• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 5.2 Serbuk Biji Manilkara zapota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 5.2 Serbuk Biji Manilkara zapota"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

69 5. 1 Hasil Determinasi Tanaman

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah sawo manila (Manilkara zapota) yang diperoleh dari Kecamatan Kutoarjo, Jawa Tengah. Sampel dari biji sawo manila kemudian dideterminasi di UPT Materia Medica, Kota Batu, Jawa Timur. Hasil determinasi tanaman menunjukkan bahwa biji sawo manila berasal dari tanaman jenis Manilkara zapota dari famili sapotaceae. Dapat dilihat pada Lampiran 2.

5. 2 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Manilkara zapota 5.2. 1 Serbuk Simplisia Biji Manilkara zapota

Gambar 5.1 Biji Manilkara zapota

Gambar 5.2 Serbuk Biji Manilkara zapota

Pada proses pembuatan serbuk simplisia biji Manilkara zapota, biji dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada biji. Setelah biji dicuci, kemudian biji dikeringkan dengan menggunakan oven. Setelah proses

(2)

pengeringan, kemudian dilakukan proses penggilingan biji Manilkara zapota menjadi serbuk.

5.2. 2 Ekstrak Etanol Biji Manilkara zapota

Dalam pembuatan ekstrak, digunakan pelarut etanol 96%. Serbuk simplisia yang digunakan untuk proses maserasi yaitu sebanyak 200 gram kemudian ditambahkan etanol 96% sebanyak 2 L yang kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah didiamkan selama 24 jam, dilakukan penyaringan dengan menggunakan corong buchner. Filtrat hasil penyaringan disimpan di dalam wadah dan residu yang dihasilkan dilakukan maserasi kembali dengan menggunakan pelarut sebanyak 1 L. Proses remaserasi tersebut dilakukan sebanyak 3 kali selama 3x24 jam. Kemudian filtrat yang telah terkumpul kemudian dibuat menjadi ekstrak kental dengan menggunakan alat rotary evaporator. Proses ekstraksi dengan metode maserasi ini menghasilkan ekstrak kental sebanyak 17,62 gram. Rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi biji Manilkara zapota ini berupa ekstrak kental berwarna coklat tua pekat, dengan konsistensi yang lengket dan aroma yang khas. Hasil rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi biji Manilkara zapota adalah:

Rendemen =

=

5. 3 Hasil Identifikasi Senyawa Kimia dengan Metode KLT

Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etanol biji Manilkara zapota diantaranya terpenoid dan alkaloid. Pada identifikasi senyawa kimia ekstrak etanol biji Manilkara zapota, digunakan fase gerak (eluen) N-heksan : etil asetat dengan perbandingan 9:1 dan fase diam yang digunakan yaitu Kiesel Gel GF-254. Ekstrak yang telah dilarutkan dengan menggunakan etanol kemudian ditotolkan pada plat KLT dan kemudian dilakukan eluasi. Setelah dilakukan eluasi, selanjutnya plat KLT diberikan berbagai penampak noda agar dapat diketahui senyawa apa yang terkandung di dalam ekstrak.

(3)

5.3.1 Hasil Identifikasi Senyawa Alkaloid

Plat KLT yang telah ditotolkan dengan ekstrak etanol biji Manilkara zapota dieluasi dengan menggunakan fase gerak n-heksan : etil asetat (9:1). Hasil dari identifikasi senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) twrhadap senyawa alkaloida memberikan hasil yang positif. Hasil tersebut dapat dilihat dari terbentuknya noda berwarna jingga yang timbul setelah diberikan penampak noda yaitu Dragendorf. Nilai Rf yang didapatkan yaitu 0,26.

Gambar 5.3. Hasil Identifikasi senyawa alkaloid menggunakan metode KLT dengan penampak noda Dragendorf: (a) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 254 nm sebelum diberikan penampak noda; (b) lat KLT yang diamati pada sinar UV 365 nm sebelum diberikan peampak noda; (c) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda Dragendorf, diamati pada snar UV 365 nm; (d) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda Dragendorf, diamati secara visual terdapat warna jingga.

5.3.2 Hasil Identifikasi Senyawa Terpenoid

Plat KLT yang telah ditotolkan dengan ekstrak etanol biji Manilkara zapota dieluasi dengan menggunakan fase gerak n-heksan : etil asetat (9:1). Hasil dari identifikasi senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) twrhadap senyawa terpenoid memberikan hasil yang positif. Hasil tersebut dapat dilihat dari terbentuknya noda berwarna ungu yang timbul setelah diberikan penampak noda yaitu annisaldehid asam sulfat yang selanjutnya dipanaskan menggunakan hot plate. Nilai Rf yang didapatkan yaitu 0,18.

