• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) DAN PENGATURAN MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) DAN PENGATURAN MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) DAN PENGATURAN MEREK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20

TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

A. Tinjauan Umum Hak Kekayaan Intelektual 1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Hak kekayaan intelektual pertama kali muncul di Venezia, Italia pada Tahun 1940 dimana persoalan paten menjadi perdebatan yang sengit. Tercatat pada saat itu terdapat penemuan yang luar biasa seperti yang dilalukan Galileo, Caxton, Archimedes, dan beberapa ilmuan serta seniman besar lainnya. Pada prinsipnya, penemuan yang di ciptakan pada masa itu mulai diatur dan diberikan hak monopoli atas penemuan mereka.33

Peraturan yang mengatur HKI di Indonesia, telah ada sejak Tahun 1840-an. Pada Tahun 1885, undang-undang merek mulai diberlakukan oleh pemerintah kolonial di Indonesia dan disusul dengan diberlakukannya undang-undang paten pada Tahun 1910. Dua tahun kemudian, undang-undang hak cipta (Auteurswet 1912) juga diberlakukan di Indonesia. Untuk melengkapi peraturan perundang-undangan tersebut, pemerintah kolonial Belanda di Indonesia memutuskan untuk

33

“Sejarah HaKI”, https://mahasiswaekonomibisnis.wordpress.com/2016/05/08/sejarah-hak-kekayaan-intelektual-di-dunia-dan-di-indonesia/ (diakses pada tanggal 3 Juni 2017).

(2)

menjadi anggota Konvensi Paris pada tahun 1888 dan disusul dengan menjadi anggota Konvensi Berne pada tahun 1914.34

Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.35Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1953 dikeluarkan “Pengumuman Menteri Kehakiman Republik Indonesia” Nomor: J.S.5/41 tanggal 21 Agustus 1953 dan Nomor JG.1/2/17 tanggal 29 Oktober 1953 yang mengatur tentang Pendaftaran Sementara Paten. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa Kementrian Kehakiman untuk sementara diperbolehkan menerima permintaan paten dalam bahasa asing yang kemudian disusul dalam bahasa Indonesianya.36

Indonesia baru memiliki undang-undang mengenai HKI sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 serta diumumkan pada Lembaran Negara Nomor 290 Tahun 1961, serta penjelasannya yang tercantum dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2341. Undang-undang ini menggantikan peraturan tentang merek yang sebelumnya berlaku yaitu peraturan dari sejak jama Kolonial Belenda yang dikenal dengan nama Reglement Industrieele Eigendom Tahun 1912.37

34

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian

Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 6.

35

“Sejarah Hak Kekayaan Intelektual”, http://laman.dgip.go.id/tentang-kami/sejarah (diakses pada tanggal 3 Juni 2017).

36

Yayasan Klinik Haki (IP CLINIC), Kompilasi Undang-undang Hak Cipta, Paten,

Merek dan Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Seri

A., (Bandung: Citra Aditya Bakti), 1999 dalam Djamal, Hukum Acara Hak Intelektual (HKI) DI

Indonesia, Cetakan. 1., (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2009), hlm. 4.

37

(3)

Sebagai bagian dari tatanan pergaulan Internasional Indonesia turut serta menjadi anggota Paris Union Convention yang mengatur perlindungan Hak Milik Perindustrian. Konvensi diadakan pada tanggal 20 Maret 1983 dengan anggota berjumlah sebelas negara. Seiring dengan perkembangannya pada Tahun 1976 jumlah anggota bertambah menjadi 82 negara, termasuk Indonesia. Karena menjadi peserta Paris Convention, Indonesia turut juga pada apa yang disebut International Union for the protection of Industrial Property, yaitu sebuah organisasi internasional yang khusus memberikan perlindungan pada hak milik perindustrian yang sekertariat internasionalnya diberi nama World Intellectual Property Organisation disingkat WIPO berpusat di Jenewa, Swiss. Badan ini merupakan Specialized agencies dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).38

Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagai anggota WTO/TRIP‟s dan diratifikasinya beberapa konvensi

38

(4)

internasional di bidang HKI, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HKI.39

Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIP‟s). Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi perangkat Peraturan Perundang-undangan di bidang Kekayaan Intelektual, yaitu Undang-undang Hak Cipta 1987 jo. Undang-undang No. 6 Tahun 1982, Undang-undang Paten Tahun 1989, dan Undang-undang Merek Tahun 1992.40

Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga Undang-Undang baru di bidang Kekayaan Intelektual, yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dalam upaya untuk menyelaraskan semua Peraturan Perundang-undangan di bidang Kekayaan Intelektual dengan Persetujuan TRIP‟s, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan Undnag-undang Nomor 14 Tahun 2001

39

Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 66.

40

Agus Candra Suratmaja, “Perlindungan Varietas Tanaman Di Indonesia”, https://books.google.co.id/books?id=RC5bDgAAQBAJ&pg=PP5&dq=sejarah+hak+kekayaan+int elektual+sampai+dengan+saat+ini&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj3gcDXgKzUAhWEt48KHesK AQ0Q6AEIKzAB#v=onepage&q=sejarah%20hak%20kekayaan%20intelektual%20sampai%20de ngan%20saat%20ini&f=false (diakses pada tanggal 7 Juni 2017).

