• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA Bambu Sifat-sifat Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA Bambu Sifat-sifat Umum"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2. 1. Bambu

2.1.1. Sifat-sifat Umum

Menurut Widjaja (2001), bambu adalah tanaman yang termasuk keluarga Bambusoideae, salah satu anggota sub familia rumput-rumputan (Gramineae) yang tumbuh di daerah tropis dan sub tropis mulai dari lembah sampai perbukitan. Bambu mudah sekali dibedakan dari tumbuhan lain, karena batang bambu berbentuk tabung silinder dengan diameter sampai 30 cm dan panjangnya dapat mencapai 35 meter. Batang bambu umumnya berongga dan terbagi atas ruas (internode) yang dibatasi oleh buku (node). Percabangannya unik, karena setiap ruasnya bercabang.

Pertumbuhan bambu sangat cepat. Pada masa pertumbuhan, bambu tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm/jam, atau 120 cm/hari. Pemanfaatan bambu perlu memperhatikan umurnya, karena makin tua umur bambu, makin besar berat jenisnya. Semakin besar berat jenisnya, semakin besar pula kekuatan mekaniknya. Menurut Sattar et al. (1991), berat jenis bambu maksimum dicapai pada umur 3 tahun, setelah itu berat jenisnya tidak bertambah lagi. Oleh karena itu, untuk penggunaan konstruksi pada umumnya digunakan bambu berumur 3 sampai 6 tahun yang dipotong segera setelah tumbuhnya tunas-tunas baru. Sebagai familia rumput-rumputan, penebangan batang bambu tidak akan mematikan rumpun. Rumpun tersebut dapat terus menghasilkan buluh-buluh baru.

Dari sekitar 143 jenis bambu yang tumbuh di Indonesia diketahui sekitar 60 spesies diantaranya tumbuh di Pulau Jawa. Banyaknya bambu di Pulau Jawa, membuat pemanfaatan bambu sangat beragam. Bambu dimanfaatkan mulai dari akar hingga daun. Akar bambu pada umumnya dimanfaatkan untuk ukiran, sementara buluhnya untuk bahan bangunan, alat pertanian, kerajinan tangan, serta alat musik. Sementara daunnya digunakan untuk pembungkus makanan.

Salah satu bambu yang tumbuh melimpah di Pulau Jawa adalah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz). Bambu yang juga ditemukan di Burma ini, sering digunakan untuk konstruksi. Bambu tali tumbuh berumpun rapat. Buluhnya dapat mencapai 22 meter dengan bagian pangkal sampai tengah batang lurus dengan ujung batang melengkung. Percabangannya dimulai pada 1,5 m dari permukaan tanah, terdiri dari 5 – 11 cabang, satu

(2)

cabang lateralnya lebih besar dari yang lain. Buluh mudanya berbulu coklat, tetapi luruh ketika sudah tua dan berwarna hijau. Panjang ruasnya 20 – 60 cm dengan diameter 4 -15 cm dan tebal dinding sampai 15 mm. Daunnya berukuran 13-49 cm x 2 -9 cm (Widjaja, 2001).

2.1.2. Sifat Fisik dan Mekanik Bambu Tali

Pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan perlu didukung oleh data tentang sifat fisik dan mekaniknya. Sifat fisik bahan bambu yang perlu diteliti meliputi berat jenis, kadar air dan kembang susut. Hal ini erat kaitannya dengan keadaan/temperatur udara, yang akan mempengaruhi kelembaban udara.

Seperti halnya kayu, sifat mekanik bambu sangat dipengaruhi oleh kadar air pada waktu pengujian. Sifat-sifat mekanik bambu akan bertambah, seiring dengan turunnya kadar air, tetapi berkorelasi positif terhadap berat jenis (Dransfield dan Wijaya, 1995).

Sifat mekanik menunjukkan kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menahan beban. Agar suatu bahan dapat dipakai secara optimum, maka sifat mekanik bahan harus dipahami benar. Tanpa pemahaman sifat mekanik, pemakaian bahan dapat berlebihan, sehingga dari segi ekonomi menjadi boros, sedangkan pemakaian yang terlalu kecil akan membahayakan pemakainya.

Bambu sebagai bahan alam, menurut Frick (2004), sifat fisik dan mekaniknya tergantung pada: jenis bambu, tempat tumbuh, umur bambu; waktu penebangan; kelembaban udara (kadar air kesetimbangan), dan bagian bambu yang diteliti (pangkal, tengah atau ujung serta bagian dalam atau bagian tepi/luar).

