Abstrak— Saat ini, kebutuhan akan layanan broadband di Indonesia semakin meningkat. Untuk pengguna yang berada di daerah pedalaman, yang tidak dapat dijangkau dengan perangkat terestrial, pengguna tersebut dapat menggunakan satelit sebagai media untuk mengakses layanan broadband. Setiap pengguna harus memiliki antena agar dapat menangkap sinyal dari satelit tersebut. Semakin besar antena maka harganya pun akan semakin mahal. Agar pengguna dapat menggunakan antena yang lebih kecil maka satelit harus beroperasi di daerah frekuensi yang tinggi. Ka-band merupakan salah satu daerah dengan frekuensi tinggi yang berada pada rentang 27 GHz – 40 GHz dan memberikan banyak keuntungan kepada pengguna salah satunya adalah ukuran antena penerima yang kecil di ground segment. Namun, Ka-band memiliki kekurangan yaitu adanya pengaruh intensitas curah hujan terhadap kerja sistem. Di Indonesia, intensitas curah hujan akan memberikan nilai redaman yang besar karena sesui dengan letak geografisnya, Indonesia memiliki intensitas curah hujan yang tinggi. Dalam tugas akhir ini, akan dirancang satelit broadband nasional dengan menggunakan daerah frekuensi Ka-band yang dapat menanggulangi kekurangan daerah frekuensi ini agar Indonesia dapat memiliki satelit broadband sendiri.
Index Terms—Broadband, Ka-band, Satelit
I. PENDAHULUAN
eknologi layanan berbasis broadband merupakan salah satu teknologi yang saat ini cukup diminati. Di Indonesia, layanan – layanan yang mensyaratkan bit rate lebih dari 2 Mbps ini sudah menjangkau pelanggan perusahaan hingga ke pelanggan rumahan. Banyak perusahaan yang menggunakan layanan ini, terutama perusahaan – perusahaan yang memberikan layanan yang mensyaratkan ketepatan dan kecepatan waktu, seperti perusahaan – perusahaan yang bergerak pada bidang telekomunikasi dan perbankan. Untuk pelangan rumahan, rata – rata teknologi ini digunakan pada layanan internet dan multimedia.
Seiring meningkatnya permintaan atas layanan tersebut, kemampuan teknologi ini terus dikembangkan. Pengembangan teknologi ini dapat dilakukan dengan memperbaiki kinerja media yang digunakannya. Media yang akan dibahas pada tugas akhir ini merupakan satelit.
Dalam kerjanya, satelit menggunakan suatu daerah frekuensi tertentu dimana setiap daerah frekuensi memiliki kekurangan dan kelebihan masing – masing. Salah satu daerah
frekuensi satelit, yang selanjutnya akan dibahas pada tugas akhir ini adalah daerah frekuensi Ka-band. Dalam tugas akhir ini, akan dirancang satelit broadband nasional yang menggunakan daerah frekuensi Ka-band. Rancangan satelit ini diberi nama ITBSAT. ITBSAT ini dibuat untuk menutupi kekurangan sistem komunikasi satelit yang menggunakan daerah frekuensi Ka-band agar pengguna media satelit di Indonesia dapat merasakan kelebihannya dikarenan banyaknya kelebihan yang diberikan.
II. DAERAH FREKUENSI KA-BAND
Daerah frekuensi Ka-band (Inggris: Ka-band atau
Kurtz-above band) adalah band gelombang mikro dari spektrum
elektromagnetik dengan jangkauan antara 27GHz – 40GHz. Saat ini daerah frekuensi Ka-band diaplikasikan untuk telekomunikasi satelit, antara lain untuk keperluan internet,
video conference, video telephone, data broadcasting, voice
(telepon) pada daerah pedalaman, medecine,
tele-education, local television (broadcasting) satellite data relay services, Inter Satellite Links (ISL), news gathering dan PC Networks. Namun demikian, sebagian besar aplikasi yang akan
dilayani oleh daerah frekuensi Ka-band adalah aplikasi internet dan multimedia.
A. Kelebihan dan Kekurangan Daerah Frekuensi Ka-Band
o Kelebihan daerah frekuensi Ka-band
• Tersedianya bandwidth frekuensi yang cukup besar. • Tidak memerlukan antena berukuran besar. • Kapasitas sistem yang lebih besar.
