• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemilikan Terhadap Tanah Pertapakan Dan Bangunan Rumah Susun Yang Dikuasai Dengan Sistem Strata Title

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kepemilikan Terhadap Tanah Pertapakan Dan Bangunan Rumah Susun Yang Dikuasai Dengan Sistem Strata Title"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMILIKAN TERHADAP TANAH PERTAPAKAN DAN

BANGUNAN RUMAH SUSUN YANG DIKUASAI

DENGAN SISTEM STRATA TITLE

TESIS

Oleh

ELMALIZA 087011041 / MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEPEMILIKAN TERHADAP TANAH PERTAPAKAN DAN

BANGUNAN RUMAH SUSUN YANG DIKUASAI

DENGAN SISTEM STRATA TITLE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan Pada Sekolah

PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara

Oleh

ELMALIZA 087011041 / MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis :

KEPEMILIKAN

TERHADAP

TANAH

PERTAPAKAN DAN BANGUNAN RUMAH

SUSUN YANG DIKUASAI DENGAN SISTEM

STRATA TITLE

Nama Mahasiswa : Elmaliza Nomor Pokok : 087011041 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)

(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

(5)

ABSTRAK

Indonesia saat ini sedang memasuki satu era baru tentang pembangunan pemukiman tempat tinggal bertingkat atau rumah susun yang dikenal dengan istilah

strata title, karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama. Tanah dan rumah adalah kebutuhan primer, setelah sandang ataupun pangan. Sekarang banyak tanah sudah difungsikan bukan tempat aktifitas pertanian, melainkan kegiatan industri dan komplek pemukiman/perumahan yang belakangan kian trend dan

boming. Dasar hukum (payung hukum) kepemilikan rumah susun dan hak kepemilikan tanah dan bangunan atas rumah susun mempunyai tanggungjawab para pemilik satuan rumah susun dengan sistem strata title dalam pemeliharaan hak atas tanah dan bangunan serta fasilitas rumah susun.

Pengaturan kepemilikan rumah susun diatur secara terpisah dengan sistem kepemilikan rumah lainnya, dalam hal ini hunian satuan. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya sistem kepemilikan perseorangan dan kepemilikan bersama. Dasar hukum rumah susun di Indonesia Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Pasal 1 ”Bangunan gedung yang bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. M. Yamin Lubis menyebutkan bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak, oleh karena sertifikat berfungsi sebagai alat bukti yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah diadministrasi oleh Negara. Sertifikat hak milik satuan rumah susun mempunyai karakteristik khusus bila dibandingkan dengan sertifikat hak atas tanah pada umumnya.

(6)

Akhirnya disarankan UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun yang ada perlu direvisi, karena saat ini belum mampu menampung dan memenuhi seluruh persoalan hukum yang berkenaan rumah susun khusus berkenaan dengan hak milik

strata title. Kepemilikan bersama tanah pertapakan atas satuan rumah susun menjadi kewajiban setiap pemilik rumah susun tentang hak dan kewajiban yang timbul, konsep hak milik dengan strata title seharusnya memberikan harapan baru bagi semua orang di Indonesia sebagai solusi untuk memperoleh rumah susun dengan hak milik. Tanggungjawab setiap pemilik atau penghuni rumah susun untuk melakukan hal-hal tertentu menjadi perekat kerukunan untuk tidak saling merugikan satu sama lain. Misalnya melakukan tindakan merubah bentuk bangunan di luar yang telah diperjanjikan akan lebih sulit bagi pemilik atau penghuni, karena mengganggu ketentraman lingkungan, hal ini seharusnnya telah ada sejak awal tentang diperkenannya merubah dan menambah baik bentuk maupun fasilitas pribadi yang ada di dalam rumah susun masing-masing.

_______________________

(7)

ABSTRACT

Indonesia, nowadays, is entering a new era in building high rises as settlement which is known as strata title because its function is to be used and enjoyed together. Land and housing are basic needs, followed by clothes and food. Today, land is used not only for farming but also for industrial activities and housing complex which are increasingly booming. The legal ground (legal protection) of the high rise ownership and the rights of the ownership of land and building, including their public facilities, are the responsibility of the owner of the high rise unit.

The regulation of the high rise ownership is distinguished from the other home ownership; in this case, the residence unit. This is the logical concequences of the individual and collective ownership system. The high rise legal ground in Indonesia, act Number 16, 1985, Article 1, says: “The high rises are built on acertain area which are divided into parts, functionally structured, horizontally and vertically, and consisted of units which can be settled respectively and used separately. Each of them are furnished by shared portion, shared things, and shared land. M. Yamin Lubis points out that certificates are proofs of title which signifies that the land has been administered by the government. The high rise ownership certificate has its own characteristic, compared with the land certificate in general.

Strata title is the ownership of the parts of the rooms in the high rise such as the apartment of high rise. The term strata title actually referred to the ownership concept of residence which is built vertically, such as condominium, apartment, or high rise. Land Act of 1960 is the source of National Land law which recognizes two systems of land rights – primary rights, and secondary rights. The concept of the high rise ownership in the agrarian law is as follows: land law consists of two principles of separation in the agrarian law: the principle of vertical separation and the principle of horizontal separation. The producers of building high rise can be Government Business Concern, Regional Business Concern, Cooperatives, Private Business Concern, non-government agencies, public expense, or cooperation among institutions and legal entities. The resident association which is legal entity is in charge of the interest of the residents and the high rise owners. The association of the residents and the owners is equally funded by both the owners of the high rise owners of the high rise and the residents.

(8)

be difficult for the owners or the residents because it will disturb the peacfulness of the environment. In this case, it is recommended that the residents are allowed to change the structure of the building in the contract.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, tesis ini telah selesai penulis susun dengan baik.

Penulis menyadari bahwa mulai dari persiapan sampai penulisan tesis ini penulis sangat berhutang budi kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, memberi dorongan semangat dan sumbangan pemikiran lain yang sangat berharga kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan yang tak luput dari kekurangan, meskipun demikian penulis masih memiliki harapan bahwa tulisan ini dapat penulis pergunakan sebagai sajian ilmu dan pengetahuan yang dapat menambah pengetahuan penulis khususnya dalam bidang Rumah Susun dan Pertanahan sesuai dengan judul tesis penulis ” Kepemilikan Terhadap Tanah Pertapakan Dan Bangunan Rumah Susun Yang Dikuasai

Dengan Sistem Strata Title Dalam penulisan tesis ini meskipun banyak tantangan dan halangan, namun sangat banyak pihak yang memberi bantuan baik pemikiran dan bahan-bahan, Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada yang amat terpelajar:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, 2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum

3. Ibu Chairani Bustami, SH., SpN., MKn

(10)

Ucapan terima kasih ditujukan juga kepada yang terhormat dan terpelajar Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum dan bapak Syafnil Gani, SH., M.Hum yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktris sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para asisten Direktris serta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dan selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

(11)

membimbing penulis dengan ilmu pengetahuan, sehingga penulis memiliki tambahan ilmu pengetahuan.

5. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Pada bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

7. Para pegawai/karyawan pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Para sahabat yang berbaik hati, yaitu Hajizah Ritonga, SH, MKn dan ponakan saya Serly Dwi Warmi SH, MKn, Wessy Trisna SH, MH dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan support kepada penulis selama masa pendidikan.

Suatu rasa kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Sahar ST Mantari yang telah memberikan doa dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(12)

selalu bersuka cita walaupun waktu penulis bersama mereka banyak berkurang. Demikian juga bagi kakanda Jasmi Rivai, SH dan Prof. DR. Edi Warman SH. M.Hum atas segala nasihat, bimbingan dan motivasi yang tak ternilai dari mereka bagi penulis selama ini.

Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari ketidak sempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT semata. Namun demikian besar harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya. Amin ya Robbal Alamin.

Medan, Agustus 2010 Penulis,

(13)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : ELMALIZA

Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi/ 15 Oktober 1976

Status : Kawin

Alamat : Jln. Duku Perumanan Benhil Indah Blok B No 5/6

II. KELUARGA

Nama Suami : Adi Mansar, SH, M.Hum Pekerjaan : Advocaat/Dosen

Nama Anak Kandung : 1. Odilla Meissy Adyatma 2. Vania Micha Dwilizadi

III. PENDIDIKAN

- SD : Tahun 1983 s/d 1989 SD Inpres Bukittinggi - SLTP : Tahun 1989 s/d 1992

SLTP Negeri 16 – Bukittinggi - SMU : Tahun 1992 s/d 1995

SMEA Negeri Bukittinggi - Perguruan Tinggi/S1 : Tahun 1996 s/d 2000

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR...……… v

RIWAYAT HIDUP... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR SINGKATAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ...………. 1

B. Perumusan Masalah...……….. 10

C. Tujuan Penelitian....………. 10

D. Manfaat Penelitian...……… 10

E. Keaslian Penelitian ………. 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsional……….. 12

1. Kerangka Teori...………... 12

2. Konsepsional...………. 22

G. Metode Penelitian...……… 27

1. Sifat Penelitian ………. 27

2. Pendekatan Penelitian ……… .. 27

3. Teknik Pengumpulan Data... ……….. 27

4. Bahan Penelitian...……….. 28

(15)

BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN

RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI

INDONESIA ... 30

A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia .………. 30

B. Sertifikat Rumah Susun... 41

C. Perkembangan Rumah Susun di Indonesia ………. 48

D. Sistem Strata Title …... 50

BAB III HAK KEPEMILIKAN TANAH DAN BANGUNAN ATAS RUMAH SUSUN MENURUT SISTEM PERTANAHAN DI INDONESIA……….…… 61

A. Hak Kepemilikan Tanah ………. 61

B. Hak Kepemilikan Bangunan ………..………. 63

C. Penyelenggara Pembangunan Rumah Susun... 67

BAB IV TANGGUNG JAWAB PARA PEMILIK RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DALAM PEMELIHARAAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SERTA FASILITAS RUMAH SUSUN…... 77

A. Hak dan Kewajiban Pemilik Rumah Susun atas Bangunan dan Fasilitas Rumah Susun ……….……….... 77

1. Hak dan Kewajiban Atas Bangunan ……… …. 78

2. Hak dan Kewajiban Atas Tanah ……… 90

3. Hak dan Kewajiban Atas Pajak Bumi dan Bangunan ……. 92

4. Hak dan kewajiban atas fasilitas umum ……… 94

B. Akibat Hukum Atas Kepemilikan Bersama Terhadap Fasilitas Umum Rumah Susun Dengan Sistem Strata Title 95 C. Perhimpunan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPSRS) ... 98

(16)

2. Keanggotaan Perhimpunan Penghuni Satuan Rumah

Susun ... 102

3. Tanggung Jawab Perhimpunan Penghuni ... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 108

A. Kesimpulan ……… 107

B. Saran ……….. 110

(17)

DAFTAR SINGKATAN

AD : Anggaran Dasar

AJB : Akta Jual Beli

ART : Anggaran Rumah Tangga

BPN : Badan Pertanahan Nasional BUMN : Badan Hukum Milik Negara BUMD : Badan Hukum Milik Daerah BUMS : Badan Hukum Milik Swasta

HASARUSUN : Hak Milik Satuan Rumah Susun HMSRS : Hak Milik Satuan Rumah Susun

HR : Human Resources

IMB : Izin Mendirikan Bangunan KLB : Koefisien Luas Bangunan

KUHPerdata : Kitab Undang-undang Hukum Perdata

LN : Lembagaran Negara

LNRI : Lembaran Negara Republik Indonesia NPP : Nilai Perbandingan Proporsional PBB : Pajak Bumi dan Bangunan

PP : Peraturan Pemerintah

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

PPRS : Perhimpunan Penghuni Satuan Rumah Susun

PT : Perseroan Terbatas

RUSUN : Rumah Susun

SRS : Satuan Rumah Susun

SARUSUN : Satuan Rumah Susun

SHM SARUSUN : Satuan Hak Milik Satuan Rumah Susun UUPA : Undang-undang Pokok Agraria

UURS : Undang-undang Rumah Susun

(18)

DAFTAR SINGKATAN

Accessie : Perlekatan

Apartment : Gedung

Articles of association : Anggaran dasar dan aggaran rumah tangga Certififikat : Sertifikat

Common Property : Fasilitas sosial

Condominium : Daerah yang dikuasai bersama Flat : Rumah petak bertingkat/ yang

diperlakukan sebagai milik sendiri High rise building : Bangunan tinggi berlantai banyak Horizontale : Mendatar

Joint penture : Modal patungan Lay-out : Memberikan gambaran Legal of security : Asas kepastian hukum Mauntenance fee : Biaya renovasi

Mauntenance/Management fee service : Membayar biaya pemeliharaan Persoonlijk : Perseorangan

Rech person : Badan hukum

Reel estate : Rumah tinggal

Residents association : Perhimpunan penghuni Service charge : Menbayar iyuran pengelolaan

Strata : Didalam tanah dapat dibagi dalam lapisan Strata title : Kepemilikan terhadap bangunan diatas

lahan tanah

Title : Lapisan udara

Uniformitas hukum : Untuk mencapai kepastian hukum

(19)

ABSTRAK

Indonesia saat ini sedang memasuki satu era baru tentang pembangunan pemukiman tempat tinggal bertingkat atau rumah susun yang dikenal dengan istilah

strata title, karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama. Tanah dan rumah adalah kebutuhan primer, setelah sandang ataupun pangan. Sekarang banyak tanah sudah difungsikan bukan tempat aktifitas pertanian, melainkan kegiatan industri dan komplek pemukiman/perumahan yang belakangan kian trend dan

boming. Dasar hukum (payung hukum) kepemilikan rumah susun dan hak kepemilikan tanah dan bangunan atas rumah susun mempunyai tanggungjawab para pemilik satuan rumah susun dengan sistem strata title dalam pemeliharaan hak atas tanah dan bangunan serta fasilitas rumah susun.

