47
A. Latar Penelitian
1. Sejarah Berdiri Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah Sakato” Padang dibangun pada tanggal 22 juli 1993 melalui bantuan LOAN OECF Jepang tahun anggaran 1992/1993 dan 1997/1998. Panti mulai operasional pada tanggal 2 Desember 1994 dengan jumlah awal kelayan 20 orang untuk wilayah kerja Provinsi Sumatera Barat. Terhitung 1 April 1995 jumlah kelayan ditambah menjadi 30 orang dan selanjutnya tanggal 1 April 1996 bertambah lagi menjadi 50 orang sampai sekarang. Lama layanan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Bina
Netra “ Tuah Sakato ” Padang maksimal 3 (tiga) tahun.1
Pada tanggal 1 April 1998 turun eseloneringsebagai panti di lingkungan Kementerian Sosial dengan type B melalui SK Mensos RI No.25/HUK/1998 tanggal 15 April 1999. Kemudian pada bulan Desember 1998 ditetapkan pejabat stukturalnya sekaligus diadakan perubahan nama panti dari PSBN Kalumbuk Padang menjadi PSBN ”Tuah Sakato” Kalumbuk Padang. Dengan berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang OTODA yang dilanjutkan dengan keputusan Gubernur No. 22 tahun 2001 tentang pembentukan
1Profil Panti Sosial, Sejarah Singkat Panti Sosial Bina Netra (PSBN)”Tuah Sakato”
Organisasi dan Tata Usaha Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Provinsi Sumatera Barat, maka PSBN “Tuah Sakato” Padang menjadi UPTD di lingkungan Dinas Kesehatan dan Sosial Provinsi Sumatera Barat. Panti Sosial Bina Netra (panti rehabilitasi penderita cacat netra) adalah panti sosial yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial kepada penyandang cacat netra. Status Panti Sosial Bina Netra ”Tuah Sakato” Padang sebagai unit pelaksanaan teknis dan bertanggung
jawab kepada Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat.2
Landasan hukum yang menjadi dasar pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat netra dalam panti adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan
sosial.
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998, tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
4. Keputusan Menteri Sosial Nomor 59/HUK/2003 tentang organisasi dan tata kerja panti sosial (pasal 11).
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah. 6. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah.
7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang pertimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
8. Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi 9. Keputusan Gubernur Nomor 82 tahun 2008 tentang perubahan
atas keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 32 tahun 2003 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Dinas (UPTD) Provinsi Sumatera Barat.
10. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2005 tentang uraian jabatan UPTD Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato” Padang.
11. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 92 Tahun 2006 tentang formasi jabatan struktural dan non fungsional UPTD
Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato “ Padang.3
2Ibid.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang pada tanggal 17 Mei 2017 ketika peneliti sampai di panti peneliti melihat anak tunanetra yang dibina di panti merupakan anak yang hanya memiliki cacat netra saja tidak memiliki cacat lainnya. Mereka berjalan-jalan di lingkungan panti, bermain dan berkumpul bersama sama seperti anak normal pada umumnya, mereka tidak memiliki kesulitan dalam mendengar, berbicara, dan berjalan sehingga dapat melakukan aktifitas normal dalam ketunanetraannya. Di Panti Sosial Bina Netra ini mereka belajar seperti anak sekolah pada umumnya, masuk pagi dan pulang siang hari, belajar pelajaran umum dan ditambah keterampilan khusus untuk penyandang cacat netra.
Wawancara peneliti dengan salah seorang instruktur panti yaitu Ibu Sari Oktaria mengatakan bahwa Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang ini adalah panti sosial yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial kepada peyandang cacat netra. Penyandang cacat netra adalah seseorang yang tidak dapat melihat karena mata rusak atau tidak dapat menghitung jari-jari tangan pada jarak 1 meter di depannya dengan menggunakan indra penglihatan, yang diterima di PSBN ini hanyalah penyandang cacat netra tunggal bukan penyandang cacat netra ganda. Tujuan dari panti sosial ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri,
kemampuan fisik dan keterampilan tunanetra sehingga mereka
menjadi mandiriagar terciptanya kesejahteraan bagi tunanetra.4
Berdasarkan data-data tersebut di atas dapat diketahui bahwa Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang merupakan suatu panti sosial yang khusus menampung penyandang cacat netra dan bukan penyandang cacat ganda. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang dibangun oleh kantor wilayah Kementerian Sosial Provinsi Sumatera Barat dan telah berdiri sekitar 23 tahun yang lalu. Panti sosial PSBN “Tuah sakato” Kalumbuk Padang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial kepada penyandang cacat netra dengan 3 (tiga) wilayah kerja yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jambi dan Bengkulu. Pada dasarnya tujuan dari PSBN “Tuah sakato” Kalumbuk Padang adalah untuk memandirikan tunanetra sehingga terwujudnya kesejahteraan bagi tunanetra itu sendiri.
2. Visi dan Misi Panti Sosial a. Visi
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang bercita-cita membentuk tunanetra yang memiliki pengetahuan dan ber-etika serta memiliki keahlian yang berguna bagi kelangsungan hidupnya sehingga tidak bergantung hidup pada orang lain. Menjadi lembaga pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bermutu dan terkemuka di Sumatera, menjalankan tugas dengan
4Sari Oktaria, Instruktur Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
sebaik-baiknya untuk mencapai kesuksesan dalam memberdayakan tunanetra.
b. Misi
Ada beberapa misi Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang, yaitu:
a. Peningkatan profesionalisme pejabat struktural, fungsional, petugas baik teknis maupun manajerial secara kuantitas dan kualitas
b. Meningkatkan kerjasama dengan berbagai jejaring kerja c. Mengoptimalkan potensi dan sumber kemasyarakatan d. Meningkatkan sarana dan prasarana diaksebilitas pelayanan e. Memberdayakan potensi dan kemampuan penerima
pelayanan
Berdasarkan misi di atas dapat diketahui bahwa misi Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang ingin mengoptimalkan dan meningkatkan profesionalisme, kerjasama, potensi, sarana dan prasarana panti untuk terwujudnya cita-cita panti yaitu menjadi panti sosial yang bermutu dalam memberdayakan tunanetra.
3. Tujuan Panti Sosial
Tujuan PSBN ”Tuah Sakato“ Padang yaitu:
1. Memulihkan rasa harga diri, percaya diri, kecintaan kerja,
kesadaran untuk berprestasi beserta tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat
2. Meningkatkan kemampuan fisik dan keterampilan di dalam
3. Meningkatkan keikutsertaan keluarga dan masyarakat dalam usaha kesejahteraan penyandang cacat netra keterampilan Massage (pijat)
Tujuan program rehabilitasi sosial penyandang cacat tuna netra di Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato” Padang adalah sebagai berikut :
1. Membina dan memperbaiki sikap mental para penyandang cacat netra dari sifat konsumtif kepada sifat produktif (mandiri)
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para penyandang cacat netra sebagai modal dasar dalam menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
3. Terbina dan terentasnya penyandang cacat netra sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan kehidupan sehari-hari secara wajar
Dari beberapa penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa tujuan PSBN ”Tuah Sakato“ pada dasarnya adalah memandirikan tunanetra dengan meningkatkan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarni dalam buku yang berjudul kemitraan
dan model-model pemberdayaan karangan Ambar Teguh,
mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan, memperkuat potensi atau daya, dan terciptanya kemandirian. Pemberdayaan menurut Winarni tidak saja terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, akan tetapi
juga kepada masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas dapat
dikembangkan hingga mencapai kemandirian.5
4. Fungsi Panti Sosial
Ada beberapa fungsi dari PSBN “Tuah Sakato” yaitu: a. Fungsi Utama
1. Pusat penyebaran pelayanan kesejahteraan sosial 2. Pusat pengembangan kesempatan kerja
3. Pusat keterampilan kerja
4. Pusat informasi kesejahteraan sosial
5. Tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi sosial luar panti 6. Penetapan standarisasi pelayanan kesejahteraan sosial khusus
penyandang cacat netra b. Fungsi Teknis
1. Menyusun rancangan pelaksanaan dan pengembangan layanan para penyandang cacat netra
2. Motivasi, observasi, identifikasi, seleksi dan penerimaan calon kelayan
3. Konsultasi dan koordinasi dalam pengembangan penyandang cacat netra
4. Pengungkapan dan pemahaman masalah sekitar penyusunan rencana rehabilitasi
5. Pelayanan, penampungan, pengasramaan dan perawatan 6. Pembinaan fisik dan mental
5Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, (Yogyakarta:
7. Bimbingan sosial, individu, kelompok dan masyarakat 8. Bimbingan keterampilan kerja usaha
9. Bantuan sosial, penyaluran kembali kekeluarga, masyarakat
dan lingkungan kerja usaha (resosialisasi)6
5. Struktur OrganisasiPantiSosial
STRUKTUR ORGANISASI UPTD PSBN “TUAH SAKATO” PADANG
PERATURAN GUBERNUR NO.92/2006
6. Gambaran Singkat Panti Sosial
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang beralamat di jalan Wisma Bunda Kel. Kalumbuk Kec. Kuranji Kota Padang, memiliki 21 orang pengasuh 9 orang diantaranya
6Profil Panti Sosia Bina Netra (PSBN) ”Tuah Sakato” Kalumbuk Padang,2016 KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL ZUKHRI. S.SOS
ENDI
KASUBAG TATA USAHA NELISUARNI, S,ST SEKSI PELAYANAN KETERAMPILAN DAN KECAKAPAN ERMA. S.H SEKSI PELAYANAN PERAWATAN PEMELIHARAAN DAN PENGAWASAN ORSAL. R,SE KEPALA PANTI DRS. KAMISAR KAMUS
perempuan dan 12 orang laki-laki, memiliki 50 orang anak binaan 15 orang anak perempuan dan 35 orang anak laki-laki, berdasarkan jenis kecacatannya ada 25 orang anak buta total dan 25 orang anak low vision. Semua anak binaan dibiayai oleh pihak panti sosial maksud dibiayai adalah panti sosial membiayai pendidikan, makan, tempat
tinggal, dan transportasi anak binaan.7
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang pada tanggal 24 Mei 2017 peneliti melihat dan mengelilingi panti, ternyata panti ini hanya terlihat kecil dari luarnya saja lingkungan panti cukup luas dan memiliki sarana prasarana yang memadai. Lingkungan panti juga sangat bersih dan dihiasi dengan taman-taman bunga yang rapi dan hijau, mereka juga memiliki instruktur-instruktur yang ramah kepada anak binaan.