Pengujian sifat fisik dan mekanik bambu telah dilakukan oleh banyak peneliti di dunia dan menjadi acuan penelitian selanjutnya. Salah satunya adalah hasil penelitian Janssen (1981) yang menyusun hasil pengujian sifat fisik dan mekanik bambu berdasarkan perbandingan antara tegangan terhadap massa jenisnya (G), dengan hasil sebagai berikut :

Kuat tekan : σ = 0,094 x G tk Kuat lentur : σl = 0,14 x G

Kuat geser :

τ

g = 0,021 x G

(3)

Di Indonesia, penelitian mengenai sifat fisis dan mekanis beberapa jenis bambu lokal telah dilakukan, salah satunya adalah hasil penelitian Syafi’i (1984) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994) yang meneliti 5 jenis bambu, yaitu bambu betung, bambu gombong, bambu kuning, bambu tali dan bambu sembilang. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sifat fisik dan mekanik beberapa jenis bambu

Sifat yang diuji Jenis Bambu

Betung Gombong Kuning Tali Sembilang

1. Berat Jenis 0,61 0,55 0,52 0,65 0,71 2. Susut Volume (%) Bsh - KU 10,62 12,36 11,29 12,45 11,05 KU - KT 4,99 4,96 4,74 4,6 4,49 Susut tebal (%) Bsh - KU 6,02 7,94 4,31 5,83 3,04 KU - KT 4,3 5,75 5,47 5,32 7,03 Susut lebar (%) Bsh - KU 4,81 6,58 3,19 6,3 2,48 KU - KT 4,83 5,96 4,19 3,6 7,57 3. M O R (kg/cm2) 1.638 1.356 1.148 -*) 1.824 4. M O E (kg/cm2) 131.192 98.294 76.205 -*) 143.207 5. Kuat Tekan // (kg/cm2) 605 521 455 -*) 627 6. Kuat Tarik // (kg/cm2) 2.127 1.914 1.322 2.004 1.907

Sumber : Syafi’i (1984) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994)

Keterangan : *) Tidak dapat dibuat spesimen percobaan karena dinding terlalu tipis.

Sementara sifat mekanik bambu tali yang dipanen pada umur 3 tahun menurut Widjaja dalam Dransfield dan Widjaja (1995) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Sifat mekanik bambu tali (Gigantochloa apus Kurz)

Sifat Mekanik

Basah Kering Udara

dgn buku tanpa buku dgn buku tanpa buku

MOR (N/mm2)* 102 71,5 87,5 74,5

Kuat Tekan (N/mm2) 24 23,5 37,5 33,9

Kuat Geser (N/mm2) 7,68 5,99 7,40 7,65

Kuat Tarik // (N/mm2) 294**) 299**)

Catatan : *) sampel berupa buluh bambu **) tidak ada keterangan sampel.

(4)

Kekuatan mekanis bambu sangat dipengaruhi oleh jumlah serat pada bambu. Penyebaran serat bambu bervariasi baik secara horizontal, maupun secara vertikal. Persentasi serat dibagian luar lebih banyak. Dalam arah vertikal jumlah serat makin ke atas makin bertambah (Liese, 1980). Nuryatin (2000) yang meneliti beberapa sifat dasar bambu, juga meneliti sampel bambu tali dengan variabel posisi vertikal sampel (pangkal, tengah dan atas) Adapun bambu tali yang digunakan berasal dari daerah Dramaga, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Sifat fisik dan mekanik bilah bambu tali

Sifat Dasar Pangkal Ujung Rata-rata

Berat Jenis 0,37 0,49 0,43 Susut Tebal (%) 19,85 12,48 16,16 Susut Lebar (%) 19,19 12,69 15,94 Kuat Tekan// (kg/cm2) 302,06 312,01 307,03 Kuat Tarik// (kg/cm2) 1.312,79 1.480,18 1396,48 MOE (kg/cm2)* 123.598 153.385 138.492 Sumber: Nuryatin (2000)

Catatan : *) sampel berupa bilah bambu

Serat bambu pada bagian buku tidak semua lurus, sebagian berbelok menuju sumbu batang, sebagian lagi menjauhi sumbu batang. Oleh karena itu, kuat tarik bambu pada bagian buku adalah bagian terlemah. Penelitian Morisco (2005) terhadap kuat tarik bambu tali memberikan nilai 151 MPa untuk kuat tarik sampel tanpa buku dan 55 MPa untuk sampel dengan buku. Selanjutnya, penelitian tersebut juga dilakukan untuk mengamati kuat tarik dan kuat tekan sampel yang dibedakan berdasarkan posisinya seperti dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Kuat tarik dan kuat tekan bambu tali

Bagian Kuat Tarik (MPa) Kuat Tekan (MPa)

Pangkal 144 215

Tengah 137 288

Ujung 174 335

Sumber : Morisco (2005)

Pemakaian bambu sebagai bahan bangunan harus dirancang berdasarkan kekuatan bambu. Berdasarkan hasil pengujian bambu memberikan nilai yang bervariasi, maka dengan memperhitungkan faktor keamanan dapat diperoleh nilai tegangan ijin.

