• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA

A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia.

Pengaturan sistem kepemilikan rumah susun diatur secara terpisah dengan sistem kepemilikan rumah lainnya, dalam hal ini hunian satuan. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya sistem kepemilikan perseorangan dan kepemilikan bersama. Karena itu, mengenai rumah susun diatur tersendiri dalam beberapa peraturan. Hal ini diperlukan agar aturan-aturan mengenai rumah susun bisa mengatur kepentingan semua pihak. Hanya saja sayangnya aturan hukum yang ada belum mampu mengakomodir semua permasalahan-permasalahan pengelolaan rumah susun mengingat perkembangan pembangunan dan hunian yang semakin kompleks sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, karena itu diperlukannya kejelian masing-masing pengembang (devoloper) untuk mengatur masalah yang mungkin timbul dikemudian hari agar dapat melindungi kepentingan pihak-pihak pemilik atau penghuni rumah susun termasuk kepentingan pengembang itu sendiri, agar tidak timbul perselisihan hukum diantara para pihak (pengembang dan pemilik atau penghuni) yang dipastikan akan merugikan semua pihak, baik dari segi biaya dan waktu dalam rangka menyelesaikan perselisihan tersebut.

Di Indonesia, peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah pembangunan rumah susun diantaranya adalah:

(2)

1. undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Rusun. Undang-undang ini merupakan payung hukum yang mengatur segala hal yang terkait dengan pembangunan rumah susun ditanah air.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 2/1984 Tentang bentuk dan tata cara pengisian serta pendaftaran akta pemisahan rusun. 4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989, tentang

Bentuk dan Tata cara pengisian serta pendaftaran Akta Pemisahan Akta Rumah Susun.

5. Peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 4 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta penerbitan sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Rumah Susun.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 60/PRT/1992 yang mengatur teknis pembangunan Rumah Susun.

8. Peraturan Daerah DKI Nomor. 2 Tahun 1991 Tentang Rumah Susun di DKI Jakarta.

9. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor. 924 Tahun 1991 Tentang Rumah Susun di DKI Jakarta.61

Setelah diketahui dasar hukum yang menjadi payung hukum rumah susun di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Pasal 1 berbunyi:

”Bangunan gedung yang bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama”.62

Menurut Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun menyatakan pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan

61

Erwin Kallo, Panduan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (kondominium,

Apartemen dan Rusunami, Minerva Athena Pressindo, Jakarta, 2009, hal 19

62Himpunan Peraturan Perundang-undangan Rumah Susun, Undang-undang Republik

(3)

vertikal yang terbagi dalam satuan-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah dan bagian bersama dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun yang merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dalam undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia. Undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi:

a. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah;

b. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun; c. Hak bersama atas benda-benda;

d. Hak bersama atas tanah.

Yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.63

Di Indonesia, Undang-undang tentang rumah susun baru ada setelah diundangkannya Undang-undang No. 16 Tahun 1985 dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988, ketentuan tersebut dinyatakan berlaku juga bagi apartemen yang bukan rumah susun, perkantoran. Hal ini sangat terasa dipaksakan, karena dalam Undang-undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun diartikan sebagai bangunan yang terdiri atas bagian-bagian yang distrukturkan secara

63Informasi Hukum Pertanahan Yang berkaitan dengan Rumah Susun, Direktorat Hukum

(4)

fungsional, dan masing-masing merupakan satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian. Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 memperluas bahkan menyimpang dari Undang-undang No. 16 Tahun 1985, dengan menetapkan bahwa rumah susun dapat digunakan untuk tempat hunian maupun bukan hunian.64

Ketentuan tentang rumah susun yang peruntukannya sebagai tempat hunian dan atau bukan tempat hunian (strata title) telah diatur:

a.Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. b.Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.65

Menurut Chadidjah Dalimunthe dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah. Memberikan pengertian tentang rumah susun yaitu :

Yang dimaksud dengan Rumah Susun adalah: Gedung bertingkat (Kondominium) yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan kesatuan yang masing-masing dapat dimiliki

64

Konsep Hak Milik Strata title Pada Rumah Susun/Apartement.

http://hendrifrendra.blogspot.com/2009/02/konsep-hak-milik-strata-title-pada . html hal 3 diakses pada tanggal 6 Juni 2010. Isi Pasal 7 Undang-Undang No. 4 Tahun 1988 adalah: Rumah susun yang

digunakan untuk hunian atau bukan hunian secara mandiri atau secara terpadu secara kesatuan system pembangunan, wajib memenuhi ketentuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 5. Isi Pasal 5 Undang-undang No. 4 Tahun 1988 adalah: Pengaturan dan pembinaan rumah susun meliputi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif pembangunan rumah susun, izin layak huni, pemilikan satuan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya. Rumah susun hunian adalah: Rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal. Rumah susun bukan hunian adalah: rumah susn yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial.

65Rumah susun di Indonesia dan segala permasalahannya, http://.blogspot.com/2008/04/surat-daran-direktur-jenderal-pajak.html, diakses tanggal 2 Juli 2010

(5)

dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.66

Inti sistem kondominium adalah pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menyatakan bahwa ”rumah susun” merupakan terjemahan dari kata-kata Condominium, flat atau apartement. Kondominium berasal dari kata condominium. Jika dipenggal, co berarti bersama-sama, berarti pemilikan istilah yang dipakai berbeda menurut sistem hukum yang bersangkutan, misalnya di Inggris disebut joint property, di Amerika menggunakan strata title yang lebih memungkinkan adanya pemilikan bersama secara horisontal, di samping pemilikan secara vertikal.

Hukum yang berlaku dalam hukum kondominium (termasuk rumah susun dan strata title), yang berlaku adalah asas:

a. Asas pemisahan horizontal, dalam memisahkan setiap satuan rumah susun dengan satuan rumah susun lainnya yang bersebelahan (yang selantai/setingkat).

b. Asas pemisahan vertikal, dalam memisahkan dalam setiap satuan rumah susun dengan satuan rumah susun lainnya yang ada di atasnya atau/dan di bawahnya (yang berbeda lantai atau tingkatan).

66Chadidjah Dalimunthe, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah,

(6)

Walaupun di Indonesia dipergunakan berbagai istilah seperti rumah susun, strata title, apartemen, flat, condominium, namun dalam bahasa hukumnya disebut rumah susun, karena mengacu pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun 67. Strata title dapat diartikan juga hak atas lapisan, yang dikatakan hak atas lapisan adalah hak seseorang atau suatu pihak untuk dapat memiliki suatu ruangan bangunan yang berada di atas tanah atas bangunan orang lain. Hak milik atas satuan rumah susun (selanjutnya disebut HMSRS) merupakan lembaga hukum baru di negara Indonesia. Keberadaannya membawa konsekwensi terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemilikan bersama atas bangunan gedung bertingkat.

Pengaturan awal rumah susun, tercantum di dalam The Conveyancing (Strata Titles) Act 1961 yang diganti kemudian dengan The Strata Titles Act 1973. Negara Belanda yang dalam beberapa dasa warsa hukumnya diacu oleh hukum Indonesia juga telah ditiru perihal rumah susun di dalam Tienden Title A Burgerlijk Wetboek pada bagian yang dinamakan Appatementsrechten.68

Di Negara Republik Indonesia, meningkatnya kebutuhan akan perumahan telah ditenggarai sejak Tahun 1970 oleh Menteri Dalam Negeri yang ditugasi untuk mengatur masalah pertanahan. Oleh karenanya, dikeluarkanlah serangkaian peraturan perundang-undangan yang membuka kemungkinan bagi seseorang untuk memiliki sebidang tanah bersama-sama orang lain dengan menunjuk secara khusus, pada

67Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Op Cit., hal 2 68Imam Koeswahyono, Op Cit., hal 7

(7)

bagian bangunan gedung yang dimiliki secara individual oleh pemegang sertifikatnya. Peraturan yang dimaksud dalam hal ini adalah:

1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1975 Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian-Bagian Bangunan yang ada di atasnya serta penerbitan sertifikatnya.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1977 Tentang Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah Mengenai Hak Atas Tanah Yang Dipunyai Bersama dan Pemilikan Bagian-bagian Bangunan yang ada di atasnya.

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 10 Tahun 1983 Tentang Tata Cara Permohonan dan Pemberian izin Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah bagian-bagian pada bagunan bertingkat

Boedi Harsono, mengatakan peraturan-peraturan di atas berpangkal pada tafsiran dalam hukum nasional dimungkinkan pemilikan secara pribadi bagian-bagian tersebut, hukum Indonesia mengenal asas pemisahan horizontal yang berarti setiap benda yang menurut wujud dan tujuannya dapat digunakan sebagai satu kesatuan yang mandiri, dapat menjadi objek pemilikan secara pribadi. Dengan demikian, bagian-bagian suatu bangunan gedung bertingkat yang menurut wujud dan tujuannya masing-masing dapat digunakan secara mandiri, menurut hukum tanah nasional dapat dimiliki secara pribadi, sehubungan dengan itu, dalam penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 14 Tahun 1975, dinyatakan adalah:

(8)

Peraturan ini bukan menciptakan hukum materil baru, melainkan hanya menyempurnakan dan melengkapi ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan pendaftaran tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 (sekarang Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997).69 Oleh karena itu, objek utama yang didaftar adalah tanahnya. Surat tanda bukti yang diterbitkan berupa sertifikat hak atas tanah yang dipunyai bersama, dengan menunjukkan secara khusus kepada bagian yang dimiliki secara individual oleh pemegang sertifikat. Ada sertifikat induk yang ditahan atau disimpan dikantor pertanahan dan ada sertifikat-sertifikat pemilik bersama tanahnya, yang masing-masing menunjukkan kepada bagian tertentu yang dimiliki secara pribadi.70

Namun demikian, masih terdapat pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda tentang isi dan ketentuan-ketentuan mengenai rumah susun dan pandangan-pandangan teoritis, terutama seputar sabjek dan pemindahan hak milik satuan rumah susun.

Soedarsono mengatakan bahwa inti pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah. Dalam hubungan ini apabila dikaitkan dengan asas hukum tanah nasional kita yang tidak memakai asas perlekatan (accessie), melainkan menggunakan pemisahan horizontal, yaitu asas dalam hukum adat, maka pengertian rumah susun memenuhi persyaratan tersebut, sebab menurut

69Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Op Cit., hal 3

70Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tata

Cara Pembuatan Buku Tanah Serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah susun, Pasal 8 ayat 1 bunyinya adalah Jika rumah susun yang bersangkutan telah dipisahkan atas satuan-satuan

rumah susun dan telah diterbitkan sertifikatnya, maka sertifikat hak atas tanah bersamanya harus disimpan di Kantor Pertanahan sebagai Warkah.

(9)

hukum adat pemilikan atas satuan rumah susun tidaklah disyaratkan untuk memiliki tanahnya juga. Jadi rumah dianggap benda yang berdiri sendiri yang dapat terpisah dari hak atas tanahnya, demikian sama halnya untuk strata title.71

Secara tidak langsung Soedarsono hendak mengatakan bahwa pemilikan satuan rumah susun (selanjutnya disebut SRS) dengan hak milik satuan rumah susun merupakan wujud penerapan dari asas pemisahan horizontal.

Djuhaendah Hasan mengatakan bahwa pembangunan rumah susun, yang terdapat pemilikan bersama atas sarana bangunan yang juga meliputi pemilikan bersama atas tanahnya, dengan jelas sistem ini menganut asas perlekatan vertikal. Dalam undang-undang rumah susun terlihat masih ada pengaruh asas perlekatan vertikal dari ketentuan Pasal 571 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang selalu melekatkan rumah kepada tanahnya. Hal yang sama dengan sistem rumah susun strata title yang menyatakan adanya pemilikan bersama atas tanah dan sarana lainnya, maka setiap rumah susun strata title itu mempunyai hak milik bersama atas tanah dan sarana lainnya, sehingga setiap satuan rumah susun strata title itu mempunyai hak pemilikan bersama atas tanahnya yang juga dicantumkan dalam sertifikat pemilikan satuan rumah susun. Menurut Djuhaendah Hasan, sistem kondominium yang dipergunakan dalam undang-undang rumah susun tidak sesuai dengan undang-undang pokok agraria sendiri yang menganut asas pemisahan horizontal. Djuhaendah Hasan selanjutnya menyebutkan bahwa hak milik satuan rumah susun tidak sama dengan strata title seperti yang dikenal oleh negara-negara

(10)

yang menganut asas accessie. Namun demikian, untuk kepentingan praktis para pengembang (developer) masih saja kerap terdengar ungkapan ”penjualan flat/apartemen secara strata title.

Proses sertifikasi yang harus dijalani pengembang melalui banyak tahapan untuk suatu rumah susun, mulai dari sertifikasi pembangunan struktur rumah susun, pembuatan pertelaan dan pengesahannya oleh pemerintah daerah setempat, penerbitan sertifikat hak milik satuan rumah susun oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama pengembang, penandatanganan akta jual beli (AJB) untuk setiap unit satuan rumah susun, hingga sertifikat balik nama satuan rumah susun oleh pihak kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada masing-masing pembeli.

Berdasarkan Undang-undang Rumah Susun No. 16 Tahun 1985, strata title adalah untuk rumah susun (hunian dan non hunian). Pengalihan hak atas satuan rumah susun tersebut melalui Akta Jual Beli.72 Prinsip jual belinya bersifat tunai dan tuntas. Hak Guna Bangunan (HGB) induk yang merupakan tanah bersama dimiliki secara proporsional untuk strata title, mempunyai masa berlaku dan wajib diperpanjang, tetapi kepentingan unit rumah susun tetap tidak berubah.

Hak milik atas satuan rumah susun strata title, jenis sertifikatnya ada 3 macam: 1. Buku tanah hak milik atas satuan rumah susun.

2. Salinan hak milik atas satuan rumah susun 3. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun

72Erwin Kallo, Perspektif Hukum Dalam Dunia Properti Sebuah Upaya Pengembangan,

Pemajuan Serta Pencerahan Hukum Dalam Dunia Properti di Indonesia, Minerva Athena Pressindo

(11)

Salah satu tujuan pembangunan rumah susun sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 3 Undang-undang No. 16 Tahun 1985, adalah untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya. Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum pemilikan satuan rumah susun kepada pemiliknya diberi tanda bukti hak berupa sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.

Proses sertifikasi merupakan rangkaian prosedur administrasi paling penting untuk menuju pada proses kepemilikan properti. Proses sertifikat yang dijalankan dengan baik, menjadi penunjang utama bagi kelancaran kepemilikan rumah susun, hal ini perlu diketahui konsumen agar mengetahui proses sertifikasi apa saja yang ditempuh dalam kepemilikan rumah susun.

Sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun, kantor pertanahan Kabupaten atau Kota menerbitkan sertifikat, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 yang berbunyi:

1. Sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.

2. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:

a. Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama menurut ketentuan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;

b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;

(12)

c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan, kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.73

B. Sertifikat Rumah Susun

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda ”Certifikat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang memberikan tentang sesuatu.74 Dasar hukum yang dipakai dalam proses pelaksanaan sertifikasi rumah susun (strata title, apatemen, condominium, mal) adalah:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun 4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah 5. Peraturan Menteri Negara Agraria/kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997

Tentang ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002, telah diganti dengan Peraturan pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang tarif atas jenis penerimaan pajak yang berlaku pada badan pertanahan nasional.

7. SE. Ka. BPN-600-1900, Tanggal 31 Juli 2003 Jenis layanan-layanan badan pertanahan nasional kepada masyarakat menyangkut segala sesuatu pendaftaran tanah

8. Perda Tentang Rumah Susun (belum semua daerah mempunyai Perda).75 Perbedaan hak milik (sertifikat hak milik) pada rumah biasa (landed house) dengan strata title yaitu apabila seseorang membeli rumah biasa dikomplek perumahan, kepemilikannya biasanya berupa sertifikat hak milik. Orang yang memiliki sertifikat hak milik berdasarkan sistem hukum Indonesia (UUPA) sangat

73Konsepsi Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Rangka Hukum Agraria, Op. Cit, hal

63

74

M. Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008. hal 204

75Eko Yulianto Isnur, Tata Cara Mengurus Surat-Surat Rumah dan Tanah, Pustaka Yustisia,

(13)

kuat dan bersifat selamanya yang kepemilikannya meliputi bangunan di atas tanah, tanah dihalaman rumahnya, tanah yang berada di bawahnya serta apa yang ada di atas bangunan tersebut.

M. Yamin Lubis dalam bukunya berjudul “Hukum Pendaftaran Tanah” menyebutkan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak, oleh karena sertifikat berfungsi sebagai alat bukti yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah diadministrasi oleh Negara.76

Hak milik pada Pasal 20 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), disebutkan mengenai pengertian hak milik secara normatif yaitu:

1. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6.77

2. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Sedangkan apabila seseorang membeli apartemen atau rumah susun, rumah susun strata title maka sertifikat hak miliknya bukan satuan hak milik seperti rumah biasa namun konsep kepemilikannya bersifat strata title.

Kepemilikan strata title atas apartemen atau rumah susun hanya atas bangunan unit apartemen/rumah susun tersebut saja dan tidak termasuk atas seluruh bangunan apartemen yang di luar unit yang seseorang beli, tidak termasuk tanah di dalam lingkungan apartement dan apa yang ada di bawahnya serta apa yang ada di atasnya.

76M.Yamin Lubis dan Abdul Rahim, Op.Cit, hal 204

77UUPA Pasal 6 menyebutkan bahwa: 1. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. 2.

(14)

Sertifikat adalah hasil dari tujuan pendaftaran tanah, seperti yang dimuat dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Tujuan memberikan jaminan kepastian hukum merupakan tujuan utama dalam pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan oleh Pasal 19 UUPA.78 Maka memperoleh sertifikat, bukan sekedar fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh undang-undang. Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah, meliputi:

1. Kepastian status hak yang didaftar.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti status hak yang didaftar, misalnya Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Tanggungan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau tanah wakaf.

2. Kepastian subjek hak.

Pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya,

78UUPA Pasal 19 menyebutkan bahwa ayat (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh

pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Ayat (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b.Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Ayat (3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial, ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan menteri agraria. Ayat (4) Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat satu di atas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

(15)

apakah perseorangan (warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia), sekelompok orang secara bersama-sama, atau badan hukum (badan hukum privat dan badan hukum publik).

3. Kepastian objek hak.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti letak tanah, batas-batas tanah dan ukuran (luas) tanah. Letak tanah berada dijalan, Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Provinsi. Batas-batas tanah meliputi sebelah Utara, Selatan Timur, dan Barat berbatasan dengan tanah siapa atau tanah apa. Ukuran (luas) tanah dalam bentuk meter persegi. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam pendaftran tanah, kepada pemegang yang bersangkutan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk melaksanakan fungsi informasi, data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar dan terbuka untuk

(16)

umum. Dengan pendaftaran tanah, pemerintah maupun masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang data fisik dan data yuridis di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota apabila mau mengadakan suatu perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar, misalnya mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah atau perusahaan swasta, jual-beli, lelang, pembebanan hak tanggungan.

c . Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan .

Program pemerintah dibidang pertanahan dikenal dengan catur tertib pertanahan, yaitu: tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah dan kelestarian lingkungan hidup. Untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan dilakukan dengan menyelenggarakan pendaftaran tanah yang bersifat Recht Cadaster. Terselenggaranya pendaftran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib adaministrasi di bidang pertanahan.Untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

Sertifikat hak milik satuan rumah susun, maupun rumah susun yang dikuasai dengan sistem strata title, diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota setempat. Sertifikat ini harus sudah ada sebelum satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan dijual oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.

Menurut Pasal 4 Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1989, sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun terdiri atas 4 halaman, yaitu:

(17)

a. Halaman pertama, berisi nama kantor pertanahan dan nomor daftar isian.

b. Halaman kedua, berisi bagian pendaftaran pertama yang dibagi dalam ruang a sampai dengan l.

c. Halaman ketiga dan keempat, disediakan untuk pendaftaran peralihan hak, pembebanan dan pencatatan lainnya, tiap halaman terbagi dalam 5 ruang.

Berkenaan dengan tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun, Boedi Harsono menyatakan bahwa ”Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun” merupakan suatu kreasi baru dalam perundang-undangan pertanahan. Dia terdiri dari salinan buku tanah dan hak milik atas satuan rumah susun, surat ukur dari tanah bersama, dan gambar denah satuan rumah susun yang bersangkutan. Semuanya dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen, yang dengan jelas menunjukkan tingkat rumah susun, letak satuan rumah susun, dan lokasinya ditingkat yang bersangkutan.

Lebih lanjut Boedi Harsono menyatakan bahwa sertifikat hak milik atas satuan rumah susun tersebut selain merupakan alat bukti pemilikan satuan rumah susunnya, juga merupakan alat bukti pemilikan bersama atas tanah bersama, bagian bersama dan tanah bersama yang bersangkutan sebesar nilai perbandingan proporsionalnya.

Sertifikat hak milik satuan rumah susun mempunyai karakteristik khusus bila dibandingkan dengan sertifikat hak atas tanah pada umumnya. Pada sertifikat hak atas tanah pada umumnya nama sertifikatnya tergantung pada macam status hak atas tanahnya, misalnya sertifikat hak milik, sertifikat hak guna usaha, sertifikat hak guna bangunan, sertifikat hak pakai.

(18)

Karakteristik khusus sertifikat hak milik atas satuan rumah susun dinyatakan oleh R. Soerapto, yaitu sertifikat tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun ini tidak terikat pada macam hak atas satuan rumah susun.

Meskipun rumah susun itu terdiri atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai atas tanah negara, sertifikatnya tetap menggunakan nama sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Jadi nama sertifikatnya tidak tergantung pada status hak atas tanah yang di atasnya berdiri bangunan rumah susun.

Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan pendaftaran tanah adalah:

1. Manfaat bagi pemegang hak. a. Memberikan rasa aman.

b. Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridisnya. c. Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak.

d. Harga tanah menjadi lebih tinggi.

e. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. f. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah keliru. 2. Manfaat bagi pemerintah

a. Akan terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah satu program Catur Tertib Pertanahan.

b. Dapat memperlancar kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan tanah dengan pembangunan.

c. Dapat mengurangi sengketa dibidang pertanahan, misalnya sengketa batas-batas tanah, pendudukan tanah secara liar.

3. Manfaat bagi calon pembeli atau kreditor.

Bagi calon pembeli atau calon kreditor dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang jelas mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang akan menjadi objek perbuatan hukum mengenai tanah.79

79Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media Group, Jakarta,

(19)

C. Perkembangan Rumah Susun di Indonesia

Sebagai salah satu upaya untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin cepat dan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perangkat hukum sebagai sarana pengaturan dan fungsi kontrol harus ada dan dikembangkan. Demikian halnya dengan masalah hukum pertanahan dan termasuk segala sesuatu yang ada di atas maupun di bawah permukaan tanah, seharusnya diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan manusianya.

Pada awalnya, manusia mendiami atau tinggal di atas permukaan tanah untuk cocok tanam dan mendirikan bangunan sebagai tempat tinggalnya bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Akan tetapi, sejalan dengan membaiknya tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi negara yang semakin mantap, maka peningkatan laju pertumbuhan penduduk semakin pesat. Dilain pihak tanah atau lahan yang tersedia relatif terbatas (tetap). Tidak jarang perebutan lahan tempat bercocok tanam maupun bermukim menimbulkan sengketa yang meresahkan masyarakat, terutama sekali dikota-kota besar. Kemudian orang malah memikirkan adanya bangunan bertingkat dengan sistem satuan baik untuk hunian atau non hunian. Dengan demikian latar belakang adanya bangunan bertingkat dengan sistem rumah susun, ada dua faktor:

1. Faktor kepadatan penduduk yang makin meningkat. Terutama dikota-kota besar yang akan mempengaruhi peningkatan tempat pemukiman dan tempat berusaha, sedangkan tanah yang tersedia (relatif) tetap.

(20)

2. dengan sistem sewa menyewa dirasakan adanya kelemahan. Karena devoloper tidak dapat cepat mengembalikan modal yang dipinjam bagi pembangunan rumah hunian tersebut. Demikian halnya dengan penyewa, seberapapun lama ia menyewa secara yuridis kedudukannya tetap sebagai penyewa rumah.

Perumahan merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan diseluruh wilayah tanah air, terutama didaerah perkotaan yang berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dengan sulitnya memperoleh rumah yang layak di perkotaan. ini disebabkan karena luas tanah yang tersedia sangat terbatas, dengan pembangunan yang membutuhkan tanah sebagai pusat operasionalnya melejit begitu cepat. Akhirnya timbul daya saing penguasaan tanah dan inflasi harga tanah tak terhindarkan. Biaya pembangunan rumah dan harga tanah yang tinggi makin mempersulit penyediaan perumahan.

Perkembangan pembangunan rumah susun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, dengan meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah didaerah-daerah yang berpenduduk padat dan hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Dalam pembangunannya diperhatikan antara lain kepastian hukum dalam pemanfaatannya, kelestarian sumber daya alam yang serta penciptaan lingkungan pemukiman yang nyaman, lengkap, serasi dan seimbang. Pembangunan rumah susun diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha milik swasta yang bergerak dibidang pembangunan perumahan dan swadaya masyarakat. Badan usaha milik swasta merupakan badan

(21)

hukum Indonesia, yang bermodal murni nasional atau usaha patungan dengan modal asing, sesuai ketentuan penanaman modal asing.80

Penyelenggara pembangunan rumah susun (PPRS) harus memenuhi syarat sebagai subjek hak atas tanah, di atas mana rumah susun itu yang bersangkutan dibangun. Karena akan saling menjadi pemilik bangunan yang dibangunnya, ia sejak sebelum rumah susun tersebut dibangun harus sudah menjadi pemegang hak, hak atas tanah yang bersangkutan. Lokasi tanah tempat pembangunan rumah susun ditunjuk oleh kepala kantor pertanahan kotamadya atau kabupaten, berdasarkan rencana umum/detail tata ruang daerah tingkat II yang bersangkutan.81

D. Sistem Strata Title

Strata title adalah terminologi populer tentang suatu kepemilikan terhadap sebagian ruang dalam suatu gedung bertingkat seperti apartement atau rumah susun.82 Selain apartemen dan rumah susun sitem strata title juga dikenal dalam kepemilikan condominium, flat. Pembangunan rumah susun dengan sistem strata title merupakan salah satu alternatif pemecahan kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama didaerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka

80Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, sejarah pembentukan Undang-undang Pokok

Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 1995, hal 278

81Ibid, hal 278

82Forum Komunikasi Pertanahan, Media Komunikasi di Bidang Pertanahan, http://erestajaya.blogspot.com/ diakses tanggal 7 Juli 2007

(22)

kota yang lebih lega dan dapat dipergunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah-daerah kumuh.83

Arie Sukanti Hutagalung berpendapat bahwa “Dengan demikian dikota-kota besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan pemukiman yang terutama sepenuhnya pada pembangunan rumah susun”84

Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama didaerah perkotaan terutama yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat dipergunakan sebagai suatu cara peremajaan kota bagi daerah-daerah kumuh. Dalam rangka memberikan landasan hukum dalam pembangunan rumah susun, pada tanggal 31 Desember 1985, pemerintah telah mengundangkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun (LN 1985-75; TLN 3317), disingkat dengan UU No. 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun (LNRI 1988-7; Penjelasannya dalam TLNRI Nomor 3372) disingkat dengan PP No. 4 Tahun 1988 sebagai peraturan pelaksanaannya, yang mulai berlaku sejak tanggal 26 April 1988.

Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

83Arie Sukanti Hutagalung, et.al/dkk, Condominium dan Permasalahannya, Suatu Rangkuman

Materi Perkuliahan , Elips Proyect-FH-UI, Jakarta, 1994, hal 1

(23)

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia.

b. Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.

Sebelum lebih jauh menelaah apa dan bagaimana cara kita menjalani kehidupan kita dilingkungan rumah susun, apartement, dan condominium ada baiknya kita mendalami dahulu pemahaman kita mengenai apa itu rumah susun dengan kosep kepemilikan strata title dan dasar hukum yang mengatur pembangunan rumah susun itu sendiri.

Strata title sebenarnya merujuk pada konsep kepemilikan atas hunian yang dibangun secara verikal, entah itu condominium, apartement, atau rumah susun. Istilah strata title sendiri pertama kali diperkenalkan di Australia pada Tahun 1967 melalui undang-undang yang dikenal dengan nama Strata Title Act.85

Dalam kaitan ini, konsep strata title merujuk pada pemisahan akan hak seseorang terhadap beberapa strata (tingkatan), yakni terhadap hak atas permukaan tanah, atas bumi di bawah tanah dan udara di atasnya.

Konsep strata title itu sendiri dikenal dinegara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon (Inggris beserta negara-negara jajahannya, serta Amerika Serikat) dan berakar pada jenis tenancy in common.

85Erwin Kallo, Panduan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium,

(24)

Indonesia sebagai negara jajahan Belanda yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental hingga kini tidak mencantumkan konsep strata title dalam peraturan undang-undangnya. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, terminologi strata title secara spesifik belum mendapat penjelasan utuh karena istilah rumah susun yang digunakan dalam undang-undang tersebut lebih mengacu kepada struktur bangunannya bukan pada konstruksi yuridisnya sebagaimana istilah condominium (Francis) yang berarti kepemilikan bersama, rumah susun (Amerika) kepemilikan yang terpisah.

Menurut Arie Sukanti Hutagalung dalam seminar liberalisasi hukum tanah Indonesia: studi kasus kepemilikan warga asing atas satuan rumah susun, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kamis 5 Mei 2010 menyatakan: konsep rumah susun (rusun) yang dianut di Indonesia berbeda dengan konsep rusun pada umumnya yang dikenal dengan strata title. Strata title memungkinkan seseorang memiliki satuan rumah susun tanpa memiliki tanah bersama (tanah di bawah bangunan rusun). Sedangkan Indonesia memandang pemilik satuan rumah susun adalah juga pemilik tanah bersama.

Pasal 1 Undang-undang No. 16 Tahun 1985 menyebutkan pengertian rumah susun:

”Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian distrukturnya secara fungsional dalam arah horizontal dan vertical yang merupakan satu-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat

(25)

hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama ”86

Lebih detail, dalam penjelasan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut dikemukakan pengertian yuridis dari rumah susun, yaitu:

“Rumah Susun yang dimaksud dalam undang-undang ini, adalah istilah yang diberikan pengertian hukum bagi bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian Apartment, atau untuk bukan hunian Apartment, atau untuk bukan hunian Office dan Rentail Mall, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai suatu kesatuan sistem pembangunan”87

Dari definisi yang tertuang di dalam Pasal 1 Undang-undang No. 16 Tahun 1965 maupun penjelasan undang-undang tersebut bahwa yang dimaksudkan dengan rumah susun (rusun) merupakan suatu pengertian hukum bagi suatu bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama yang penggunaannya untuk kebutuhan hunian atau bukan hunian secara sendiri maupun terpadu.

Menurut Imam Koeswahyono mengatakan ada delapan konsep dasar yang perlu dipahami dengan benar dalam sistem rumah susun yang merupakan fenomena dalam pembangunan perumahan dengan sistem yang konvensional (horizontal) yakni:88

1. Bagian bersama, yaitu bagian rusun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan sarusun itu. Bagian bersama ini merupakan suatu struktur bangunan rusun yang terdiri atas:

86Ibid, hal 15

87Ibid, hal 16

(26)

a. Pondasi, b. Sloof,

c. Dinding struktur utama,

d. Pintu masuk dan tangga darurat, e. Jalan masuk dan tangga darurat, f. Koridor, dan

g. Selasar.

2. Benda bersama, yakni benda yang bukan bagian rusun untuk pemakaian bersama dan dimiliki bersama secara tak terpisah. Bagian ini melengkapi rusun agar berfungsi secara optimal yang terdiri atas:

a. Jaringan air bersih, b. Jaringan listrik,

c. Jaringan gas (bagi hunian) d. Saluran buang air limbah, e. Lift dan atau eskalator f. Taman, dan

g. Pelataran parkir.

3. Tanah bersama, yakni tanah yang digunakan atas hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rusun.

4. Pertelaan, yakni rincian batas yang tegas dan jelas masing-masing sarusun, bagian, benda dan tanah bersama yang diwujudkan dalam uraian tertulis dan gambar. Pertelaan dalam hal ini mempunyai arti yang amat penting dalam sistem

(27)

rusun karena titik awal dimulainya proses hak milik atas satuan rumah susun. Nantinya dari pertelaan ini akan timbul satuan-satuan rumah susun rumah yang secara hukum terpisah melalui proses pembuatan akta pemisahan.

5. Nilai perbandinggan proporsional (NPP) yakni angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan luas dan nilai satuan rumah susun yang bersangkutan, terhadap luas atau nilai banggunan rumah susun. Nilai perbandingan proporsional selain menentukan besarnya hak masing-masing pemilik satuan rumah susun juga menentukan besarnya kewajiban masing-masing pemilik satuan rumah susun dalam membiayai bersama pengelolaan dan pengoperasian semua benda yang menjadi milik bersama. Biaya tersebut merupakan beban bersama semua pemilik satuan rumah susun. Di samping lima hal tersebut diatas, hal-hal yang terkait dengan sistem rumah susun dan perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

6. Akta pemisahan rumah

Akta pemisahan rumah adalah suatu bentuk akta yang di dalamnya memuat pertelaan yang jelas memisahkan rumah susun ke dalam satuan-satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Tata cara pengisian dan bentuknya ditentukan oleh peraturan Ka BPN No. 2 Tahun 1989. Akta ini harus disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta.

(28)

Isi akta pemisahan yang telah disahkan mengikat semua pihak dan didaftarkan kekantor pertanahan setempat dan menjadi dasar utama timbulnya hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS).

7. Izin layak huni

Izin layak huni merupakan syarat sebelum diterbitkannya sertifikat atau dialihkannya hak kepada user. Izin ini dikeluarkan berdasarkan suatu penilaian bahwa bangunan gedung bertingkat telah sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam izin mendirikan bangunan (IMB), itu semua merupakan upaya untuk melindungi keselamatan para penghuninya. Demikian pula halnya untuk rumah susun non hunian syaratnya juga sama.

8. Perhimpunan penghuni

Untuk memamfaatkan rumah susun terutama bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, maka sesuai dengan undang-undang para penghuni harus menghimpun diri. Perhimpunan ini dinilai sangat penting karena akan banyak berperan di dalam pengurus kepentingan bersama. Lembaga yang dimaksud oleh undang-undang itu harus berbentuk suatu badan hukum (rech person). Konsekuensinya harus memiliki Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD dan ART) yang harus disahkan oleh pemerintah daerah setempat. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga wajib disertakan bersama akta peralihan haknya pada saat mendaftarkan kekantor pertanahan kabupaten/kota setempat.

Jadi rumah susun secara yuridis merupakan bangunan gedung bertingkat, yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama,

(29)

yang penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua bangunan gedung bertingkat itu dapat disebut sebagai rumah susun menurut pengertian Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985, tetapi setiap rumah susun adalah selalu bangunan gedung bertingkat.89

Rumah susun yang dimaksudkan hukum kita, tidak hanya digunakan untuk hunian tetapi juga untuk keperluan lain sebagaimana disebutkan Pasal 24 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan:

“Ketentuan dalam undang-undang ini berlaku dengan penyesuaian menurut kepentingannya terhadap rumah susun yang dipergunakan untuk keperluan lain”90

Selanjutnya dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 1988, Tentang Rumah Susun, Pasal 1 dan Pasal 7, menguatkan landasan bagi definisi rumah susun, rumah susun yakni rumah susun hunian, dan rumah susun campuran hunian dan non hunian, hal ini diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 yaitu:

“Rumah susun yang digunakan untuk hunian atau non hunian secara mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sistem pembangunan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5”91

89

Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1989, hal 61

90Ibid, hal 18

91Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Pasal 5 berbunyi: Pengaturan dan pembinaan

(30)

Lebih jauh Budi Harsono, menjelaskan mengenai pengertian pembangunan secara mandiri dan pembangunan secara terpadu, yaitu:

“Maka dalam hubungan ini ada pengertian “pembanguna secara mandiri”, bagi pembangunan rumah susun dalam satu lingkungan yang digunakan semata-mata untuk tempat hunian. Dan “pembangunan secara terpadu”, bagi pembangunan rumah susun dalam satu lingkungan dengan peruntukan campuran. Satuan atau blok mana untuk keperluan lain. Bahkan dimungkinkan juga satu bangunan untuk penggunaan campuran. Demikian juga ketentuan-ketentuan Undang-undang Nomor. 16 Tahun 1985 tersebut dapat diberlakukan bagi pembangunan rumah susun yang terdiri atas rumah susun sederhana dan rumah susun mewah”. 92

Berkaitan dengan pembangunan rumah susun mewah sebagai mana yang dikemukakan oleh Budi Harsono di atas, mengemukakan bahwa pada saat ini pembangunan rumah susun telah mengalami perkembangan mengenai bentuk dan penggunaannya dan lebih jelas dikutipkan pendapat itu:

“Konsep usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan dengan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumaham yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah menjadi bergeser karena ternyata pembangunan rumah susun yang kemudian berkembang adalah bukan untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan tetapi lebih banyak dibangun adalah rumah susun mewah untuk golongan masyarakat berpenghasilan ekonomi menengah ke atas. Bahkan akhir-akhir ini juga banyak pengembang yang membangun rumah susun dengan peruntukan campuran (hunian-non hunian), karena banyak diminati oleh masyarakat dan lebih praktis, dimana lantai 1-5 untuk non hunian/kios-kios (komersial) sedangkan lantai selanjutnya digunakan untuk hunian atau yang disebut apartemen atau untuk hotel dan harga jual (nilai komersial) pada rumah susun campuran ditentukan oleh:

1. Untuk non hunian harga jual lebih mahal jika dibandingkan dengan hunian. 2. Harga jual juga ditentukan oleh letak lantai:

pembangunan rumah susun, izin layak huni, pemilik satuan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya.

92Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, jilid 1, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan

(31)

a. Untuk hunian makin tinggi letak lantai, makin mahal harga jualnya/nilai komersialnya,

b. Untuk non hunian makin rendah letak lantai makin mahal harga jualnya/nilai komersialnnya.93

Peraturan Pemerintah Nomor. 4 Tahun 1988 dinyatakan bahwa pengaturan dan pembinaan rumah susun tersebut diarahkan untuk meningkatkan usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang fungsional bagi kepentingan rakyat banyak, dengan maksud untuk:

a. mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan pengembangan daerah perkotaan kearah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh.

b. Meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya tanah perkotaan.

c. Mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan tinggi. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988).94

Berdasarkan uraian di atas, maka arti rumah susun menurut aspek hukum lebih pada kepemilikan yang melekat pada konsep hunian bertingkat. Dengan kata lain, dengan adanya kepemilikan atas unit satuan unit rumah susun (sarusun), perlu dilakukan pemisahan kepemilikan agar masing-masing penghuni atau pembeli bisa memiliki unit secara terpisah dengan orang lain termasuk kepemilikan terhadap benda bersama, bagian bersama, tanah bersama yang dimiliki secara proporsional berdasarkan nilai perbandingan proporsional (NPP).

93

Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga

Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005, hal 283

94Konsepsi Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Rangka Hukum Agraria, Op. Cit, hal

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, perkembangan tekstur kristalografi dipelajari pada baja lembaran bebas interstisi setelah baja bebas interstisi mengalami proses pencanaian panas,

Pemajanan zat agensia teratogenik yang bersifat kolagenase misalnya enzim bromelin dari buah nanas (Ananas comosus) juga berakibat pada terjadinya degradasi kolagen

Oleh karena itu diperlukannya penanganan yang dilihat dari partisipasi masyarakat dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri

Dari hasil pengamatan dengan petani dikelompok tani semuanya telah menerapkan 12 Paket teknologi yang disampaikan oleh penyuluh pertanian meskipun belum sepenuhnya 100

Berdasarkan analisis regresi berat terhadap panjang benih, dapat diperoleh hasil bahwa nilai-p pada uji-t sebesar (0.000)<alpha 5% maka tolak H0. Hal ini menunjukkan

Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian adalah (1) Untuk mengkaji kondisi sustainability index biogas pada PD XYZ, (2) Mengkaji faktor eksternal dan

Bapak H Mohammad Subekti, BE, MSc selaku Ketua Jurusan Teknik Informatika dan dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan ide, saran, kritikan, dorongan dan banyak meluangkan

Diantara lima sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya sponge MT5 dan MT37 yang berasal dari perairan Lombok yang mempunyai potensi sebagai katalis biologis