Pengaturan kepemilikan rumah susun diatur secara terpisah dengan sistem kepemilikan rumah lainnya, dalam hal ini hunian satuan. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya sistem kepemilikan perseorangan dan kepemilikan bersama. Dasar hukum rumah susun di Indonesia Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Pasal 1 ”Bangunan gedung yang bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. M. Yamin Lubis menyebutkan bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak, oleh karena sertifikat berfungsi sebagai alat bukti yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah diadministrasi oleh Negara. Sertifikat hak milik satuan rumah susun mempunyai karakteristik khusus bila dibandingkan dengan sertifikat hak atas tanah pada umumnya.

(20)

Akhirnya disarankan UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun yang ada perlu direvisi, karena saat ini belum mampu menampung dan memenuhi seluruh persoalan hukum yang berkenaan rumah susun khusus berkenaan dengan hak milik

strata title. Kepemilikan bersama tanah pertapakan atas satuan rumah susun menjadi kewajiban setiap pemilik rumah susun tentang hak dan kewajiban yang timbul, konsep hak milik dengan strata title seharusnya memberikan harapan baru bagi semua orang di Indonesia sebagai solusi untuk memperoleh rumah susun dengan hak milik. Tanggungjawab setiap pemilik atau penghuni rumah susun untuk melakukan hal-hal tertentu menjadi perekat kerukunan untuk tidak saling merugikan satu sama lain. Misalnya melakukan tindakan merubah bentuk bangunan di luar yang telah diperjanjikan akan lebih sulit bagi pemilik atau penghuni, karena mengganggu ketentraman lingkungan, hal ini seharusnnya telah ada sejak awal tentang diperkenannya merubah dan menambah baik bentuk maupun fasilitas pribadi yang ada di dalam rumah susun masing-masing.

_______________________

(21)

ABSTRACT

Indonesia, nowadays, is entering a new era in building high rises as settlement which is known as strata title because its function is to be used and enjoyed together. Land and housing are basic needs, followed by clothes and food. Today, land is used not only for farming but also for industrial activities and housing complex which are increasingly booming. The legal ground (legal protection) of the high rise ownership and the rights of the ownership of land and building, including their public facilities, are the responsibility of the owner of the high rise unit.

The regulation of the high rise ownership is distinguished from the other home ownership; in this case, the residence unit. This is the logical concequences of the individual and collective ownership system. The high rise legal ground in Indonesia, act Number 16, 1985, Article 1, says: “The high rises are built on acertain area which are divided into parts, functionally structured, horizontally and vertically, and consisted of units which can be settled respectively and used separately. Each of them are furnished by shared portion, shared things, and shared land. M. Yamin Lubis points out that certificates are proofs of title which signifies that the land has been administered by the government. The high rise ownership certificate has its own characteristic, compared with the land certificate in general.

Strata title is the ownership of the parts of the rooms in the high rise such as the apartment of high rise. The term strata title actually referred to the ownership concept of residence which is built vertically, such as condominium, apartment, or high rise. Land Act of 1960 is the source of National Land law which recognizes two systems of land rights – primary rights, and secondary rights. The concept of the high rise ownership in the agrarian law is as follows: land law consists of two principles of separation in the agrarian law: the principle of vertical separation and the principle of horizontal separation. The producers of building high rise can be Government Business Concern, Regional Business Concern, Cooperatives, Private Business Concern, non-government agencies, public expense, or cooperation among institutions and legal entities. The resident association which is legal entity is in charge of the interest of the residents and the high rise owners. The association of the residents and the owners is equally funded by both the owners of the high rise owners of the high rise and the residents.

(22)

be difficult for the owners or the residents because it will disturb the peacfulness of the environment. In this case, it is recommended that the residents are allowed to change the structure of the building in the contract.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia saat ini sedang memasuki satu era baru tentang pembangunan pemukiman atau rumah tempat tinggal. Salah satu model yang lebih tren selain berupa komplek reel estate adalah rumah tinggal berupa bangunan seperti rumah susun. Sistem kepemilikan bangunan bertingkat berupa rumah susun, pertokoan (plaza) sangat beragam ada berupa hak milik dan ada hak guna bangunan serta hak pakai. Munculnya bangunan bertingkat biasanya untuk mengatasi keterbatasan lahan atau tanah khususnya diwilayah perkotaan hal ini, telah melahirkan inovasi dan trend baru untuk pengembangan dan pembangunan pemukiman sebagai rumah tinggal. Pembangunan rumah tinggal bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dengan arah horizontal dan vertikal terbagi dalam satu-satuan masing-masing, dimana jelas batas-batas, ukuran dan luasnya. Selain satu-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian bersama dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang di atasnya didirikan bangunan yang dikenal dengan istilah strata title, karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki perseorangan.

(24)

Tanah dan rumah adalah kebutuhan primer,1 setelah sandang ataupun pangan. Seiring perkembangan zaman, cara pandang masyarakat terhadap nilai tanah perlahan mulai berubah. Dulu tanah hanya dinilai sebagai faktor penunjang aktivitas pertanian saja, tapi kini telah dilihat dengan cara pandang yang lebih strategis, karena merupakan aset penting dalam dunia industrialisasi. Kini banyak tanah yang sudah difungsikan bukan sebagai tempat aktifitas pertanian, melainkan kegiatan industri dan komplek pemukiman/perumahan yang belakangan kian trend dan boming.