(b)

(4)

Gambar 5.4. Hasil Identifikasi senyawa terpenoid menggunakan metode KLT dengan penampak noda annisaldehid asam sulfat: (a) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 254 nm sebelum diberikan penampak noda; (b) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 365 nm sebelum diberikan peampak noda; (c) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda annisaldehid asam sulfat, diamati pada snar UV 365 nm; (d) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda annisaldehid asam sulfat, diamati secara visual terdapat warna ungu.

5.3.3 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid

Plat KLT yang telah ditotolkan degan ekstrak etanol biji Manilkara zapota dieluasi dengan menggunakan fase gerak n-heksan : etil asetat (9:1). Hasil dari identifikasi senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap senyawa flavonoid memberikan hasil yang negatif. Hasil tersebut dapat dilihat dari tidak terbentuknya noda setelah diberi penampak noda asam sulfat 10% yang kemudian dipanaskan di atas hot plate..

(d)

(5)

Gambar 5.5. Hasil Identifikasi senyawa flavonoid menggunakan metode KLT dengan penampak noda asam sulfat 10%: (a) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 254 nm sebelum diberikan penampak noda; (b) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 365 nm sebelum diberikan peampak noda; (c) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda asam sulfat 10%, diamati pada snar UV 365 nm; (d) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda asam sulfat 10%, diamati secara visual tidk terdapat bercak noda yang timbul.

5.3.4 Hasil Identifikasi Senyawa Polifenol

Plat KLT yang telah ditotolkan degan ekstrak etanol biji Manilkara zapota dieluasi dengan menggunakan fase gerak n-heksan : etil asetat (9:1). Hasil dari identifikasi senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap senyawa polifenol memberikan hasil yang negatif. Hasil tersebut dapat dilihat dari tidak terbentuknya noda setelah diberi penampak noda FeCl 5%.

Gambar 5.6. Hasil Identifikasi senyawa polifenol menggunakan metode KLT dengan penampak noda FeCl 5%: (a) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 254

(a) (b) (c) (d)

(6)

nm sebelum diberikan penampak noda; (b) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 365 nm sebelum diberikan peampak noda; (c) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda FeCl 5%, diamati pada snar UV 365 nm; (d) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda FeCl 5%, diamati secara visual tidak terdapat bercak noda yang timbul.

5.3.5 Hasil Identifikasi Senyawa Antrakinon

Plat KLT yang telah ditotolkan degan ekstrak etanol biji Manilkara zapota dieluasi dengan menggunakan fase gerak n-heksan : etil asetat (9:1). Hasil dari identifikasi senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) twrhadap senyawa antrakinon memberikan hasil yang negatif. Hasil tersebut dapat dilihat dari tidak terbentuknya noda setelah diberi penampak noda larutan KOH 10% dalam etanol.

Gambar 5.7. Hasil Identifikasi senyawa antrakinon menggunakan metode KLT dengan penampak noda larutan KOH 10% dalam etanol: (a) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 254 nm sebelum diberikan penampak noda; (b) Plat KLT yang diamati pada sinar UV 365 nm sebelum diberikan peampak noda; (c) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda larutan KOH 10% dalam etanol, diamati pada snar UV 365 nm; (d) Plat KLT yang sudah diberikan penampak noda larutan KOH 10% dalam etanol, diamati secara visual tidak terdapat bercak warna yang timbul.

Dari hasil identifikasi kandungan senyawa kimia ekstrak etanol biji Manilkara zapota dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), diketahui

(7)

bahwa kandungan senyawa ekstrak etanol biji Manilkara zapota yaitu terpenoid dan alkaloid.

Tabel V.1 Hasil KLT Ekstrak Etanol Biji Manilkara zapota dengan Menggunakan Eluen n-heksan ; etil asetat (9:1).

No. Senyawa Penampak Noda

Noda

Visual Nilai Rf Hasil 1. Alkaloid Dragendorf Jingga 0,26 + 2. Terpenoid Annisaldehid

asam sulfat Ungu 0,18 +

3. Flavonoid Asam sulfat

10% - - -

4. Polifenol FeCl 5% - - -

5. Antrakinon Larutan KOH

10% - - -

5. 4 Hasil Perhitungan Panen Sel MCF-7 dalam Media Kultur

Sel kanker payudara MCF-7 yang digunakan dikultur dalam media DMEM (Dulbecco’s Modified Eangle’s Medium) yang kemudian disimpan di dalam incubator CO2 pada suhu 37˚C dan pH 7,4 selama 24 jam. Setelah itu, sel

yang diperoleh kemudian diamati menggunakan mikroskop inverted untuk dilakukan perhitungan sel dengan perbesaran yang digunakan yaitu 10x10. Perhitungan sel dilakukan dengan menggunakan hemositometer untuk menghitung jumlah sel yang akan ditransfer ke dalam well plate 96. Perhitungan sel yang akan ditransfer ke dalam well plate 96 menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah sel terhitung/mL :