Berdasarkan data yang penulis dapat dari bapak kepala panti, Kamisar Kamus diketahui bahwa luas tanah yang dimiliki Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang adalah 8.640 M2. Persyaratan penerimaan kelayan (warga binaan sosial) di PSBN “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang yaitu usia 15 s/d 35 tahun (usia produktif), diutamakan warga tidak mampu (miskin), tidak menderita penyakit menular, tidak menyandang cacat ganda, calon kelayan dari wilayah Sumatera Barat Bengkulu dan Jambi, melengkapi persyaratan administrasi, surat pernyataan kesanggupan menerima kembali dan
orang tua apabila telah selesai menjalini rehabilitasi di PSBN “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang, pendapat ini juga dipertegas oleh data di
profil panti sosial.8
Wawancara penulis dengan salah seorang instruktur panti yaitu Sari Oktaria menjelaskan bahwa ada beberapa jenis cacat netra pertama, total blind (cacat netra total) ciri-cirinya: kedua kornea mata rusak, kedua bola mata tertutup oleh kelopak mata, kedua bola mata tidak ada, syaraf mata tidak berfungsi meskipun kedua bola mata tampak bagus, masih tampak sisa cahaya hanya dapat membedakan gelap dan terang. Kedua, low vision (cacat netra yang masih mempunyai sisa penglihatan) ciri-cirinya:masih bisa melihat benda dengan jarak 1 – 6 meter, benda yang dilihat hanya berbentuk bayangan, masih bisa membaca huruf awas dalam jarak 5 – 10 cm. Ketiga, visually handicaped/gangguan penglihatan (rabun senja, katarak). Sedangkan yang masuk sebagai kategori anak binaan
diPSBN “Tuah Sakato” adalah jenis cacat total blind dan low vision.9
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan diperoleh data tentang gedung Panti Sosial Bina Netra (PSBN) ”Tuah Sakato” terdiri dari ruang kantor, ruang perpustakaan, asrama perempuan, asrama laki-laki, musholla, klinik pijat Shiatsu, dan sebagainya. Berdasarkan data yang diperoleh dari profil panti terdapat sarana dan prasarana yang dimiliki panti sosial terdiri dari satu ruang kantor, satu ruang
8
Kamisar Kamus, Kepala Panti, Wawancara, tanggal24 Mei 2017, dan Profil Panti Sosial Bina Netra (PSBN) ”Tuah Sakato” Kalumbuk Padang,2016
9Sari Oktaria, Instruktur Panti Sosial Bina Netra (PSBN) ”Tuah Sakato” Kalumbuk
makan dan dapur, satu ruang aula, satu ruang pendidikan, ruang keterampilan, ruang konsultasi & poliklinik, ruang terapi, ruang pustaka & komputer braille, ruang pamer, 6 (enam) asrama, wisma tamu, musholla, rumah dinas, 2 (dua) MCK, gudang, lapangan parkir, garase, pos jaga, pagar, satu buah mobil dan satu buah kendaraan roda dua. Disertai dengan fasilitas Air PDAM & sumur bor, jalan aspal rata (dapat dilalui kendaraan bermotor & roda 4), telepon/fax, internet (wifi).10
Berdasarkan data di atas penulis menyimpulkan bahwa Panti Sosial Bina Netra (PSBN) ”Tuah Sakato” Kalumbuk Padang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap untuk mengelola panti dan seluruhnya merupakan sarana yang sangat menunjang proses pemberdayaan yang dilakukan oleh panti.
Wawancara penulis dengan kepala panti diperoleh informasi bahwa Panti Sosial Bina Netra (PSBN) ”Tuah Sakato“ merupakan sebuah panti yang khusus memberdayakan tunanetra dengan meningkatkan potensi yang ada pada diri tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan yang diberikan kepada tunanetra. Fokus keterampilan yang diberikan oleh panti sosial ini adalah keterampilan pijat Shiatsu, semua tunanetra yang dibina di panti PSBN “Tuah Sakato” harus bisa menguasai keterampilan pijat Shiatsu karena mereka dipersiapkan untuk mampu mengembangkan keahlian pijat
10Observasi, tanggal 31 Mei2017, dan Profil Panti Sosial Bina Netra (PSBN) ”Tuah
setelah selesai diberdayakan di PSBN ”Tuah Sakato“ Kalumbuk
Padang.11
B. Proses Pemberdayaan Tunanetra di Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang
Berdasarkan observasi yang penulis lihat tentang proses pemberdayaan yang dilakukan oleh panti dalam memberdayakan tunanetra menggunakan tiga tahap pemberdayaan yaitu:
1. Kelas Persiapan
Kelas persiapan merupakan kelas awal bagi tunanetra yang baru dibina di panti, pada kelas ini anak binaan panti belajar beberapa mata pelajaran umum yang dipelajari anak normal disekolah-sekolah seperti: Pendidikan Kewarganegaraan, Agama, Pramuka, Kesehatan, Bahasa Inggris, berhitung, menulis dan Budaya Alam Minangkabau. Ditambah dengan beberapa pelajaran lainnya seperti: belajar huruf Braille, Tik Braille, KIAB, O.M, Da’i, dan keterampilan seni tari, memainkan musik, olah vokal.
2. Kelas Dasar
Kelas dasar merupakan kelas lanjutan dari kelas persiapan, setelah anak binaan dirasa mampu menguasai kelas persiapan maka boleh dinaikan ke kelas dasar. Kelas dasar berbeda dengan kelas persiapan meskipun pada kelas dasar anak binaan masih belajar beberapa pelajaran umum tetapi pada kelas ini anak binaan mulai mempelajari dasar keterampilan pijat Shiatsu, Kewirausahaan, dan keterampilan
11Kamisar Kamus, Kepala Panti Sosial Bina Netra (PSBN) ”Tuah Sakato” Kalumbuk
lain seperti: bermain musik, tari, dan olah vokal. Jadi, anak binaan pada tahap ini telah mengetahui dan memiliki dasar tentang bagaimana pijat Shiatsu, Kewirausahaan, dan Keterampilan lainnya.
3. Kelas Lanjutan
Kelas lanjutan merupakan kelas akhir bagi anak binaan panti, mereka yang telah melalui tahap ini telah mampu menguasai teknik pijat Shiatsu. Karena, pada kelas lanjutan anak binaan fokus mempelajari penguasaan teknik pijat Shiatsu, Ilmu Kewirausahaan, dan Keterampilan. Anak binaan yang belum bisa menguasai teknik pijat Shiatsu, Ilmu Kewirausahaan, dan Keterampilan belum boleh diluluskan oleh instruktur panti karena mereka dirasa belum mandiri. Belum bisa untuk dilepaskan di tengah lingkungan masyarakat untuk bersaing memperoleh kesejahteraan. Setelah anak binaan diluluskan Panti Sosial Bina Netra mereka diberi bantuan untuk membuka klinik pijat dirumah masing-masing atau dimana mereka inginkan, batuan yang diberikan oleh panti berupa alat-alat yang diperlukan untuk pijat Shiatsu seperti: tempat tidur pijat, handuk, minyak urut, dan alat-alat yang diperlukan lainnya.
