• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul dan menahan semua beban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul dan menahan semua beban"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Konstruksi bangunan harus mempunyai pondasi yang dapat mendukung beban konstruksi tersebut. Pondasi merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting dalam pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul dan menahan semua beban yang bekerja di atasnya yaitu beban konstruksi atas. Pondasi akan menyalurkan tegangan-tegangan yang akan terjadi pada beban struktur atas ke dalam lapisan tanah keras yang dapat memikul beban konstruksi tersebut. Perancangan pondasi secara seksama diperlukan agar beban pondasi tidak mengakibatkan timbulnya tekanan yang berlebihan pada tanah di bawahnya karena tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan yang besar bahkan dapat mengakibatkan keruntuhan.

Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang ditentukan termasuk beban maksimum yang mungkin terjadi .Kemampuan pondasi untuk mendukung beban yang bekerja di atasnya ditentukan oleh kapasitas daya dukung pondasi tersebut umumnya ditentukan oleh kekuatan reaksi tanah dalam mendukung pondasi yang dibebani dan kekuatan pondasi itu sendiri dalam menahan serta menyalurkan beban di atasnya.

2.2 Definisi Tanah

Tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik

(2)

material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam Teknik Sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan di belakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol.

2.3 Penyelidikan Tanah

Salah satu tahapan paling awal yang perlu dilakukan dalam perencanaan pondasi adalah penyelidikan tanah. Uji penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui daya dukung dan karateristik tanah serta kondisi geologi, seperti mengetahui susunan lapisan tanah/sifat tanah, mengetahui kekuatan lapisan tanah dalam rangka penyelidikan tanah dasar untuk keperluan pondasi bangunan, jalan, jembatan dan lain-lain, kepadatan dan daya dukung tanah serta mengetahui sifat korosivitas tanah. Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan untuk konstruksi bangunan, selain itu dari hasil penyelidikan tanah dapat ditentukan perlakuan terhadap tanah agar daya dukung dapat mendukung konstruksi yang akan dibangun. Dari hasil penyelidikan tanah ini akan dipilih

(3)

alternatif atau jenis pondasi, kedalaman serta dimensi pondasi yang paling ekonomis tetapi masih aman. Jadi penyelidikan tanah sangat penting dan mutlak dilakukan sebelum struktur itu mulai dikerjakan. Dengan mengetahui kondisi daya dukung tanah kita bisa merencanakan suatu struktur yang kokoh dan tahan gempa, yang pada akhirnya akan memberi rasa kenyamanan dan keamanan bila berada di dalam gedung. Penyelidikan tanah yang dilakukan di lapangan yaitu Sondir (DCP), pengeboran tanah, pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan lain-lain. Dari sampel tanah yang diambil di lapangan untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik tanah maka dilakukan uji laboratorium.

2.4 Macam-macam Pondasi

Pondasi merupakan bagian paling bawah bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah yang berada di bawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:

2.4.1 Pondasi dangkal

Pondasi dangkal didefinisikan sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara langsung. Pondasi ini memiliki kedalaman relatif dangkal hanya beberapa meter ke dalam tanah. Pondasi ini biasanya digunakan pada kedalaman 0,8 – 1 meter. Pondasi dangkal biasanya digunakan untuk konstruksi beban ringan dan kondisi lapisan permukaan cukup baik. Beberapa pondasi dangkal yang sering digunakan :

(4)

a. Pondasi telapak

Pondasi telapak yaitu suatu pondasi yang mendukung bangunan secara langsung pada tanah pondasi, bilamana terdapat lapisan tanah yang cukup tebal dengan kualitas yang baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Pondasi telapak b. Pondasi rakit

Pondasi rakit merupakan pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan jarak kolomnya sedemikian dekat di semua arahnya (Gambar 2.2).

(5)

c. Pondasi memanjang

Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Pondasi memanjang 2.4.2 Pondasi dalam

Pondasi dalam digunakan untuk menyalurkan beban bangunan yang lemah di bagian atas ke lapisan bawah yang keras. Pondasi dalam digunakan ketika lapisan tanah atas tidak memiliki daya dukung dan ketika penggunaaan pondasi dangkal hanya akan menyebabkan kerusakan struktur atau ketidakstabilan. Pondasi dalam digunakan dengan kedalaman lebih dari 2 meter dan biasanya digunakan pada bangunan bertingkat atau karena lapisan tanah keras yang terlalu dalam. Berikut ini adalah beberapa contoh pondasi dalam :

a. Pondasi tiang (pile foundation)

merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya (Gambar 2.4). Pondasi tiang digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman normal tidak mampu mendukung bebannya, sedangkan tanah keras terletak pada kedalaman yang sangat dalam.

(6)

Gambar 2.4 Pondasi tiang

b. Pondasi sumuran (pier foundation)

Pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam (Gambar 2.5), dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1

(7)

2.5 Pondasi Tiang Pancang

Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai pondasi bangunan, seperti jembatan, gedung bertingkat, pabrik atau gedung-gedung industri, menara, dermaga, bangunan mesin-mesin berat, dan lain-lain. Bangunan-bangunan tersebut merupakan konstruksi-konstruksi yang memiliki dan menerima beban yang relatif berat. Penggunaan tiang pancang untuk konstruksi biasanya bertitik tolak pada beberapa hal mendasar seperti anggapan adanya beban yang besar sehingga pondasi langsung jelas tidak dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada lokasi yang bersangkutan relatif lunak (lembek) sehingga pondasi langsung tidak ekonomis lagi untuk dipergunakan. Mengingat pembuatan pondasi tiang pancang dibandingkan dengan pembuatan pondasi lain, pondasi ini mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut :

1) Waktu pelaksanaannya relatif cepat.

2) Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

3) Kekuatan tiang yang dihasilkan dapat diandalkan karena tiang dibuat di pabrik dengan pemeriksaan kualitas yang ketat.

4) Pelaksanaannya lebih mudah.

Pondasi tiang juga mempunyai kelemahan sebagai berikut :

1) Pemancangan sulit dilakukan apabila diameter tiang terlalu besar. 2) Harga pondasi tiang mahal.

3) Pada pelaksanaan pemancangan tiang menimbulkan getaran dan kebisingan pada daerah sekitar yang berpenduduk padat.

4) Bila panjang tiang pancang kurang, maka dilakukan penyambungan. Penyambungan ini sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

(8)

2.6 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.

2.6.1 Pondasi tiang menurut bahan yang digunakan

Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut : A. Tiang pancang kayu

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti.

Pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya dapat menunda atau memperlambat kerusakan tiang pancang kayu. Hal ini menyatakan bahwa tiang pancang kayu tidak dapat dilindungi seterusnya menggunakan pengawetan atau bersifat sementara.

Pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan beban lebih besar dari 25-30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah yang terdapat banyak hutan kayu seperti Kalimantan, sehingga mudah memperoleh tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk digunakan sebagai tiang pancang.

(9)

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

1. Kekuatan tarik besar sehingga pada saat pengangkatan untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan.

2. Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam transport.

3. Mudah untuk pemotongannya apabila kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke dalam tanah.

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

1. Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang beton atau baja terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik dan turun.

2. Tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah agar tahan lama sehingga memerlukan biaya tambahan untuk air tanah yang letaknya sangat dalam

3. Pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu ini dapat berbentuk sapu seperti terlihat pada Gambar 2.6a atau ujung tiang merenyuk seperti terlihat pada Gambar 2.6b.

Gambar 2.6 Tiang pancang kayu (Sumber : Hardiyatmo, 2002 )

(10)

B. Tiang pancang beton

1. Precast prestressed concrete pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang mengunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.

Keuntungan pemakaian tiang pancang precast prestressed antara lain : a) Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan

b) Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah. c) Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam.

d) Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler. Kerugian pemakaian tiang pancang precast prestressed antara lain : a) Kepala tiang kadang-kadang pecah akibat pemancangan. b) Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

c) Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah.

d) Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran, dan deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan sekitar.

Gambar 2.7 Tiang pancang precast prestressed concrete pile (Sumber : HS, Sardjono, 1988)

(11)

2. Precast reinforced concrete pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton ( bekisting ), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri dari pada beton adalah besar, maka tiang pancang beton ini harus diberi penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Karena berat sendiri adalah besar, biasanya pancang beton ini dicetak dan dicor di tempat pekerjaan, jadi tidak membawa kesulitan untuk transport.

Gambar 2.8 Tiang pancang precast reinforced concrete pile (Sumber : HS, Sardjono, 1988)

3. Cast in place pile

Pondasi tiang pancang tipe ini adalah pondasi yang dicetak di tempat dengan cara dibuatkan lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah seperti pada pengeboran tanah pada waktu penyelidikan tanah.

(12)

a) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa tersebut ditarik ke atas.

b) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.9 Tiang pancang cast in pile (Sumber : HS, Sardjono, 1988)

C. Tiang pancang baja

Jenis-jenis tiang pancang ini biasanya berbentuk H yang merupakan tiang pancang pipa. Balok yang mempunyai flens lebar (wide flange) atau balok I dapat juga digunakan akan tetapi bentuk H khususnya dibuat sebanding untuk menahan tegangan pancangan yang keras yang mungkin akan dialami tiang pancang tersebut. Tiang pancang baja H memilki perpindahan volume yang kecil karena daerah penampangnya tidak terlalu besar. Selain itu, tiang pancang baja ini memiliki kelebihan yaitu kekuatan tiang yang besar. Tiang pancang ini juga mempunyai kelemahan yaitu mudah berkarat (korosi) sehingga dibutuhkan perlindungan terhadap karat. Tingkat karat pada tiang berbeda-beda terhadap tekstur dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah, dan keadaan kelembapan tanah :

(13)

a. Pada tanah yang mempunyai tekstur kasar, karat terjadi karena sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.

b. Pada tanah liat (clay), karat terjadi karena kandungan oksigen dalam tanah sedikit sehingga menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air.

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah padat yang mengandung sedikit sekali oksigen akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Pada dasarnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena keadaan udara pada pori-pori tanah pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” (± 60 cm) dari muka air tanah terendah. Karat atau korosi yang terjadi karena udara pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

Gambar 2.10 Tiang pancang baja (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

(14)

Keuntungan penggunaan tiang pancang baja:

a. Tiang pancang baja memiliki daya dukung tinggi. b. Tiang pancang baja mudah dalam penyambungan. Kelemahan penggunaan tiang pancang baja :

a. Tiang pancang baja mudah korosi .

b. Tiang pancang baja terutama profil H mudah bengkok akibat pengaruh luar.

D. Tiang pancang komposit

Tiang pancang komposit (composite pile) merupakan tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Tiang pancang komposit dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja. Tiang ini dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya bahan beton di atas muka air dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun di sebelah bawahnya. Pembuatan sambungan ini menyita biaya dan waktu sehingga diabaikan terutama di Amerika dan Kanada.

Tiang komposit dibedakan menjadi 5 jenis sebagai berikut: 1. Water Proofed Steel and Wood Pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak di bawah air tanah. Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaannya secara singkat sebagai berikut:

(15)

a) Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah.

b) Kemudian core ditarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

c) Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe di atas hanya memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya diberi alur spiral. Secara singkat pelaksanaannya sebagai berikut:

a) Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

c) Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing

d) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

(16)

e) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core di ujung atas shell.

3. Composite Ungased – Concrete and Wood Pile Dasar pemilihan tiang komposit tipe ini adalah:

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.  Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang

kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada di bawah permukaan air tanah terendah.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:

a) Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pada kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )

b) Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

c) Setelah sampai pada lapisan tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.

d) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola di atas tiang pancang kayu tersebut.

e) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter di atas permukaan tanah. Kemudian beton

(17)

ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas sampai keluar dari tanah.

f) Tiang pancang komposit telah selesai.

Tiang pancang komposit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

 Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.  Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang komposit yang

bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

a) Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

b) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.

c) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembali.

d) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e) Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang di sekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi

(18)

lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja. Adapun cara pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:

a) Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki biasa.

b) Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.

c) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

d) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.

2.6.2 Pondasi tiang menurut cara pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu : A. Tiang pracetak

Tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam bekisting setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pracetak menurut cara pemasangannya yaitu :

(19)

1. Cara penumbukan

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman

Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah.

Keuntungan pemancangan tiang pancang dengan cara tiang pracetak :

1. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih dapat diandalkan.

2. Persediaan yang cukup banyak di pabrik sehingga mudah memperoleh tiang ini, kecuali tiang dengan ukuran khusus.

3. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal. 4. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga

mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

B. Tiang yang dicor di tempat

Tiang yang dicor di tempat merupakan suatu cara dimana tiang dicetak menurut lubang pada tanah yang berbentuk seperti tiang, kemudian dituangkan adukan beton ke dalam lubang tersebut. Tiang yang dicor di tempat menurut cara pemasangannya yaitu :

(20)

1. Cara penetrasi alas

Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian

Cara ini dapat dibagi lagi menurut peralatan pendukung yang digunakan antara lain :

a) Penggalian dengan tenaga manusia

Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b) Penggalian dengan tenaga mesin

Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

Keuntungan pemancangan tiang pancang dengan cara tiang dicor di tempat :

1. Karena getaran dan keriuhan pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil, cocok untuk pekerjaan pada daerah padat penduduknya.

2. Tiang dapat dibuat tiang yang lurus dengan diameter besar dan tiang yang lebih panjang karena tidak menggunakan sambungan.

(21)

2.7 Tiang dukung ujung dan tiang gesek

Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam (Hardiyatmo, H. C.,2010), yaitu :

2.7.1 Tiang dukung ujung (end bearing pile)

Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona tanah yang lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada di bawah ujung tiang (Gambar 2.11a).

2.7.2 Tiang gesek (friction pile)

Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah di sekitarnya (Gambar 2.11b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah di bawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

(a) Tiang dukung ujung (b) Tiang gesek Gambar 2.11 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya

(22)

2.8 Peralatan pemancangan

Pondasi tiang umumnya dipancang dengan peralatan hammer atau dengan vibrator yang digerakkan dengan generator. Hammer bekerja diantara sepasang peralatan penuntun arah yang digantung pada crane disebut lead. Ujung bawah dari lead dihubungkan dengan dasar krane oleh suatu plat horizontal yang disebut spotter. Spotter ini dapat mengatur tiang pancang saat pemukulan dan memperkirakan bagian lead di atas tiang vertikal.

Macam-macam alat pancang : 1. Drop hammer

Palu berat yang diletakan pada ketinggian tertentu di atas tiang palu tersebut kemudian dilepaskan dan jatuh mengenai bagian atas tiang. Untuk menghindari menjadi rusak akibat tumbukan ini, pada kepala tiang dipasangkan semacam topi atau cap sebagai penahan energi .Biasanya cap dibuat dari kayu. Pemancangan tiang biasanya dilakukan secara perlahan. Jumlah jatuhnya palu per menit dibatasi pada empat sampai delapan kali.

Keuntungan menggunakan drop hammer : a) Peralatannya sederhana.

b) Tinggi jatuh dapat diperiksa dengan mudah. c) Kesulitan kecil dan biaya operasi murah.

Kelemahan menggunakan drop hammer : a) Kepala tiang mudah rusak.

b) Pancang pemancangan terbatas. c) Kecepatan pemancangan lambat.

(23)

2. Pemukul aksi tunggal (single acting hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentuk memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuhnya.

Gambar 2.12 Pemukul aksi tunggal (Sumber : Hardiyatmo, 2010) 3. Pemukul aksi dobel (double acting hammer)

Pemukul aksi dobel menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya. Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

Gambar 2.13 Hammer aksi dobel (Sumber : Hardiyatmo, 2010)

(24)

4. Pemukul tenaga diesel (diesel hammer)

Alat pemancang tiang tipe ini berbentuk lebih sederhana dibandingkan dengan pemukul lainnya. Diesel hammer memiliki satu silinder dengan dua mesin diesel, piston, atau ram, tangki bahan bakar, tangki pelumas, pompa bahan bakar, injektor, dan mesin pelumas. Pemukul bertenaga diesel ini cocok digunakan untuk tanah pondasi yang keras.

Gambar 2.14 Pemukul tenaga diesel (Sumber : Hardiyatmo, 2010) Keuntungan menggunakan pemukul tenaga diesel : a) Menghasilkan daya tumbuk yang lebih besar. b) Mudah dipindahkan.

c) Biaya bahan bakar rendah.

Kelemahan menggunakan pemukul tenaga diesel:

a) Pada lapisan tanah lunak, pengerjaan menjadi lambat.

(25)

5. Pemukul dengan vibrator

Pemukul dengan vibrator ini menggunakan pembangkit tenaga berupa beban statis dan sepasang beban yang berputar eksentrik. Gaya getaran kuat yang dihasilkan mesin pemukul ini akan menembus tanah karena pengaruh beban.

Gambar 2.15 Pemukul dengan vibrator (Sumber : Hardiyatmo, 2010)

Keuntungan menggunakan pemukul dengan vibrator :

a) Mampu memancang dalam arah dan kedudukan yang tepat b) Suara penumbukan hampir tidak terdengar

c) Kepala tiang tidak cepat rusak

Kelemahan menggunakan pemukul dengan vibrator yaitu memerlukan tenaga listrik yang besar.

(26)

Dalam pekerjaan pemancangan tiang terdapat nama alat-alat berikut ini :

1. Anvil adalah bagian yang terletak pada dasar pemukul yang menerima beban benturan dari ram dan mentransfernya ke kepala tiang.

2. Helmet atau drive cap (penutup pancang) adalah bahan yang dibuat dari baja cor yang diletakkan di atas tiang untuk mencegah tiang dari kerusakan saat pemancangan dan untuk menjaga agar as tiang sama dengan as pemukul.

3. Cushion (bantalan) dibuat dari kayu keras atau bahan lain yang ditempatkan diantara penutup tiang (pile cap) dan puncak tiang untuk melindungi kepala tiang dari kerusakan.

4. Ram adalah bagian pemukul yang bergerak ke atas dan ke bawah yang terdiri dari piston dan kepala penggerak (driving head).

5. Leader adalah rangka baja dengan dua bagian paralel sebagai pengatur tiang agar pada saat tiang dipancang arahnya benar.

Gambar 2.16 Alat pancang tiang (Sumber : Hardiyatmo, 2010)

(27)

2.9 Kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil Standard Test Penetration (SPT)

Suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Standard Test Penetration (SPT) terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal.

Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya.

2.9.1 Persiapan pengujian SPT

Lakukan persiapan pengujian SPT di lapangan dengan tahapan sebagai berikut (Gambar 2.17):

1. Pasang blok penahan (knocking block) pada pipa bor

(28)

3. Bersihkan lubang bor pada kedalaman yang akan dilakukan pengujian dari bekas-bekas pengeboran.

4. Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya disambungkan dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan.

5. Masukkan peralatan uji SPT ke dalam dasar lubang bor atau sampai kedalaman pengujian yang diinginkan.

6. Beri tanda pada mata bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15 cm, 30 cm dan 45 cm.

(29)

2.9.2 Prosedur pengujian SPT

1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar 1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.

2. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelumnya (kira-kira 75 cm).

3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan (Gambar 2.18). 4. Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.

5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama. 6. Ulangi langkah 2, 3, 4 dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan ketiga. 7. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm

15 cm pertama dicatat N1 15 cm kedua dicatat N2 15 cm ketiga dicatat N3

Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran.

8. Bila nilai N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter.

(30)

Gambar 2.18 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT)

Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari suatu lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N

Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan

Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil-hasil

survey sebelumnya

Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak

(ketebalan konsolidasi dan penurunan), kondisi drainase dan lain-lain.

Hal yang perlu diperhatikan secara

langsung

Tanah Pasir (tidak kohesif)

Berat isi, sudut geser dalam, ketahanan terhadap penurunan dan daya dukung tanah

Tanah lempung (kohesif)

Keteguhan,kohesi, daya dukung dan ketahanan terhadap

hancur Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Sosrodarsono Suyono Ir. 1983

(31)

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:

= + tan ∅ (2.1)

dimana :

τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²) ϕ = Sudut geser tanah (º)

Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

∅ = √12 + 15 (2.2)

∅ = √12 + 50 (2.3)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :

∅ = 0,3 + 27 (2.4)

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :

(32)

Tabel 2.2 Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir

Angka penetrasi standar (SPT)

Kepadatan Relatif Dr (%)

Sudut geser dalam (φ)

0-5 0-5 26-30

5-10 5-30 28-35

10-30 30-60 35-42

30-50 60-65 38-46

Sumber : Braja M. Das-Noor Endah, Mekanika Tanah. 1985

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.3). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2.3 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah Tanah tidak kohesif Harga N < 10 10 – 30 30 – 50 >50 Berat isi γ kN/m³ 12-16 14-18 16-20 18-23 Tanah kohesif Harga N < 4 4-15 16-25 >25 Berat isi γ kN/m³ 14-18 16-18 16-18 >20

(33)

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah di bawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah di atas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini: 1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT N > 15 Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar merupakan bukan nilai yang teliti. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu.

2.9.3 Rumus perhitungan daya dukung dari hasil SPT 1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif

Qp = 40 x N − SPT x x Ap ( 2.5)

Dimana :

N-SPT = Jumlah pukulan yang diperoleh dari percobaan SPT = N-SPT yang digunakan Ncorr = (N1+N2)/2

= N1 adalah nilai N rata-rata 10D dari ujung tiang ke atas = N2 adalah nilai N rata-rata 4D dari ujung tiang ke bawah D = Diameter tiang pancang (m)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif

(34)

Dimana :

N-SPT = Jumlah pukulan yang diperoleh dari percobaan SPT = N-SPT yang digunakan Ncorr = (N1+N2)/2

= N1 adalah nilai N rata-rata 10D dari ujung tiang ke atas = N2 adalah nilai N rata-rata 4D dari ujung tiang ke bawah Li = Panjang lapisan tanah (m)

P = Keliling tiang (m)

3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif

Qp = 9 x cu x Ap (2.7)

Dimana :

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

cu = N-SPT x 2/3 x 10 (2.8)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif

Qs = α x cu x p x Li (2.9)

Dimana :

Koefisien adhesi antara tanah dan tiang ( Gambar 2.19 ) cu = Kohesi undrained (kN/m2)

Li = Panjang lapisan tanah (m) P = Keliling tiang (m)

(35)

Gambar 2.19 Korelasi nilai α dan koefisien undrained Sumber : ( Braja M. Das , 2007 )

2.10 Tiang pancang kelompok

Pondasi tiang pancang yang umumnya dipasang secara berkelompok. Yang dimaksud berkelompok adalah sekumpulan tiang yang dipasang secara relatif berdekatan dan biasanya diikat menjadi satu di bagian atasnya dengan menggunakan pile cap. Untuk menghitung nilai kapasitas dukung kelompok tiang, ada bebarapa hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu jumlah tiang dalam satu kelompok, jarak tiang, dan susunan tiang . Kelompok tiang dapat dilihat pada Gambar 2.20 berikut ini :

(36)

Gambar 2.20 Kelompok tiang a. Jumlah Tiang (n)

Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang bekerja pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai adalah sebagai berikut ini.

=

(2.10)

Dimana :

P = Beban yang berkerja

Qa = Kapasitas dukung ijin tiang tunggal

b. Jarak Tiang (S)

Jarak antar tiang pancang di dalam kelompok tiang sangat mempengaruhi perhitungan kapasitas dukung dari kelompok tiang tersebut. Untuk bekerja sebagai kelompok tiang, jarak antar tiang yang dipakai adalah menurut peraturan – peraturan

(37)

bangunan pada daerah masing – masing. Pada prinsipnya jarak tiang (S) makin rapat, ukuran pile cap makin kecil dan secara tidak langsung biaya lebih murah. Tetapi bila fondasi memikul beban momen maka jarak tiang perlu diperbesar yang berarti menambah atau memperbesar tahanan momen.

S ≥ 2,5D S ≥ 3D

Gambar 2.21 Jarak antar tiang (Sumber : HS, Sardjono, 1988)

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. Bila S < 2,5 D

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang terlebih dahulu. 2. Bila S > 3 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).

(38)

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

Apabila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.

c. Susunan tiang

Susunan tiang sangat berpengaruh terhadap luas denah pile cap, yang secara tidak langsung tergantung dari jarak tiang. Bila jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar, maka luas denah pile cap akan bertambah besar dan berakibat volume beton menjadi bertambah besar sehingga biaya konstruksi membengkak. Berikut ini adalah contoh susunan tiang (Joseph E. Bowles, 1999) :

(39)

Gambar 2.22 Pola susunan tiang pancang kelompok (Sumber : Bowles, 1999)

2.11 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang

Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada dalam kelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang pancang dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang tidak mudah mampat, namun di bawahnya terdapat lapisan lunak.

Stabilitas kelompok tiang-tiang tergantung dari dua hal yaitu :

a) Kemampuan tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang untuk mendukung beban total struktur.

b) Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang.

Oleh karena itu, cara pemasangan tiang tunggal seperti : pemasangan tiang dengan cara dipancang, dibor, atau ditekan, akan berpengaruh kecil pada kedua hal tersebut di atas.

(40)

Pada beban struktur tertentu, penurunan kelompok tiang yang sama dengan penurunan tiang tunggal hanya terjadi jika dasar kelompok tiang terletak pada lapisan keras. Jika tiang-tiang dipancang pada lapisan yang dapat mampat (misalnya lempung kaku) ,atau kondisi yang lain, dipancang pada lapisan yang tidak mudah mampat (misalnya pasir padat) tetapi lapisan tersebut berada di atas lapisan tanah lunak, maka kapasitas kelompok tiang mungkin lebih rendah dari jumlah kapasitas masing-masing tiang.

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberi faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah di antara tiang-tiang tidak bergerak sama sekali ketika tiang bergerak ke bawah oleh akibat beban yang bekerja (Gambar 2.23a). Apabila jarak tiang-tiang terlalu dekat saat tiang turun oleh akibat beban, tanah di antara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok (Gambar 2.23b). Keruntuhan blok tanah yang terletak di antara tiang bergerak ke bawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor. Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua).

(41)

Gambar 2.23 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal (b) Kelompok tiang

Sumber : Hardiyatmo, 2002

Kapasitas kumpulan tiang pancang bisa dianggap sebagai jumlah desain beban dari beberapa tiang pancang individual atau sebagai suatu jumlah yang lebih sedikit. Jika kapasitas tersebut merupakan jumlah dari beberapa tiang pancang invidual, maka efisiensi kelompok adalah Eg = 1,0. Pendapat mengenai efisiensi kelompok ditentukan sebagai berikut:

Qg = Eg . n . Qu (2.11)

Dimana :

Eg = efisiensi kelompok tiang

Qg = beban maksimum kelompok yang mengakibatkan keruntuhan n = Jumlah tiang dalam kelompok.

Qa = Beban maksimum tiang tunggal.

Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang

(42)

bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Persamaan-persamaan efisiensi tiang yang disarankan oleh Converse-Labarre Formula dan Los Angeles Group sebagai berikut :

 Metode Converse-Labarre Formula

Eg = 1 − θ

( ) ( ) (2.12)

 Metode Los Angeles Group Eg = 1 −

. . m(n − 1) + (m − 1) + √2 (m − 1)(n − 1) (2.13)

Dimana :

m = Jumlah baris tiang.

n = Jumlah tiang dalam satu baris. θ = Arc tg d/s, dalam derajat. s = Jarak pusat ke pusat tiang d = Diameter tiang.

(43)

2.12 Distribusi beban dalam kelompok tiang

Struktur bangunan dirancang untuk mendukung beban-beban yang bekerja pada bangunan tersebut, baik beban mati, hidup, gempa, angin ataupun beban-beban lainnya. Beban-beban tersebut akan diteruskan oleh struktur atas terutama kolom ke pondasi. Beban yang didukung oleh pondasi akan berupa beban normal vertikal, beban momen dan beban lateral. Selanjutnya beban-beban tersebut akan didistribusikan ke masing-masing tiang untuk diteruskan ke tanah dasar. Dalam hal ini peran pile cap akan sangat menentukan besarnya beban yang didukung masing-masing tiang.

2.12.1 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris

Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja secara sentris apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit dengan titik berat kelompok tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah

Gambar 2.24 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang (Sumber : Sardjono Hs, 1988)

(44)

N = (2.14) dimana :

N = Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang. V = Resultan gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris. n = Banyaknya tiang pancang

2.12.2 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal eksentris

Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari reaksi akibat beban-beban V dan My, yaitu :

Gambar 2.25 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang (Sumber : Sardjono Hs, 1988)

Qi =

±

.

(45)

Dimana :

Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i. My = Momen terhadap sumbu y.

Σx2 = Jumlah kuadrat jarak tiang-tiang ke pusat berat kelompok tiang.

2.12.3 Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang bekerja pada dua arah

Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban vertikal dan momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang.

Gambar 2.26 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y (Sumber : Sardjono Hs, 1988)

(46)

Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah sebagai berikut : Qi = Vn

±

My . xi ∑x2 ± Mx . yi ∑y2

(2.16) dimana :

Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. Mx = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x. My = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y.

n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang (pile group). xi,yi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i. Σx2 = Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang.

Σy2 = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang.

2.13 Faktor keamanan

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka kapasitas ultimit tiang dibagi dengan faktor aman tertentu. Fungsi faktor aman adalah sebagai berikut :

1. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja.

2. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi.

3. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.

(47)

4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas – batas toleransi.

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas dukung tiang ijin (Qa) dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu) dibagi dengan faktor aman (F) yang sesuai.

Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan tiang pancang adalah sebagai berikut :

Q =

, (2.17)

Faktor keamanan tidak sama untuk tahanan gesek dinding dan tahanan ujung menurut beberapa peneliti. Kapasitas izin tersebut dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

Q =

+

, (2.18)

Penggunaan faktor keamanan 1,5 untuk tahanan gesek dinding (Qs) yang harganya lebih kecil dari faktor keamanan tahanan ujung yang besarnya 3, karena nilai puncak tahanan gesek dinding dicapai bila tiang mengalami penurunan 2 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (Qb) membutuhkan penurunan yang lebih besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh. Jadi maksud penggunaan faktor keamanan tersebut adalah untuk meyakinkan keamanan tiang terhadap keruntuhan dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban kerja yang diterapkan.

Pemilihan faktor aman (F) untuk perancangan pondasi tiang mempertimbangkan faktor-faktor menurut Reese dan O’neill (1989) sebagai berikut:

(48)

1. Tipe dan kepentingan dari struktur 2. Variabilitas tanah

3. Ketelitian penyelidikan tanah

4. Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan 5. Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan 6. Ketersediaan data di tempat

2.14 Data kalendering

Salah satu jenis pondasi tiang adalah tiang pancang. Pondasi ini disebut pondasi tiang pancang karena dalam pemasangannya dengan cara ditumbuk/dipancang masuk ke dalam tanah. Pada saat pemancangan, energi jatuh dari hammer akan diterima tiang dan menyebabkan tiang masuk ke dalam tanah sebesar s. Besarnya energi yang diterima tiang adalah sebesar energi potensial hammer sebelum jatuh yaitu sebesar berat hammer (Wr) dikalikan tinggi jatuh (h). Tanah berusaha menahan desakan tanah yang besarnya sama dengan kapasitas ultimitnya (Qu), sehingga besarnya usaha yang dilakukan Qu dikalikan s. Dari kedua hal tersebut, jika tidak terjadi kehilangan energi selama pemancangan maka akan berlaku Persamaan (2.19) yang disebut Formula Sander.

Qu

=

. (2.19)

Dimana :

Qu = Kapasitas ultimate tiang Wr = Berat hammer

h = Tinggi jatuh

(49)

Gambar 2.27 Skema pemancangan pondasi tiang

Persamaan (2.19) merupakan formula dasar perhitungan kapasitas dukung pondasi tiang pancang dengan formula pancang. Kenyataan di lapangan, kehilangan energi selama pemancangan akan terjadi sehingga perhitungan perlu dikoreksi. Faktor-faktor koreksi dikembangkan berdasarkan beberapa sebab yaitu :

1. Tumbukan yang tidak lenting sempurna

2. Koreksi jatuhnya hammer tidak jatuh bebas sempurna karena gesekan hammer dan relnya.

3. Deformasi yang terjadi karena deformasi tiang

Berdasarkan pertimbangan beberapa faktor tersebut pada saat pemancangan, telah dikembangkan banyak formula dengan memasukkan koreksi empirik sebagai berikut:

2.14.1 Modified New ENR.

Qu =

. .

.

.

(50)

Dimana :

E = Efisiensi hammer

C = 0.254 cm untuk unit S dan h dalam cm WP = Berat tiang (ton)

WR = Berat hammer (ton)

n = Koefisien restitusi antara ram dan pile cap h = Tinggi jatuh (cm) WR x h = Energi palu (kg/cm) SF yang direkomendasikan = 6 2.14.2 Danish Formula Qu =

(2.21) Dimana:

E = Energi hammer (kg/cm) diperoleh dari (Tabel 2.6) S = Penetrasi pukulan per cm (cm)

L = Panjang tiang (cm)

A = Luas penampang tiang (m2) Ep = Modulus elastisitas tiang (kg/cm2) η = Efisiensi tiang pancang (Tabel 2.4 )

(51)

2.14.3 Metode WIKA

Qu =

. (2.22)

Dimana :

W = Berat ram (ton)

H = Tinggi jatuh hammer (cm) K = Rebound

S = Penetrasi pukulan per cm P = Berat tiang (ton)

e = Koefisien restitusi (e = 0,25 )

Formula tiang pancang ini dihitung berdasarkan data yang diperoleh di lapangan yaitu data kalendering . Data ini diambil pada saat pemancangan pada kertas milimeter blok. Secara umum kalendering digunakan pada pekerjaan pemancangan tiang pancang untuk mengetahui daya dukung tanah secara empiris melalui perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan alat pancang. Alat pancang tersebut berupa diesel hammer maupun hydraulic hammer. Kalendering dalam proses pemancangan tiang pancang harus dilaksanakan dan dibentuk laporan untuk proyek. Perhitungan kalendering menghasilkan output yang berupa daya dukung tanah dalam ton.

(52)

Tabel 2.4 Harga Efisiensi hammer (Sumber : Braja M Das, 2007)

Hammer type Efficiency, E

Single and double acting hammers 0,7 – 0,85

Diesel hammers 0,8 – 0,9

Drop hammers 0,7 – 0,9

Tabel 2.5 Koefisien restitusi (Sumber : Braja M Das, 2007)

Pile material Coefficient of restitution, n Cast iron hammer and concrete piles

(without cap)

0,4 – 0,5

Wood cushion on steel piles 0,3 – 0,4

Wooden piles 0,25 – 0,3

Tabel 2.6 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Sumber : Buku katalog KOBE diesel hammer)

Type

Tenaga hammer Jumlah pukulan permenit

Berat balok besi panjang

kN-m Kip-ft Kg-cm kN Kips Kg K 150 379,9 280 3872940 45 – 60 147,2 33,11 15014,4 K 60 143,2 105,6 1460640 42 – 60 58,7 13,2 5987,4 K 45 123,5 91,1 1259700 39 – 60 44 9,9 4480 K 35 96 70,8 979200 39 – 60 34,3 7,7 3498,6 K 25 68,8 50,7 701760 39 – 60 24,5 5,5 2499

(53)

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah :

1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai.

2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan agar alat tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang ke kertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.

3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai stabil.

4. Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan terakhir, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik per pukulan (s).

2.15 Penurunan elastis tiang kelompok

Pada perhitungan pondasi tiang, kapasitas ijin tiang sering lebih didasarkan pada persyaratan penurunan. Jika lapisan tanah mengalami pembebanan maka lapisan tanah akan mengalami penurunan (settlement). Penurunan terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori atau air di dalam tanah tersebut. Penurunan tiang pancang kelompok merupakan jumlah dari penurunan elastis dan penurunan konsolidasi. Penurunan elastis tiang adalah penurunan yang terjadi dalam waktu dekat atau dengan segera setelah penerapan beban (elastic settlement atau immediate settlement). Penurunan tiang kelompok (Meyerhoff, 1976) dapat dihitung sebagai berikut :

(54)

Dimana :

q =

Lg = Panjang tiang grup Bg = lebar tiang grup

I = faktor pengaruh = 1 − ≥ 0,5

2.16 Kapasitas daya dukung horizontal

Pondasi tiang terkadang harus menahan beban lateral (horizontal), antara lain yang antara lain beban angin, beban gempa, dan beban lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja pada ujung atas (kepala tiang). Hal ini akan menyebabkan kepala tiang terdeformasi lateral. Hal ini akan menimbulkan gaya geser pada tiang dan tiang akan melentur sehingga timbul momen lentur (Gambar 2.29).

Gaya geser yang dipikul tiang harus mampu didukung oleh tampang tiang sesuai dengan bahan yang dipakai. Besarnya gaya geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang. Selain kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas dukung tanah di sekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi karena keruntuhan tiang, dan dapat pula karena keruntuhan tanah di sekitarnya.

Selain gaya geser, akibat beban lateral akan menimbulkan momen lentur pada tiang. Akibat beban lentur ini akan menyebabkan tiang mendesak tanah di sampingnya. Jika tanah cukup keras maka keruntuhan akan terjadi pada tiang karena kapasitas lentur tiang terlampaui. Sedangkan jika tiang cukup kaku (pendek) maka keruntuhan yang akan terjadi akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah.

(55)

Gambar 2.28 Skema deformasi tiang akibat beban lateral

2.16.1 Tahanan beban lateral ultimit

Menentukan tiang berperilaku seperti tiang panjang atau tiang pendek perlu diketahui faktor kekakuan tiang. Faktor kekakuan tiang dapat diketahui dengan menghitung faktor-faktor kekakuan R dan T. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh kekakuan tiang (EI) dan kompresibilitas tanah yang dinyatakan dalam modulus tanah (K) yang tidak konstan untuk sembarang tanah, tapi tergantung pada lebar dan kedalaman tanah yang dibebani. Faktor kekakuan untuk modulus tanah lempung (R) dinyatakan oleh (Persamaan 2.24 ) :

R = / (2.24)

Dimana :

K = kh . d = k1/1,5 = Modulus tanah

k1 = Modulus reaksi subgrade dari Terzaghi

E = Modulus elastis tiang I = Momen inersia tiang d = Lebar atau diameter tiang

(56)

Nilai-nilai k1 yang disarankan oleh Terzaghi (1955), ditunjukkan dalam Tabel 2.7.

Pada kebanyakan lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan tanah granuler, modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier dengan kedalamannya. Faktor kekakuan untuk modulus tanah granuler dinyatakan oleh (Persamaan 2.25 ) :

T = EI/n (2.25)

Koefisien variasi modulus (nh) diperoleh Terzaghi secara langsung uji beban tiang

dalam tanah pasir yang terendam air. Nilai-nilai nh yang disarankan oleh Terzaghi

ditunjukkan dalam Tabel 2.7 .Dalam tabel tersebut dicantumkan juga nilai-nilai nh yang

disarankan oleh Reese dkk (1956). Nilai-nilai nh yang lain, ditunjukkan dalam Tabel 2.8 .Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, Tomlinson (1977) mengusulkan kriteria tiang kaku atau disebut tiang pendek (tiang kaku) dan tiang panjang (tiang tidak kaku) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L).

Tabel 2.7 Hubungan modulus subgrade (k1) dengan kuat geser undrained untuk lempung

(Terzaghi, 1955)

Konsistensi Kaku Sangat kaku Keras

Kohesi undrained (Cu) kN/m2 kg/cm2 100 – 200 200 – 400 > 400 1 – 2 2 – 4 > 4 k1 MN/m3 kg/cm3 1,8 – 36 36 – 72 > 72 1,8 – 3,6 3,6 – 7,2 > 7,2 k1 direkomendasikan MN/m3 kg/m3 27 54 > 108 2,7 5,4 > 10,8

(57)

Tabel 2.8 Nilai – nilai nh untuk tanah granuler ( c = 0 )

Kepadatan relatif (Dr) Tidak padat Sedang Padat Interval nilai A 100 – 300 300 – 1000 1000 – 2000

Nilai A dipakai 200 600 1500

nh pasir kering/lembab (Terzaghi) (kN/m3) 2425 7275 1500

nh pasir terendam air (kN/m3)

Terzaghi Reese dkk 1386 5300 4850 16300 11779 34000 Sumber : Tomlinson, Pile Design and Construction Pratice, 1977

Tabel 2.9 Nilai – nilai nh untuk tanah kohesif (Poulos dan Davis, 1980)

Tanah nh (kN/m3) Referensi

Lempung terkonsolidasi Normal lunak

166 – 3518 277 – 554

Reese dan Matlock (1956) Davisson – Prakash (1963) Lempung terkonsolidasi Normal organik 111 – 277 111 – 831 Peck – Davissonn (1962) Davisson (1970) Gambut 55 27,7 – 111 Davisson (1970) Wilson dan Hilts (1967)

Loess 8033 - 11080 Bowles (1968)

Sumber : Tomlinson, Pile Design and Construction Pratice, 1977

2.16.2 Tiang ujung jepit dan ujung bebas

Dalam analisis gaya lateral, tiang-tiang perlu dibedakan menurut model ikatannya dengan pelat penutup tiang. Model ikatan tersebut sangat mempengaruhi kelakuan tiang dalam mendukung beban lateral. Sehubungan dengan hal tersebut, tiang-tiang dibedakan menurut 2 tipe, yaitu :

1. Tiang ujung jepit (fixed end pile) 2. Tiang ujung bebas (free end pile)

(58)

Tiang ujung jepit didefinisikan sebagai tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam) dalam pelat penutup kepala tiang. Tiang ujung bebas didefinisikan sebagai tiang yang bagian atasnya tidak terjepit ke dalam pelat penutup kepala tiang .

2.16.3 Tiang pendek dan tiang panjang untuk tanah non-kohesif 1. Tiang pendek (tiang kaku)

Hitungan kapasitas lateral tiang ujung jepit (Hu) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Hu = 1,5. B . γ . L . K (2.26)

Mmax = B . γ . L . K (2.27)

Dimana :

B = Diameter tiang (m) ᵧ = Berat isi tanah (kN/m3) L = Panjang tiang (m) Kp = Koefisien tanah pasif

Gambar 2.29 Tiang pendek dalam tanah non-kohesif (Sumber : Tomlinson, 1977)

(59)

Kapasitas lateral tiang (Hu) juga dapat diperoleh secara grafis . Hu diperoleh dari Gambar (2.31) .Nilai Hu yang diperoleh dari grafik tersebut harus mendekati nilai Hu yang dihitung secara manual pada Persamaan (2.26) Dan Persamaan (2.27)

Gambar 2.30 Tahanan lateral ultimit dalam tanah non-kohesif (Sumber : Tomlinson, 1977)

2. Tiang panjang (tiang tidak kaku)

Hitungan kapasitas lateral tiang ujung jepit (Hu) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Hu = , . . (2.28) Mmax = B . γ . L . K (2.29)

(60)

Dimana :

B = Diameter tiang (m) ᵧ = Berat isi tanah (kN/m3) L = Panjang tiang (m) Kp = Koefisien tanah pasif

(a) Free head (b) Fixed head Gambar 2.31 Tiang panjang (tidak kaku) dalam tanah non-kohesif

(Sumber : Tomlinson, 1977)

Kapasitas lateral tiang (Hu) juga dapat diperoleh secara grafis . Hu diperoleh dari Gambar 2.33. Nilai Hu yang diperoleh dari grafik tersebut harus mendekati nilai Hu yang dihitung secara manual pada Persamaan (2.28) Dan Persamaan (2.29)

(61)

Gambar 2.32 Tahanan lateral ultimit dalam tanah non-kohesif (Sumber : Tomlinson, 1977)

2.17 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Pile Driving Analizer (PDA)

Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung ultimate tiang pancang tunggal yang dilakukan di lapangan dengan berbagai dimensi dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik untuk pemilihan tiang maupun lokasinya.

Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relatif yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya menimbulkan gelombang akibat perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat gelombang perlawanan yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat perlawanan tanah akan direkam, dari hasil rekaman, karakteristik

(62)

gelombang–gelombang ini dianalisa untuk menentukan daya dukung statik tiang diuji berdasarkan Case Method.

Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk pondasi tiang pancang precast piles, steel piles, spun piles, menggunakan palu dari alat pancangnya sendiri, sehingga sangat praktis dan ekonomis pengerjaannya. Pengujian PDA untuk tiang berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses pengujian sangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1-3 jam).

2.17.1 Instumentasi PDA

a. Strain Transducer dan Accelerometer

Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang akibat tumbukan yang diberikan pada tiang, Strain Transducer dan Accelerometer dipasang pada bagian atas tiang dengan jarak lebih besar dari 1,5W-2W dari ujung atas tiang, dimana W adalah lebar penampang tiang, untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik. Strain Transducer dan Accelerometer dipasang sebanyak masing-masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah instrumen tidak berfungsi pada saat penumbukan.

b. Komputer laptop PDA

Hasil pengukuran direkam dengan alat komputer PDA tipe PAK dari GRL USA di lapangan dan analisa dengan Case Method (CAPWAP) berdasarkan teori gelombang satu dimensi.

Gambar

Gambar 2.6 Tiang pancang kayu      (Sumber : Hardiyatmo, 2002 )
Gambar 2.7  Tiang pancang precast prestressed concrete pile  (Sumber : HS, Sardjono, 1988)
Gambar 2.8 Tiang pancang precast reinforced concrete pile  (Sumber : HS, Sardjono, 1988)
Gambar 2.9 Tiang pancang cast in pile  (Sumber : HS, Sardjono, 1988)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampel dalam penelitian dibagi menjadi dua yaitu untuk mengevaluasi program VCT (penelitian kualitatif), sampel dalam penelitian ini adalah petugas rutan 1 orang, petugas

Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan , dimana dengan alat – alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai pembuktian guna

Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 95% kulit kelengkeng memiliki senyawa aktif tertentu yang toksik terhadap larva Artemia salina Leach, namun dengan

Pengamatan pada substrat batu andesit, pada kedalaman 3 meter posisi kolom air, jumlah penempelan juvenil karang tertinggi pada bulan Desember dengan jumlah juvenil yang menempel

Masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat jajahan Belanda selama 350 ta- hun dan Jepang 3,5 tahun yang mempunyai sifat karakter dan adat istiadat sendiri juga turut

• eluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah.. Byeri merupakan keluhan utama  pada

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada Buku Ilustrasi Biografi Dengan Teknik Vector Sebagai Upaya Mengenalkan Sejarah Cak Durasim Kepada Anak Di Surabaya,

Nilai budaya yang menjadi tolak ukur dalam cerita rakyat di kerajaan Jambu Lipo adalah berdasarkan pada pendapat Kluckhohn dan Srtodtbeck (dalam Koentjaraningrat, 1990: 78),