• Selalu tersedia akses pada lokasi yang tidak memungkinkan jaringan terestrial dibangun
o Kekurangan daerah frekuensi Ka-band
• Memerlukan lebih banyak daya untuk mentransmisikan sinyal jika dibandingkan dengan satelit yang menggunakan daerah frekuensi dibawahnya.
•
Semakin tinggi frekuensi Ka-band maka semakin rentan terhadap perubahan kondisi atmosfirB. Redaman yang Berpengaruh pada Daerah Frekuensi Diatas 3 GHz
Pada daerah frekuensi tinggi seperti Ka-band, ada beberapa redaman yang cukup besar mempengaruhi sistem komunikasi satelit. Berikut ini merupakan redaman yang berpengaruh:
S
TUDI
P
ERENCANAAN
S
ATELIT
B
ROADBAND
N
ASIONAL
M
ENGGUNAKAN
K
A
-B
AND
Prita Kandella, Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro, Institut Teknologi
Bandung
1) Redaman Gas
Pengurangan amplituda sinyal yang dikarenakan oleh gas – gas pada atmosfir bumi yang terdapat pada jalur transmisi.
2) Redaman Hidrometeor
Pengurangan amplituda sinyal yang dikarenakan oleh hidrometeor (hujan, awan, kabut, salju, dan es) pada jalur transmisi. Redaman akibat hujan dapat berpengaruh cukup signifikan pada frekuensi diatas 10 GHz, sedangkan Redaman akibat awan dan kabut berpengaruh lebih kecil dibanding redaman akibat hujan, namun redaman tersebut tetap harus diperhitungkan pada link budget, khususnya pada frekuensi diatas 15 GHz. Redaman akibat salju kering dan partikel es biasanya sangat rendah dan tidak dapat diteliti pada jalur komunikasi luar angkasa dengan frekuensi dibawah 30 GHz.
3) Tropospheric Scintillation
Diakibatkan oleh perbedaan small-scale index yang disebabkan oleh gangguan dari lapisan tropospher yang terjadi pada jalur komunikasi satelit.
4) Polarization Losses
Perubahan pada karakteristik polarisasi gelombang radio yang disebabkan oleh hidreometeor (terutama hujan dan partikel es) dan multipath propagation.
5) Radio Noise
Keberadaan sinyal atau daya yang tidak diharapkan pada daerah frekuensi di jalur komunikasi, yang disebabkan oleh manusia.
6) Variasi Sudut Kedatangan
Perubahan pada arah propagasi gelombang radio yang disebabkan oleh perubahan index pembiasan pada jalur transmisi.
7) Bandwidth Coherence
Batasan yang lebih tinggi pada bandwidth informasi atau kapasitas kanal yang dapat ditunjang oleh gelombang radio, disebabkan oleh atmosfir yang dispersif.
8) Pengurangan Gain Antena
Pengurangan gain pada receiving antenna yang disebabkan oleh dekolerasi amplituda dan fasa terhadap aperture.
III. PERANCANGAN CAKUPAN SINYAL SATELIT
ITBSAT ini direncanakan akan mengorbit pada garis bujur 1180 dengan frekuensi uplink berada disekitar 28 GHz
dan frekuensi downlink berada disekitar 18 GHz. Pada stasiun bumi, diasumsikan diameter antena stasiun hub adalah 5 meter dengan efisiensi 70% dan G/T bernilai 28,5 dB/0K sedangkan
antena pelanggan adalah Ultra Small Aperture Terminal (USAT) yang memiliki diameter 45 cm dengan efisiensi 70% dan G/T bernilai 12 dB/0K. Baik antena stasiun hub maupun
pelanggan berpolarisasi sirkular dan menggunakan modulasi
Quadrature Phase Shift Keying (QPSK). Dalam sistem
komunikasi satelit ini, antena hub direncanakan berada di Denpasar dan pelanggan yang menggunakan layanan broadband melalui ITBSAT ini tersebar di seluruh Indonesia. Pola perancangan sistem komunikasi ini dengan menggunakan sampel pelanggan pada setiap pulau besar di Indonesia dimana
pada setiap pulau diambil satu kota untuk dihitung link budgetnya.
A. Penghitungan Redaman
Pada perancangan ITBSAT ini, penulis hanya mengambil beberapa redaman pada daerah frekuensi diatas 3 GHz. Dengan pertimbangan, sudut elevasi yang akan penulis ambil pada perancangan sistem komunikasi satelit ini lebih dari 100
dan penulis menggunakan daerah frekuensi Ka-band sehingga redaman selain yang akan penulis hitung tidak begitu berpengaruh.
o Free Space Loss
Hasil penghitungan diatas untuk jalur downlink bernilai 208,7 dB. Sedangkan untuk jalur uplink LFSbernilai 212,5 dB o Redaman Hujan
Dari hasil penghitungan redaman hujan menggunakan model ITU-R. Didapatkan hasil seperti pada tabel I dan II.
TABELI
Nilai Redaman Hujan Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Uplink dari Denpasar Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 30,6 14,7 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 30,6 16 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 30,6 19,9 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 30,6 18 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 30,6 14,2 TABELII
Nilai Redaman Hujan Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Downlink menuju Denpasar Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 30,5 14,4 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 32,8 14,4 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 41 14,4 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 37,4 14,4 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 28,3 14,4 o Tropospheric Scintillation
Dari hasil penghitungan tropospheric scintillation menggunakan model ITU-R. Didapatkan hasil seperti pada tabel III dan IV.
TABELIII
Nilai Tropospheric Scintillation Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Uplink dari Denpasar
Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 0,057 0,088 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 0,057 0,089 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 0,057 0,085 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 0,057 0,085 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 0,057 0,098 TABELIV
Nilai Tropospheric Scintillation Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Downlink menuju
Denpasar Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 0,113 0,052 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 0,114 0,052 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 0,108 0,052 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 0,109 0,052 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 0,127 0,052 o Redaman Gas
Dari hasil penghitungan redaman gas menggunakan model ITU-R. Didapatkan hasil seperti pada tabel V dan VI.
TABELV
Nilai Redaman Gas Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Uplink dari Denpasar
Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 0,279 0,211 Denpasar Palembang 0,279 0,213 (Bali) (Sumatera) Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 0,279 0,204 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 0,279 0,206 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 0,279 0,229 TABELVI
Nilai Redaman Gas Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Downlink menuju Denpasar Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 0,283 0,208 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 0,285 0,208 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 0,274 0,208 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 0,275 0,208 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 0,306 0,208 o Redaman Awan
Dari hasil penghitungan redaman awan menggunakan model Salonen dan Upala. Didapatkan hasil seperti pada tabel VII dan VIII.
TABELVII
Nilai Redaman Awan Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Uplink dari Denpasar Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 0,208 0,087 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 0,208 0,088 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 0,208 0,085 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 0,208 0,085 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 0,208 0,095
TABELVIII
Nilai Redaman Awan Uplink dan Downlink di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Downlink menuju Denpasar Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Uplink (dB) Downlink (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 0,211 0,086 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 0,212 0,086 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 0,204 0,086 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 0,205 0,086 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 0,023 0,086
B. Penghitungan Parameter Link Budget
o Sudut Elevasi
Nilai sudut elevasi dapat dilihat pada tabel IX.
TABELIX
Nilai Sudut Elevasi Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT Sudut Elevasi Antena Hub (derajat) Sudut Elevasi Antena USAT (derajat) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 75,00202 78,94692 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 74,00897 78,94692 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 88,02116 78,94692 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 83,77517 78,94692 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 63,30315 78,94692
o Forward Error Correction (FEC)
FEC pada perancangan sistem komunikasi satelit ini bernilai
0,75. o Overhead
Overhead pada perancangan sistem komunikasi satelit ini
bernilai 0,096 Mbps.
o Gain to Temperature Ratio (G/T)
Nilai G/T saat posisi uplink dari Denpasar dapat dilihat pada tabel X. Sedangkan (G/T)satelit saat terjadi downlink ke Denpasar (Bali) bernilai 33,4 dB/0K.
TABELX Nilai G/T Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT (G/T)satelit (dB/ K) (G/T)hub (dB/ K) (G/T)USAT (dB/ K) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 23,4 28,5 12 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 25,4 28,5 12 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimanta n) 33,4 28,5 12 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 30,4 28,5 12 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 22,4 28,5 12 o Bit Rate
Bit rate downlink sebesar 200 Mbps dan bit rate uplink
sebesar 0,08 Mbps.
o Carrier to Interference Ratio (C/I)
Nilai C/I satelit adalah 15 dB. Nilai tersebut sama baik untuk
C/I uplink maupun downlink.
o Carrier to Noise Density Ratio (C/N0) dan Energy per bit to
Noise Density Ratio (Eb/N0)
NilaiC/N0dan Eb/N0dapat dilihat pada tabel XI dan XII.