(5)

Penelitian yang dilakukan Purwito (1995) terhadap bambu tali yang berumur lebih dari 3 tahun selain memberikan hasil berupa kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur dan MOE juga memberikan rekomendasi tegangan ijin, seperti dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kuat tarik, kuat tekan, kuat lentur dan MOE bambu tali Sifat Mekanis Hasil Penelitian (kg/cm2) Tegangan Ijin (kg/cm2) Tegangan Ijin (MPa) σtarik 1.000 – 4.000 300 29,20 σtekan 250 – 1.000 80 7,84 σlentur 700 – 3.000 100 9,81 MOE 100.000 – 300.000 100.000 9.806 Sumber : Purwito (2005)

Penelitian sifat mekanik bambu juga pernah dilakukan untuk meneliti tegangan lentur batas, regangan batas tarik dan modulus elastisitas lentur. Penelitian yang dilakukan oleh DPMB (1984) dalam Morisco (2006) menggunakan sampel bambu bebas cacat dengan sampel bambu kering udara dengan kadar air 10 -20%. Penelitian dilakukan menggunakan tiga jenis bambu, yaitu bambu tali, bambu temen dan bambu petung. Khusus nilai rata-rata hasil penelitian terhadap bambu tali dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Nilai elastisitas bambu tali

Besaran Rata-rata

dengan buku tanpa buku

Teg batas lentur (MPa) 80 124

Regangan batas tarik (x 10-6) 7.099 8.885

Modulus elastisitas lentur (MPa) 5.751 12.133

Modulus elastisitas tarik (MPa) 8.908 15.225

Sumber : Morisco (2006)

2.1.3. Keawetan dan Pengawetan Bambu

Bambu pada umumnya mudah diserang jamur dan serangga (kumbang dan rayap). Keawetan bambu tergantung pada keadaan lingkungan, tetapi secara umum bambu yang tidak diawetkan dan berhubungan langsung dengan tanah dan tidak terlindung hanya dapat bertahan 1-3 tahun. Penggunaan bambu yang terlindung di bawah atap dapat bertahan 4 - 7 tahun atau bahkan lebih, tergantung pada penggunaan dan kondisinya. Bambu yang

(6)

digunakan dalam lingkungan ideal seperti untuk rangka atap dapat bertahan sampai lebih dari 10 – 15 tahun (Liese , 1980b).

Keawetan alami bambu sangat tergantung pada beberapa faktor; di antaranya umur, waktu penebangan dan kandungan pati, cara penyimpanan dan pemakaian serta pengaruh iklim. Pada umumnya kerusakan bambu disebabkan oleh bubuk kayu kering. Menurut Nandika et al. (1994), jenis bambu yang kandungan patinya tinggi cenderung lebih disukai bubuk kayu kering.

Untuk mendapatkan bambu yang kadar patinya rendah, upaya dapat dilakukan dengan mengatur waktu penebangan, yaitu pada saat kandungan patinya rendah. Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) pemanenan bambu harus dilakukan pada awal musim panas untuk menghindari serangan bubuk. Selanjutnya dijelaskan pula, untuk bambu tali yang tumbuh di Indonesia, waktu pemanenan yang terbaik adalah antara bulan Maret dan Oktober. Sementara menurut Morisco (2005), berdasarkan tradisi di Jawa waktu yang baik adalah antara akhir Maret sampai pertengahan Mei. Walaupun tidak diketahui alasannya, tetapi cara tersebut memberikan hasil yang baik.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian, semakin tinggi kandungan pati pada bambu, semakin tinggi pula kemungkinan bambu itu diserang kumbang bubuk. Berdasarkan penelitian Sulthoni (1988) dalam (Morisco, 2005), bambu ampel mempunyai kandungan pati yang sangat tinggi, sehingga cukup potensial diserang bubuk, sebaliknya bambu tali mempunyai kandungan pati yang rendah, sehingga kurang disenangi bubuk.