Dengan semakin meningkatnya pertambahan penduduk, maka kebutuhan akan ketersediaan tanah dan rumah menjadi semakin tinggi pula. Selanjutnya dalam rangka untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan pemukiman, serta meningkatkan efektifitas dalam penggunaan tanah terutama pada lingkungan/daerah yang padat penduduknya, maka perlu dilakukan penataan atas tanah sehingga pemanfaatan dari tanah betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Berkaitan dengan hal itu maka mulai terpikirkan untuk melakukan pembangunan suatu bangunan yang digunakan untuk hunian kemudian atas bangunan yang dimaksud dapat digunakan secara bersama-sama dengan masyarakat lainnya, sehinga ada istilah strata title yang merupakan inovasi sistem kepemilikan rumah susun sesuai dengan dasar pembangunan perumahan sistem

1

(25)

rumah susun yang terdapat pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.2

Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan manusia akan ruang akan semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya populasi dan meningkatnya aktivitas bisnis dalam masyarakat. Kebutuhan ruang ini sering kali tidak seimbang dengan penambahan ruang yang ada, bahkan secara makro pasokan ruang ini tidak bertambah. Dengan semakin terbatasnya penyediaan tanah atau lahan untuk dibangun tersebut serta dengan semakin mahalnya harga tanah, maka penyebab perubahan strategis dalam pengembangan dan pembangunan wilayah, yang semula lebih cenderung berkembang secara horizontal sekarang sudah mulai berubah menuju kecenderungan kearah vertikal.

Pembangunan dengan arah vertikal ini terjadi pada berbagai jenis penggunaan bangunan, baik untuk rumah tinggal (rumah susun, condominium, apartement), perkantoran, pertokoan, hotel dan sebagainya. Namun yang menjadi masalah disini adalah apakah mungkin untuk memiliki bangunan dengan tanah dan fasilitas yang dimiliki bersama dan bagaimana mekanisme pemilikannya. Dengan munculnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun telah memberikan jawaban terhadap masalah ini meskipun hanya terbatas pada penggunaan sebagai rumah susun. Berkaitan dengan pembahasan mengenai penilaian terhadap properti

2

(26)

dengan kepemilikan secara strata title ini difokuskan pada properti rumah susun karena telah diatur dengan jelas dalam undang-undang.3

Maria S.W Sumardjono memberikan pengertian strata title adalah suatu sistem yang memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan (parsel), yang masing-masing merupakan hak yang terpisah. Tetapi di samping kepemilikan secara individual dikenal pula adanya tanah, benda serta bagian yang merupakan milik bersama common property.4 Undang-undang Perumahan dan Pemukiman, common property ini disebut dengan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum), hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Penyerahan Prasarana lingkungan, fasilitas umum dan fasilitas sosial perumahan kepada Pemerintahan Daerah dengan komposisi 60% bangunan dibanding 40% fasilitas sosial dan fasilitas umum.5

Tanah pertapakan yang digunakan sebagai media tempat berdirinya bangunan rumah susun baik sistem kepemilikan strata title merupakan bagian fasilitas umum rumah susun yang menjadi tanggungjawab bersama untuk mengelola dan menyelesaikan seluruh kewajiban hukumnya.

Rumah susun, apabila ditinjau dari sudut penggunaannya dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut:

3

Wahyu Hidayati dan Budi Harjanto, Konsep Dasar Penilaian Properti Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta, 2003, hal 247

4

M. Rizal Alif, SH, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Dalam

Kerangka Hukum Benda, Nuansa Aulia, Bandung, 2009, hal 25.

5

(27)

1. Rumah Susun hunian yakni rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal.

2. Rumah Susun bukan hunian yakni rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial.

3. Rumah Susun campuran yakni, rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat usaha.6

Pembangunan Rumah Susun suatu cara yang jitu untuk memecahkan masalah kebutuhan dari pemukiman dan perumahan pada lokasi yang padat, terutama pada daerah perkotaan yang jumlah penduduk selalu meningkat, sedangkan tanah kian lama kian terbatas. Oleh karena itu, pada tanggal 31 Desember 1985, Presiden Suharto telah menggesahkan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. ”Undang-undang Rumah Susun” . Disadari Undang-undang Rumah Susun ini hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok saja, sedangkan ketentuan pelaksanaannya selanjutnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah, instruksi presiden, peraturan badan pertanahan.

Peraturan pelaksana Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun antara lain:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

2. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan tata cara pengisian serta pendaftaran akta pemisahan rumah susun. 3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 Tentang

Bentuk dan tatacara pembuatan buku tanah serta penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.

6

(28)

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1992 Tentang Rumah Susun. 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992 yang mengatur teknis

pembangunan rumah susun.

Rumah Susun di Indonesia juga mengenal istilah rumah susun dengan strata title dan banyaknya istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat di Indonesia, seperti apartement, flat, condominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingungkan orang awam. Sebenarnya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya yakni Undang-undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, maka kerancuan tidaklah perlu timbul, karena istilah yang dipergunakan oleh undang-undang telah jelas dan tegas yakni rumah susun (Pasal 1 ayat1) Undang-undang-undang Nomor 16 Tahun 1985.7

Negara yang menganut asas accessie menyatakan, hak milik satuan rumah susun tidak sama dengan strata title, namun demikian untuk kepentingan praktis pengembang developer masih kerap menggunakan ungkapan ”penjualan

flat/apartement secara strata title.

Strata title merupakan hak milik atas satuan rumah susun. Berbeda dengan hak milik, hak milik atas satuan rumah susun bukan hak atas tanah tetapi berkaitan dengan tanah yang di dalamnya terdapat hak pemilikan bersama atas apa yang disebut ”bagian bersama”, ”tanah bersama”, dan ”benda bersama”.8 Strata title merupakan

7

Imam Koeswahyono, Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hal 24

8

(29)

hak kepemilikan bersama atas suatu komplek bangunan, yang terdiri dari hak eksklusif atas ruang plus hak bersama, atas ruang bersama maksudnya strata title

memberikan hak kepada pemegangnya atas ruang ekslusif (yang mana dipakai untuk kenikmatan sendiri), dan ruang bersama (tidak boleh dikuasai ekslusif terus menerus) yang dipakai dan dinikmati bersama dengan pemilik unit lainnya.9

Sistem strata title sebagai lembaga hukum untuk kepemilikan atas satuan rumah susun dalam bangunan gedung bertingkat hanya dimungkinkan pada negara yang menganut asas perlekatan acessie/natrekking. Penganut asas ini mengenal tanah adalah permukaan bumi dan apa yang ada di atas serta di bawahnya merupakan satu kesatuan, jadi menurut konsepnya pemilik tanah adalah pemilik ruang di atas dan tumbuh di bawahnya. Adapun udara yang ada di atas tanah dapat dibagi-bagi dalam lapisan-lapisan (strata).10 Pemilik tanah dapat memberi izin kepada orang lain untuk membangun lapisan-lapisan udara tersebut. Hak untuk membangun disebut title.