TABELXI
Nilai C/N0dan Eb/N0di Beberapa Kota di Indonesia Untuk
Jalur Uplink dari Denpasar
Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT (dBHz) (dBHz) (dBHz) (dB) (dB) (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 126,4 95,4 95,4 13,2 9,8 8,2 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 126,4 96 96 13,2 10,1 8,4 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimanta n) 126,4 100,8 100,8 13,2 11,9 9,5 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 126,4 99,6 99,6 13,2 11,6 9,3 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 126,4 95,4 95,4 13,2 9,8 8,2 TABELXII
Nilai C/N0dan Eb/N0di Beberapa Kota di Indonesia Untuk
Jalur Downlink menuju Denpasar
Lokasi Antena Hub Lokasi Antena USAT (dBHz) (dBHz) (dBHz) (dB) (dB) (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 56,8 136,6 56,8 7,2 16,7 68 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 56,3 136,6 56,3 6,8 16,7 6,4 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimanta n) 56,1 137,2 56,1 6,7 16,7 6,2 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 59,8 134,2 59,8 9,8 79,4 9,8 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 57,8 137,1 57,8 8,2 16,7 7,6
o Daya yang ditransmisikan (Pt) dan Effective Isotropic
Radiated Power (EIRP)
Untuk EIRPsatelit pada saat uplink dari Denpasar dapat dilihat
pada tabel XIII. Sedangkan untuk EIRPsatelit pada saat
downlink menuju Denpasar adalah 89 dBW untuk Pt yang
sama yaitu 30 dBW
TABELXIII
Nilai EIRP di Beberapa Kota di Indonesia Lokasi Antena
Hub
Lokasi Antena USAT (dB) Denpasar (Bali) Jakarta(Jawa) 79 Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 81 Denpasar (Bali) Balikpapan (Kalimantan) 89 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 86 Denpasar (Bali)
Jayapura (Irian Jaya) 78 o Margin
Nilai margin dapat dilihat pada tabel XIV dan XV.
TABELXIV
Nilai Margin di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Uplink dari Denpasar
Lokasi Antena Hub
Lokasi Antena USAT Margin (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 2,5
Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 2,7 Denpasar (Bali) Balikpapan
(Kalimantan)
3,8 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 3,6 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 2,5
TABELXV
Nilai Margin di Beberapa Kota di Indonesia Untuk Jalur Doenlink menuju Denpasar
Lokasi Antena Hub
Lokasi Antena USAT Margin (dB) Denpasar (Bali) Jakarta (Jawa) 1,1
Denpasar (Bali) Palembang (Sumatera) 0,7 Denpasar (Bali) Balikpapan
(Kalimantan)
0,5 Denpasar (Bali) Makasar (Sulawesi) 1 Denpasar (Bali) Jayapura (Irian Jaya) 1,9 o Link Availability
Link availability yang direncanakan pada ITBSAT ini adalah
99,5%.
C. Perancangan Footprint
Pada ITBSAT terdapat dua macam antena untuk mengakomodasi wilayah pelanggan, yaitu Multi Beam Antenna (MBA) dan Active Phase Array Antenna (APAA), APAA ini jenis antena yang bergerak pada perioda waktu tertentu untuk
mengakomodasi wilayah pelanggan yang tidak tercakup oleh
multi beam antenna.
Jumlah spotbeam ITBSAT adalah 174 spotbeams dimana 156 spotbeams tersebar di wilayah Indonesia, 17 spotbeams pada negara – negara di Asia Tenggara lainnya, dan 1
spotbeam di negara Australia.
Gambar 1. Footprint ITBSAT
IV. PERANCANGAN KAPASITAS SATELIT
Dari data yang didapatkan dari Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (DEPKOMINFO), diprediksikan pada tahun 2009 terdapat 2.000.000 pelanggan layanan broadband. Dimana diasumsikan 1.600.000 diantaranya merupakan pelanggan rumahan, 248.500 pelanggan kantoran, 1500 BTS, dan 150.000 ATM[16]. Dengan
Over Subscribed Factor (OSF) yang disesuaikn dengan OSF yang diberikan PT. Telkom, yaitu untuk pelanggan rumahan sebesar 50, OSF untuk pelanggan kantoran sebesar 5, OSF untuk ATM sebesar 7, dan OSF untuk BTS sebesar 1, dan diasumsikan 20% dari total bandwidth yang didapat dilayani oleh satelit. Dari penghitungan dengan data diatas, didapat total bandwidth satelit yang dibutuhkan adalah sebesar 1,7 GHz. Sehingga untuk melayaninya dibutuhkan 48 transponder dengan bandwidth setiap transponder 36 MHz.