Panti Sosial Bina Netra adalah panti sosial yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial kepada penyandang cacat netra. Proses rehabilitasi yang diberikan adalah :
1. Bimbingan fisik dan mental a. Bimbingan olahraga
c. Bimbingan Kesehatan d. Bimbingan Budi Pekerti e. Bimbingan keagamaan
f. Pemeliharaan Kesehatan diri dan keluarga 2. Bimbingan Sosial
a. Bimbingan Kehidupan sehari-hari b. Bimbingan Relasi dan integritas sosial c. Pertemuan anak dan orang tua kelayan 3. Bimbingan Keterampilan usaha / kerja
a. Keterampilan pijat Shiatsu
b. ketrampilan alat musik: gitar, gendang dan giring c. bimbingan vocal suara
d. keterampilan kerajinan tangan: membuat bunga dan pajangan dinding
e. KIAB ( Kursus ilmu Arab Braille )
f. Mengetik Braille
g. komputer program Braille ( komputer bicara ) 4. Bimbingan Kewirausahaan
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang pada tanggal 23 Mei 2017 ketika peneliti sampai di panti peneliti melihat anak binaan panti di kelas dasar sedang melakukan keterampilan pijat Shiatsu di ruang keterampilan dan diajarkan oleh instruktur yang juga tunanetra. Ada dua orang
instruktur yang mengalami cacat netra di panti ini, mereka berdua khusus memberikan keterampilan pijat Shiatsu kepada anak binaan.
Penulis melakukan wawancara dengan instruktur panti tentang bagaimana proses pemberdayaan yang dilakukan panti yaitu Ibu Elimarnis, mengatakan bahwa:
“Proses pemberdayaan yang dilakukan panti ada tiga tahap, dimana pada tahap pertama anak binaan dipersiapkan untuk bisa mengenal lingkungan dan menghilangkan rasa malu dengan keadaan diri, yang harus mereka sadari bahwa tidak hanya diri mereka sendiri yang mengalami kebutaan tetapi masih banyak orang lain yang sama dengan dirinya. Saya sering menegaskan kepada mereka bahwa semua manusia itu dilahirkan sama di mata Tuhan jadi, apa salahnya mereka menuntut ilmu seperti anak normal lain. Biasanya pada tahap awal ini mereka sangat penakut dan pemalu tidak percaya diri. Pada tahap kedua mereka sudah mulai percaya diri dan sudah mulai mengetahui teknik dasar pijat, mesti belum semahir anak binaan pada tahap lanjutan. Tahap ini menjadi dasar bagi mereka untuk mendalami pijat Shiatsu. sedangkan pada tahap ketiga saya sudah mulai melihat kemandirian pada anak binaan, mereka telah memiliki pengetahuan dan keterampilan. Saya melihat sangat jelas perubahan yang terjadi pada awal anak binaan masuk di panti dan setelah tiga tahun belajar di panti. Anak binaan pada tahap lanjutan telah memiliki tujuan hidup yang terarah, mereka
tahu apa yang akan dilakukan setelah tamat dari panti.”12
Penulis juga melakukan wawancara dengan instruktur lain yaitu Ibu Nilam, mengatakan bahwa:
“Proses pemberdayaan yang dilakukan di panti tiga tahap selama tiga tahun, apabila anak binaan tidak mampu menguasai pelajaran dan keterampilan yang diberikan maka mereka tidak bisa dinaikkan ke kelas selanjutnya. Sekarang ada 50 orang anak tunanetra yang dibina di Panti Sosial Bina Netra ini, dimana 13 orang anak berada di kelas persiapan 27 orang anak di kelas dasar dan 10 orang anak di kelas lanjutan. Kami instruktur juga memberikan penilaian seperti nilai lapor di sekolah, ada urutan rangking yang diberikan kepada anak binaan. Tujuannya adalah agar mereka lebih termotivasi untuk belajar dan mereka memiliki ketakutan apabila
12Elimarnis, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
mendapat nilai rendah, anak binaan juga diberikan hukuman apabila melanggar peraturan yang diberikan instruktur dan ketika itu pelanggaran berat maka anak binaan harus dikeluarkan dari panti.”13
Senada dengan ungkapan Ibu Nilam, Ibu Wiwik Suryaman juga mengatakan bahwa:
“Proses pemberdayaan tunanetra di Panti Sosial Bina Netra ini dilakukan dengan tiga tahap, tahap persiapan, tahap dasar, dan tahap lanjutan. Masing-masing tahap dibagi menjadi 6 kelas, 2 kelas persiapan, 2 kelas dasar, dan juga 2 kelas lanjutan. Ketiga tahap ini memiliki materi yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan anak binaan. Contonya ketika awal masuk di panti anak binaan tidak mungkin langsung diajarkan keterampilan atau pijat, tetapi mereka terlebih dahulu diajarkan bagaimana membaca huruf Braille dan mereka diajarkan tentang ilmu pengetahuan umum. Hal yang terpenting lagi yang harus dikuasai oleh anak binaan awal adalah lingkungan panti, mereka harus mampu berjalan mengelilingi panti tanpa ada yang membimbing. Karena kemandirian harus ditanamkan dari awal kepada anak binaan. Kegiatan pemberian pendidikan dan pelatihan keterampilan yang diberikan panti kepada anak binaan yaitu dari hari Senen sampai
hari Sabtu, masuk pagi siang istirahat dan selesai sore hari.”14
Wawancara penulis selanjutnya dengan Bapak Andry, mengatakan bahwa: “Jadwal kegiatan di Panti Sosial Bina Netra di mulai pada pukul 07.30 WIB, pukul 09.45-10.00 WIB istirahat, pukul 16.00 pulang kegiatan dari hari Senen sampai Sabtu. Pada tahap lanjutan anak binaan panti telah melakukan praktek pijatnya di klinik pijat yang ada di panti, tamu yang datang untuk dipijat dilayani langsung oleh anak binaan kelas lanjutan. Setelah selesai memijat upah yang di dapat diserahkan sebagian kepada pengurus klinik dan sebagian lagi untuk anak binaan tersebut. Pada masing-masing kelas mereka juga belajar membuat keterampilan tangan dari bahan-bahan seperti: kantong plastik warna-warni, sedotan, botol Aqua bekas, kardus, dan lain sebagainya. Biasanya mereka diajarkan membuat bunga dan pajangan dinding, beberapa karya yang bagus maka akan kami pajang di ruang keterampilan dan aula panti. Selain dibekali beberapa keterampilan, anak binaan di sini juga diberikan pemahaman tentang kewirausahaan. Mereka diajarkan cara-cara
13
Nilam, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang, Wawancara
langsung, 08 Juni 2017
14Wiwik Suryaman, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
berwirausaha, prinsip-prinsip dan strategi dalam berwirausaha, agar setelah tamat dari panti dapat diaplikasikan dalam
kehidupannya.”15
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap Instruktur panti, proses pemberdayaan yang dilakukan oleh panti yaitu dengan tiga tahap pemberdayaan melalui tiga kelas. pertama kelas persiapan, merupakan tahap pertama dalam memberdayakan tunanetra pada tahap ini anak binaan dikenalkan dengan lingkungan panti yang baru mereka tempati, pada tahap ini anak binaan mulai belajar materi pelajaran umum. Kedua kelas dasar, merupakan tahap lanjutan dari kelas dasar, pada tahap ini anak binaan sudah memiliki dasar dalam keterampilan pijat Shiatsu dan keterampilan lainnya. Ketiga kelas lanjutan, pada tahap ini anak binaan sudah mandiri mereka telah mampu menguasai penuh keterampilan yang diberikan panti terutama keterampilan pijat Shiatsu, mereka siap dilepas ke lingkungan masyarakat.
Proses pemberdayaan yang dilakukan Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang sesuai dengan proses pemberdayaan menurut Nanih dalam buku pengembangan masyarakat islam menyatakan bahwa, harus ditempuh tiga tahap dalam proses pemberdayaan masyarakat, yakni takwinyaitu tahap pembentukan masyarakat, tahap ini merupakan tahap pada kelas persiapan di panti PSBN dimana pada tahap ini pembentukan mental tunanetra, tanzimyaitu tahap pembinaan dan penataan masyarakat, tahap tanzim sesuai dengan kelas persiapan di panti
15Andry, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang, Wawancara
PSBN. Sedangkan tahap taudi’ yaitu tahap pelepasan dan kemandirian masyarakat, tahap taudi’ sesuai dengan kelas persiapan di panti PSBN dimana pada kelas ini tunanetra sudah mencapai kemandiriannya.
C. Dampak Pemberdayaan Terhadap Tunanetra di Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang
Berdasarkan observasi yang penulis lihat tentang dampak pemberdayaan terhadap anak binaan di Panti Sosial Bina Netra “Tuah Sakato” Kalumbuk Padang penulis menemukan perbedaan yang jelas antara anak binaan kelas persiapan dengan anak binaan kelas lanjutan. Perbedaan tersebut terlihat dalam keahlian yang mereka miliki, anak binaan yang baru masuk ke panti belum bisa membaca huruf Braille Arab dan Indonesia, berhitung, menulis, belum menguasai keterampilan pijat Shiatsu dan keterampilan lainnya. Anak binaan pada kelas persiapan memiliki kepercayaan diri dan motivasi yang rendah mereka umumnya pemalu, ragu-ragu, mudah putus asa, dan sangat sensitif. Berbeda dengan anak binaan di kelas lanjutan, anak binaan pada kelas lanjutan telah mampu membaca huruf Braille Arab dan Indonesia, berhitung, menulis, serta telah mampu menguasai keterampilan pijat Shiatsu dan keterampilan lainnya. Anak binaan pada kelas lanjutan memiliki kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi.
Penulis juga melakukan wawancara dengan instruktur panti dan anak binaan tentang bagaimana dampak pemberdayaan yang dilakukan oleh panti yaitu Ibu Nilam selaku Instruktur Panti, mengatakan bahwa:
“Anak binaan yang baru masuk ke panti biasanya pemalu dan sangat pendiam. Mereka bicara apabila telah ditanya, pertanyaan yang saya berikan hanya dijawab satu-satu. Mereka sangat tidak percaya diri, menganggap bahwa orang-orang yang dilahirkan buta seperti mereka tidak ada gunanya. Untuk itu kami di sini sebagai orang tua mereka mencoba memberikan perhatian dan kasih sayang sama seperti yang mereka dapatkan di rumah, anak tunanetra yang baru dibina di panti belum mampu berhitung, membaca dan menulis huruf Arab dan Indonesia Braille, disini mereka juga diajarkan beberapa materi pelajaran yang sama seperti anak disekolah-sekolah umum serta mereka diajarkan keterampilan. Alhamdulillah, setelah dibina selama tiga tahun di panti banyak kemajuan yang mereka alami, anak binaan pada kelas lanjutan sangat lebih mandiri dari sebelumnya. Terkadang mereka berjalan-jalan dan beraktifitas di panti terlihat seperti orang normal lainnya, tak jarang juga mereka malas memakai tongkat yang telah disediakan panti. Saya dan instruktur panti membolehkan dengan catatan bahwa mereka yang tidak mau memakai tongkat tidak
boleh jatuh.”16
Senada dengan pendapat Ibu Nilam, Ibu Elimarnis mengatakan bahwa: “Anak tunanetra yang dibina di panti ini memiliki penilaian yang diberikan oleh instruktur, apabila anak di kelas persiapan belum bisa membaca huruf Braile, berhitung, dan menulis maka anak itu belum pantas diluluskan. Begitu juga dengan anak binaan kelas lanjutan yang belum menguasai keterampilan khususnya, keterampilan pijat Shiatsu juga belum bisa diluluskan. Jadi apa yang kami ajarkan harus benar-benar dipahami oleh anak binaan, dengan sistem seperti itu mereka lebih termotivasi untuk belajar. Kami hanya meluluskan anak binaan yang telah mandiri yang telah mampu merobah pribadinya menjadi seseorang yang percaya diri dan memiliki keahlian, agar ketika dilepaskan ke lingkungan masyarakat mereka tidak canggung dan tersisih. Sudah banyak mantan kelayan yang bekerja di klinik pijat Shiatsu Panti Sosial Bina Netra, ada 70 klinik yang tersebar di Sumatera Barat. Semua pekerja di klinik pijat itu merupakan mantan kelayan atau anak binaan di sini. Selain bekerja di klinik pijat milik panti, kelayan yang sudah dilepas diperbolehkan untuk membuka klinik pijat milik pribadi, dan nanti kami dari pihak panti akan memberikan bantuan berupa alat-alat yang dipergunakan untuk membuka klinik pijat.”17
16
Nilam, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang, Wawancara
langsung, 14 Juni 2017
17Elimarnis, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan kelayan/anak binaan panti kelas persiapan yaitu Elsi, mengatakan bahwa:
“Saya sekarang berada di kelas persiapan, dulu waktu pertama tinggal di panti saya sering sedih karena teringat keluarga dirumah. Tetapi, sekarang sudah berkurang selama enam bulan saya disini saya sudah merasa nyaman tinggal dipanti. Dulu saya tidak bisa menulis, sekarang saya sudah bisa menulis dan sudah mulai bisa
membaca meskipun belum terlalu lancar.”18
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 16 Juni 2017 ketika peneliti masuk dikelas persiapan, peneliti mendengar Elsi membaca huruf Braille saat instrukturnya memerintahkan untuk membaca, Elsi sudah bisa membaca meskipun belum terlalu lancar. Umumnya mereka lebih cepat bisa berhitung dari pada membaca. Peneliti juga melakukan wawancara dengan Patra Hadi, mengatakan:
“Saya berada di kelas persiapan, dulu waktu dirumah saya malas belajar, meskipun kakak saya sudah berusaha keras untuk mengajarkan saya tetapi saya merasa tidak semangat. Awalnya saya merasa ragu untuk masuk ke panti ini, tetapi setelah dibujuk oleh kakak perempuan saya akhirnya saya mau dan sekarang alhamdulillah saya sudah merasa senang di sini, selama di panti
saya mulai rajin belajar tidak malas lagi seperti dulu.”19
Peneliti juga melakukan wawancara dengan Sisi, mengatakan:
“Saya merasa nyaman berada di panti, saya senang punya teman-teman yang baik di sini. Biasanya saya di rumah tidak punya teman, karena saya hanya bermain di dalam rumah dengan kakak saya itupun kalau dia pulang kuliah dari Padang. Di rumah saya merasa sepi tetapi di sini tidak, ternyata masih banyak orang lain yang nasibnya sama dengan saya. Sekarang saya berada di kelas persiapan, saya sudah bisa menulis dan berhitung, tetapi membaca
belum terlalu lancar.”20
18Elsi, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
Wawancara Langsung, 15 Juni 2017
19
Patra Hadi, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
Wawancara Langsung, 15 Juni 2017
20Sisi, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
Pada kesempatan lain peneliti juga melakukan wawancara dengan anak binaan lain di kelas dasar yaitu Jenida Aprilia, mengatakan:
“Saya sekarang berada di kelas dasar, saya sudah bisa membaca. berhitung, menulis dan saya juga sudah mulai bisa memijat meskipun belum terlalu mahir. Saya juga bisa memainkan alat musik, di sini saya paling senang belajar memainkan alat musik, dan bernyanyi. Ketika memainkan musik itu terasa beban dipikiran saya hilang, orang-orang juga banyak yang bilang kalau suara saya bagus dan merdu didengar. Dulu saya malu kalau nyanyi di depan orang banyak tetapi sekarang Alhamdulillah, sudah tidak lagi. Itu karena saya sering latihan nyanyi di panti, dan diajarkan oleh guru
vokal yang baik.”21
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 16 Juni 2017 ketika peneliti masuk dikelas dasar, pada saat itu mereka sedang belajar keterampilan alat musik. Peneliti melihat Jeni Aprilia bernyanyi dengan suara merdu diiringi temannya yang memainkan gitar serta teman yang lain menggunakan giring dan gendang. Mereka bertiga kompak dan Jeni juga terlihat sangat percaya diri. Peneliti juga melakukan wawancara dengan Sesmilawati, mengatakan:
“Saya berada di kelas dasar, keahlian yang saya miliki saat ini adalah saya telah mampu berhitung, membaca dan menulis huruf Braille, selain itu saya juga mahir membaca huruf Arab Braille karena saya sangat suka belajar KIAB (Kursus Ilmu Arab Braille). Pada awalnya saya merasa sulit untuk membaca huruf Arab Braille tetapi setelah belajar dengan giat dan tekun akhirnya saya bisa. Saya juga belajar pijat Shiatsu walaupun sekarang belum terlalu mahir, karena kami masih diajarkan ilmu dasar pijat Shiatsu. Sejauh ini saya merasa keterampilan pijat Shiatsu yang diajarkan
kepada kami tidak terlalu sulit dan mudah dipahami.”22
Peneliti juga melakukan wawancara dengan Donaldi, mengatakan:
21
Jenida Aprilia, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
Wawancara Langsung, 16 Juni 2017
22Sesmilawati, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
“Banyak perubahan yang saya alami dari dulu sebelum masuk ke panti dan mulai kelas persiapan sampai sekarang kelas dasar. Perubahan itu baik dari kepribadian diri maupun pengetahuan, perubahan dari diri saya yang saya rasakan selama dibina di panti adalah saya terasa lebih terbuka dengan lingkungan sosial, dulu saya orang yang tertutup meskipun begitu dulu waktu di kampung saya rajin belajar dan bertanya kepada ayah di rumah. ilmu yang saya miliki sekarang lebih banyak dari pada dahulu, karena selama di panti kita belajar setiap hari. Pada kelas persiapan saya selalu mendapat juara satu sampai sekarang, itu berkat ketekunan dan
kedisiplinan yang terus saya tanamkan di dalam diri.”23
Pada kesempatan lain peneliti juga melakukan wawancara dengan anak binaan lain di kelas lanjutan yaitu Fitri Yanti, mengatakan:
“Perubahan yang saya rasakan selama hampir tiga tahun dibina di panti ini adalah terjadi perubahan dalam motivasi hidup saya, dulu saya memiliki motivasi yang kurang. Karena saya berpikir akan jadi apa setelah dewasa, dulu saya tidak punya cita-cita, tetapi sekarang saya bercita-cita menjadi seorang tukang pijit yang profesional dan sukses. InsyaAllah setelah keluar dari panti dan dilepas ke lingkungan masyarakat saya mampu memenuhi kebutuhan hidup saya tanpa bergantung kepada keluarga dan orang lain. Selama di panti kami diajarkan banyak ilmu yang bermanfaat seperti keterampilan-keterampilan seni dan terutama keterampilan pijat Shiatsu. Alhamdulillah saya sudah bisa membaca, berhitung dan menulis huruf Braille Arab dan Indonesia, memainkan gitar,
berceramah, serta pijat Shiatsu.”24
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan ketika bulan ramadhan pada tanggal 19 Juni 2017, Fitri Yanti memberikan ceramah singkat pada acara pesantren ramadhan di musholla panti, Fitri terlihat berbakat menjadi seorang penceramah, suaranya lantang ketika berceramah membuat teman-temannya fokus mendengarkan.
Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan Hamri Adison, mengatakan:
23
Donaldi, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
Wawancara Langsung, 16 Juni 2017
24Fitri Yanti, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
“Sekarang saya sudah bisa pijat Shiatsu, saya sering praktek di klinik panti. Saya senang dengan adanya klinik di panti ini karena akan melatih keahlian pijat Shiatsu yang kita pelajari selama di panti, dan nantinya kita tidak akan canggung ketika membuka klinik pijat di kampung masing-masing, saya juga berencana akan membuka klinik pijat Shiatsu di kampung saya yaitu di Kab. Solok
selatan.”25
Peneliti juga melakukan wawancara dengan Lidya Afriroza, mengatakan: “Cita-cita kami semua di sini tidak terlalu tinggi, umumnya kami bercita-cita sebagai tukang pijat yang profesional. Termasuk saya juga bercita-cita menjadi tukang pijat, selama belajar di panti saya sudah bisa menguasai ilmu pijat Shiatsu, setelah tamat di panti saya ingin bekerja di klinik milik panti. Kemudian nanti setelah
modal terkumpul saya akan membuka klinik milik pribadi.”26
Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan Ramudi, mengatakan bahwa:
“saya sekarang berada di kelas lanjutan, di kelas lanjutan ini kita harus lebih fokus dalam belajar, karena ini adalah kelas akhir penentuan diluluskan atau tidak anak binaan panti. Saya sudah bisa pijat Shiatsu dan sering juga praktek di klinik panti, saya merasa lebih mandiri setelah tiga tahun dibina di panti. Biasanya dulu saya termasuk orang yang malas bekerja dan malas bangun pagi, tetapi selama di panti kami semua ditanamkan nilai-nilai kedisiplinan, etos kerja, dan lainnya. Selama dibina di panti kita tidak boleh malas-malasan, harus bisa mengerjakan sesuatunya sendiri seperti anak normal lainnya. Dulu sewaktu kelas persiapan saya sering menangis ingin pulang dan tidak betah dipanti, tapi lama-kelamaan
hidup mandiri itu menjadi kebiasaan saya.”27
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada anak kelas dasar yang sedang belajar keterampilan tari dengan instrukturnya, peneliti melihat besarnya semangat dan ketekunan dari semua anak binaan, terlihat dalam kekompakan dan kerjasama mereka saat seorang tunanetra yang
25Hamri Adison, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk
Padang, Wawancara Langsung, 19 Juni 2017
26
Lidya Afriroza, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang, Wawancara Langsung, 19 Juni 2017
27Ramudi, Anak Binaan di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
penglihatan low vision menolong temannya yang buta total untuk membenarkan gerakan tangannya. Kesabaran yang dimiliki instruktur tari sangat terlihat jelas dari nada suaranya yang lembut dan pengulangan
gerakan yang sering dilakukan.28
Berdasarkan hasil wawancara dengan dua orang instruktur panti dan sepuluh orang anak binaan dapat penulis simpulkan bahwa proses pemberdayaan yang dilakukan oleh panti melalui tiga tahapan kelas telah mampu memberdayakan anak binaanya, terbukti dari pengakuan anak binaan bahwa mereka merasa terjadi perubahan dalam diri kearah yang lebih baik yaitu mampu menjadi tunanetra yang mandiri dan percaya diri menghadapi tantangan hidup.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sumaryo dalam bukunya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat menyatakan bahwa, tujuan pemberdayaan adalah untuk mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik. Kehidupan masyarakat mencakup semua aspek seperti aspek
ekonomi, sosial, budaya, dan politik.29 Dari beberapa penjelasan di atas
dapat penulis simpulkan dampak yang dirasakan oleh tunanetra setelah dibina di Panti Sosial Bina Netra adalah:
1. Dampak terhadap psikologis, yaitu: a. Tunanetra menjadi lebih percaya diri b. Meningkatnya motivasi hidup
28Observasi, tanggal 20 Juli 2017
29Sumaryo & Kordiyana, Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (Yogyakarta:
c. Terbuka dengan lingkungan sosial d. Menjadi lebih disiplin
e. Semangat dalam belajar
f. Menjadi mandiri, mampu mengurus dirinya sendiri 2. Dampak terhadap inteligensi, yaitu:
1. Memiliki pengetahuan, seperti: berhitung, menulis, dan membaca huruf Braille Arab dan Indonesia, komputer Braille, ilmu kewirausahaan serta pengetahuan agama dan umum.
2. Menguasai keterampilan, seperti: Pijat Shiatsu, keterampilan seni tari, memainkan alat musik: gitar, gendang dan giring serta olah vokal dan kerajinan tangan: membuat bunga, pajangan dinding. D. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi PSBN “Tuah Sakato” Dalam
Memberdayakan Tunanetra
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang peneliti melihat kurangnya minat dan kepedulian masyarakat terhadap penyandang cacat netra, terlihat dari jumlah anak binaan yang sedikit meskipun dikumpulkan dari tiga provinsi. Padahal di luar sana masih banyak tunanetra yang masuk dalam kategori binaan panti. Ditambah lagi, kurangnya usaha dari panti dan pihak-pihak terkait untuk mempromosikan Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tuah sakato” Kalumbuk Padang kepada masyarakat.