Di Indonesia, ada dua asas dalam hukum tanah dan implikasinya atas konsep Rumah Susun yaitu:

1. Asas accessie (asas perlekatan) atau accessie scheilding beginsel. 2. Asas pemisahan horizontal atau horizontale beginsel.11

Di dalam asas perlekatan, bangunan menjadi bagian dari tanahnya, oleh karena itu dengan sendirinya bangunan-bangunan itu tunduk pada ketentuan-ketentuan

9

WWW. Green-bay-pluit.blogspot.com BC@RE: “GREEN BAY PLUIT” Hunian dengan

konsep Green living ditengah Panorama Laut, Sertifikat Hak Milik Strata Title, Rabu Oktober 2009,

14.33. 10

Oloan Sitorus dan Normadyawaty, Hak Atas Rumah Susun dan Konduminium, Suatu

Tinjauan Hukum, Dasamedia Utama, Yogyakarta, 1994, hal 36

11

(30)

hukum yang berlaku terhadap tanahnya (hukum tanah). Atas asas itu pula, maka hak pemilikan atas tanah hak Barat itu meliputi juga kepemilikan dari bangunan yang ada di atasnya (Pasal 571 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Bangunan yang didirikan di atas tanah kepunyaan pihak lain menjadi milik yang punya tanah (kecuali diperjanjikan lain).12

Asas perlekatan yang dikenal dalam kitab undang-undang hukum perdata terdiri atas perlekatan secara mendatar dan perlekatan secara tegak lurus (vertical). Perlekatan secara horizontal (mendatar) melekatkan suatu benda sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda pokoknya (Pasal 589 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) atau balkon rumah induknya (Pasal 588 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Berdasarkan asas perlekatan itu, pemilik benda pokok merupakan pemilik benda ikutan dan secara hukum benda ikutan itu mengikut benda pokoknya. Sebaliknya pelekatan vertical adalah perlekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada di atas maupun di dalam tanah sebagai benda pokoknya.13

Penciptaan hak milik satuan rumah susun sebagai lembaga hukum baru dalam sistem hukum Indonesia memenuhi asas pemisahan horizontal yang dianut oleh hukum tanah nasional kita. Dalam hubungan ini apabila dikaitkan dengan asas hukum

12

Boedi Harsono, Op. Cit., hal 142 13

(31)

tanah nasional kita yang tidak memakai asas perlekatan accessie, melainkan menggunakan asas pemisahan horizontal.

Menurut Djuhaendah Hasan, agar terdapat kesatuan dasar pemikiran dalam ketentuan pengaturan tentang hukum benda benda yang berkaitan dengan pembangunan rumah susun dimasa depan, maka akan lebih bermanfaat apabila menggunakan sistem strata title dari pada menggunakan sistem kondominium. Oleh karena itu, perlu direvisi Undang-undang Rumah Susun agar dimungkinkan penggunaan sistem strata title selain sistem kondominium dan sesuai dengan kebutuhan peraturan UUPA terbaru yang telah direformasi (reformasi UUPA) oleh pemerintah dan DPR sesuai dengan tuntutan masyarakat perkotaan modern yang berkembang pesat dan dinamis terlebih pada era globalisasi bisnis dan investasi sekarang ini. 14

Di Australia, New Zealand, Singapura, Malaysia dan Hongkong, problema penyediaan pemilikan tanah bagi pembangunan perumahan secara vertical dengan menggunakan sisten strata title yaitu sistem yang mengatur tentang bagian tanah yang terdiri dari lapisan-lapisan (strata) yaitu lapisan bawah dan atas, dengan strata yang diartikan Land Strata Act Singapura sebagai berikut: Stratum means any part of land consisting of space of any shape below on or above the surface of the land, the dimensions of which are delineated.15

Undang-undang Pokok Agraria Pasal 4 mengartikan hak atas tanah hanya merupakan hak atas permukaan bumi. Meskipun pemegang hak diberi kewenangan untuk menggunakan ruang permukaan bumi dan ruang bawah tanah, hanya sebatas pada hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan tanah sebagai mana dikandung oleh hak atas tanah. Misalnya untuk menggunakan ruang atas dan bawah tanah sekedar untuk membangun rumah. Jadi yang menjadi objek hak hanya sebatas permukaan bumi, tidak meliputi ruang di atas dan di bawah bumi. Oleh karena itu, tidak ada kewenangan bagi pemilik tanah untuk mengizinkan orang lain menjadi pemilik ruang di atas tanahnya, atau lapisan udara di atas tanahnya.16

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang harus diteliti secara mendalam nantinya.

14

M. Rizal Alif, Op.Cit, hal 25 15

YOAN IMANOLISA SHAPTIENI, Tesis, ”Penerapan Sistem Kepemilikan Bersama Dalam Mewujutkan Kepastian Hukum Atas Hak Milik Satuan Rumah Susun (Study Kasus Pada Rumah Susun

Griya Sukaperdana Medan)” USU Medan, 2007, hal 12.

16

(32)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana dasar hukum (payung hukum) kepemilikan rumah susun dengan sistem strata title di Indonesia.

2. Bagaimana hak kepemilikan tanah dan bangunan atas rumah susun menurut sistem pertanahan di Indonesia.

3. Bagaimana tanggungjawab para pemilik satuan rumah susun dengan sistem strata title dalam pemeliharaan hak atas tanah dan bangunan serta fasilitas rumah susun.

C. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar hukum (payung hukum) kepemilikan rumah susun dengan sistem strata title di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hak kepemilikan tanah dan bangunan atas pertapakan rumah susun menurut sistem pertanahan di Indonesia.

3. Untuk mengetahui tanggungjawab para pemilik satuan rumah susun dengan sistem strata title dalam pemeliharaan hak atas tanah dan bangunan serta fasilitas rumah susun.

D. Manfaat Penelitian

(33)

1. Secara Teori

Diharapkan dapat menambah sumbangan pengetahuan bagi pengembangan hukum agraria secara umum dan tentang masalah pemberlakuan sistem kepemilikan bersama kepada satuan rumah susun.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat menjadi pedoman bagi anggota masyarakat baik pihak lain yang berkepentingan dalam menangani hal-hal yang berkaitan dengan segala permasalahan yang ada di dalam rumah susun dengan sistem strata title.

E. Keaslian Penelitian

Kepemilikan Terhadap Tanah Pertapakan Dan Bangunan Yang Dikuasai Dengan Sistem Strata title yang diangkat menjadi judul penelitian ini belum pernah dicatat diprogram Studi Magister Kenotariatan, sehingga penelitian ini adalah asli. Bahwa yang tercatat dan pernah diteliti yang hampir bersesuaian dengan judul penelitian tesis ini adalah ”Penerapan Sistem Kepemilikan Bersama Dalam Mewujutkan Kepastian Hukum Atas Hak Milik Satuan Rumah Susun (Study Kasus Pada Rumah Susun Griya Sukaperdana Medan)” penelitian tesis atas nama YOAN IMANOLISA SHAPTIENI dengan mengangkat permasalahan:

(34)

2. Bagaimanakah permasalahan sertifikasi pada rumah susun Griya Sukaperdana Medan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

3. Bagaimanakah peranan perhimpunan penghuni pada Rumah Susun Griya Sukaperdana Medan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam kepemilikan bersama.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Kelangsungan perkembangan ilmu hukum senantiasa bergantung pada unsur-unsur berikut, antara lain metodologi, aktifitas penelitian, imajinasi sosial dan juga sangat ditentukan oleh teori.17 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan segala spesifik untuk proses tertentu terjadi,18 suatu teori harus di uji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benaran 19.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan pegangan teoritis. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Pres, 1986, hal 6 18

J.J.J M. Wuisman dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal 203

19

(35)

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujutkan keadilan

(rechtgerichtheid), kemanfaatan (rechtsulititeit) dan kepastian hukum

(rechszekerheid). Dalam bukunya ”inleiding tot de studie van het nederlandse recht”, Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh sedapat mungkin apa yang menjadi haknya. Dalam hal mewujutkan keadilan, menurut W. Freidman suatu undang-undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua orang walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut.20

Menurut ajaran Yuridis-dogmatis, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujutnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujutkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujutkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.21

Menurut aliran ini meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan kepastian hukum dapat terwujut. Hukum identik

20

W.Freidman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Krisis Atas Teori-teori Hukum,

diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grasindo Persada,

Jakarta, 1993, hal 7 21

(36)

dengan kepastian.22 Lebih tegas landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini tidak salah arah, sebelumnya diambil rumusan landasan teori seperti yang dikemukakan M. Solly Lubis, yang menyatakan: Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.23

Adapun teori menurut Maria S.W Sumardjono adalah seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dan fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.24

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang ada dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.25

22

ibid

23

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hal 80 24

Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, Gramedia, 1989, hal 12

25

(37)

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Ia memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori, dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya. Teori bisa juga mengandung subjektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini. Oleh karena itulah muncul yang yang berbagai aliran hukum dalam ilmu hukum, sesuai dengan sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang yang tergabung dalam aliran-aliran tersebut .26

Asas Legalitas diartikan sebagai asas kepastian hukum. Biasa disebut dalam istilah legal of secuity. Asas ini merupakan konsekuensi logis dari pada Negara hukum, sehingga setiap perbuatan atau tindakan aparatur pemerintah haruslah selalu didasarkan pada aturan-aturan hukum.27

Sebagai bukti kepemilikan strata title, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan suatu sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang di dalamnya menerangkan kepemilikan terhadap bangunan di atas lahan tanah. Jadi bukan kepemilikan atas

Forum Komunikasi Pertanahan, Ibid, hal 2 29

(38)

lahan tanahnya. Hak milik satuan rumah susun dapat diberikan kepada warga negara Indonesia individu atau juga warga negara asing dengan sistem sewa atau leasing.30

Rumah Susun di Indonesia juga mengenal istilah rumah susun strata title dan banyaknya istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat di Indonesia, seperti

apartemen, flat,condominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingungkan orang awam. Sebenarya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya yakni Undang-undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, maka kerancuan tidaklah perlu timbul, karena istilah yang dipergunakan oleh undang-undang tersebut telah jelas dan tegas yakni rumah susun (Pasal 1 ayat1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985. Dalam Perkembangannya muncul berbagai istilah lain dari rumah susun seperti

apertement, strata title, condominium, flat dan lain sebagainya namun arti maknanya sama sekali tidak berbeda dengan rumah susun sehingga tetap tunduk dan berlaku undang-undang tentang rumah susun.

Sering kali kita terkecoh dengan istilah ”hak milik atas satuan rumah susun”. Panggalan kata hak milik tersebut dapat membuat orang memiliki anggapan keliru bahwa strata title identik dengan ”hak milik” dimana jangka waktu yang diberikan tak terbatas. Perlu ditegaskan disini bahwa jangka waktu dari strata title (hasarusun) adalah sama dengan jangka waktu hak atas tanah bersamanya. Dengan demikian

strata title dari sebuah unit apartement yang dibangun di atas tanah hak guna bangunan (HGB) akan memiliki jangka waktu yang sama yaitu 20 tahun. Dengan demikian pada tahun kedua puluh pemilik strata title, wajib secara bersama-sama

30

(39)

memperpanjang hak atas tanah bersama (HGB) tersebut. Sebaliknya strata title dari satuan rumah susun yang dibangun di atas hak milik jangka waktu yang terbatas.31

Perlu dicermati oleh perusahaan atau warga negara asing32. Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 dijelaskan bahwa perusahaan (kecuali BUMN) tidak dapat memiliki hak milik. Hal ini juga berarti perusahan tersebut tidak dapat memiliki

strata title yang melekat di atas tanah bersama berupa hak milik. Lebih jauh seorang warga negara asing dimungkinkan memilki tanah dalam bentuk kepemilikan hak pakai. Hal ini berarti pula bahwa warga negara asing hanya dapat memiliki sebuah unit rumah susun yang dibangun di atas tanah yang memiliki hak pakai.

Keterangan berikutnya dari sebuah strata title adalah ”gambar denah” gambar denah merupakan gambar yang menunjukkan letak dilantai berapa unit (satuan) rumah susun yang bersangkutan. Selanjutnya di dalam gambar denah lantai tersebut ditunjukkan pula letak atau posisi unit tersebut. Calon pemilik satuan rumah susun wajib mencermati keterangan spesial yang ada digambar dengan keadaan fisik dilantai rumah susun yang bersangkutan. Sering kali terjadi keluhan bahwa luas fisik satuan rumah susun lebih kecil dari pada yang disajikan digambar denah. Hal ini dapat terjadi mengingat unit yang digambarkan diukur sesuai dengan AS atau titik tengah dari tembok atau kolom struktur suatu unit, sedangkan jika pemilik melakukan pengukuran di dalam ruangan yang didapat adalah luas NER dari interior unit tersebut.

31

Forum Komunikasi Pertanahan, Op. Cit, hal 3 32

(40)

Tahap untuk memulai menghuni rumah susun strata title merupakan momentum yang paling membahagiakan bagi pembeli ataupun pemilik sarusun strata title. Setidaknya ada beban yang sebelumnya oleh pengembang lepas masa penantian pembangunan hingga siap huni. Dengan selesainya tahapan pembangunan rumah susun yang begitu panjang dan melelahkan, pada saat serah terima pemilik berkesempatan bisa lebih cermat memperhatikan karakter bangunan rumah susun lebih detail. Hal ini untuk mengukur sejauh mana kelayakan rumah susun itu bisa dihuni dengan segera.

Sebagai pemilik satuan rumah susun strata title tentu saja kita berhak untuk mencermati struktur fisik bangunannya. Apakah bangunan yang sudah dibeli sesuai dengan standar bangunan yang aman, apakah fasilitasnya mendukung dan sesuai dengan apa yang dijanjikan sebelumnya oleh pengembang.

Ada beberapa tahap yang penting yang perlu diketahui pemilik sarusun sebelum menerima serah terima unit satuan rumah susun.

1. Pembangunan struktur rumah susun

(41)

sejauh mana prosedur administratif dan teknis pembangunan rumah susun yang dijalankan pengembang.

2. Pertelaan

Yang menjadi bagian dari strata title adalah ”pertelaan” pertelaan merupakan penjelasan mengenai besarnya proporsi atau bagian hak atas bagian hak atas bagian bersama, benda-bersama, dan tanah bersama. Proporsi ini akan berdampak pada pengeluaran yang dilakukan untuk perawatan semua atribut yang dimiliki bersama sebagai contoh adalah biaya bulanan perawatan atau maintenance fee

atau biaya renovasi yang biasanya terjadi beberapa tahun sekali atau perpanjangan hak atas tanah bersama. Sebaliknya proporsi tersebut juga digunakan jika diperoleh aliran dana masuk. Kasus yang ekstrim jika bangunan yang ada sudah tidak layak digunakan dan seluruh pemilik sepakat untuk menjual keseluruhan asset diareal rumah susun tersebut. Masing-masing pemegang hak milik atas satuan rumah susun akan memperoleh bagian sebesar proporsi yang disebutkan dalam pertelaan dari jumlah keseluruhan uang yang diterima dari hasil penjualan. 3. Tanggungjawab bersama atas tanah pertapakan bangunan dengan sistem strata

title.

(42)

Pemerintahan Daerah dengan komposisi 60% bangunan dibanding 40% fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Tanggungjawab setiap pemilik ruang bangunan pada setiap tingkatan melekat tanggungjawab untuk mengelola dan menjalankan seluruh kewajiban yang berhubungan tanah pertapakan bangunan yang dihuni. Di samping itu, dalam sistem rumah susun atau pengertian menurut undang-undang rumah susun menerangkan: 1. Bagian bersama, yaitu bagian rusun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk

pemakaian bersama dalam satu kesatuan fungsi dengan sarusun itu. Bagian bersama ini merupakan satu struktur bangunan rusun yang terdiri atas:

a. Pondasi,

Bagian ini tidak dapat dimiliki dan dimonopoli pemilik sarusun, melainkan hak bersama.

2. Benda bersama, yakni benda yang yang bukan bagian rusun yang untuk pemakaian bersama dan dimiliki bersama secara terpisah, bagian ini melengkapi rusun agar berfungsi secara optimal yang terdiri atas:

a. jaringan air bersih yang tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia dalam berinteraksi antar

33

(43)

sesamanya, baik tingkah laku yang sudah menjadi sengketa ataupun belum yang berisikan hak, kewajiban, apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang yang berlaku dalam masyarakat, tetapi diakui atau dibuat oleh otoritas pembuat hukum yang sah dan diterapkan oleh lembaga penerapan hukum yang sah pula berisikan sanksi terhadap orang yang melanggarnya, dengan tujuan utamanya untuk keadilan, di samping juga untuk mencapai kepastian hukum, uniformitas hukum, koherensi hukum, ketertiban, kesejahteraan, ketentraman, ketenangan, dan berbagai kebutuhan serta tujuan hidup manusia lainnya.

Aturan hukum, baik berupa undang-undang maupun hukum tidak tertulis, dengan demikian, berisi aturan-aturan bersifat umum yang menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan semacam itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.

Dengan demikian kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu:

1. adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan,

2. berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

(44)

hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.34

Roscoe Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya predictability. Apa yang dikemukakan oleh Poun ini oleh Van Apeldoorn dianggap sejalan dengan apa yang ditengarahkan oleh Oliver Wendell Holmes dengan pandangan realismenya. Holmes, mengatakan The prophecies of what the courts will do in fact and nothing more pretentious are what I mean by law. Oleh Van Apeldoorn dikatakan bahwa pandangan tersebut kurang tepat karena pada kenyataannya hakim juga dapat memberi putusan lain dari apa yang diduga oleh pencari hukum.35

Dalam menjaga kepastian hukum, peran pemerintah dan pengadilan sangat penting. Pemerintah tidak boleh menerbitkan aturan pelaksanaan yang tidak diatur oleh undang-undang atau bertentangan dengan undang-undang. Apabila hal itu terjadi, pengadilan harus menyatakan bahwa peraturan demikian batal demi hukum, artinya dianggap tidak pernah ada sehingga akibat yang terjadi karena adanya peraturan itu harus dipulihkan seperti sediakala. Akan tetapi, apabila pemerintah tetap tidak mau mencabut aturan yang telah dinyatakan batal itu, hal ini akan berubah menjadi masalah politik antara pemerintah dan pembentuk undang-undang. Yang lebih parah lagi apabila lembaga perwakilan rakyat sebagai pembentuk undang-undang tidak mempersoalkan keengganan pemerintah mencabut aturan yang dinyatakan batal oleh pengadilan tersebut. Sudah barang tentu hal semacam itu tidak memberikan kepastian hukum dan akibatnya hukum tidak mempunyai daya prediktibilitas.36

2. Konsepsional

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit disebut dengan operasional defenition.37 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu

(45)

istilah yang dipakai. Karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan ditentukan, yaitu:

Rumah Susun38 adalah Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satu satuan yang masing-masing terdapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.

Strata title39 adalah hak lapisan, maksud hak lapisan, hak seseorang atau suatu pihak untuk dapat memiliki suatu ruang bangunan yang berada diatas tanah atau bangunan orang lain.

Konsep strata title40 adalah merujuk pada pemisahan akan hak seseorang terhadap beberapa strata atau tingkatan yakni terhadap hak atas permukaan tanah atas bumi dibawah tanah dan udara diatasnya.

Apartement41 adalah 1.tempat tinggal (terdiri atas kamar duduk, kamar mandi, dapur, dsb) yang berada pada satu lantai bangunan bertingkat; rumah flat; rumah pangsa; 2. bangunan bertingkat, terbagi dalam beberapa tempat tinggal.

38

Himpunan Peraturan Peraturan Perundang-undangan Rumah Susun, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, CV Karya Gemilang, Indonesia legal Center Publising, 2009, hal 2

39

Ridwan Halim, Hukum Pemukiman, Perumahan dan Rumah Susun (Suatu Himpunan Tanya Jawab), Doa dan Karma, Jakarta, 2006 hal 154

40

Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium,

Apartemen dan Rusunami, Minerva Athena Pressindo, Jakarta 2009, hal 14

41

(46)

Flat42adalah tempat tinggal yang dibagi atas ruang duduk, kamar tidur, kamar mandi dan dapur (ruangannya berderet-deret).

Condominium43 adalah milik bersama, daerah yang dikuasai bersama-sama, gedung bertingkat yang berpetak-petak untuk disewakan.

Bagian bersama44 adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satu-satuan rumah susun.

Benda bersama45 adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.

Tanah bersama46 adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.

Kepemilikan bersama47 adalah pemiliki yang dimiliki secara bersama-sama secara proporsional dengan para pemilik lainnya pada rumah susun tersebut.

Kepemilikan perseorangan48 adalah hak kepemilikan seseorang yang telah memberi satuan unit rumah susun.

Unit49 adalah ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang dibatasi oleh dinding dan digunakan secara terpisah atau tidak secara bersama-sama hanya dinding yang menopang struktur bangunan saja yang merupakan bagian bersama.

42

Susilo Riwayadi dan Suci Nur Aisyah, Op Cit hal 229 43

Ridwan Halim, Hukum Kondominium Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal 15

44

(47)

Pemilik50 adalah perseorangan atau badan hukum yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.

Penghuni51 adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam satuan rumah susun.

Perhimpunan penghuni52 adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni.

Hak milik53 adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas tanah dengan mengingat fungsi sosial, yang dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak Guna Bangunan (HGB)54 adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu 20 tahun lagi, kemudian dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

Hak Pakai55 adalah hak untuk menggunakan dan/atau memunggut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian penggolongan tanah

49

Ibid, hal 59 50

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Op Cit, hal 3 51

Ibid 52

Ibid

53

Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta 2002, hal 5 54

Ibid, hal 31 55

(48)

segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentua-ketentuan, undang-undang.

Sertifikat hak atas tanah/hak tanggungan56 adalah Surat tanda bukti hak atas tanah/hak tanggungan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1961.

Pertelaan57 adalah Penjelasan atau rincian mengenai batas-batas yang jelas dari setiap unit satuan rumah susun, yang merupakan bagian tertentu dari gedung, termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama serta uraian nilai perbandingan proporsional (NPP) yang dibuat dan disusun sesuai dengan ketentuan peraturan rumah susun. Pertelaan ini sebenarnya akan menjadi dasar perhitungan nilai perbandingan proporsional (NPP) yang pada akhirnya juga menjadi pelengkap bagi diterbitkannya sertifikat hak milik satuan rumah susun.

Asas pemisahan horizontal (horizontale scheiling)58 adalah asas yang membagi, membatasi dan memisahkan kepemilikan atas sebidang tanah berikut segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah tersebut secara horizontal.

Asas perlekatan59 adalah bangunan menjadi bagian dari tanahnya, oleh karena itu, bangunan itu tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanahnya (hukum tanah) jadi, hak kepemilikan atas tanah hak Barat itu meliputi juga kepemilikan dari bangunan yang ada di atasnya.

56

Effendi Perangin, Praktek Pengurusan sertifikat Hak Atas Tanah, Rajawali Press, Jakarta, 1992, hal 1

57

Imam Koeswahyono, Op Cit, hal 16 58

Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya, Mitra kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 1998, hal 9

59

(49)

Asas Vertikal (acessie)60 adalah perlekatan tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada di atas maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda pokoknya.

G. Metode Penelitian

Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan atau menganalisis data yang diperoleh secara sistematis.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif (kepustakaan) yakni suatu kajian di samping dengan menekankan pada aspek hukum (peraturan perundang-undangan), buku-buku, teori-teori yang ada berkembang hingga saat ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapat data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan ilmiah, maupun tentang suatu fakta atau gagasan, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research. Yaitu menghimpun data dengan

60

(50)

melakukan penelaahan bahan kepustakaan baik berupa dokumen-dokumen, maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Bahan Penelitian

a. Bahan hukum Primer, bahan hukum yang mengikat, berasal dari undang-undang dan peraturan-peraturan seperti:

1). Kitab Undang-undang Hukum Perdata

2). Undang-undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun 3). Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun

4). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1987 Tentang Prasarana

5). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1975 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian-bagian Bangunan yang ada di atasnya serta Sertifikatnya.

6). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1977 Tentang Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah Mengenai Hak Atas Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian Bangunan yang ada di atasnya.

7). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 10 Tahun 1983 Tentang Tata Cara Permohonan dan Pemberian Izin Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama yang disertai dengan Pemilikan Secara Terpisah Bagian-bagian pada Bangunan Bertingkat.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

(51)

c. Bahan Tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.

5. Analisis Data

(52)

BAB II

DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA

A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia.

Pengaturan sistem kepemilikan rumah susun diatur secara terpisah dengan sistem kepemilikan rumah lainnya, dalam hal ini hunian satuan. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya sistem kepemilikan perseorangan dan kepemilikan bersama. Karena itu, mengenai rumah susun diatur tersendiri dalam beberapa peraturan. Hal ini diperlukan agar aturan-aturan mengenai rumah susun bisa mengatur kepentingan semua pihak. Hanya saja sayangnya aturan hukum yang ada belum mampu mengakomodir semua permasalahan-permasalahan pengelolaan rumah susun mengingat perkembangan pembangunan dan hunian yang semakin kompleks sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, karena itu diperlukannya kejelian masing-masing pengembang (devoloper) untuk mengatur masalah yang mungkin timbul dikemudian hari agar dapat melindungi kepentingan pihak-pihak pemilik atau penghuni rumah susun termasuk kepentingan pengembang itu sendiri, agar tidak timbul perselisihan hukum diantara para pihak (pengembang dan pemilik atau penghuni) yang dipastikan akan merugikan semua pihak, baik dari segi biaya dan waktu dalam rangka menyelesaikan perselisihan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kesediaan lahan yang minim maka akhirnya pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang rumah susun yang baru yang dalam pengaturannya memberikan peluang digunakannya barang

Konsumen, Developer dan Bank Dihubungkan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang Tidak Dapat Melaksanakan Akta Jual Beli atas Satuan Rumah Susun karena Adanya

Didusun tersebut, terdapat Tanah Negara Bebas dan Tanah Hutan Masyarakat adat, oleh pihak perusahaan digunakan untuk lahan perkebunan, yang hingga saat ini belum memenuhi

Tindakan Hukum yang dilakukan pengembang terkait dengan rencana pengubahan tata letak rumah susun yang sudah memiliki sertipikat hak milik atas satuan rumah susun

”Bangunan gedung yang bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal

Sampai saat ini kedudukan konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah susun sangat lemah, meskipun telah ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, oleh karena itu

Sebagai bukti kepemilikan sarusun adalah SHM satuan unit rumahhsusun, sebagaimana ditetapkan dalam UU Rumah Susun pada pasal 47 ayat 3 yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat