puluhan kata atau bahkan beberapa puluh ribu kata. Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuan cerpen mengemukakan secara lebih banyak, lebih implisit dari sekadar apa yang diceritakan. Cerpen adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur (Kurniawan dan Sutardi, 2012: 59).

Suryanto (2012: 46) sesuai dengan namanya, cerpen dapat diartikan sebagai cerita yang berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif.

(43)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah cerita yang tercipta dari pergolakan jiwa pengarang terhadap suatu peristiwa terdiri sari 500 hingga seribu kata dan berisi unsur pembangun cerita yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

b. Unsur-unsur Cerpen

Sebuah cerita itu dianggap utuh bila terbangun atas dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra tetapi secara tidak langsung memengaruhi jalannya cerita dalam karya tersebut.

1) Unsur Intrinsik a) Tema

Menurut Jauhari (2013: 159), tema pada sebuah cerita adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang dapat menjiwai seluruh isi cerita sehingga membentuk suatu kesatuan tidak tersurat tetapi jelas terangkum dalam pokok pikiran secara tersirat. Tema suatu karya sastra tersurat dan dapat juga tersirat. Disebut tersirat, apabila tema tersebut dengan jelas dinyatakan oleh pengarangnya. Disebut tersurat, apabila tidak secara tegas dinyatakan tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang disebut pengarang. Menurut jenisnya, tema dapat

(44)

dibedakan atas dua macam, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema pokok, yaitu permasalahan yang paling dominan menjiwai suatu karya sastra, sedangkan tema minor yang sering disebut tema bawahan adalah permasalahan yang merupakan cabang dari tema mayor. Wujudnya dapat berupa akibat lebih lanjut dan ditimbulkan oleh tema mayor, misalnya cerpen Siti Nurbaya. Tema mayor cerpen ini adalah pertentangan antara adat Timur dan adat Barat. Sementara tema minornya adalah kawin paksa.

Sedangkan menurut Stanton dan Kenny (Nurgiyantoro, 2012: 67), tema (theme) adalah makna yang dikandung atau ditawarkan oleh cerita. Selanjutnya Hartoko dan Rahmanto (Nurgiyantoro, 2012: 68) berpendapat bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang dikandung dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok permasalahan dari sebuah cerita yang mencakup keseluruhan isi cerita.

b) Penokohan

Menurut Sudjiman (Jauhari, 2013: 161), penokohan adalah penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra. Tokoh dalam karya sastra adalah manusia yang ditampilkan oleh pengarang

(45)

dan memiliki sifat-sifat yang ditafsirkan dan dikenal pembacanya melalui apa yang mereka katakan atau apa yang mereka lakukan. Tokoh dalam sebuah cerita biasanya manusia, hewan-hewan pun pernah diperkenalkan tetapi tingkat keberhasilan yang terbatas karena tidak banyak dipahami menyangkut masalah psikologinya.

Nurgiyantoro (2010: 166) mengungkapkan bahwa penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah penggambaran watak tokoh yang ada di dalam suatu cerita.

c) Alur

Menurut Stanton (Nurgiyantoro, 2012: 113), alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Jauhari (2013: 159-160), alur adalah penggerak jalan cerita dan merupakan rohaniah dari suatu kejadian. Sebuah cerita akan

(46)

berhasil apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa yang disusun secara wajar dan sebab-akibat yang logis.

Nurgiyantoro (2012: 117) mengatakan bahwa peristiwa, konflik, dan klimaks merupakan 3 unsur yang amat esensial dalam pengembangan pola cerita. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula hanya dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi. Ketiga unsur ini mempunyai hubungan yang mengerucut. Jumlah cerita dalam sebuah karya fiksi banyak sekali, namun belum tentu semuanya mengandung dan atau merupakan konflik, apalagi konflik utama. Jumlah konflik relatif masih banyak, namun hanya konflik utama tertentu yang dapat dipandang sebagai klimaks.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian jalannya cerita berdasarkan urutan kronologis terjadinya suatu peristiwa.