Penulis melakukan wawancara dengan instruktur panti untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam memberdayakan tunanetra. Ibu Nilam selaku Instruktur Panti, mengatakan bahwa:
“Hambatan yang saya rasakan selama menjadi instruktur di panti berasal dari anak binaan tersebut, karena tunanetra itu memiliki rasa percaya diri yang rendah sehingga mereka mudah sekali tersinggung, mereka sangat sensitif dengan perlakuan orang-orang disekitarnya. Kami semua instruktur panti di sini selalu mencoba seramah dan selembut mungkin ketika berinteraksi dengan mereka, sayangnya mereka sering mandapat perlakuan kasar dari orang-orang yang bukan instruktur atau pegawai panti, seperti: tukang sapu, penjual makanan, dan masyarakat disekitar panti. Mengatasi hal demikian biasanya kami selalu memberikan motivasi dan semangat kepada mereka agar mereka tidak mudah tersinggung, saya selalu menasehati apabila ada permasalahan yang terjadi antara mereka. Di panti ini kami juga memiliki psikolog untuk
memberikan bimbingan mental kepada anak binaan.”30
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, peneliti menemukan fakta yang dikatakan oleh Ibu Nilam. Ketika melakukan penelitian di wisma perempuan, peneliti mendengar salah seorang juru masak yang berkata dengan ketus kepada salah satu anak binaan perempuan disana. Anak binaan itupun menjawabnya dengan baik, sepertinya mereka telah terbiasa dengan hal seperti itu. Kemudian anak binaan tersebut berkata bahwa mereka adalah orang cacat yang sering dipandang sebelah mata. Sangat terlihat kesedihan yang mereka rasakan, tetapi dibalik itu mereka selalu mencoba untuk tegar dan melawan kesedihan.
Wawancara penulis selanjutya yaitu dengan Bapak Kamisar Kamus selaku kepala panti, mengatakan bahwa:
“Setiap usaha yang dilakukan tidak selalu berjalan dengan mulus, pasti ada hambatan-hambatan yang ditemukan. Saya sebagai kepala panti merasa bahwa hambatan yang kami rasakan dalam memberdayakan tunanetra di panti ini biasanya berasal dari orang tua kelayan, maksudnya adalah sikap pesimis dan acuh tak acuh orang tua dalam memberikan dukungan terhadap anaknya, ini terlihat dalam kurangnya dukungan orang tua untuk memasukkan anaknya ke panti, mereka umumnya beranggapan bahwa sangat
30
Nilam, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang, Wawancara
besar biaya yang dikeluarkan selama anaknya dibina di panti, padahal sebenarnya tidak. Mereka tidak dipungut biaya alias gratis, hanya mungkin biaya awal transportasi dari kampung ke Padang. Mengatasi permasalahan tersebut kami dari panti bekerjasama dengan pihak kecamatan-kecamatan atau TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan) untuk melakukan penjangkauan ke rumah tunanetra tersebut, melakukan pendekatan agar mereka paham dan mau memasukkan anaknya ke Panti Sosial Bina Netra ini. Hambatan lain yang kami temukan adalah sulitnya mencari wali pengganti bagi anak tunanetra yang terlantar serta kurang antusiasnya masyarakat dalam menerima tenaga kerja tunanetra, sebagian besar masyarakat kurang percaya dengan hasil kerja tunanetra, karena mereka menganggap orang buta itu tidak bisa apa-apa. Bagi saya, pemikiran masyarakat yang seperti ini sangat
menghambat proses kemandirian dari tunanetra tersebut.”31
Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan Ibu Elimarnis, yang mengatakan bahwa:
“Hambatan yang saya rasakan sebagai insrtuktur panti adalah saya merasa kesulitan dalam mengadapi tunanetra yang lambat menerima pelajaran yang diberikan, karena mereka sama dengan anak normal lainnya yang memiliki kemampuan atau inteligensi
berbeda. Apalagi mereka tunanetra, jelas lebih susah
mengajarkannya. Tetapi saya dan instruktur lainnya disini selalu sabar dan semangat memberikan pelatihan dan pendidikan kepada anak binaan panti, sangat dituntut ketekunan dan kesabaran kami dalam menghadapi tunanetra. Kami sangat mengharapkan apa yang dicita-citakan panti menjadi kenyataan, terwujudnya tunanetra yang mandiri yang mampu bersaing dengan masyarakat diluar sana. Hambatan lain yang saya rasakan adalah masih kurang siapnya mental tunanetra untuk bersosialisasi di dunia kerja, ini terjadi karena kurang antusiasnya masyarakat dalam menerima
kinerja tunanetra.”32
Berdasarkan observasi dan wawancara yang penulis lakukan, ada beberapa hambatan yang dihadapi Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tuah Sakato Kalumbuk Padang dalam memberdayakan tunanetra yaitu:
31Kamisar Kamus, Kepala Panti, Wawancara Langsung, tanggal 04 Juli 2017 32
Elimarnis, Instruktur Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kalumbuk Padang,
1. Faktor Eksternal
a. Sikap pesimis dan acuh tak acuh orang tua dalam memberikan dukungan kepada tunanetra
b. Ketidakpahaman orang tua terhadap maksud dan tujuan panti c. Sulitnya mencari wali pengganti bagi anak tunanetra yang terlantar d. kurang antusiasnya masyarakat dalam menerima tenaga kerja
tunanetra
e. Kurang ramahnya pelayanan dari petugas-petugas panti seperti: tukang sapu, tukang masak, dan penjaga kantin.
2. faktor Internal
a. Inteligensi tunanetra
b. Tunanetra memiliki rasa percaya diri yang rendah sehingga mudah tersinggung atau sangat sensitif
c. Masih kurang siapnya mental tunanetra untuk bersosialisasi di dunia kerja