Gambar 2. Grafik Jumlah Pelanggan Broadband
Transponder uplink maupun downlink ITBSAT dibagi menjadi polarisasi horizontal dan polarisasi vertikal, maka ITBSAT dapat beroperasi pada jangkauan frekuensi uplink ITBSAT adalah 27,882 GHz ~ 28,858 GHz dan jangkauan frekuensi downlinknya adalah 17,882 GHz ~ 18,858 GHz.
V. PERANCANGAN KONFIGURASI FISIK SATELIT A. Perancangan Communication Payload
ITBSAT terdiri dari 48 transponder yang masing – masing memiliki bandwidth 36 MHz dan dua macam antena, yaitu MBA dan APAA. Onboard Processing dari ITBSAT ini adalah ATM baseband switching.
Gambar 3. Spesifikasi Communication Payload B. Pemilihan Bus Satelit
Bus satelit ITBSAT merupakan keluaran Boeing dengan platform 601HP. Boeing 601HP ini akan membawa 48 transponder. Berat ITBSAT ini adalah 4.137 kg.
C. Pemilihan Kendaraan Peluncur Satelit
Kendaraan peluncur untuk ITBSAT ini dipilih Ariane 5. VI. KESIMPULAN
ITBSAT merupakan rancangan satelit broadband nasional yang beroperasi pada daerah frekuensi Ka-band dengan jangkauan frekuensi uplink 27,882 GHz sampai dengan 28,858 GHz dan jangkauan frekuensi downlink 17,882 GHz sampai dengan 18,858 GHz. ITBSAT terdiri dari 48 transponder dan dua macam antena, yaitu Multi Beam Antenna yang memiliki EIRP maksimum 89 dBW dan Active Phase Array Antenna yang memiliki EIRP maksimum 78dBW, dengan bit rate downlink 200 Mbps dan bit rate uplink 0,08 Mbps.
Dari simulasi dengan parameter ITBSAT, dapat disimpulkan bahwa, sistem komunikasi satelit dengan menggunakan daerah operasi Ka-band dapat diterapkan di Indonesia
REFERENSI
[1] Suryana, Joko., “Study of Ka-Band Satellite Link Performance at High Intense Rain Cities in Indonesia Using WINDS”, Paper ini telah dipublikasikan dalam International Symposium on Space Technology and Science (ISTS), 2006.
[2] Ippolito Jr, Louis J., “Radiowave Propagation in Satellite Communication”, Van Nostrand Reinhold company, 1986.
[3] Agrawal, Brij N., “Design of Geosynchronous Spacecraft”, Prentice-Hall, 1986.
[4] Haykins, Simon., “Communication Systems (4th Edition)”, John Willey and Sons Inc, 2001.
[5] Elbert, Bruce R., “Satellite Communication Applications Handbook (2nd Edition)”, Artech House Inc, Boston, 2004.
[6] Jones, Robert W., “Handbook on Satellite Communication (HSC) (3rd Edition)”
[7] Gedney, Richard T. “ACTS-Technology Description and Results NASA (National Aeronautics and Space Administration), 2000.
[8] Loo, Suem P., “System Design of An Integrated Terrestrial Satellite Communication Network for Disaster Recovery”, Thesis for Master Degree in Electrical Engineering at Faculty of The Virginia Polytechnic Institute and State University, 2004.
[9] Dissanayake, Assoka., “A Prediction Model That Combines Rain Attenuation and Other Propagation Impairments Along Earth-Satellite Paths”, Published Paper, 2002.
[10] European Space Agency Agence Spatiale Europeenne, “Cost Action 255 – Radiowave Propagation Modelling for Satellite Communication Services at Ku-Band and Above (Final Report)”, 2002.
[11] Recommendation ITU-R P.618-7, “Propagation Data and Prediction Methods Required for The Design of Earth-Space Telecommunication Systems”.
[12] Rekomendasi ITU-R P.838. [13] Rekomendasi ITU-R P.839. [14] Rekomendasi ITU-R P.840. [15] Module Palapa-C Satellite System
[16] PT. Elektronika Utama, “Eigen Satellite”, ITB.
[17] Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), “Overview of WINDS”, 2005.
[18] Slide Kuliah Joko Suryana, “Skenario Trafik WIMAX untuk ISP”, ITB. [19] www.wikipedia.org
[20] www.kompas.com