Upaya pengawetan bambu dapat dilakukan baik dengan cara tradisional maupun secara kimia. Secara tradisional, biasanya setelah ditebang bambu direndam dalam air tergenang, air mengalir ataupun dalam lumpur selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Menurut Nandika et al. (1994), metoda tersebut dapat menurunkan kandungan pati dan cukup baik untuk mengurangi serangan bubuk tetapi tidak efektif terhadap serangan jamur dan rayap. Metoda itu mempunyai kelemahan; antara lain : memerlukan waktu yang lama, menyebabkan bambu berbau dan akan menurunkan kekuatan mekaniknya.

Keterawetan bambu secara umum rendah dan tergantung pada jenis, umur dan kadar air buluh, metoda perlakuan dan jenis bahan pengawet. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh anatomi struktur. Anatomi bambu berbeda dengan anatomi kayu yang berpengaruh terhadap cara pengawetannya. Vessel pada bambu arahnya axial dan terisolasi satu dengan

(7)

yang lainnya dan hanya berhubungan pada ruas. Selain itu bambu tidak mempunyai sel jari-jari (Suardika, 1994). Oleh karena itu, dapat dianggap larutan pengawet hanya bergerak dalam arah vertikal.

Bahan pengawet yang digunakan adalah bahan kimia yang beracun terhadap organisma perusak seperti: tembaga (Cu), chrom (Cr), flour (F) dan boron (Br). Bahan yang digunakan, biasanya sudah dalam bentuk formulasi khusus seperti: asam borat, borax, CCB ataupun CCF (Muslich, 2005). Ada beberapa metoda yang biasa dilakukan untuk mengawetkan bambu, mulai dari metoda rendaman, cara Boucherie dan metode pengawetan bambu Boucherie-Morisco (Morisco, 2005).

2.2. Rangka Batang Ruang 2.2.1. Tinjauan Umum

Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan konstruksi yang ringan dan praktis, tetapi cukup kuat. Struktur ruang merupakan suatu bentuk yang berkembang dan menarik. Dibandingkan dengan struktur tradisional, yang merupakan konstruksi bidang, konstruksi ruang membutuhkan bahan yang lebih sedikit, sehingga lebih ringan dan ekonomis. Jika pada struktur bidang, semua elemen dibatasi tempatnya oleh sebuah bidang datar, maka pada konstruksi ruang, elemen tersebut dapat ditempatkan pada sembarang arah dalam ruang (Makowski, 1988).

Struktur rangka batang ruang terdiri dari rangkaian batang sebagai komponen (members) dan alat sambungan (joint). Rangka batang ruang (space truss) sebagai suatu struktur ruang yang pada umumnya terbuat dari bahan pipa besi dengan konus, hexagon dan baut baja yang digabungkan menjadi satu dengan lainnya pada satu titik yang merupakan sambungan sendi (Gambar 2.1.).

Rangka batang ruang pada umumnya digunakan sebagai rangka atap yang merupakan pengembangan dari struktur-struktur bidang, seperti kuda-kuda. Struktur ini terbuat dari komponen-komponen lurus dan didesain untuk mencakup daerah-daerah luas tanpa penumpu-penumpu antara. Rangka ini terdiri dari batang-batang yang digabungkan bersama pada setiap ujung yang stabil sebagai struktur tiga dimensi. Alat sambung yang biasa digunakan pada titik buhul; diantaranya: balljoint dan sambungan dengan pelat yang dibentuk khusus (Gambar 2.2.)

(8)

Gambar 2.1. Konstruksi rangka batang ruang untuk atap.

(a) (b) Gambar 2.2. Alat sambung pada titik buhul.

(a) ball joint dan (b) pelat .

Bentuk dasar dari suatu rangka batang ruang adalah segitiga. Bentuk segitiga ini dalam bentuk ruang tersusun dalam bentuk tetrahedron (Gambar 2.3.), yang dibentuk dari penyambungan enam batang dengan empat titik simpul (joint) dimana tetrahedron ini digunakan sebagai acuan untuk membuat suatu rangka batang ruang. Pada rangka batang ruang berbentuk persegi bangun rangka batang ruang biasa disusun dari bangun tetrahedron dan semi-oktahedron (Gambar 2.4.)