(5)

tentang Paten dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Kedua Undang-Undnag ini menggantikan Undang-Undang yang lama di bidang terkait.41

2. Ruang Lingkup Dan Sifat-sifat HKI

Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. Pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan berwujud. Jadi hak kekayaan intelektual melindungi pemakaian ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi.42

Pada dasarnya aturan hukum yang mengatur Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disebut HKI) baik dalam ruang lingkup nasional maupun internasional bertujuan untuk melindungi hak dibidang HKI yang dimilikinya agar tidak dilanggar oleh pihak manapun. Hal tersebut tercermin dari diberikannya kepada pemegang HKI dengan hak eksklusif. Pemberian hak eksklusif pada pemegang HKI didasarkan pada 3 (tiga) alasan yaitu alasan sosial, alasan ekonomi, dan alasan kemanfaatan.43

Hak atas kekayaan intelektual sebagai bagian dari hukum harta benda (harta kekayaan), maka pemiliknya pada prinsipnya adalah bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya dan memberikan isi yang dikehendakinya sendiri

41

Ibid.

42

Hendro Agus, “Kumpulan Materi Kuliah: Hak Kekayaan Intelektual”, https://docs.google.com/presentation/d/13ZiSJpxjRzdT4Oa0SFxlhxgRvVRsllRCT2i4Mbp3a6c/edi t#slide=id.g11ae10745a_2_75 (diakses pada tanggal 9 Juni 2017).

43

John D. Mittelstaet dan Robert A. Mittelstaet, The Protection of Intellectual Property:

Issues of Origination and Ownership, (Journal of Public Policy and Marketing, 16. 1; Abi/Inform

Global), 1997 dalam Indra Rahmatullah, Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan dalam

(6)

pada hubungan hukumnya. Hanya dalam perkembangan selanjutnya kebebasan itu mengalami perubahan. Misalnya pembatasan berupa lisensi wajib, pengambilalihan oleh negara, kreasi dan penciptaan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Sifat asli yang ada pada hak kekayaan atas intelektual tersebut yaitu:44

a. bahwa pada prinsipnya HKI mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas. Artinya setelah habis masa perlindungan ciptaan atau penemuan yang dihasilkan oleh seseorang dan atau kelompok, maka akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya untuk hak merek. b. HKI juga mempunyai sifat eksklusif dan mutlak. Maksudnya bahwa

hak hasil temuan atau ciptaan yang dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut, dapat dipertahankan apabila ada pihak lain yang melakukan peniruan maupun penjiplakan terhadap hasil karyanya. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun dan pemilik atau pemegang HKI yang syah tersebut mempunyai hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya untuk melarang siapapun yang akan memproduksi tanpa memperoleh persetujuan dari pemiliknya.45

44 Sigit Fahrudin, “Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual (HKI)”,

http://mukahukum.blogspot.co.id/2010/01/sifat-sifat-hak-kekayaan-intelaktual.html (diakses pada tanggal 9 Juni 2017).

45 Joko Handoyo, “Sifat-sifat Hak Kekayaan Atas Intelektual ”,

http://haki.sttrcepu.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=184:sifat_hki&catid=5 7:frontpage&Itemid=236(diakses pada tanggal 9 Juni 2017).

(7)

3. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan intelektual mempunya unsur hak. Hak yang dimaksud disini ialah hak eksklusif. Eksklusif berarti karyanya baru, pengembangan baru yang sudah ada, bernilai ekonomis, bisa diterapkan di bidang industri, mempunyai nilai ekonomis dan dapat dijadikan asset.46

Prinsip-prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah prinsip ekonomi, prinsip keadilan, dan prinsip kebudayaan.47

a. Prinsip ekonomi

Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

b. Prinsip keadilan

Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya.

c. Prinsip kebudayaan

Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, satra, dan seni untuk meningkatkan kenidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat menciptakan suatu taraf kehidupan, peradaban, dan

46

Venantia Sri Hadiarianti, Memahami Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Universitas Atmajaya, 2010), hlm. 13.

47

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Gramedia Sarana Indonesia, 2005), hlm. 113.

(8)

martabat manusia yang akan dapat memberikan keuntngan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.48

Beberapa Prinsip Umum HKI yang terkait dengan Perlindungan Bagian ini akan mendiskusikan tentang prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam Hak Kekayaan Intelektual seperti:49

a. Prinsip HKI sebagai hak ekslusif

Maksudnya hak yang diberikan oleh HKI bersifat khusus dan hanya dimiliki oleh orang yang terkait langsung dengan kekayaan intelektual yang dihasilkan. Melalui hak tersebut pemegang hak dapat mencegah orang lain untuk membuat, menggunakan atau berbuat sesuatu tanpa izin.

b. Prinsip melindungi karya intelektual berdasarkan pendaftaran

Secara umum pendaftaran merupakan syarat bagi kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh seseorang untuk mendapatkan perlindungan. Beberapa cabang HKI yang mewajibkan seseorang untuk melakukan pendaftaran adalah Merek, Paten, Desain Industry, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman. Prinsip ini mendasari semua regulasi HKI di seluruh dunia dan membawa konsekuensi bahwa pemilik kekayaan intelektual yang tidak melakukan pendaftaran tidak dapat menuntut seseorang yang dianggap telah menggunakan kekayaannya secara melawan hukum. Beberapa pengecualian diberikan oleh hukum nasional negara tertentu yang dapat

48

Ibid.