Berikut ini merupakan jenis-jenis alur (plot):

1. Alur maju, yaitu suatu alur yang peristiwa ditampilkannya secara kronologis, maju, secara berurutan dari tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir cerita.

2. Alur mundur, yaitu suatu alur yang ceritanya dimulai dengan penyelesaian. Alur ini sering ditemui pada

(47)

sebuah cerita yang memakai setting waktunya pada masa lampau.

3. Alur campuran, yaitu suatu alur yang diawali dengan klimaks dari cerita, yang kemudian melihat lagi masa lampau dan diakhiri dengan sebuah penyelesaian dari cerita tersebut.

d) Latar atau Setting

Menurut Jauhari (2013: 162-163), latar atau setting adalah tempat atau lingkungan cerita yang berkaitan dengan masalah, waktu, suasana, zaman, kebiasaan, dan sebagainya yang mendukung terjadinya suatu cerita atau peristiwa dalam cerita fiksi. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2012: 216), latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Menunjang alur dan penokohan dapat pula dilakukan dengan jalan menciptakan dua keadaan yang berlawanan (kontras). Kontras yang disengaja digunakan untuk lebih menonjolkan watak atau suasana jiwa sang tokoh. Latar dapat pula menciptakan iklim atau suasana tertentu: iklim perang, suasana aman dan tentram, suasana bahagia, dan sebagainya. Lukisan tradisional seperti: malam cerah tak berlawanan, ayah membaca koran, ibu duduk menyulam, anak-anak bermain

(48)

dengan gembira di lantai: membayangkan suasana bahagia, rukun dan damai dalam keluarga itu.

Menurut Nurgiyantoro (2012: 227-233), latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu:

1. Latar tempat, latar yang menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya sastra.

2. Latar waktu, berkaitan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya dan berasal dari luar cerita yang bersangkutan.

3. Latar sosial, menyarankan pada hal-hal yang berkaitan pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau setting sebagai landasan yang berfungsi untuk memberi konteks cerita berkaitan tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa.

e) Gaya Bahasa

Menurut Nurgiyantoro (2012: 276-277), gaya bahasa ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan lain-lain. Gaya bahasa merupakan metode

(49)

pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan. Secara garis besar, gaya bahasa dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa penegas, dan gaya bahasa pertentangan.

Nurgiyantoro (2012: 272) mengatakan bahwa bahasa dalam seni sastra dapat disampaikan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya sastra yang mengandung “nilai” daripada sekadar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Dipihak lain sastra lebih dari sekadar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihan”-nya itupun hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. f) Sudut Pandang

Menurut Jauhari (2013: 163-164), sudut pandang atau point of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan posisinya dalam menggambarkan tokoh-tokoh pelaku dalam cerita. Sudut pandang melibatkan sejumlah masalah pokok dalam sastra, antara lain: persona/pembicara, jarak retoris, dan komentar kepengarangan.

(50)

Laverty (Tarigan, 2008: 137-141) mengatakan sudut pandang memiliki ragam, sebagai berikut.

1. Sudut pandang terpusat pada orang pertama. Dalam sudut pandang yang terpusat pada orang pertama ini, peran yang bertindak sebagai juru bicara menceritakan kisahnya dengan menggunakan kata aku, saya. Dengan perkataan lain, dan dia membatasi pengujiannya hanya pada apa-apa yang dapat diketahuinya dan yang ingin dikemukakannya saja.

2. Sudut pandang berkisar sekeliling orang pertama. Dalam sudut pandang yang berkisar sekeliling orang pertama ini, persona menceritakan suatu cerita dengan menggunakan kata aku, saya: tetapi cerita itu bukan ceritanya sendiri. Di sini, persona bukan merupakan tokoh utama. Penggunaan sudut pandang seperti ini mengizinkan persona memberikan interpretasi kepada para pembaca mengenai tokoh utama dan segala gerak-geraknya.

3. Sudut pandang orang ketiga terbatas. Dalam sudut pandang orang ketiga terbatas ini, sang persona tidak menggunakan kata ganti diri saya atau aku, tetapi sebagai penggantinya menceritakan cerita terutama sekali sebagai satu atau dua tokoh utama yang dapat mengetahuinya.

4. Sudut pandang orang ketiga serba tahu. Dalam sudut pandang orang ketiga serba tahu ini, yang tidak

(51)

mempergunakan kata ganti diri saya atau aku dalam penyajian bahannya benar-benar mengetahui segala sesuatu yang pantas diketahui mengenai segala tokohnya dan segala keadaan gerak tindakan atau emosi yang terlibat di dalamnya.

g) Amanat

Menurut Kosasih (2012: 41), amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.

2) Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik cerpen merupakan unsur-unsur pembentuk yang berada pada luar cerpen. Unsur ekstrinsik cerpen tidak bisa lepas dari kondisi masyarakat saat cerpen tersebut dibuat. Unsur ekstrinsik ini sangatlah berpengaruh terhadap penyajian nilai serta latar belakang dari cerpen itu sendiri (Anonim, 2012). Unsur ekstrinsik tersebut meliputi:

1. Latar belakang masyarakat. Pengaruh kondisi latar belakang masyarakat sangatlah besar terhadap terbentuknya suatu cerpen. Pemahaman itu bisa berupa pengkajian: (1) ideologi negara, (2) kondisi politik, (3) kondisi sosial, (4) kondisi ekonomi masyarakat.

(52)

2. Latar belakang pengarang. Latar belakang pengarang meliputi pemahaman kita terhadap sejarah hidup dan juga sejarah hasil karangan-karangan sebelumnya. Latar belakang pengarang dapat terdiri dari: (1) biografi, berisi tentang riwayat hidup pengarang yang ditulis secara keseluruhan; (2) kondisi psikologis, berisi tentang pemahaman mengenai kondisi mood serta keadaan yang mengharuskan seorang pengarang menulis cerpen; (3) aliran sastra, seorang penulis pasti akan mengikuti aliran sastra tertentu. Ini sangat berpengaruh terhadap gaya penulisan yang dipakai penulis dalam menciptakan suatu karya.

3. Nilai-nilai dalam cerpen. Nilai yang terkandung adalah salah satu unsur penting di dalam sebuah karya sastra. Nilai-nilai tersebutlah yang akan diambil oleh pembaca sebagai rangkuman isi dari karya penulis. Nilai-nilai tersebut meliputi: (1) nilai agama, nilai-nilai dalam cerita yang sangat berkaitan dengan ajaran yang berasal dari agama; (2) nilai moral, nilai-nilai dalam cerita yang sangat berkaitan dengan akhlak atau etika. Nilai moral dalam sebuah cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa jadi nilai moral yang buruk; (3) nilai budaya, nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat istiadat yang berlaku pada suatu medan/daerah.

(53)

c. Langkah-langkah Menulis Cerpen

Menurut Kurniawan dan Sutardi (2012: 78-89) ada beberapa rangkaian dalam menulis cerpen yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Pencarian Ide

Ide dalam menulis cerpen adalah masalah yang bersumber dari peristiwa ataupun benda. Dalam peristiwa tersebut manusia selalu mendapatkan hal-hal yang menarik bagi dirinya sendiri. Hal yang menarik itulah disebut sebagai permasalahan sebagai sumber ide menulis cerpen. Ide selalu ada di sekitar manusia, baik dalam bentuk peristiwa maaupun benda-benda, maka mencari ide hanya perlu merenung dan memahami ruang serta peristiwa yang dihadapi karena manusia hidup selalu dalam ruang dan peristiwa maka setiap peristiwa dan ruang yang dialami pasti ada ide yang bisa dikembangkan menjadi cerpen.

2. Pengendapan dan Pengolahan Ide

Ide dan persoalannya telah didapati maka langkah berikutnya adalah memikirkan jawaban atas persoalan tersebut. Jawaban dan logika tersebut yang akan dikembangkan menjadi cerita, jawaban dapat diperoleh dengan pengetahuan dan imajinasi, tetapi jika logika ini bisa dibangun dengan ide lama dan tidaknya proses endapan ini bergantung pada individu. Biasanya jika seseorang sudah paham dengan permasalahannya karena

(54)

sudah sering menjumpainya dalam kehidupan sehari-hari maka proses proses endapan ini tidak akan lama. Akan tetapi, jika hal yang menarik dan masalahnya baru dijumpai maka endapan itu akan berlangsung lama karena perlu bertanya dan atau mendapatkan informasi lainnya. Dengan melihat fakta bahwa suatu ide bisa dirumuskan menjadi beberapa permasalahan dan setiap permasalahan dalam proses pengendapan mempunyai logika jawaban dan ceritanya masing-masing maka satu ide, baik benda ataupun peristiwa bisa dijadikan beberapa cerpen. Dalam proses pengendapan ini perlu dikembangkan fantasi dan imajinasi semenarik mungkin untuk mendapatkan konflik yang tidak pernah dipikirkan orang lain atau pembaca.

3. Penulisan

Ide dan permasalahannya sudah dipecahkan setelah melakukan proses pengendapan yang menghasilkan logika jawaban atau alur peristiwa, baik yang dituliskan maupun yang disimpulkan dalam pikiran dan perasaan maka selanjutnya adalah menuliskannya dengan pelan-pelan sampai selesai. Proses penulisan adalah proses paling sulit karena berbagai kendala selalu ada, terutama bagi pemula adalah malas dan susah memulainya. Cara mengatasi adalah paksa dan yakinkan diri untuk menulis, jangan berpikir dengan pesimis tentang hasil yang tidak baik. Yakinlah bahwa hasil yang ditulis itu bermanfaat bagi

(55)

diri sendiri. Menulis adalah intensitas dan ketelatenan setiap ide yang telah diolah, tulislah pelan-pelan sampai jadi. Jangan ditinggalkan begitu saja jika pada saat menulis cerpen menemui kendala, istirahatlah sejenak kemudian dibaca kembali dan mulai menulis lagi. Jika cerpen sudah jadi maka satu momen estetik sudah diperlakukan dengan baik.

4. Editing dan Revisi

Cerpen yang ditulis telah selesai maka bukan berarti cerpen itu sudah jadi atau final. Cerpen merupakan hasil impresi ide-ide yang diendapkan, belum sebagai hasil logika rasionalitas karena saat menuliskan ide-ide yang telah diendapkan, prinsip dasarnya adalah “segera tuliskan” dan “harus jadi”. Jika tidak menutup kemungkinan di situ ada unsur ketergesaan. Implikasinya, pasti akan terjadi banyak kesalahan penulisan, alur yang tidak kronologis, anakronisme, dan konflik yang datar dan tidak dramatik. Untuk mengatasi persoalan ini, perlu dilakukan tahap selanjutnya, yaitu editing dan revisi. Editing berkaitan dengan perbaikan aspek kebahasaan dan penulisan, sedangkan revisi berkaitan dengan isi. Misalnya alur yang tidak kronologis, anakronisme, kesalahan bercerita, konflik yang datar, tidak dramatik, dan sebagainya. Oleh karena itu, editing dan revisi harus dilakukan sebagai proses akhir untuk menghasilkan cerpen yang baik. Editing dan revisi ini membutuhkan stamina dan

(56)

pikiran yang total maka harus dilakukan saat kondisi tubuh, piiran, dan perasaan fit. Dalam proses pembacaan editing dan revisi sedang dilakukan, gantilah baik dari aspek bahasa maupun isi yang salah atau tidak tepat. Usahakan dalam proses tersebut diselesaikan dalam satu kali duduk karena jika ingin dipotong di tengah jalan dan dilanjutkan lagi esoknya maka proses editing dan revisi harus dimulai lagi dari awal. Hal ini dilakukan karena setiap kondisi rasa akan menghasilkan cara dan persepsi yang berbeda dalam memandang cerpen yang sudah dicipta.

B. Kerangka Pikir

Pembelajaran secara daring merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang memanfaatkan perangkat elektronika khususnya internet dalam penyampaian belajar.

Berdasarkan kurikulum 2013, salah satu kompetensi yang harus dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis adalah salah satu aspek penting yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Ada beberapa karya sastra yang menjadi wadah menulis, salah satunya adalah cerpen. Cerpen merupakan karya sastra prosa fiksi yang mempunyai ciri dan bentuk yang khas yang membedakannya dari karya sastra lain. Dalam proses penulisan cerpen ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penulis yaitu tema, penokohan, alur, latar, gaya bahasa, sudut pandang, dan amanat.

(57)

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros. Untuk lebih jelasnya, berikut skema bagan kerangka pikir.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Pembelajaran Daring

Keterampilan Berbahasa Indonesia

Menyimak Berbicara Membaca Menulis

Cerita Pendek

Analisis

Hasil Problematika Pembelajaran Daring

(58)

47 A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa masa sekarang.

B. Data dan Sumber Data 1. Data

Data penelitian ini berupa hasil wawancara dengan guru yang merupakan jawaban mengenai problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya, yaitu guru bahasa Indonesia yang memberikan informasi sehubungan dengan masalah yang diteliti.

C. Definisi Istilah

1. Problematika adalah masalah yang belum menemukan solusi.

2. Daring adalah fasilitas secara online yang digunakan siswa maupun guru dalam pelaksanaan belajar mengajar.

(59)

3. Menulis cerpen adalah materi pembelajaran yang dilakukan dengan berfokus pada unsur intrinsik dan ekstrinsik.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui teknik wawancara. Wawancara merupakan salah satu cara untuk memperoleh data penelitian yang dilakukan melalui proses tanya jawab dengan sumber data untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Teknik wawancara yang dilakukan termasuk dalam teknik wawancara tidak terstruktur dan hanya memuat inti permasalahan tentang problematika pembelajaran daring.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Data yang diperoleh dari proses wawancara dideskripsikan satu per satu.

2. Setelah semua data dideskripsikan satu per satu, barulah menarik kesimpulan.

(60)

49 A. Hasil Penelitian

Pada bab ini dideskripsikan hasil penelitian tentang problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros. Hasil penelitian ini merupakan hasil kualitatif, yaitu uraian yang menggambarkan tentang problematika pembelajaran daring.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan hasil wawancara bersama guru bahasa Indonesia yang dilakukan secara langsung.

1. Deskripsi Problematika Perangkat Pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara bersama guru, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat berdasarkan kurikulum covid-19.

Dalam pelaksanaannya, guru memulai pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), misalnya guru mengucapkan salam sebelum memulai pembelajaran, mengabsen siswa, memberi materi, ataupun pemberian tugas.

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan kurikulum covid-19 berbeda dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran tatap muka. Letak perbedaannya terdapat pada langkah-langkah pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, dan proses penilaian.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Pembelajaran Daring

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini didapatkan bahwa variable product merupakan variable yang memiliki koefisien regresi terbesar merupakan variable terpilih yang akan dirumuskan

2011, telah melaksanakan Penjelasan Pekerjaan (Aanwijzyng) secara online melalui portal LPSE Universitas Negeri Makassar ( http://lpse.unm.ac.id ), dengan hasil

hijau, dan biru sebagai warna papan perangkap untuk hama Spodoptera litura. Penelitian ini menunjukkan

Melalui reaksi interesterefikasi antara RBDPSfearin dengan minyak nabati lain seperti minyak kelapa dapat dibuat menjadi pengganti rnenteqa coklat (CBS) menggantikan mentega coklat

Perombakan yang dilakukan pada tahun 1970an membuat bangunan pasar menjadi gedung modern bertingkat yang tidak menyisakan lagi bentuk bangunan lamanya, walaupun konsep pasar

mengutamakan ketaqwaannya, adapun persepsi kedua berpendapat tidak setuju dengan pernikahan antara syarifah dengan non sayyid karena akan memutuskan nasab yang

Pengaruh Aktivitas Rekreasi Di Situ Buled Terhadap Motivasi Gerak Dasar Siswa Kelas V SDN 19 Nagri Kaler Kabupaten Purwakarta.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Untuk bahan pengawet Impralit CKB, nilai rata-rata tertinggi dicapai pada kayu sengon yang berbeda nyata dengan nilai pada kedua jenis kayu lainnya, sedang tusam dan karet