Dalam menganalisa konstruksi rangka diasumsikan : elemen batang lurus, sambungan berupa sambungan sendi; beban dan reaksi hanya bekerja pada titik simpul dan merupakan

(9)

gaya tarik atau tekan, tanpa momen. Pada struktur rangka ruang, beban yang diterima disalurkan ke tiga arah sumbu yaitu sumbu x, y dan z, sebagai gaya yang harus diterima struktur rangka batang ruang. Gaya-gaya ini didistribusikan pada batang sedemikian rupa, sehingga yang timbul pada batang merupakan gaya tarik atau tekan, tanpa momen.

2.2.2. Analisa Gaya Batang pada Konstruksi Rangka Batang Ruang

Dalam perencanaan struktur, kekuatan menjadi faktor yang penting, karena berkaitan dengan keselamatan. Untuk mengetahui apakah suatu dimensi cukup kuat, maka perlu diperhitungkan kekuatan bahan dan gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing komponen akibat beban yang bekerja pada struktur secara keseluruhan. Dalam menganalisa gaya-gaya batang pada konstruksi rangka dikenal beberapa metode perhitungan seperti distribusi momen. Untuk perhitungan rangka batang dimana sambungan merupakan sambungan sendi, maka dapat digunakan cara free body. Metode-metode tersebut pada umumnya diterapkan pada bentuk struktur yang secara geometris bentuknya sederhana; yaitu bentuk struktur dua dimensi. Pada bentuk struktur ruang yang metoda tersebut sulit untuk diterapkan. Metoda lain yang dikembangkan kemudian adalah metode elemen hingga (finite element method). Metoda ini dapat diterapkan pada berbagai bentuk struktur. Pada saat ini perhitungan struktur dengan metode ini telah disusun menjadi program komputer yang akan sangat membantu dalam perhitungan analisa struktur; salah satunya adalah program SAP (Structural Analysis Program) Dalam program ini terdapat fasillitas untuk perencanaan bermacam material struktur, baik baja, beton, kayu maupun bahan lainnya. Untuk menjalankan program tersebut, selain perlu diketahui bentuk struktur yang direncanakan, diperlukan juga masukan mengenai besar-besaran fisik dan mekanik dari material yang akan digunakan.

2.2.3. Perhitungan Kekuatan Komponen

1. Komponen Tarik

Perencanaan komponen tarik pada hakekatnya menentukan luas penampang lintang yang cukup untuk menahan beban yang diberikan. Komponen tarik tanpa lubang akan mencapai kekuataan maksimum bila semua serat penampang lintang batang meleleh, dengan kata lain distribusi tegangan tarik sudah merata pada penampang. Kekuatan itu bisa dinyatakan sebagai berikut :

(10)

Pu = σy. Ab

Keterangan : Pu = Kekuatan maksimum (kg)

σy = Tegangan leleh (kg/cm2)

Ab = Luas penampang bruto (cm2)

Untuk komponen tarik yang berlubang seperti akibat lubang paku keling atau baut, luas penampang lintang yang diredusir (luas netto) digunakan dalam perencanaan. Lubang pada batang akan menyebabkan penyebaran tegangan yang tidak merata.

Kekuatan batang tarik yang berlubang bisa dituliskan sebagai berikut : Pu = σy. An

Dimana : An adalah luas penampang lintang netto. Beban kerja yang aman P bisa

dihitung dengan membagi kekuatan dengan faktor keamanan (safety factor, sf), maka :

sf

A

P

=

σ

y

.

n =

σ

tr

.

A

n ... (2.1.)

Dengan

σ

tr sebagai tegangan ijin tarik untuk kondisi beban kerja.

2. Komponen Tekan

Komponen tekan jarang sekali mengalami tekanan aksial saja. Jika suatu komponen mendapat gaya tekan, maka pada batas tertentu akan timbul kejadian tekuk pada komponen tersebut, beban kritis ini disebut beban tekuk dan dinyatakan dengan Pk.

Namun bila pembebanan ditata sedemikian rupa hingga tekuk dapat diabaikan, maka komponen tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai komponen yang dibebani secara sentris.

Tegangan yang timbul tegangan tekuk

σ

k (kg/cm2)

,

sehingga pada suatu

penampang dengan luas A (cm2) berlaku:

A

P

k

k

=

σ

... (2.2.)

Kekuatan tekuk juga tergantung pada panjang tekuk (Lk) dan momen kelembaman

batang minimal (Imin) dari penampang batang. Untuk perhitungan tekuk dimasukkan pula

(11)

a. Jari-jari kelembaman minimum ( i min) dari penampang A. i min = A Imin ... (2.3.)

b. Kelangsingan (λ) dari batang yang ditentukan oleh rumus : λ = max min

λ

i

Lk

... (2.4.)

c. Menghitung tegangan tekan yang terjadi : σtk = ω .

A P

< tegangan izin ... (2.5.) Keterangan : σtk = Tegangan tekan yang terjadi (kg/cm2)

λ max = Angka kelangsingan maksimum (tanpa satuan)

ω = Harga faktor tekuk (tanpa satuan) P = Gaya tekan pada batang (kg) A = Luas Penampang (cm2) 3. Tekuk pada Komponen Tekan

Pengamatan dapat dilakukan pada dua buah tongkat (T1 dan T2) yang mempunyai penampang `sebesar pensil. Jika tongkat T1 panjangnya 20 cm sementara tongkat T2 panjangnya 100 cm, Besarnya beban maksimum yang dapat diterima tongkat T1 akan lebih besar bila dibandingkan dengan beban maksimum T2. Tegangan pada alas kedua tongkat besarnya sama dengan beban dibagi luas penampang. Walaupun begitu keseimbangan tongkat sangat dipengaruhi oleh kelangsingannya. Besarnya tegangan pada tongkat tepat pada saat akan tertekuk disebut tegangan kritis, sedangkan besarnya gaya maksimum yang dapat diterima sebelum tongkat tertekuk disebut beban kritis (Pcr).

Rumus Euler untuk komponen struktur yang mengalami tekan :

2 2 2 2 2

.

.

.

.

.

k k cr

L

i

A

E

L

I

E

P

=

π

=

π

... (2.6.)

(

)

A

P

i

L

E

A

P

K cr cr

ω

π

σ

.

/

.

2 2

=

=

=

... (2.7.)

(12)

dengan : Pcr = Beban tekuk kritis

E = Modulus elastis

I = Momen inersia minimum

Lk = Panjang tekuk (besarnya tergantung keadaan ujung batang ).

A = Luas penampang i = Jari-jari kelembaman ω = Faktor tekuk

σcr= Tegangan kritis

Untuk konstruksi baja dan kayu, nilai-nilai ω sudah tersedia dalam bentuk tabel. Untuk konstruksi bambu, nilai ini harus dicari terlebih dahulu dengan mempelajari perilaku buluh bambu terhadap pengaruh tekan.

2.3. Sambungan Bambu

Agar pemanfaatan bambu dapat optimal, maka dibutuhkan sambungan yang mampu memikul dan meneruskan gaya-gaya yang bekerja, setara dengan kemampuan buluh bambu. Bentuk bambu yang berupa silinder agak mengerucut dengan lubang di dalamnya serta sekat-sekat yang disebut buku, menjadi kendala dalam pembuatan sambungan, terutama sambungan yang dapat menahan beban tarik. Sebenarnya sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan bentuk sambungan bambu, hanya saja pemakaiannya masih kurang mendapat perhatian. Secara umum sambungan bambu dapat dibagai menjadi dua kategori; yaitu: sambungan bambu tradisional dan sambungan bambu berdasarkan penelitian.

1. Sambungan Bambu Tradisional

Sambungan tradisonal pada umumnya menggunakan paku, pasak dan tali untuk membuat sambungan. Pemakaian paku akan mengakibatkan bambu mudah terbelah, kecuali jika bambu dibor terlebih dahulu. Untuk menghindari belah digunakan tali pengikat yang kadang juga berfungsi sebagai aksen sambungan. Tali yang digunakan pada umumnya terbuat dari ijuk, rotan ataupun kulit bambu. Ada banyak sambungan bambu yang secara tradisional sering digunakan; antara lain :

(13)

Sambungan ini mengandalkan geser antara bambu dengan tali, sehingga kembang susut bambu akan mempengaruhi kekuatan sambungan. Tali yang dipakai pada umumnya rotan, ijuk ataupun tali yang terbuat dari kulit bambu.

(a) (b) (c)

Gambar 2.5. Sambungan bambu dengan tali.

(Sumber : (a) & (b) http://www.bambus\new\eng; (c) koleksi pribadi)

b. Sambungan Bambu dengan Lubang

Untuk membuat sambungan ini, bambu dilubangi untuk memasukkan pen bambu ataupun bambu yang berdiameter lebih kecil. Sambungan ini dapat menahan tekan, tetapi lemah menahan tarik. Kerusakan sambungan ini akan terjadi karena geser (Gambar 2.6.). Makin besar lubang yang dibuat, makin besar pula perlemahannya.

Gambar 2. 6. Sambungan dengan lubang.

(Sumber: (a) López, 1981; (b) http://www.bambus\new\eng) (a)

(14)

2. Sambungan Bambu yang Didukung Penelitian

Upaya untuk meningkatkan kekuatan sambungan bambu perlu didukung penelitian eksperimen, mulai dari sifat fisik dan mekanik bahan agar kekuatan sambungan dapat dianalisa. Penelitian eksperimen terhadap sambungan perlu dilakukan untuk mengamati perilaku sambungan yang dirancang. Ada berbagai bentuk sambungan yang telah dikembangkan, serta didukung oleh penelitian baik di Indonesia maupun mancanegara, di antaranya :

a. Sambungan tarik

Sambungan yang dikembangkan oleh Duff pada tahun 1941 (Janssen, 1981) dengan mengisi ujung bambu dengan kayu yang mengerucut dengan sebuah baut di dalamnya, sedangkan bagian luar bambu diberi ring yang terbuat dari logam (Gambar 2.7.). Dilaporkan, dengan menggunakan bambu berdiameter 64 mm, sambungan ini dapat menahan beban tarik sebesar 27 kN.

b. Sambungan dengan pipa logam

Untuk membuat sambungan ini, setiap ujung buluh diisi dengan pipa logam, kemudian diberi baut. Sambungan ini dikembangkan oleh Shoei Yoh pada tahun 1989 (Gambar 2.8.). Dengan adanya pipa di dalam bambu, buluh bambu tidak mudah pecah walaupun baut dikencangkan. Walaupun begitu jika terjadi beban tarik, maka akan terjadi geser.

Ring logam Baut

Gambar 2.7. Sambungan tarik.

(Sumber: http://www.bambus\new\eng)

(15)

Gambar 2.8. Sambungan dengan pipa. (Sumber: http://www.bambus\new\eng)

c. Sambungan dengan inti kayu

Pada sambungan ini setiap ujung bambu diisi dengan silinder kayu dengan perekat yang bentuk ujungnya disesuaikan dengan kebutuhan (Gambar 2.9.) Selanjutnya untuk merangkai sambungan dapat dikerjakan dengan seperti mengerjakan sambungan pada konstruksi kayu. Jika diperlukan, pada bagian dalamnya dapat ditambahkan pelat besi sebagai alat sambung.

Gambar 2.9 . Sambungan Bambu dengan pengisi kayu. (Sumber : Villalobos, 1993)

d. Sambungan dengan penutup

Sambungan ini dirancang agar gaya yang bekerja disalurkan melalui dinding luar bambu, melalui penutup pada ujung buluh. Agar perekat antara penutup dengan bambu dapat bekerja dengan baik, pada bambu bagian luar dibuat takikan melingkar. Ada dua penelitian yang menggunakan penutup sebagai alat sambung; yaitu:

(16)

Sambungan yang dikembangkan menggunakan penutup aluminium atau baja (Huber, 2005), sehingga penutup ini dapat dilubangi atau dilas ke bagian logam yang lain (Gambar 2.10a)

(2) Albermani, et al. (2006)

Sebagai alat sambung penutup yang pergunakan terbuat dari PVC dengan bentuk khusus (Gambar 2.10b), sedemikian rupa sehingga dapat disambungkan menggunakan baut. Kegagalan sambungan ini terjadi pada PVC. Dengan menggunakan bambu Phyllostachy pubescen berdiameter sekitar 6 cm, dilaporkan beban tekan dan tarik maksimum yang dapat dicapai berturut-turut 2400 kg dan 900kg (Albermani et al., 2007).

(a) (b)

Gambar 2.10. Sambungan dengan penutup. (Sumber: (a)Huber,2005; (b) Albermani,2007)

e. Sambungan untuk kuda-kuda (rangka batang)

Rangka batang merupakan konstruksi yang secara tradisional sering menggunakan bambu. Untuk itu ada beberapa model sambungan yang telah dikembangkan; di antaranya :

(1) Sambungan dengan pelat baja dan pengisi.

Untuk membuat sambungan kaku digunakan pengisi dari mortar semen dan kayu dengan pelat buhul terbuat dari pelat baja (Gambar 2.11a). Dengan menggunakan bambu betung berdiameter 8 cm, kekuatan sambungan dapat mencapai 4 ton (Morisco, 1999)

(17)

Untuk kuda-kuda bambu prefabrikasi sambungan dibuat menggunakan pelat sambung papan dengan ketebalan 2 cm dengan baut φ 12 mm (Gambar 2.11b), dapat dibuat kuda-kuda dengan bentang 8 m (Purwito, 2007)

(a) (b)

Gambar 2.11. Sambungan untuk kuda-kuda (sumber: (a) Morisco,1999; (b) koleksi pribadi)

f. Sambungan dengan pengisi untuk konstruksi rangka batang ruang (space truss)

Pengembangan sambungan ini pada umumnya mengacu pada penelitian yang dilakukan Duff (Gambar 2.7.) dengan beberapa penyempurnaan, di antaranya : sambungan yang dikembangkan oleh Tonges dengan menggunakan pengisi mortar semen dengan bagian luar buluh dililit dengan tambang stainless atau pita fiber glass (Gambar 2.12.). Dengan menggunakan bambu berdiameter 10,6 cm, dapat dibuat komponen rangka batang ruang sepanjang 2 m (Tönges, 2005)

Gambar 2.12. Sambungan bambu untuk komponen rangka batang ruang (sumber : koleksi pribadi)

g. Sambungan untuk menggabungkan beberapa buluh

Pemakaian satu buluh bambu sebagai balok atau kolom kadang kala tidak memenuhi. Untuk itu perlu dilakukan usaha agar buluh bambu dapat digabungkan. Berbeda dengan

KAYU PENGISI

BETON

Resin

Beton

(18)

kayu yang dapat digabungkan dengan mudah, karena bentuknya berupa silinder penggabungan buluh bambu agar dapat bekerja sama perlu teknik tersendiri. Beberapa penelitian yang telah dilakukan :

(1) menggunakan pita baja dengan bagian ujung diisi silinder kayu dengan batang baja ditengahnya (Gambar 2.13a). Jika perlu batang-batang baja ini dapat las.

(2) menggunakan pasak berbaji (Gambar 2.13b). Dengan pasak berukuran 3 cm x 1 cm ini diperoleh gaya geser yang dapat diterima mencapai 3.000 kg, 3.300 kg dan 3.450 kg untuk pemasangan berturut-turut satu, dua dan tiga pasak (Gambar 2.13c). Penggunaan pasak berbaji yang terbuat dari bambu, selain bahannya mudah didapat, biaya ringan dan aplikasinya mudah (Bachtiar dan Surjono, 2005).

(a) (b) (c)

Gambar 2.13. Sambungan untuk menggabungkan beberapa buluh. (Sumber : (a) Villalobos,1993 ; (b) & (c) koleksi pribadi)

Selain itu, masih banyak model-model sambungan lain yang telah dikembangkan, terutama di mancanegara seperti Jerman, Australia, Belanda dan Columbia.

Gambar

Tabel 2.1. Sifat fisik dan mekanik beberapa jenis bambu
Tabel 2.5. Kuat tarik, kuat tekan, kuat lentur dan MOE bambu tali  Sifat  Mekanis  Hasil Penelitian (kg/cm2)  Tegangan Ijin (kg/cm2)  Tegangan Ijin (MPa)  σ tarik  1.000 – 4.000  300  29,20  σ tekan  250 – 1.000  80  7,84  σ lentur  700 – 3.000  100  9,81
Gambar 2.3. Tetrahedron Gambar 2.4. Semi-Oktahedron
Gambar 2. 6. Sambungan dengan lubang.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Klasifikasi pengangkutan yang disediakan di dalam ini adalah untuk tujuan penerangan sahaja dan semata-mata berdasarkan sifat-sifat bahan yang tidak dibungkus seperti yang

Dengan adanya RPP, diharapkan proses pembelajaran dapat terlaksana sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan sehingga jadwal yang telah dirancang dalam

YANG MENDAFTAR YANG MEMASUKAN PENAWARAN PENAWARAN ADMI NI STRASI TEKNI S HARGA KUALI FI KASI KUALI FI KASI

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin penulis. KHOIR

a) Manajemen Proyek telah meyakinkan kepada seluruh pihak penyedia jasa (Kontraktor dan Konsultan), sehingga tertanam kesadaran untuk memenuhi ketentuan

 Judul diketik dengan huruf besar (kapital), maksimal 15 kata dan hendaknya menarik, ekspresif, mudah dipahami, sesuai dan tepat dengan masalah yang ditulis dan

Advised him to make improvements and additional work space and room service, adding laboratory test equipment adapted to existing testing activities, which include employee

ROIMA NOVITA SARI SIANTURI (080309053/PKP) dengan judul skripsi “Analisis Usaha Pengolahan Batu Bata di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Tanjung Mulia, Kecamatan