49

Tomy Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 1.

(9)

melakukan tuntutan terhadap pelanggaran hukum terkait hak kekayaan intelektual meskipun kekayaan intelektualnya belum terdaftar.50

c. Prinsip perlindungan yang dibatasi oleh batasan teritorial

Sistem HKI mengatur bahwa pendaftaran yang melahirkan perlindungan Hukum bersifat territorial. Artinya perlindungan Hukum hanya diberikan ditempat pendaftaran tersebut dilakukan. Sistem ini selaras dengan kedaulatan negara di dalam hukum publik dimana keputusan yang dihasilkan oleh perangkat administrasi negara tidak dapat dipaksakan berlaku di negara lainnya. Dalam rezim HKI setiap negara bebas untuk menerima sebuah pendaftaran kekayaan intelektual. Keputusan yang diambil oleh sebuah negara tidak berpengaruh terhadap putusan yang akan diambil oleh negara lain.

d. Prinsip adanya pemisahan antara benda secara fisik dengan HKI yang terdapat dalam benda tersebut

Sistem ini bersifat sangat unik dan merupakan ciri khas HKI karena dalam cabang hukum lain yang bersifat berwujud (tangible), penguasaan secara fisik dari sebuah benda sekaligus membuktikan kepemilikan yang sah atas benda tersebut. Di dalam sistem HKI seseorang yang menguasai benda secara fisik tidaklah otomatis memiliki hak ekslusif dari benda fisik itu. Sebagai contoh, jika seseorang membeli sebuah buku maka orang itu hanya berhak atas buku

50

(10)

tersebut (benda secara fisik) untuk penggunaan secara pribadi, misalnya dibaca, diberikan sebagai hadiah kepada orang lain).

e. Prinsip perlindungan HKI bersifat terbatas

Meskipun ada cabang HKI (merek) yang dapat diperpanjang jangka waktu perlindungannya, secara umum jangka waktu perlindungan HKI tidaklah bersifat selamanya (hanya terbatas). Tujuan pembatasan perlindungan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengakses hak kekayaan intelektual tersebut secara optimal melalui usaha-usaha pengembangan lebih lanjut dan sekaligus mencegah monopoli atas kekayaan intelektual tersebut.

f. Prinsip HKI yang berakhir jangka waktu perlindungannya berubah menjadi public domain

HKI yang telah berakhir jangka waktu perlindungannya akan menjadi milik umum (public domain). Semua orang berhak untuk mengakses HKI yang telah berakhir waktu perlindungannya. Pasca berakhirnya perlindungan hukum pemegang HKI tidak boleh menghalangi atau melakukan tindakan seolah-olah masih memiliki hak ekslusif. Sebagai contoh perjanjian lisensi dengan kewajiban membayar royalty bagi pihak licensee tidak boleh dilakukan jika jangka waktu perlindungan HKI yang menjadi dasar bagi terjadinya perjanjian tersebut telah berakhir.51

51

(11)

4. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual

Pemilikan menurut Pasal 570 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa, Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu benda dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang, atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. Kesemuanya itu dengan itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi.52

Dari ketentuan Pasal 50 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut kita bisa menarik kesimpulan bahwa setiap hak milik mempunyai unsur:

a. Kemampuan untuk menikmati atas benda atau hak yang menjadi objek hak milik tersebut.

b. Kemampuan untuk mengawasi atau menguasai benda yang menjadi objek hak milik itu, yakni misalnya untuk mengalihkan hak milik itu kepada orang lain atau memusnahkannya.53

Sekalipun demikian, hukum pun memberikan pembatasan kepada pemiliknya untuk menikati maupun menguasai atas benda, atau hak yang merupakan miliknya tersebut. Begitu pula dalam setiap pengaturan hak atas kekayaan hak intelektaul selalu memuat pembatasan terhadap penguasaan atau penggunaan tersebut, baik secara:

52

R. Soebekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986), hlm. 171.

53

(12)

a. Batas-batas yang diadakan oleh peraturan perundang-undangan

Misalnya dalam perundang-undangan paten, hak paten hanya berlaku pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk tujuan-tujuan industri dan perdagangan, dan tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan diluar tujuan tersebut. Hak paten dibatasi oleh masa berlakunya yang ditentukan oleh undang-undang. Peten dimungkinkan dicabut, digunakan, dan diambil oleh negara.

b. Batas-batas tata kesusilaan dan ketertiban umum

Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa hak atas kekayaan intelektual tidak boleh bertentangan dengan tata kesusilaan dan ketertiban umum termasuk pula penggunaan tanda yang bertentangan dengan agama atau menyerupai nama Allah dan Rasulnya.

c. Pencabutan hak milik

Pencabutan hak milik untuk kepentingan masyarakat, asal saja pencabutan hak milik itu dilakukan berdasarkan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi yang layak.54

Perlindungan hak kekayaan atas intelektual yang kuat selain memberikan kepastian hukum, juga memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi politis, ekonomi, social budaya, bahkan dari segi pertahanan kemanapun bisa meraih manfaat dari adanya perlindungan atas hak kekayaan intelektual ini.55

54

Ibid., hlm. 32.

55

(13)

B. Hak Merek

1. Sejarah Hak Merek

Sejarah merek dapat ditelusuri perkembangannya sejak berabad-abad sebelum Masehi. Sejak zaman kuno, misalnya periode Minoan, orang sudah memberikan tanda untuk barang-barang miliknya, hewan bahkan manusia. Di era yang sama bangsa Mesir sudah menerapkan namanya untuk batu bata yang dibuat atas perintah Raja.56

Pada abad pertengahan sebelum revolusi industri, merek telah dikenal dalam berbagai bentuk atau istilah sebagai tanda pengenal untuk membedakan milik seseorang dengan milik orang lain. Didahului oleh peranan para Gilda yang memberikan tanda pengenal atas hasil kerajinan tangannya dalam rangka pengawasan barang hasil pekerjaan anggota Gilda sejawat, yang akhirnya menimbulkan temuan atau cara mudah memasarkan barang.57 Bentuk sejenis merek mulai dikenal dari bentuk tanda resmi (Hallmark) di Inggris bagi tukang emas, tukang perak, dan alat-alat pemotong. Sistem tanda resmi seperti itu terus dipakai karena bisa membedakan dari penghasil barang sejenis lainnya.58

Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Stb. 1912 No. 545 Jo. Stb. 1913 No. 214. Setelah

56

Spyrus M. Maniatis, Historical Aspects of Trademark, Bahan Ajar pada Pelatihan dalam Rangka Kerja Sama Masyarakat Uni Eropa dan Asia di Bidang Hak Kekayaan Intelektual (European Community and ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme-ECAP

II), European Patent Office (EPO) bekerja sama dengan St. Queen Mary University, London,

Maret 2005, hlm.1.

57

Adisumarto, Harsono, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1990) hlm. 40-45.

58

(14)

Indonesia merdeka peraturan ini juga dinyatakan terus berlaku, berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.59

Peraturan ini disusun dan mengikuti sistem Undang-undang Merek Belanda, dan menerapkan prinsip konkordansi yaitu ketentuan perundang-undangan yang dibuat, disahkan oleh dan berasal dari negara penjajah yang juga diterapkan pada negara jajahannya.60 Dalam peraturan itu, perlindungan merek diberikan selama 20 (dua puluh) tahun dan tidak mengenal penggolangan kelas barang seperti yang diatur pada perjanjian Nice (Nice Agreement) tentang klasifikasi barang (Goods Classification).61

Pengaturan merek dalam ruang lingkup hak kekayaan intelektual, diuraikan bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek menggantikan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan di bidang perdagangan, yang sebenarnya sudah disempurnakan melalui Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997. Sejauh menyangkut prinsip-prinsip pokok dan pengertian-pengertian, ternyata Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 yang secara substansial telah menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian TRIP‟s (TRIP’s Agreement). Demikian pula Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001, jika dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 terdapat beberapa penyempurnaan yang disesuaikan dengan Perjanjian TRIP‟s serta

59

OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), hlm. 443.

60

Sudargo Gautama, op.cit., hlm. 2.

61

R.M. Suryodiningrat, Pengantar Ilmu Hukum Merek, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), hlm.7.

(15)

perjanjian-perjanjian Internasional lainnya serta pengalaman Kantor Merek (Dirjen HaKI, Depkeh HAM RI).62

2. Ruang Lingkup Dan Sifat-sifat Hak Merek

a. Ruang Lingkup Merek

Pada mulanya merek hanya diakui untuk barang, pengakuan untuk merek jasa barulah diakui Konvensi Paris pada perubahan di Lisabon 1958. Di Inggris pun merek jasa baru bisa didaftarkan dan mempunyai konsekuensi yang sama dengan merek barang, setelah adanya ketentuan yang baru diberlakukan pada Oktober 1986, yaitu undang-undang hasil revisi pada tahun 1984 atas Undang-undang Trades Marks 1938. Mengenai merek jasa tersebut di Indonesia barulah dicantumkan pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.63

Hal ini terjadi pula pada negara berkembang, mereka banyak mengadopsi pengertian merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang yang dikeluarkan oleh Bivieaux International Reunis pour la Protection de la Propriete Intectuellen (BIRPI). Pada model hukum tersebut disebutkan defenisi tentang merek, yang tercantum pada pasal 1 ayat (1) sub a sebagai berikut:64

“Trade mark means any visible sign serving to distinguish the good one of enterprise from those of other enteprises”

Pengertian sederhana diatas sama dengan pengertian merek dalam ketentuan Pasal 68 Undnag-undang merek Inggris Tahun 1983, yaitu:

62

Erma Wahyuni, dkk., Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, (Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2011), hlm. 2.

63

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op.cit., hlm. 164-165.

64

(16)

“… a mark used or proposed to be used in relation to goods for the purpose of indicating or so as to indicate, a connection in the course of trade between the goods and some person having the right either as propietor or registered user to use the mark, whether with or without any indication of then identity of that person….”65

Selanjutnya, menurut pasal tersebut yang termasuk Merek adalah meliputi:

a device, brand, heading, label, ticket, name, signature, word, letter, numeral or any combination thereof.66

Di Indonesia pengertian tentang merek mempunyai banyak kesamaan dengan ketentuan di Inggris. Hal ini bisa kita lihat dengan membandingkannya. Dalam ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek dicantumkan rumusan merek pada pasal 1 angka 1, yaitu:

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda, dan digunakan dalam pembeda, dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.

Pengertian tersebut masih dipakai dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek sebagaimana tercantum dalam pasal 1 angka 1.67

Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin

65

W.R. Cornish, Intellectual Property, (London: Swett and Maxwell, 1989), hlm. 439.

66

David I Bainbridge, Computers and The Law, (London: Pitman Publishing, 1990), hlm. 54.

67

(17)

kepada pihak lain untuk menggunakannya.68 Hak merek dinyatakan sebagai hak eksklusif karena hak tersebut merupakan hak yang sangat pribadi bagi pemiliknya dan diberi hak untuk menggunakan sendiri atau memberi izin kepada orang lain untuk menggunakan sebagaimana ia sendiri menggunakannya.69

Pemberian izin kepada pemilik merek kepada orang lain ini berupa pemberian lisensi, yakni memberikan izin kepada orang lain untuk jangka waktu tertentu menggunakan merek tersebut sebagaimana ia sendiri menggunakannya.70

b. Sifat-sifat Hak Merek

Dewasa ini perkembangan merek yang terjadi merupakan perkembangan dari sifat merek sebagai tanda kepemilikan/ proprietary marks (pada merek mula-mula) sampai dengan sifat merek sebagai citra produk/ product image atau simbol gaya hidup/ way of life seperti yang terjadi pada saat sekarang ini.71

Dapat dijabarkan bahwa sifat yang melekat pada hak merek tersebut ialah:

1) Menunjukan suatu standar kuliatas/mutu tertentu menerima sehingga diharapkan dapat memperoleh jumlah penjualan dan penguasaan pasar yang stabil.

2) Untuk membedakan produk-produk tersebut dengan produk produk saingan yang ada dipasaran – sebab seorang konsumen yang ingin

68

Ahmadi Miru, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang-undang Merek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 12.

69

Ibid.

70

Ibid.

71

Shanti Eka Marthani, “Implementasi Perlindungan Merek Kolektif Dalam Model One

Village One Product (OVOP)”, (Tesis Program Studi Pasca Sarjana Kekhususan Hukum Ekonomi

(18)

membeli produk akan mengenali ciri-ciri dari produk tersebut, sehingga dengan adanya “merek” pada produk mudah dibedakan.72

3. Pengaturan Merek Di Indonesia

Pengaturan hukum merek di Indonesia pertama kali pada saat dikeluarkannya Undang-undang Hak Milik Perindustrian pada masa sebelum kemerdekaan yaitu dalam “Reglement Industrieele Eigendom Kolonien”, Stb 545 Tahun 1912. Sistem yang dianut Reglement Industrieele Eigendom Kolonien adalah deklaratif. Sistem deklaratif tidak menerbitkan hak, tetapi hanya memberikan sangkaan hukum (rechtsvermoeden) atau presemption iuris yaitu bahwa pihak yang mereknya terdaftar adalah pihak yang berhak atas merek dan sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan. Pendaftaran merek hanya digunakan untuk memudahkan pembuktian bahwa pihak pendaftar diduga sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan.73

Kemudian seiring dengan perkembangan pembangunan yang cukup pesat mengakibatkan peraturan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat akan pengaturan Hak Milik Intelektual khususnya Merek. Untuk itu pemerintah mengadakan penyempurnaan terhadap Undang-undang Merek Tahun 1961 dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 3490 dan disahkan pada tanggal 28 Agustus 1992. Undang-undang Nomor 19 Tahun

72

Rateymal, “Hak Merek”, https://rateymal.wordpress.com/2014/05/01/hak-merek/ (diakses pada tanggal 4 Juli 2017).

73

Venantia Sri Hadiarianti, Konsep Dasar Pemberian Hak dan Perlindungan Hukum Hak

(19)

1992 ini berlaku sejak 1 April 1993 yang sekaligus mencabut Undang-undang Merek Tahun 1961.74

Selanjutnya Tahun 1997 UU Merek Tahun 1992 tersebut juqa diperbaharui lagi dengan UU No. 14 Tahun 1997. Dan pada saat ini tahun 2001 UU No. 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001.75

Hingga pada saat sekarang ini telah lahir Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953) yang telah disahkan pada tanggal 25 November Tahun 2016 sekaligus menggantikan Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001.

4. Fungsi Hak Merek

Fungsi utama merek adalah untuk membedakan suatu produk barang atau jasa, atau pihak pembuat/penyedianya. Merek mengisyaratkan asal-usul suatu produk (barang/jasa) sekaligus pemiliknya. Hukum menyatakan merek sebagai property atau sesuatu yang menjadi milik eksklusif pihak tertentu, dan melarang semua orang lain untuk memanfaatkannya, kecuali atas izin pemilik.76

74

Abdul Muis, Rancangan Undang-undnag Merek: Sistem Deklaratif Kepada Sistem

Konstitutif, Mimbar Umum, Medan, 13 Maret 1992.

75

Made Diah Sekar Mayang Sari, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal

Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Denpasar: Program Megister Pasca Sarjana

Universitas Udayana, 2010), hlm. 92.

76

Munandar, dkk, Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta,Paten, Merek,

(20)

Dengan demikian, merek berfungsi juga sebagai suatu tanda pengenal dalam

kegiatan perdagangan barang dan jasa yang sejenis. Pada umumnya, suatu produk barang dan jasa tersebut dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan diberi suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan produk barang dan jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu di sini merupakan tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang lazimnya disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.77

Merek juga memberikan jaminan kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan, dimana hal itu sangat bermanfaat bagi perlindungan pemilik merek dan konsumen. Dengan adanya jaminan kualitas dari produsen, upaya untuk mempromosikan dan memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akan berjalan dengan baik. Di pasaran luar negeri, merek seringkali merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan “goodwill” di mata konsumen. Goodwill atas merek yang telah diperoleh produsen akan memberikan keuntungan yang besar bagi produsen terutama dalam memperluas pasaran.78

Dari penjabaran tersebut fungsi merek adalah sebagai berikut:79

77

Putra, Ida Bagus Wyasa, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi

Bisnis Internasional, (Bandung: PT Refika Aditama, 2000), hlm. 23.

78

Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia Dari Masa Ke Masa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 33.

79

Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT. Citra Aditya, 2007), hlm. 121.

(21)

a. Sebagai identitas atau tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lainnya Product Identity.

b. Sebagai sarana promosi dagang Means Of Trade Promotion. c. Sebagai jaminan atas mutu barang atau jasa Quality Guarantee. d. Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan Source of origin.

C. Subyek Hukum Merek Di Indonesia

1. Gambaran Umum Subyek Hukum Merek

Subjek hukum menurut Utrecht adalah suatu pendukung hak yaitu manusia atau badan yang menurut hukum berkuasa menjadi pendukung hak. Suatu subjek hukum mempunyai kekuasaan guna mendukung hak atau rechts voegdheid.80

Istilah subjek hukum berasal dari bahasa Belanda yaitu recht subject atau law of subject dari bahasa Inggris. Secara umum recht subject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia dan badan hukum.81 Dengan demikian subjek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki kewenangan hukum, penyandang hak dan kewajiban dalam perbuatan hukum. Subyek hukum sangat terkait dengan kecakapan secara hukum atau rechtsbekwaam, dan kewenangan dalam hukum atau rechtsbevoegd. Subyek hukum (legal subject) adalah setiap pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan hukum.82

80

Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Universal, 1965), hlm. 234.

81

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 40.

82

(22)

Subyek hak merek adalah pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau membuat izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum. Pemilik merek dapat terdiri satu orang atau bersama-sama, atau badan hukum.83

Dalam hukum perdata subjek hukum terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Orang

Orang (persoon) berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum. Sebagaimana kami sarikan, seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya dalam hal waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam keadaan hidup.84

b. Badan Hukum

Di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.85

83 Kurnia Ningsih, “Hak Kekayaan Intelektual Hak Merek”,

https://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2009/12/27/hak-kekayaan-intelektual-hak-merek/ (diakses pada tanggal 12 Juli 2017).

84

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hlm. 19-21.

85

(23)

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa baik hukum perdata, subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam hukum perdata mengakui bahwa badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Hal ini karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia.86

2. Pengaturan Subjek Hukum Merek Di Indonesia

Ketentuan mengenai subjek hukum bukanlah hal yang baru di dalam UU Merek Tahun 2016. Apabila di telusuri lebih lanjut mengenai pengaturan subjek hukum di Indonesia dimulai sejak lahirnya KUHPerdata pada tahun 1830. Kemudian pengaturan subjek hukum merek berawal dari lahirnya Haki di Indonesia pada tahun 1840-an.

Pada tahun 1885 UU Merek pun mulai diberlakukan oleh kolonial Belanda, dan diperbaharui dengan UU Merek Tahun 1961, yang kemudian dirubah dengan UU Merek Tahun 1992. Di dalam UU Merek Tahun 1992 pengaturan subjek hukum secara tersirat dapat dilihat dalam pasal 1 angka 2 sampai 4 yang menyatakan “diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa subjek hukum merek itu dapat berupa seseorang atau beberapa orang atau badan hukum. Jadi dengan adanya klasifikasi subjek hukum merek bukan berarti subjek hukum merek mempunyai tiga jenis, tetapi subjek hukum merek hanya ada dua jenis yaitu orang dan badan

86

(24)

hukum. Penambahan pada beberapa orang hanyalah menunjukkan subjek hukum merek yang berupa orang, yaitu boleh perorangan dan boleh secara bersama-sama. Kemudian seiring perubahan UU Merek sampai dengan UU Merek Tahun 2016 yang sekarang, pengaturan tentang subjek hukum merek dapat dilihat dalam pasal 1 angka 2 sampai dengan angka 4. Dalam UU tersebut tetap mengatur hal yang sama, hanya berubah urutannya saja. Yang juga mengatur tentang bagaimana peranan dari subjek hukum merek.

3. Upaya Dalam Pengembangan Hak Merek

Pengembangan merek sudah menjadi tantangan besar perusahaan besar saat ini untuk mengantisipasi perubahan perilaku dan perubahan selera konsumen, serta perubahan teknologi yang cepat. Bila pengembangan merek tidak di respons, dimungkinkan terjadinya pemindahan konsumen ke merek lain atau terbentuknya pasar yang belum digarap. Karena itu, untuk meningkatkan omset penjualan dari seluruh pasar yang ada, diperlukan suatu perencanaan strategis pengembangan merek perusahaan.87

Untuk dapat mengembangkan merek yang terkenal di seluruh dunia langkah pertama adalah merumuskann Brand Platformi secara teliti dan Komprehensif, dalam upaya untuk mengembangkan konsep suatu merek menjadi jelas dan terencana dengan baik. Berikut akan dijelaskan elemen-elemen dalam Platform merek, terdiri atas:88

a. Brand Vision (Visi Merek)

87

Darmadi Durianto, dkk, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Equitas Dan

Perilaku Merek, (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 2004), hlm. 157.

88

(25)

Harus mencerminkan kenyataan masa depan yang rasional dan dapat diterima oleh akal sehat manusia.

b. Brand Mission (Misi Merek)

Harus dapat menerjamahkan visi. Brand Mission diterjemahkan dalam tujuan merek dan bentuk perencanaan merek dalam jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek.

c. Core Value (Nilai Inti)

Menggambarkan kewajiban dan janji suatu merek untuk melayani dan memuaskan pelanggannya. Dalam hal ini nilai inti merek terdiri dari aspek fungsional dan ekspresional suatu merek.

d. Area of Competence (Area Kompetisi)

Merek yang mempunyai pondasi yang kuat, akan memilikk cakupan area kompetensi yang spesifik dan unik, sehingga merek tersebut dapat diperluas dalam batas area kompetensinya.89

4. Permasalahan Yang Dihadapi Pemegang Hak Merek

Salah satu bidang hak kekayaan intelektual yang harus dilindungi adalah merek. Merek merupakan hal yang sangat penting dalam dunia bisnis. Merek produk (baik barang maupun jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar tentu saja akan cenderung membuat produsen atau pengusaha lainya memacu produknya bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini

89

(26)

akhirnya muncul persaingan tidak sehat. Merek dapat dianggap sebagai roh bagi suatu produk barang atau jasa.90

Merek sebagai tanda pengenal atau tanda pembeda dapat menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. Apabila dilihat dari sudut produsen, merek digunakan sebagai jaminan hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, di samping untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Selanjutnya, dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan-pilihan barang yang akan dibeli.91

Apabila suatu produk tidak mempunyai merek maka tentu saja produk yang bersangkutan tidak akan dikenal oleh konsumen. Oleh karena itu, suatu produk (produk yang baik atau tidak) tentu memiliki merek. Bahkan tidak mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh konsumen karena mutu dan harganya akan selalu diikuti, ditiru, “dibajak”, bahkan mungkin dipalsukan oleh produsen lain yang melakukan persaingan curang.92

Perbuatan persaingan yang tidak wajar (curang) tentunya tidak hanya merugikan para pengusaha saja sebagai pemilik atau pemegang hak atas merek tersebut, tetapi juga bagi para konsumen.93 Perilaku pemalsuan yang dipraktikkan oleh para pemalsu ini tentunya akan sangat merugikan pemilik merek dalam skala yang besar mengingat konsumen yang menjadi sasaran produk palsu tersebut juga

90

Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 60.

91

Wiratmo Dianggoro, Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya Bagi Dunia Bisnis, (Artikel Pada Jurnal Bisnis Vol 2, 1997).

92

Insan Budi Maulana, op.cit., hlm. 60.

93

(27)

sangat berjumlah besar. Praktek pemalsuan merek tersebut berpengaruh juga terhadap masyarakat.

Keterkenalan merek diikuti dengan kualitas yang terjamin menyebabkan banyaknya permintaan terhadap produk-produk yang menggunakan merek-merek tersebut. Namun, banyaknya permintaan ini seringkali dimanfaatkan dengan baik oleh para pemalsu dengan memproduksi dan mendistribusikan produk-produk yang tidak sah.94

Berdasarkan Pasal 100 dan pasal 103 UU Merek Tahun 2016, yang termasuk pelanggaran merek ialah:

a. menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.

b. menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.

c. memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100.

Ketentuan pelanggaran merek di Indonesia tersebut hampir sama dengan kasus yang terjadi di Jepang. Contoh kasus pelanggaran merek di Jepang, antara lain:95

94

Ibid.

95

JICA Team, Training Material on Enforcement of Intellectual Property Rights, (Jakarta: DGIPR, 2003). Hlm. 20.

(28)

a. Menggunakan merek yang identik atau yang mirip dengan merek yang sudah didaftarkan oleh pihak lain bagi barang-barang dan jasa yang identik atau mirip. Walaupun barang-barang tersebut adalah merupakan barang-barang asli yang diproduksi dan dijual oleh pemiliknya, tindakan menjual barang-barang tersebut yang dimasukkan ke dalam beberapa kantong, yang menunjukkan merek yang sama seperti merek yang sudah terdaftar pada kantong-kantong tersebut, dianggap, sebagai tindakan pelanggaran merek;

b. Menggunakan barang-barang hasil pelanggaran merek untuk dijual walaupun barang-barang tersebut diproduksi oleh orang lain, memajangnya di toko, menyimpannya di gudang untuk dijual, maka barang-barahg yang mereknya sudah didaftarkan oleh orang lain tersebut telah digunakan merek atau kemasannya tanpa izin, ddan lain-lain, dianggap melanggar merek. Baik membeli atau menyimpan barang-barang tanpa mengetahui bahwa menjual barang-barong tersebut merupakan pelonggaran terhadap merek, maka tindakan tersebut tetap dianggap sebagai pelanggaran merek;

c. Menjual atau menggunakan sebuah merek atau kontainer, dan lain-lain . yang merupakan merek yang digunakan tanpa seijin pemilik merek. Tindakan menggunakan sebuah merek, dan lain-lain, yang merupakan pelanggaran terhadop merek yang dimiliki oleh orang lain untuk digunakan sendiri atau memungkin orang lain untuk menggunakannya adalah merupakan pelanggaran terhadap merek. Lebih jauh lagi,

(29)

menggunakan piring atau mangkok “western” yang mereknya sudah didaftarkan oleh orang lain untuk memberikan jasa, makanan dan minuman untuk digunakan di restoran milik sendiri otau memungkinkan orang lain untuk menggunakannya adalah juga merupakan pelanggaran merek;

d. Memproduksi atau mengimpor sebuah merek, kontainer, A yang menunjukkan merek yang digunakan tanpa ijin dari pemilik merek tersebut. Walaupun merek tersebut diproduksi atau diimpor berdasarkan pesanan dari orang lain yang tidak berhak untuk menggunakan merek yang sudah terdaftar tersebut, maka hal ini dianggap sebagai pelanggran merek;

e. Memproduksi, menjual atau mengimpor barang-barang untuk tujuan bisnis untuk digunakan sendiriguna memproduksi sebuah merek, kontainer, d1l. Yang merupakan merek yang digunakan tahpa se~in dari pemilik merek. Suatu tindakan memproduksi, menggunakan atau mengimpor „printing block‟ untuk merek, alat untuk memproduksi kontainer, d1l. Untuk tujuan bisnis tanpa instruksi atau ijin pemilik merek atau orang yang memiliki hak atas merek tersebut adalah merupakan sebuah pelanggaran merek.

Undang-Undang Merek Indonesia yang berkaitan dengan perlindungan merek yang bersifat represif dibatasi hanya bagi perlindungan hukum bagi barang atau jasa yang sejenis saja. Perlindungan merek secara khusus diperlukan

(30)

mengingat merek sebagai sarana identifikasi individual terhadap barang dan jasa merupakan pusat (jiwa) suatu bisnis.96

96

Paul Latimer, Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights

Referensi

Dokumen terkait

maka ulama berbeda pendapat tentang hukumnya. Namun sebagian besar mereka tidak menyukainya. Sebab para sahabat tidak mengulang shalatnya ketika shalat berada di belakang imam fajir

Bila satu pa- sangan suami istri terancam bercerai, segala usaha harus dibuat oleh pasangan itu dan oleh anggota jemaat atau keluarga yang menggembalakan mereka untuk men-

Pakan alternatif yang diberikan pada percobaan adalah gula pasir, gula jawa, remahan roti, nasi putih, dan kue lapis, diduga kelima sumber makanan ini

ü Dalam satu periode (dari kiri ke kanan), EI semakin besar karena jari-jari atom semakin kecil sehingga gaya tarik inti terhadap elektron terluar semakin besar/kuat.

Penelitian berjudul Koreografi iANFU Karya Dwi Surni Cahyaningsingsih, membahas tentang bentuk sajian, proses penciptaan, dan estetika feminisme.. Analisis koreografi

Pendaftaran kursus secara online mengikut tempoh yang telah ditetapkan (rujuk Timeline / pengajian bagi setiap semester). Pendaftaran kursus adalah mengikut pakej yang

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia serta rahmat dan hidayah-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang

4) Klik Static Text dan tulis ‘CONVERTER CALENDAR’ di string, dengan mengganti Fontname: Goudy Stout, Fontsize: 16, dan Fontgroundcolour: Hitam, dan