=

(8)

5.4.1 Perhitungan Kebutuhan Sel MCF-7 Untuk Pengujian MTT Assay Untuk pengujian sitotoksisitas dibutuhkan 100 sumuran, dimana pada setiap sumuran berisi sel. Jumlah plate yang digunakan dalam pengujian sampel sebanyak 100 sumuran. Dari hasil perhitungan sel yaitu sebanyak 58,25 x sel/mL, maka jumlah sel yang ditransfer ke dalam 100 sumuran yaitu sebesar: Volume panenan sel yang ditransfer =

=

= 1,72 mL ~ 1.720 µl sel

Jumlah yang dimasukkan pada setiap sumuran adalah sebesar 100 μl. Sehingga jumlah media kultur untuk 100 sumuran sebesar 10 mL. Jadi sel yang akan digunakan untuk 100 sumuran sebesar 1,72 mL dengan estimasi jumlah sel ± pada tiap sumuran akan ditambahkan media kultur sampai 10 mL. Maka jumlah media kultur yang ditambahkan yaitu = 10 mL – 1,72 mL = 8,28 mL. 5.5 Uji Sitotoksisitas Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7 dengan Metode MTT-Assay

Hasil uji sitotoksisitas kontrol positif yaitu doksorubisin terhadap sel kanker payudara MCF-7 dengan metode MTT Assay setelah diberikan control positif yaitu doksorubisin. Sel yang telah mati berwarna hitam berbntuk bulat tidak beraturan. Hasil pengamatan setelah diberikan control positif dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut dengan perbesaran 100 kali.

Gambar 5.8 Sel yang sudah diberikan kontrol positif doksorubisin. (a) Pada doksorubisin dengan konsentrasi 100 µg/mL dapat dilihat terdapat sel yang mati berwarna bulat dn berbentuk tidak beraturan; (b) Pada doksorubisin dengan

(a) (b)

Sel mati Sel

(9)

konsentrasi 12,5 µg/mL dapat dilihat terdapat sel yang mati dan berbentuk tidak beraturan.

5.6 Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Biji Manilkara zapota Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7 dengan Metode MTT-Assay

Hasil uji sitotoksisitas ekstrak etanol biji Manilkara zapota terhadap sel kanker payudara MCF-7 dengan metode MTT Assay setelah diberikan larutan uji, menunjukkan adanya sel yang mati dan terdapat pula sel yang masih hidup. Gambar kondisi sel yang telah mati dan sel yang masih hidup dapat dilihat pada Gambar 5.9 berikut dengan perbesaran 100x.

Gambar 5.9 Sel yang telah diberikan larutan uji ekstrak etanol biji Manilkara zapota. (a) Larutan uji konsentrasi 700 µg/mL terdapat banyak sel yang mati, terlihat dari bentuk sel yang berwarna hitam dan bentuknyatidak beraturan; (b) Larutan uji konstrasi 250 µg/mL terdapat sel yang mati dan sel yang masih hidup. Sel yang teah mati berwarna hitam dan berbetuk tidak beraturan, sedangkan untuk sel yng masih hidup terlihat berwarna bening dan berbetuk bulat.

5.7 Data Hasil Uji Sitotoksistas dari Ekstrak Etanol Biji Manilkara zapota dan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7 dengan Metode MTT Assay

Setelah kultur sel diberikan berbagai perlakuan, maka selanjutnya sel akan diberikan reagen MTT sebanyak 100 µl pada masing-masing sumurannya dan kemudian diinkubasi selama 2-4 jam. Setelah diinkubasi, kemudian diberikan stopper yaitu berupa SDS 10%. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan instrumen ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm. Data absorbansi hasil pembacaan ELISA reader dapat dilhat pada Tabel V.2.

(a) (b) Sel Mati Sel Mati Sel Hidup

(10)

Tabel V.2 Hasil Absorbansi Uji Sitotoksisitas dari Ekstrak Etanol Biji Manilkara zapota dan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7.

Sel Uji Bahan Uji Konsentrasi Absorbansi Rata-rata Absorbansi % Viabilitas Sel Hidup R1 R2 R3 MC F -7 Ma n il k a ra z a p o ta (K o n tr o l U ji) 700 0,245 0,249 0,251 0,248 ±0,0035 2,71 % 600 0,239 0,252 0,272 0,254 ±0,0166 5,03 % 500 0,,245 0,276 0,249 0,257 ±0,0168 6,20 % 350 0,276 0,263 0,282 0,274 ±0,0097 12,78 % D o k so ru b is in e (K o n tr o l P o si ti f) 100 0,331 0,328 0,329 0,329 ±0,0015 34,08 % 75 0,357 0,376 0,349 0,361 ±0,0138 46,47 % 50 0,425 0,426 0,360 0,404 ±0,0378 63,12 % 37,5 0,429 0,411 0,394 0,411 ±0,0175 65,83 % 25 0,404 0,444 0,418 0,422 ±0,0202 70,09 % 18,75 0,493 0,466 0,469 0,476 ±0,0147 91,00 % K o n tr o l N eg a ti f Kontrol Sel 0,919 0,887 0,909 0,8891 ±0,0328 - 0,905 0,946 0,846 0,895 0,918 0,870 0,885 0,879 0,908 0,860 0,820 Kontrol Media 0,256 0,218 0,249 0,241 ±0,0202 - Kontrol Pelarut 0,461 0,492 0,531 0,49925 ±0,0301 - 0,513 Keterangan :R = Replikasi (*):

(11)

Gambar 5.10 Kurva hubungan antara konsentrasi Doksorubisin terhadap % viabilitas sel MCF-7 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Doksorubisin maka persentase viabilitas sel hidup semakin rendah.

Gambar 5.11 Kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak etanol biji Manilkara zapota % viabilitas sel MCF-7 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan uji maka persentase viabilitas sel hidup semakin rendah.

5.8 Analisis Data

Well plate yang telah ditanam sel beserta sampel kemudian dibaca absorbansinya menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 595 nm. Hasil absorbansi yang didapatkan kemudian dipilih dan selanjutnya digunakan untuk perhitungan nilai IC50 dengan analisis probit menggunakan SPSS (Statistic

(12)

konsentrasi, persentase viabilitas sel hidup, dan persen maksimal dari persentase viabilitas sel hidup.

Dari data konsentrasi ekstrak yang digunakan, diperoleh nilai IC50 sebesar

120,184 µg/mL. Sedangkan untuk kontrol positif doksorubisin, diperoleh nilai IC50 sebesar 64,550 µg/mL. Data nilai IC50 dapat dilihat pada Tabel V.3.

Tabel V.3 Hasil Nilai IC50 Ekstrak Etanol Manilkara zapota dan Doksorubisin

Jenis Sel MCF-7

Nama Bahan Uji Ektrak Etanol Biji Manilkara zapota Doksorubisin Nilai IC50

Gambar

Gambar 5.1 Biji Manilkara zapota
Gambar  5.3.  Hasil  Identifikasi  senyawa  alkaloid  menggunakan  metode  KLT  dengan  penampak  noda  Dragendorf:  (a)  Plat  KLT  yang  diamati  pada  sinar  UV  254 nm sebelum diberikan penampak noda; (b) lat KLT  yang diamati pada sinar  UV 365 nm seb
Gambar  5.4.  Hasil  Identifikasi  senyawa  terpenoid  menggunakan  metode  KLT  dengan penampak noda annisaldehid asam sulfat: (a) Plat KLT yang diamati pada  sinar UV 254 nm sebelum diberikan penampak noda; (b) Plat KLT yang diamati  pada  sinar  UV  365
Gambar  5.5.  Hasil  Identifikasi  senyawa  flavonoid  menggunakan  metode  KLT  dengan  penampak  noda  asam  sulfat  10%:  (a)  Plat  KLT  yang  diamati  pada  sinar  UV 254 nm sebelum diberikan penampak noda; (b) Plat KLT  yang diamati pada  sinar  UV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perdagangan yang terjadi antardaerah di Indonesia bukan hanya dipicu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat tetapi karena daerah penghasil sumber daya alam atau

ahap perancangan yang melakukan perancangan dokumen pada proses domain Service Transition dan Service Operation berdasarkan komponen people, process, ting dilakukan

Setelah dilakukan proses identifikasi permasalahan, pengguna, dan data, maka dapat diidentifikasi fungsi dari aplikasi yang akan dibangun sebagai berikut: pencatatan data nasabah,

Skripsi dengan judul: “ Hubungan antara Adversity Quotient dengan Prokrastinasi Akademik pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 1 Lawang Tahun Ajaran 2013-2014 ” yang merupakan

Dalam pembahasan hasil peneli­ tian dilakukan dari dua sisi, yaitu anali­ sis deskripsi tiap variabel dan hasil analisis korelasi antar variabel. Berdasarkan hasil penelitian

berdasarkan rasio Pendapatan asli Daerah (PAD), kemampuan keuangan berdasarkan rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) dan tingkat kemandirian daerah

Karema bentenan dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan keputusan pembelian aktiva tetap tapi tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen, karena sunk

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya