• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inspirasi spiritualitas Santo Vincentius De Paul untuk peningkatan kepedulian sosial peserta didik SMP Pangudi Luhur Santo Vincentius Sedayu Kabupaten Bantul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inspirasi spiritualitas Santo Vincentius De Paul untuk peningkatan kepedulian sosial peserta didik SMP Pangudi Luhur Santo Vincentius Sedayu Kabupaten Bantul."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL. Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan penulis sehubungan dengan Santo Vincentius de Paul sebagai santo pelindung sekolah peserta didik SMP PL Sedayu namun belum dikenal dan belum menjadi inspirasi peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu.

Pokok persoalan dalam skripsi ini bagaimana peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu menghidupi inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul. Dalam menjawab lebih mendalam persoalan di atas, penulis mencari referensi dari berbagai buku. Dalam rangka memperoleh data mengenai inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul untuk peningkatan kepedulian sosial peserta didik SMP PL Santo Vincentius de Paul Sedayu, penulis melakukan penelitian dengan cara menyebarkan kuesioner.

(2)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is INSPIRATION SPIRITITUALITY OF SAINT VINCENTIUS DE PAUL FOR SOCIAL CARE IMPROVEMENT OF THE STUDENTS IN PANGUDI LUHUR SAINT VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL BANTUL REGENCY. The writer chose this title based on the concerns that the writer refer to in connection with Saint Vincentius de Paul as the patron saint of their school but has not yet known and become the inspiration of the student in Pangudi Luhur Sedayu Junior High School.

The main problem of this thesis is the community of the school especially the student of Pangudi Luhur Sedayu Junior High School was interpret the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul yet. To answer the problem above deeper, the writer search references from various books. In order to obtain the data about the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul to increase social awareness on junior high school student PL Saint Vincentius de Paul Sedayu, the writer conducted research by distributing questionnaires.

(3)

i

INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK

SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Aluisius Ari Setyanto NIM: 111124008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini kupersembahkan Kepada

Tuhan Yesus Kristus,

kepada Kedua Orang Tuaku beserta keluargaku,

teman-teman seperjuangan angkatan 2011

serta

(7)

v MOTTO

“Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap

syukur”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL. Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan penulis sehubungan dengan Santo Vincentius de Paul sebagai santo pelindung sekolah peserta didik SMP PL Sedayu namun belum dikenal dan belum menjadi inspirasi peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu.

Pokok persoalan dalam skripsi ini bagaimana peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu menghidupi inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul. Dalam menjawab lebih mendalam persoalan di atas, penulis mencari referensi dari berbagai buku. Dalam rangka memperoleh data mengenai inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul untuk peningkatan kepedulian sosial peserta didik SMP PL Santo Vincentius de Paul Sedayu, penulis melakukan penelitian dengan cara menyebarkan kuesioner.

(11)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is INSPIRATION SPIRITITUALITY OF SAINT VINCENTIUS DE PAUL FOR SOCIAL CARE IMPROVEMENT OF THE STUDENTS IN PANGUDI LUHUR SAINT VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL BANTUL REGENCY. The writer chose this title based on the concerns that the writer refer to in connection with Saint Vincentius de Paul as the patron saint of their school but has not yet known and become the inspiration of the student in Pangudi Luhur Sedayu Junior High School.

The main problem of this thesis is the community of the school especially the student of Pangudi Luhur Sedayu Junior High School was interpret the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul yet. To answer the problem above deeper, the writer search references from various books. In order to obtain the data about the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul to increase social awareness on junior high school student PL Saint Vincentius de Paul Sedayu, the writer conducted research by distributing questionnaires.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan karena rahmatMu telah mengantarkan penulis pada

ketekunan dan kejernihan pikiran untuk menyelesaikan skiripsi yang berjudul

“Inspirasi Spiritualitas Santo Vincentius de Paul untuk Peningkatan Kepedulian Peserta Didik SMP Pangudi Luhur Santo Vincentius Sedayu Kabupaten Bantul”.

Skirpsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini lahir karena keprihatinan penulis terhadap sekolah swasta Katolik

khususnya SMP Pangudi Luhur Sedayu yang menggunakan nama pelindung Santo

Vincentius namun kurang memaknai bahkan kurang mengenal siapa santo pelindung

mereka tersebut. Santo Vincentius dikenal sebagai bapa kaum miskin. Pengenalan

peserta didik terhadap santo pelindung SMP PL Sedayu dapat menjadi semangat

dalam pembentukan dan perkembangan peserta didik khususnya dalam bidang

kepeduliaan sosial.

Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini dapat terselesaikan

berkat bantuan, bimbingan, dukungan, motivasi dan doa dari banyak pihak. Oleh

karena itu, dengan rasa terima kasih penulis akan menghadirkan kembali nama-nama

yang sangat berharga sebagai berikut:

1. Rm. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ. M. Ed selaku Kaprodi PAK

Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing utama yang telah

membimbing dengan begitu murah hati dan sangat sabar, dengan segala

(13)

xi

2. Yoseph Kristianto, SFK.,M.Pd selaku dosen pembimbing akademik sekaligus

dosen penguji kedua yang telah memberikan banyak perhatian, semangat dan

dukungan selama penulis menjalani studi di Prodi PAK.

3. Bapak Drs. L. Bambang Hendarto Y., M. Hum selaku dosen penguji ketiga

yang telah memberikan waktu untuk menjadi dosen penguji ketiga dan atas

dukungan dalam penulisan skripsi ini.

4. Kepada ayah Matheus Pardiyanto, ibu kandung Alm. Yosepha Lamiyah dan

ibu yang sungguh luar biasa mampu meneruskan perjuangan ibu kandung yaitu

ibu Adriana Bartini yang selalu memberikan dukungan doa, semangat, motivasi

dan finansial dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Celcius Suhartanta, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP PL St. Vincentius Sedayu

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan

penelitian di sekolah.

6. Segenap Romo, Bapak dan Ibu dosen dan seluruh staf karyawan Prodi PAK

Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran studi dengan

teladan dan ilmu yang diberikan.

7. Segenap guru, karyawan dan peserta didik SMP PL St. Vincentius Sedayu

yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu kelancaran penulisan skripsi

ini dengan mengisi angket yang diberikan oleh penulis.

8. Kepada keluarga kakak Chatarina Purwanti, keluarga kakak Fransisca Sri Dwi

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Skripsi ... 6

D. Manfaat Skripsi ... 6

E. Metode Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL DAN KEPEDULIAN SOSIAL REMAJA USIA SMP ... 9

A. Spiritualitas St. Vincentius de Paul ... 9

1. Riwayat Hidup St. Vincentius de Paul ... 9

2. Spiritualitas St. Vincentius de Paul ... 22

a. Pengertian Spiritualitas ... 22

b. Tiga Keutamaan St. Vincentius de Paul ... 23

(16)

xiv

1) Kesederhanaan ... 24

2) Kerendahan Hati ... 25

3) Cinta Kasih ... 27

c. Santo Vincentius de Paul Berhadapan dengan Kaum Miskin ... 27

1) Kategori Kaum Miskin ... 28

2) Pelayanan terhadap Kaum Miskin ... 30

3) Alasan Melayani Kaum Miskin ... 31

4) Kunjungan terhadap Kaum Miskin ... 32

5) Cara Menyediakan Materil bagi Kaum Miskin ... 32

B. Kepedulian Sosial Remaja Usia SMP dan Pengembangannya .... 33

1. Kepedulian Sosial ... ... 33

2. Gambaran Umum Remaja Usia SMP ... 33

a. Pengertian Remaja Usia SMP ... 33

b. Tahap-tahap Perkembangan Remaja ... 34

1) Remaja Awal (Early Adolescence) ... 35

2) Remaja Madya (Middle Adolescence) ... 35

3) Remaja Akhir (Late Adolescence) ... 36

c. Aspek-aspek Perkembangan Remaja Usia SMP ... 36

1) Aspek Fisik ... 36

2) Aspek Emosi ... 37

3) Aspek Sosial ... 37

4) Aspek Inteligensi ... 38

5) Aspek Moral Religi ... 38

d. Apek-aspek Pengembangan Kepedulian Sosial ... 40

1) Aspek Kesadaran ... 40

2) Aspek Kehendak ... 41

(17)

xv

3. Gambaran Umum Kehidupan Sosial Remaja Usia SMP dan

Masalah yang dihadapi ... ... 42

a. Kehidupan Sosial Remaja Usia SMP ... 42

1) Kehidupan sosial remaja di dalam keluarga ... 43

2) Kehidupan sosial remaja di sekolah ... 43

3) Kehidupan sosial remaja di tengah masyarakat ... 44

4) Kehidupan sosial remaja dengan teman sebaya ... 45

b. Ciri-ciri Umum Remaja ... 45

1) Kegelisahan ... 46

2) Pertentangan ... 46

3) Berkeinginan besar mencoba hal yang belum diketahui ... 47

4) Keinginan mencoba diarahkan pada diri sendiri atau orang lain ... 47

5) Keinginan menjelajah lebih luas ke alam sekitar ... 48

6) Mengkhayal dan berfantasi ... 48

7) Aktifitas berkelompok ... 49

c. Masalah-masalah Sosial yang Dihadapi Remaja ... 49

4. Kepedulian Sosial Tingkat Remaja ... 51

C. Inspirasi Spiritualitas St. Vincentius de Paul terhadap Kepedulian Sosial Siswa SMP ... 51

1. Vincentius de Paul Melihat Kristus sebagai Sumber Spiritual ... 51

2. Pertemuan Vincentius de Paul dengan Kaum Miskin sebagai Tempat Pertemuan dengan Allah ... 53

3. Vincentius de Paul Melihat Misteri Kehadiran Kristus dalam Diri Kaum Miskin ... 54

4. Injil sebagai Sumber Inspirasi Hidup Vincentius de Paul ... 54

5. Kesatuan Doa dan Perbuatan Vincentius de Paul ... 55

BAB III GAMBARAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PL ST. VINCENTIUS DE PAUL SEDAYU ... 57

(18)

xvi

1. Sejarah SMP PL ... 57

2. Visi dan Misi SMP PL Sedayu ... 59

3. Peserta didik ... 60

4. Kegiatan di SMP PL St. Vincentius de Paul Sedayu ... 63

B. Penelitian tentang Kepedulian Sosial Peserta Didik di SMP PL Sedayu ... 64

1. Desain Penelitian ... 64

a. Latar Belakang Penelitian ... 64

b. Tujuan Penelitian ... 66

c. Jenis Penelitian ... 66

d. Responden Penelitian ... 67

e. Tempat dan Waktu Penelitian ... 68

f. Instrumen Pengumpulan Data ... 68

g. Variabel Penelitian ... 69

h. Deskripsi Tolak Ukur Peserta Didik dalam Mengenal Santo Vincentius de Paul ... 70

2. Laporan Hasil Penelitian dan Tehnik Pembahasan ... 71

a. Identitas Responden ... 72

b. Metode Laporan ... 72

c. Gambaran keadaan tingkat pengenalan peserta didik dalam mengenal santo Vincentius de Paul sebagai nama pelindung sekolah... 73

d. Gambaran kepedulian sosial peserta didik SMP PL St. Vincentius de Paul Sedayu ... 82

3. Pembahasan Penelitian ... 93

4. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 96

BAB IV USULAN PROGRAM KEGIATAN PENINGKATAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS DE PAUL SEDAYU BERDASAR INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL ... 98

(19)

xvii

B. Alasan Pemilihan Tema dan Usulan Program ... 100

C. Rumusan Tema dan Tujuan Program ... 101

D. Bentuk Program ... 102

E. Gambaran Program ... 103

F. Perencanaan Pelaksanaan Usulan Program ... 103

1. Perencanaan Pelaksanaan Kegiatan Rekoleksi ... 103

2. Perencanaan Pelaksanaan Kegiatan Aksi Sosial ... 119

BAB V PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Surat Keterangan telah melaksanakan Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Instumen Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ... (8)

Lampiran 5: Penggalan Film St. Vincentius de Paul ... (13)

Lampiran 6: Power Point Usulan Program Rekoleksi ... (14)

(20)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Teks Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab

Indonesia.

Mat : Matius

Luk : Lukas

Kol : Kolose

B. Singkatan Lain

BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional

Br : Bruder

IQ : Intelligence Quotient

Jml : Jumlah

Ket. : Keterangan

KM : Kilometer

KIR : Karya Ilmiah Remaja

L : Laki-laki

Mgr : Monsignour

No : Nomor

(21)

xix P : Perempuan

PL : Pangudi Luhur

PMKRI : Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia

PPL : Program Pengalaman Lapangan

Pr : Projo

Prof : Profesor

Rm : Romo

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SPG : Sekolah Pendidikan Guru

St : Santo/Santa

Tgl : Tanggal

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahluk sosial. Tidak ada seorangpun yang sanggup hidup

tanpa bergantung pada sesama. Hal ini mulai dalam kandungan kemudian pada

tahapan-tahapan: mulai kanak-kanak, remaja, dewasa, sampai tua, selalu

membutuhkan lingkungan sosialnya. Bayi bahkan sejak dari janin dalam kandungan

membutuhkan pemeliharaan orang tua, atau lebih tepat ibunya. Bila kanak-kanak

sangat membutuhkan perhatian, pendidikan, dan kasih sayang dari kedua orang

tuanya, maka remaja membutuhkan bimbingan dan teladan, agar mereka dapat

melalui masa-masa goncangan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa setiap

manusia pada tahap-tahap perkembanganya selalu membutuhkan manusia lain.

Semua orang muda sampai tua tidaklah sanggup hanya sendirian saja. Mereka

membutuhkan bantuan orang lain. Orang lain yang dimaksud adalah masyarakat

ataupun pihak-pihak dalam hal pendidikan anak.

Dewasa ini pendidikan menjadi kebutuhan yang diprioritaskan. Dengan

pendidikan diharapkan dan diyakini oleh sebagian besar orang untuk memperoleh

apa yang dicita-citakannya. Hal ini dikarenakan pendidikan dipandang cukup mampu

menciptakan manusia dengan keahlian yang tinggi. Maka dari itu tidaklah heran jika

(23)

akan didapat olehnya. Dalam perkembangannya, seorang anak membutuhkan

pendidikan yang dapat diperoleh dalam keluarga maupun sekolah atau instansi

pendidikan. Namun pendidikan saja tidaklah cukup bagi seseorang, ada aspek penting

lain yang juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia seperti kehidupan

sosial. Di atas telah disampaikan bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang tidak

dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain, kehidupan sosial menjadi tanda

bahwa manusia hidup berdampingan dan saling berinteraksi dengan manusia lain.

Dalam interaksi sosial inilah seorang anak pada masa perkembangannya perlu

pendampingan agar interaksi sosial dapat bermanfaat bagi dirinya. Sarlito W.

Sarwono (1989: 221) mengatakan:

Sekolah selain berfungsi pengajaran (mencerdaskan anak didik) juga berfungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan fungsi pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah. Maka tidaklah heran jika sekolah-sekolah dewasa ini juga memberi bimbingan pada peserta didik untuk mengembangkan jiwa sosialnya melalui para guru dan korps guru di sekolah. Jika para guru dan korps guru di sekolah dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka anak-anak didik di sekolah itu yang berada dalam usia remaja akan cenderung berkurang kemungkinannya untuk terlibat dalam masalah yang bisa menyebabkan perilaku yang menyimpang.

Kepedulian sosial adalah suatu nilai penting yang harus dimiliki seseorang

terkait dengan kehidupan sosial. Dalam sikap kepedulian sosial seseorang harus

memiliki nilai kejujuran, kasih sayang, kerendahan hati, keramahan, kebaikan dan

lain sebagainya bagi kaum lemah, miskin ataupun mereka yang tersingkir. Untuk

memiliki sikap kepedulian sosial ini memang dibutuhkan tingkat kematangan

(24)

mulai dari usia dini. Mendidik anak tentang kepedulian sosial memang sulit, namun

bukan berarti mereka tidak perlu belajar. Secara perlahan anak akan mengerti tentang

pentingnya sikap peduli terhadap sesama sejak usia dini.

Masa perkembangan yang rawan adalah masa remaja. Remaja adalah masa

yang sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial, oleh karena itu

pendampingan yang tepat akan sangat mampu membantu remaja dalam berinteraksi

dengan lingkungan sebagai suatu sikap peduli terhadap lingkungan sosialnya. Namun

jika remaja telah masuk dan berinteraksi dalam hal yang tidak benar maka akan sulit

untuk menuntunnya pada proses sosialisasi yang baik. Bagi remaja, kepedulian yang

diharapkan sesuai dengan usia mereka yakni dengan hal-hal ataupun sikap yang

sederhana saja terhadap lingkungan sosial. Sikap sederhana itu dapt dicontohkan,

misalkan dalam hal membantu sesama yang membutuhkan pertolongan seperti teman

di sekolah atau teman bermain, masyarakat sekitar, peduli terhadap lingkungan alam

ataupun ikut terlibat dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat. Di sinilah salah satu

peran dari lembaga pendidikan (sekolah) dalam membantu orang tua membimbing

seseorang untuk mampu berinteraksi yang baik dengan lingkungan sosialnya.

Tidak heran jika ada beberapa sekolah yang menggunakan nama pelindung

dengan spiritualitasnya sebagai inspirasi ataupun pedoman untuk membantu dalam

proses pengembangan kepedulian sosial bagi peserta didiknya. Sekolah-sekolah

Katolik dalam hal ini yang akan menjadi tinjauan dari penggunaan nama pelindung

sebagai pedoman mereka, khususnya Sekolah Menengah Pertama Pangudi Luhur

(25)

St. Vincentius de Paul dikenal sebagai santo yang pada masa hidupnya sangat

memperhatikan kaum miskin. Seluruh hidupnya diabdikan untuk mereka yang

membutuhkan pertolongan terutama kaum miskin. Ia mengumpulkan orang-orang

yang mau untuk membantu orang lain dan membentuk organisasi diperuntukkan bagi

kaum miskin guna menjadi wadah mereka yang ikut terlibat dan ambil bagian dalam

karya membantu yang miskin. Kesempatan yang baik sebagai sekolah menengah

pertama dalam menanamkan sikap peduli terhadap situasi sosial yang ada bagi

peserta didik pada masa remaja. Telah disinggung di atas bahwa masa usia remaja

perlu bimbingan yang tepat dalam pembentukan sikap mereka agar berguna pula bagi

orang lain di sekitarnya. Sikap sosial yang dapat dilakukan oleh seseorang pada masa

remaja yang memiliki tanggungjawab utama sebagai pelajar sangat banyak. Saling

membantu antar teman ataupun warga sekolah menjadi salah satu hal yang penting

ditanamkan sebagai sikap solidaritas. Peduli terhadap masyarakat sekitar sekolah juga

penting agar anak remaja juga diperhitungkan dalam masyarakat tersebut. Peduli

terhadap masyarakat sekitar sekolah yang paling dekat dapat diwujudkan dengan

berbagai cara misalnya menyapa warga sekitar ketika berjumpa, mengunjungi warga

yang sedang sakit, mengunjungi warga yang berkekurangan ataupun yang paling

mudah adalah peduli terhadap lingkungan sekitar. Beberapa contoh sikap peduli

sosial itu dapat dilakukan baik secara perorangan ataupun kelompok peserta didik.

Dari pengamatan penulis ketika menjalankan Program Pengalaman Lapangan

(PPL) di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul Sedayu pada bulan Juli hingga

(26)

memahami karakteristik peserta didik. Peserta didik SMP PL St. Vincentius Sedayu

adalah peserta didik yang memiliki banyak prestasi dan dapat dikatakan aktif dalam

berbagai kegiatan maupun organisasi yang ada. Namun juga tidak sedikit dari peserta

didik yang hanya sebatas mengikuti proses belajar mengajar secara akademik saja dan

tidak terlibat dalam kegiatan ataupun keorganisasian yang ada. Sebagai suatu sekolah

yang menghayati spiritualitas St. Vincentius de Paul, perlulah bagi peserta didik

menghayati inspirasi spiritualitas St. Vincentius de Paul yang dikenal sebagai orang

yang mempunyai kepedulian yang sangat tinggi bagi orang-orang tidak mampu di

sekelilingnya. Inspirasi spiritualitas St. Vincentius de Paul ini dapat menjadi api

untuk membakar semangat jiwa muda para peserta didik dalam menyadarkan dan

mengembangkan sikap peduli mereka, terlebih peduli terhadap kehidupan sosialnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis perlu untuk mengetahui secara lebih jauh

tentang gambaran inspirasi spiritualitas St. Vincentius terhadap kepedulian sosial

peserta didik SMP PL Sedayu, maka penulis merumuskan judul skripsi ini sebagai

berikut “INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK

PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI

LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL”.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Apa inspirasi dari Spiritualitas St. Vincentius de Paul untuk meningkatkan

(27)

2. Bagaimana gambaran keadaan kepedulian sosial peserta didik SMP Pangudi

Luhur St. Vincentius de Paul?

3. Bagaimana inspirasi spiritualitas St. Vincentius digunakan untuk

meningkatkan kepedulian sosial peserta didik SMP PL St. Vincentius de Paul

Sedayu?

C. Tujuan Skripsi

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah

1. Mengetahui inspirasi Spiritualitas St. Vincentius de Paul pada para peserta

didik SMP

2. Mengetahui gambaran keadaan kepedulian sosial peserta didik SMP

Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul Sedayu.

3. Mengetahui usaha apa yang dapat dilakukan dalam membantu para peserta

didik SMP Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul Sedayu meningkatkan

kepedulian sosial

D. Manfaat Skripsi

Melalui skripsi ini, penulis berharap dapat bermanfaat:

1. Memberikan sumbangan pemikiran pemahaman spiritualitas St. Vincentius de

Paul pada para peserta didik SMP Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul

(28)

2. Membantu para pendidik dalam mendampingi dan membina para peserta

didik untuk semakin memahami dan terinspirasi oleh nilai-nilai Spiritulitas St.

Vincentius de Paul dalam upaya meningkatkan kepedulian sosial para peserta

didik.

3. Untuk menjadi masukan, pengetahuan dan pemahaman dalam

penelitian-penelitian selanjutnya.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang akan digunakan oleh penulis dalam skripsi adalah

deskripsi analisis. Deskripsi analisis adalah metode yang menggambarkan dan

menganalisis data-data yang diperoleh melalui studi pustaka dan diperkuat dengan

adanya penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Sebagai sebuah gambaran umum tentang hal apa saja yang akan dibahas di

dalam penulisan skripsi, berikut ini adalah sistematika penulisannya:

Bab pertama merupakan pendahuluan. Pada bagian ini, penulis memaparkan

mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,

manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, penulis menyampaikan hasil studi pustaka mengenai santo

(29)

Bab ketiga ini akan menguraikan mengenai penelitian yang dilakukan dengan

terlebih dahulu melihat gambaran umum yang ada pada SMP PL St. Vincentius de

Paul Sedayu dan pada akhir bab ini akan disimpulkan hasil dari penelitian tersebut.

Bab empat berisi tentang usulan program yang akan diberikan guna

pengenalan kepada santo pelindung sekolah dan peningkatan kepedulian sosial.

Bab lima merupakan bagian penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran

yang dapat diajukan berkaitan dengan pembahasan hasil penelitian mengenai inspirasi

spiritualitas St. Vincentius de Paul terhadap kepedulian sosial bagi Peserta didik SMP

(30)

BAB II

SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL DAN KEPEDULIAN SOSIAL REMAJA USIA SMP

A. Spiritualitas St. Vincentius de Paul

Berangkat dari bab pertama, spritualitas St. Vincentius de Paul dalam bab ini

menjadi salah satu pokok bahasan yang utama. Pada bab ini akan diuraikan tentang

spiritualitas St. Vincentius dan juga ajaran-ajarannya yang mendorong suatu instansi

atau individu memakai semangat spritualnya dalam karyanya.

1. Riwayat hidup St. Vincentius de Paul

Riwayat hidup St. Vincentius de Paul menjadi titik awal dalam melihat dan

mendalami spiritualitasnya. Kita tahu bahwa riwayat hidup seseorang yang kita

pandang baik dan patut dijadikan semangat dalam menjalani hidup akan sangat

berarti dalam menggali, meneruskan dan mengahayati semangat pengabdian yang

telah dilakasanakan dalam hidupnya. Begitu juga dengan St. Vincentius de Paul,

riwayat hidupnya menjadi bekal para pengikutnya dan orang-orang maupun instansi

yang terinspirasi olehnya.

Santo Vincentius de Paul lahir pada tanggal 24 April 1581 di Pouy, beberapa

kilometer dari kota Dax di Perancis Selatan, sebagai anak ketiga dari enam

(31)

Bertrande de Moras. Keluarga de Paul adalah keluarga yang hidup dari hasil kerja

keras dan dalam suasana miskin. Rumahnya pun menunjukkan keadaan yang serba

kekurangan, bangunan hanya bertingkat satu terdiri dari beberapa kamar tidur,

sebuah dapur, sebuah gudang kecil dan kandang ternak. Tidak jauh dari rumah itu

berdiri pohon besar yang berlubang untuk memasang arca Bunda Maria (Setiawati,

1989: 8).

Vincentius menerima sakramen baptis pada tanggal 24 April saat kelahirannya.

Setiap kali Vincentius berulang tahun, ia tidak lupa memohon agar para imam

se-komunitas bersama dia berdoa dengan berlutut untuk mohon pengampunan dari

Allah atas segala kesalahannya (Thone, 1985: 7).

Keluarga petani tersebut tidaklah berasal dari kaum bangsawan, dan keluarga itu

terasa berat untuk mencukupi kebutuhan sandang pangan anak-anak mereka. Sejak

kecil, Vincentius terpaksa ikut bekerja untuk memperoleh tambahan upah. Biasanya

ia diberi pekerjaan mengawasi sekelompok itik yang dilepas di tepi sungai. Setiap

kali diberi upah beberapa sen, upah itu ia relakan untuk para pengemis. Setelah

berumur belasan tahun, setiap pulang ke rumah dengan membawa tepung terigu dari

penggilingan, ia tak sampai hati melihat orang-orang meminta-minta, lalu ia

memberikan secangkir tepung terigu. Rupanya sejak waktu itu ia sudah mulai

tergerak hatinya untuk menolong orang yang berkekurangan (Thone, 1985: 7).

Kebanyakan penghuni desa Gascogne berpikiran tajam, begitupun ayah de Paul,

(32)

lebih mampu belajar daripada kakak adiknya. Ia tidak membutuhkan tenaganya,

sebab anak-anaknya yang lain dapat membantu di kebun yang tidak begitu luas.

Selain itu terbayanglah sesuatu, yang mendorong dia untuk berpikir, dan

tergugahlah rasa cinta dirinya. Salah seorang saudara sepupunya yang bernama

Etienne de Paul diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, dan dalam waktu

yang tidak begitu lama berhasil mencapai kemajuan yang menggembirakan. Ia

menempuh jalan hidupnya sebagai rohaniawan, semula menjadi imam, kemudian

biarawan dan pada akhirnya terpilih menjadi Prior pada suatu biara yang cukup

besar. Di seluruh daerah ia menjadi orang yang terkenal dan dihormati. Apakah tidak

mungkin Vincentius menjadi orang yang berkedudukan semacam itu, dan bukankah

tidak lebih baik daripada menjadi karyawan atau peternak kambing? Lebih dari itu

kelak ia akan mampu membantu saudara-saudaranya, seperti Prior Etienne. Memang

bagi Vincentius alasan-alasan semacam itu tidak mendesak untuk bertindak. Ia tidak

menolaknya, tapi ia punya rencana sendiri. Di tengah kota kecil Dax berdirilah hotel

des Postes, dulu merupakan sekolah dasar usaha keluarga Codelier. Uang sekolah

untuk diterima sebagai murid di sekolah itu tidak begitu tinggi (Thone, 1985: 9).

Bapak de Paul menjual beberapa ekor lembu untuk dapat membiayai sekolah

Vincentius selama dua tahun. Sementara itu ia berkenalan dengan seorang pengacara

yang berpengaruh di kota Dax, yang berkantor di Pouy. Ia membicarakan kecerdasan

puteranya yang menonjol dan kepandaiannya di sekolah dan akhirnya pengacara

tersebut membantu biaya pendidikan Vincentius. Di sekolah berasrama, di sana

(33)

dari keluarga sederhana. Vincentius dipercaya bahwa ia tidak akan canggung

ataupun malu berasal dari keluarga yang sederhana sendiri. Kenyataan berkata lain,

terkadang ayahnya datang ke asrama untuk menjenguknya dan mengajak

berjalan-jalan, lama-lama Vincentius de Paul mulai berubah. Ketika ayahnya datang jauh-jauh

untuk menjenguk, ia tidak mau menemui karena ayahnya terlihat miskin dengan

pakaian yang buruk dan kaki pincang. Pergaulan dengan teman-teman dari keluarga

kaya membuat Vincentius de Paul lupa akan asal-usulnya. Pengalaman inilah yang

menjadi kekesalannya dalam hidup dan menjadi pengalaman yang berharga bagi

hidupnya. Kecerdasan, ketekunan dan keunggulannya membuat Monseur de Comet

mempercayai Vincentius de Paul untuk tinggal di rumahnya agar dapat mengajari

anak-anaknya, sekaligus dapat menjalankan studi di sekolahnya. Tawaran ini

ditanggapi dengan senang hati oleh Vincentius de Paul dan keluarganya, karena

dengan kegiatan ini ia dapat membiayai sekolahnya. Kesempatan untuk mengejar

pendidikan tidak disia-siakan oleh Vincentius de Paul, sehingga dengan usaha dan

dukungan dari keluarga Monsier de Comet, ia dapat ditahbiskan menjadi imam pada

tanggal 23 September 1600 oleh Mgr. Francois de Bourdeille uskup Perigueux yang

telah berusia 84 tahun (Thone, 1985: 10).

Setelah tahbisan Vincentius de Paul mendapat surat pengangkatan menjadi pastor

di Thil oleh Vikaris Jenderal Dax. Ternyata di paroki tersebut telah ada romo Saint

Soube yang mendapat pengangkatan dari Curia Roma. Pengalaman ini menjadi

(34)

Dalam perjalanan menuju ke Toulouse dari Marseille, kapal yang ia tumpangi

diserang oleh bajak laut. Ia terkena anak panah yang nyasar, namun beruntung ia

masih hidup karena bahunya saja yang kena. Bajak laut mengambil semua harta

milik penumpang maupun kapal, sebagian penumpang dan awak kapal dibawa oleh

bajak laut untuk dijual, sedangkan yang lain ditenggelamkan bersama kapal.

Vincentius de Paul dibawa ke Tunisia untuk dijual sebagai budak. Selama kurang

lebih dua tahun, ia menjadi budak dan berganti-ganti majikan yang berbeda. Dalam

situasi tersebut, tangan Tuhan menjamahnya dengan berhasil mempertobatkan

majikannya kembali menjadi Katolik. Bersama dengan majikannya, ia kembali ke

Perancis dan langsung menuju Avignon untuk memohon kepada wakil Paus agar

diterima kembali dalam Gereja Katolik. Mgr. Pietro de Montorio selaku wakil Paus

pada waktu itu sangat menerima baik kehadiran mereka (Setiawati, 1989: 16-23).

Menjadi imam bagi Vincentius de Paul bukanlah cita-cita yang timbul dari hati

untuk mengabdikan diri bagi pelayanan umat Allah, melainkan dorongan dari orang

tua dan dirinya untuk untuk mendapatkan kedudukan terhormat dalam Gereja yang

merupakan jalan satu-satunya mendapatkan sejumlah materi bagi keluarganya.

Harapan dan cita-cita Vincentius de Paul tidak menjadi kenyataan. Tuhan

memanggilnya untuk maksud lain, sebab yang ia cita-citakan sejak semula

dirombaknya sama sekali ketika ia berkarya di kota Paris. Di kota ini, ia berkenalan

dengan imam Pierre de Berulle yang menjadi pembimbing rohaninya yang

memberikan pengertian kepada Vincentius de Paul tentang arti sesungguhnya dari

(35)

dan kegagalan yang dialami perlahan-lahan ia dibimbing ke arah pertobatan yang

sejati (Roman, 1993: 14-18).

Imam Pierre de Berulle yang menjadi pembimbing rohani Vincentius de Paul

untuk menjadi pastor paroki di Clichy. Waktu itu Clichy adalah desa kecil dari Paris

dan umatnya adalah orang-orang kecil dan sederhana. Vincentius de Paul menerima

tawaran tersebut dan segera berangkat ke paroki Clichy untuk bertemu dengan umat.

Umat gembira melihat pastor Vincentius de Paul yang begitu bersemangat, karena ia

menunjukkan bakatnya sebagai pastor pembimbing dan organisator. Setiap minggu

pertama ditetapkan sebagai hari pengakuan dosa dan umat taat melakukannya dan

menunjukkan perkembangan hidup rohani. Selain itu ia mengunjungi orang sakit,

menghibur yang berkesusahan, membantu yang miskin, menegur yang salah ataupun

menyemangati yang lemah. Alhasil paroki yang dipimpinnya sangat hidup dan

menjadi model bagi paroki sekitarnya. Sayangnya pastor Vincentius hanya diberi

waktu dua tahun di paroki Clichy karena mendapat tugas baru untuk menjadi tutor

bagi anak-anak Laksamana de Gondi pada akhir tahun 1613. Vincentius de Paul

menjalankan tugas ini dengan penuh iman dan mengajarkan keluarga de Gondi untuk

banyak melakukan karya amal. Selain bekerja sebagai tutor bagi anak-anak de

Gondi, Vincentius mengisi waktunya dengan banyak mengunjungi petani dan buruh

miskin di wilayah de Gondi yang sangat luas meliputi pedesaan di luar kota Paris

(Thone, 1985: 15-22).

Keberhasilan karya pastoral yang dilakukan oleh Vincentius de Paul membuat

(36)

Vincentius de Paul sebagai pembimbing rohaninya. Hal ini membuat Vincentius de

Paul ingin keluar dari istana, karena ia menyadari bahwa tugasnya bukan terkurung

dalam istana de Gondi melainkan dipanggil untuk melayani orang miskin. Atas

permintaannya kepada imam Pierre de Berulle, ia mendapat kepercayaan untuk

menangani paroki Chatilon le Dombes. Di paroki ini Vincentius melakukan

pelayanan kepada orang miskin dan mempertobatkan orang-orang berdosa. Satu

peristiwa yang sangat berkesan bagi Vincentius de Paul yakni: suatu hari minggu

ketika ia akan mempersembahkan misa, ada seorang perempuan yang

menceriterakan bahwa ada keluarga miskin di pinggir kota yang mengalami nasib

malang, seluruh anggota keluarga sedang sakit. Ceritera itu disampaikannya saat

kotbah kepada umat. Sore hari Vincentius de Paul mengunjungi keluarga tersebut,

banyak sumbangan makanan dan pakaian. Melihat itu, Vincentius de Paul

membentuk suatu perkumpulan yang dapat mengelola bantuan untuk pelayanan

kepada orang miskin, karena banyak umat yang ingin membantu tetapi tidak ada

organisasi yang mengaturnya. Ia mengawali pembentukan organisasi kasih itu

dengan mengumpulkan ibu-ibu dan mengajak mereka untuk melihat

persoalan-persoalan orang miskin dan sakit di wilayah tersebut. Organisasi ini bertolak pada

kasih, dan berkembang cepat serta banyak orang yang ditolong, sehingga Vincentius

de Paul yakin bahwa Allah telah memanggilnya untuk karya kasih ini (Thone, 1985:

23-28).

Kini Vincentius de Paul semakin mantap dengan panggilannya dan ia melihat

(37)

Paul bersama umat di paroki Chatillon le Dombes harus diakhiri karena ia dipanggil

lagi oleh keluarga de Gondi untuk menjadi penasehat dan pembimbing rohani bagi

keluarga mereka. Karena ketaatan kepada Tuhan dan bimbingan Roh Kudus lewat

retret bersama pembimbing rohaninya, ia memutuskan untuk kembali kepada

keluarga de Gondi namun dengan suatu perjanjian dengan mencari orang yang dapat

membimbing anak-anak de Gondi sehingga Vincentius dapat dengan bebas

melakukan karya di desa-desa dalam melayani dan berjumpa dengan orang miskin

(Thone, 1985: 28).

Vincentius de Paul dibantu oleh beberapa imam dengan giat melaksanakan misi

umatnya ke berbagai keuskupan di seluruh Perancis. Antara tahun 1618-1625, ia

bermisi ke 30-40 kabupaten. Di setiap tempat misi ia mendirikan Persaudaraan Cinta

Kasih dengan Konstitusi Umum disertai peraturan khusus untuk setiap tempat. Sejak

saat itu Vincentius de Paul bersama Madame de Gondi sering pergi ke desa untuk

dapat bertemu dengan orang-orang yang dicintainya, tentunya ini sangat

menyenangkan hatinya. Madame de Gondi sangat mendukung kegiatan Vincentius

de Paul dalam bentuk dana, perhatian dan juga keterlibatan nyata dalam

mengunjungi orang yang miskin dan sakit.

Belaskasih Vincentius de Paul tak pernah pasif, ia selalu mencari jalan keluar

dalam meringankan penderitaan orang yang dilayaninya, baik dalam bentuk jasmani

maupun kehidupan rohani mereka. Ia sering mengatakan bahwa orang tak cukup

hanya terharu, namun perlu menanggapi penderitaan orang lain secara konkrit, selain

(38)

orang punya kehendak baik, dan bersama Tuhan kita perlu mendekati serta

menggerakkan mereka dengan sabar dan mengorganisir mereka dengan teliti dan

bijaksana. Keyakinan Vincentius de Paul kepada Tuhan, membuat ia tidak goyah

dalam menghadapi berbagai tantangan. Suatu ketika Vincentius de Paul

dipertemukan dengan Fransiskus de Sales uskup Genewa, yang dikenal sebagai

orang kudus dan saleh. Pertemuan ini mempererat persahabatan mereka, dan saling

mendukung dalam karya dan tugas pelayanan, bahkan Vincentius de Paul sangat

menghormatinya dan menemukan banyak inspirasi lewat percakapan dan buku-buku

bacaan karangan Fransiskus de Sales. Dari Fransiskus de Sales, Vincentius de Paul

dapat menimba semangat kerendahan hati dan kekudusan.

Setelah 26 tahun Vincentius de Paul merantau, ia merasa rindu untuk pulang ke

kampung halamannya. Namun ia ragu karena melihat banyak imam yang giat

merasul, namun kehilangan semangat karena tergoda untuk memberi bantuan

keuangan bagi keluarganya. Dengan berbagai pertimbangan, ia berangkat ke Pouy

selama sepuluh hari untuk berlibur bersama keluarganya. Kedatangan Vincentius de

Paul sangat dirindukan oleh keluarganya dan ada harapan bahwa ia akan datang

membawa uang yang dapat dipergunakan oleh keluarga dalam mencukupi kehidupan

hidup mereka. Tetapi kenyataan berbeda, Vincentius de Paul tidak membawa

apa-apa untuk keluarganya, ia hanya memberi penjelasan melalui khotbahnya saat misa

bersama di Gereja tentang keberadaan dirinya, bahwa keluarga tidak boleh

mengharapkan keuangan darinya, karena seandainya dia punya uangpun, semua

(39)

menemukan arti imamat baginya. Setelah meninggalkan desanya barulah ia

mengalami krisis yang hebat, beberapa kali ia tergoda untuk mengirim bantuan

keuangan kepada keluarganya. Vincentius de Paul tak putus-putus berdoa memohon

agar Tuhan membebaskan dari godaan itu. Tiga bulan setelah itu ia dibebaskan dari

belenggu keluarga yang menggoda itu. Kini ia benar-benar bebas untuk

mempersembahkan diri seutuhnya mengikuti kehendak Tuhan dan melaksanakan

misiNya.

Di kota Paris nama Vincentius de Paul menjadi terkenal karena karya misinya

dalam melayani orang miskin di pedesaan. Ia sangat berharap agar jabatan dalam

Gereja dipercayakan kepada imam yang dianggap pantas dan layak menjadi gembala

umat Allah, karena pada waktu itu Vincentius de Paul melihat para imam yang

banyak bersenang-senang di kota, daripada melayani kaum miskin di pedesaan

(Thone, 1985: 40- 43).

Karya-karya kasih yang dibentuk oleh Vincentius de Paul sangat didukung oleh

masyarakat dan wanita dari tingkat tinggi yang ingin terlibat dalam membantu kaum

miskin. Pada tahun 1625, Madame de Gondi menyediakan dana bagi beberapa imam

yang setiap lima tahun sekali mengadakan misi rakyat di semua daerah miliknya. De

Gondi meminta Vincentius de Paul agar membentuk suatu kelompok misionaris.

Vincentius de Paul menerima tugas itu dengan menandatangani kontrak pada tanggal

17 April 1625 dan secara resmi lahirlah Kongregasi Misi yang saat itu hanya

diwakili Vincentius de Paul sendiri sebagai pendiri. Beberapa waktu sesudah

(40)

Karya-karya kasih yang dibentuk oleh Vincentius de Paul semakin berkembang

di seluruh wilayah de Gondi. Dalam melaksanakan pelayanan kepada kaum miskin

ia dibantu oleh wanita-wanita dari tingkat tinggi dan para imam yang ingin

mengikuti jejak Vincentius de Paul. Tugas mereka merawat orang sakit, mengasuh

anak-anak gelandangan dan terlantar serta membagi-bagikan derma. Bantuan ibu-ibu

ini tidak bertahan lama, sebab perlahan-lahan mereka mengundurkan diri dengan

berbagai alasan. Tuhan tidak membiarkan Vincentius de Paul berjalan sendiri, ia

berkenalan dengan janda Louise de Marillac. Ia adalah seorang ibu janda yang selalu

ragu-ragu dalam mendidik seorang putranya. Dalam keraguannya ia sangat

membutuhkan pembimbing rohani yang dapat mendampingi dia dalam menjalani

hari-hari hidupnya. Perkenalan dan bimbingan dari Vincentius de Paul membawa

harapan dan makna hidup bagi Louise de Marillac, sehingga dengan kebebasan

penuh ia ingin bekerjasama dan terlibat bersama Vincentius de Paul dalam melayani

orang-orang miskin (Setiawati, 1989:35).

Karya-karya kasih yang telah berkembang semakin diminati masyarakat. Karena

itu Vincentius de Paul sangat membutuhkan orang-orang yang dapat bergabung

dalam melayani orang-orang miskin. Kerelaan Luise de Marillac untuk bekerjasama

melayani orang miskin ditanggapi sangat positif oleh Vincentius de Paul, dengan

memberi tanggungjawab kepadanya untuk mengunjungi daerah-daerah tempat

karya-karya kasih yang telah didirikan oleh Vincentius de Paul. Tanggungjawab itu

diterima oleh Luise de Marillac dengan sangat antusias dan mulai melaksanakan apa

(41)

dengan lebih maksimal, Luise de Marillac perlu bantuan dari orang lain, maka ia

mengumpulkan gadis-gadis desa dan mengajari mereka cara-cara merawat orang

yang sakit, miskin dan menderita. Lambat laun muncullah dalam benak Luise de

Marillac suatu rencana, yakni mendidik gadis-gadis desa dalam hidup keagamaan,

cara merawat orang-orang sakit, anak-anak terlantar dan orang lanjut usia.

Keinginannya diberitahukan kepada Vincentius de Paul. Vincentius de Paul tidak

langsung menerima usulan ini, tetapi ia mengajak Luise de Marillac mengambil

keputusan dengan bijaksana di bawah bimbingan Tuhan. Sesudah memikirkan usul

ini lebih serius, akhirnya Vincentius de Paul mendukung rencana Luise de Marillac

dengan terlebih dahulu meminta persetujuan gadis-gadis yang sudah dikumpulkan

Luise de Marillac itu untuk merawat orang-orang sakit. Gadis-gadis itu menyatakan

persetujuannya dan bersedia untuk merawat orang-orang yang menderita. Di bawah

pimpinan Luise de Marillac, gadis-gadis itu melaksanakan tugas yang cukup berat,

dengan hasil sangat mengagumkan. Namun Vincentius de Paul belum juga

mendirikan Kongregasi untuk mereka, karena ia membutuhkan waktu yang cukup

dalam mendirikan kongregasi yang bercorak lain dari biasanya. Ia menghendaki

suatu perserikatan wanita-wanita yang sungguh-sungguh terlibat dalam masyarakat.

Ia tidak ingin perserikatan wanita terasing dalam tembok-tembok biara melainkan

wanita-wanita yang melakukan nasihat Injil seraya bekerja di tengah-tengah rakyat

sampai ke pelosok-pelosok desa dan gubuk-gubuk orang kecil (Tondowidjojo, 1984:

(42)

Masyarakat Paris mengenal Vincentius de Paul sebagai pribadi yang sabar,

rendah hati, dan punya sifat revolusioner baik dalam buah pikiran maupun dalam

perbuatan. Ia mau menunjukkan Tuhan secara nyata kepada orang-orang miskin

lewat pelayanannya yang lembut dan bersahabat. Setelah melewati berbagai

pertimbangan, akhirnya cita-cita Luise de Marillac dipenuhi oleh Vincentius de Paul

dengan mendirikan Serikat Puteri Kasih di bawah pimpinan Luise de Marillac

(Tondowidjojo, 1984: 97).

Vincentius de Paul mencintai Allah dengan berpeluh keringat dan bekerja keras

dalam menghadirkan kabar gembira kepada orang-orang miskin. Ia membuka pintu

bagi Gereja dan mengajarkan para biarawannya agar bekerja dengan kaum awam,

dan ia juga menghargai sumbangsih kaum wanita. Vincentius de Paul merupakan

pemrakarsa pemberian bantuan bagi anak-anak terlantar, para tahanan, korban

bencana, pengungsi dan orang-orang cacat yang harus tinggal di rumah. Semuanya

dijalankan atas kasih dan cintanya kepada mereka, dengan meneladan Yesus Kristus

yang menempatkan diri sebagai pelayan bagi kaum miskin. Kepada para

pengikutnya ia mengajarkan bahwa karya kasih yang benar tidak saja membagikan

bantuan, tetapi juga membantu orang miskin untuk mendapatkan kembali martabat

dan kemandirian mereka. Ia meyakini kebajikan sebuah tindakan dan ia suka

menggunakan motto “Totum opus nostrum operatione Consistit” yang berarti

tindakan adalah keseluruhan tugas kita. Ia juga menambahkan bahwa kesempurnaan

tidak datang dari kegembiraan yang meluap-luap, tetapi dari tindakan melaksanakan

(43)

hari semakin melemah dan akhirnya pada tanggal 27 September 1660, Vincentius de

Paul wafat di Saint-Lasare di pinggiran Paris. Pada tahun 1729, Vincentius de Paul

diangkat sebagai beato oleh Paus Benediktus XIII dan pada tahun 1737, Paus

Clemens XII mengangkatnya menjadi santo. Pada tahun 1885, Paus Leo XIII

mengangkatnya sebagai pelindung karya amal (Thone, 1985: 103-116).

2. Spiritualitas St. Vincentius de Paul

a. Pengertian Spiritualitas

Kata Spiritualitas berasal dari bahasa Prancis yakni: spiritualite. Kata dasarnya

spiritus yang berarti Roh. Apabila seseorang disebut seorang spiritualis berarti dia

digerakkan oleh Roh Kudus untuk berbuat sesuatu (Darmawijaya, 1984: 110).

Menurut Banawiratma (1998: 58) “spiritualitas juga dimengerti sebagai sesuatu yang

melatarbelakangi bentuk atau cara hidup seseorang dalam menyadari dan menghayati

hidup sesuai dengan yang dicita-citakan baik dalam relasi dengan Tuhan maupun

dengan sesama.” Sedangkan menurut Eddy Kristiyanto (2005: 3) “Spiritalitas adalah

sebuah kata Latin: spiritus yang berarti roh, semangat.” Dalam artian ini, sekurang

-kurangnya dapat dikatakan bahwa spiritualitas berarti sesuatu yang berhubungan

dengan roh atau semangat.

Spiritualitas perlu digali, dipikirkan, direnungkan dan dihayati dalam kenyataan

hidup konkrit setiap harinya karena spiritualitas tidak tumbuh dengan sendirinya.

(44)

unsur. Unsur terpenting dalam hal ini ialah bentuk kehidupan, kebudayaan dan

perkembangan sejarah.

Cara hidup yang diyakini oleh seseorang mempunyai pengaruh besar dalam

menghayati hidup rohaninya. Vincensius de Paul memilih cara hidup sebagai rasul

dan ia ditugaskan sebagai pembantu Uskup dalam melayani umat Allah. Hidup

rohani Vincentius de Paul diwarnai oleh kekhasannya sendiri. Berdasarkan

penghayatan itulah sekelompok orang mulai menggali, memikirkan, merenungkan

dan menghayati apa yang menjadi kekhasannya, serentak mengembangkannya tanpa

menyimpang dari kebudayaan setempat dan perkembangan zaman.

b. Tiga Keutamaan St. Vincentius de Paul

Spiritualitas seorang santo bersumber pada pengalaman rohaninya dan juga

pengaruh dari luar diri yang dapat membantu dia untuk semakin berkembang dalam

hidup rohaninya. Sumber spiritualitas St. Vincentius de Paul ialah Yesus Kristus. Ia

terpesona pada satu segi dari kepribadian Kristus yaitu: Kristus pewarta kabar

gembira kepada orang miskin, sehingga dalam hidupnya ia mengkontemplasikan

Kristus yang pergi dari desa ke desa untuk mencari orang kecil dan mewartakan

kabar gembira kepada mereka. Dalam melanjutkan karya Kristus di dunia, Santo

Vincentius de Paul mengaharapkan kepada para pengikutnya agar bersemangat

seperti Kristus dengan kasih dan hormat kepada Bapa, kasih yang nyata dan penuh

pengertian kepada orang miskin dan kerelaan untuk dibimbing oleh penyelenggaraan

(45)

Pengalaman hidup Vincentius de Paul, sangatlah menarik untuk semakin

didalami dan tepat untuk menjadi landasan dan dasar pijakan dalam melayani kaum

miskin. Kekhasan semangat Vincentius inilah yang disebut dengan spiritualitas St.

Vincentius de Paul oleh para pengikutnya. Spiritualitas St. Vincentius de Paul yang

akan diuraikan di bawah ini terdiri dari kesederhanaan, kerendahan hati dan cinta

kasih.

1) Kesederhanaan

Kesederhanaan hidup merupakan wujud hidup Yesus Kristus sendiri, yang

dengan kesederhanaanNya telah datang, tinggal dan bersahabat dengan orang kecil

dan sederhana. Sebagai santo yang hidup pada abad XVII, St. Vincentius de Paul

adalah seorang tokoh yang hidup di lingkungan keluarga yang sederhana dengan

sikap dan perilaku yang sederhana pula. Ia selalu bersedia membantu orang tuanya,

tanpa bersungut-sungut walaupun apa yang diminta oleh mereka jauh dari

harapannya. Sejauh Vincentius de Paul mampu berbuat sesuatu ia tidak pernah

menyerah sebelum menyelesaikan. Hal ini tampak dalam kegigihan dan

kesungguhannya dalam menunaikan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya. St.

Vincentius de Paul menekankan kesederhanaan sebagai dasar pijakan yang

inspirasinya adalah Yesus Kristus sendiri. Menurut Vincentius de Paul,

kesederhanaan yang suci menistakan segala sesuatu yang tidak berkenan kepada

Allah dan menyatakan bagi Allah adalah kebaikan yang sempurna, benar, tertinggi,

dan satu-satunya sumber kebaikan. Artinya semua yang baik bersumber dari Allah,

(46)

kurang baik, dan tidak ada alasan untuk memandang diri sendiri lebih sempurna dari

pada orang lain.

Kesederhanaan bagi Vincentius de Paul berarti melakukan segala sesuatu demi

cinta kepada Allah dan demi kemuliaan nama-Nya tanpa ada maksud ataupun niat

sampingan demi keuntungan pribadi dari perbuatan yang dilakukan. Ia juga

mengharapkan dari para pengikutnya agar selalu bersikap jujur, sederhana dalam

perkataan maupun tindakan, seorang yang dipercaya dapat membebaskan diri dari

cinta diri dan sikap yang selalu mengeluh ketika menghadapi kemalangan.

Untuk menunaikan tugas melayani fakir miskin dan untuk menyampaikan Injil

kepada fakir miskin. Thone (1985: 39) mengatakan bahwa Vincentius de Paul

menyampaikan kepada para imamnya “harus miskin dengan kata lain berjiwa miskin

pula, dan berkeyakinan, bahwa adalah kehormatan untuk menjadi pengabdi dan

pelayan para fakir miskin, tanpa menerima upah imbalan”. Oleh karena itu mereka

diperuntukkan bagi fakir miskin, dan harus mewartakan kemiskinan dengan cara

hidup pribadi. Pendiri mereka menentukan peraturan, bahwa mereka tidak

dibenarkan, jika imbalan keuangan atau material sampai memberatkan salah seorang

pastor. Selama mereka memberikan misi, sedapat-dapatnya harus membawa bahan

makan dan minum sendiri, dan sebagai tempat penginapan harus memilih gudang

atau kamar di bawah tanah. Sifat pewartaan dan khotbah-khotbah mereka harus

sesuai dengan kepribadian mereka, yaitu sederhana dan dapat dimengerti oleh setiap

(47)

2) Kerendahan Hati

Kerendahan hati menjadi bagian cara hidup dari Vincentius de Paul. Ia meyakini

bahwa kerendahan hati adalah hidup Putra Allah sendiri. Ia menderita pada masa

hidupNya, Ia diolok-olok, ditolak, disalibkan bahkan wafat di kayu salib guna

keselamatan umat manusia. Dimana kayu salib dipandang sebagai hukuman bagi

orang hina. Begitu juga Vincentius de Paul yang menyadari bahwa ia bukan

siapa-siapa di hadapan Allah, seorang hamba yang tidak berguna dan siap diperlakukan

apa saja.

Suatu peristiwa panjang yang harus dialami Vincentius de Paul ketika ia menjadi

budak dan berganti-ganti majikan. Kita tahu bahwa budak adalah orang yang

memiliki kasta atau derajat rendah karena yang menjadi atasan adalah sama-sama

manusia. Seorang imam mau untuk menjalani proses hidupnya meskipun sebagai

budak sekaligus. Di sini Vincentius de Paul telah memperlihatkan bagaimana ia

menjadi imam namun mampu untuk rendah hati tidak karena statusnya ia kemudian

menjadi seseorang yang angkuh. Masih banyak peristiwa-peristiwa yang dialami

oleh Vincentius de Paul. Dalam kehidupannya, ia telah manjalani hidup seperti yang

telah dihidupi oleh Yesus sendiri ketika Ia hidup dan berkarya di dunia. Dasar

Vincentius de Paul menekankan kerendahan hati sebagai sikap dasar para

pengikutnya ialah sabda Yesus yang berkata : “… belajarlah dari padaKu, sebab Aku

lemah lembut dan rendah hati” (Mat 11:29).

Kerendahan hati Vincentius de Paul dibagi dalam tiga hal pokok yakni:

(48)

b) Tidak merasa ragu-ragu bila orang lain tahu kelemahan dan kekurangan

kita. Orang lain boleh mengenal kita seperti apa adanya.

c) Tidak mempromosikan diri sendiri dengan membicarakan sukses dan

memamerkan kehebatan. Sukses dan kehebatan adalah rahmat Tuhan.

Vincentius de Paul memperlihatkan bahwa semangat kerendahan hati yang ada

dalam diri akan membuka hati untuk sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah,

dengan demikian manusia akan terbebas dari cinta diri dan mampu melihat

penderitaan orang lain dan berani melakukan tindakan konkrit untuk membantu dan

melayani orang yang sangat membutuhkan.

3) Cinta Kasih

Tindakan yang dianjurkan oleh Vincentius de Paul bukanlah tindakan demi

tindakan. Tindakan St. Vincentius de Paul ialah tindakan cinta kasih. Untuk lebih

menghormati Yesus Kristus dan meneladani-Nya secara sempurna, Vincentius de

Paul berjanji secara tegas bahwa dia akan membaktikan seluruh hidupnya untuk

pelayanan orang miskin demi cinta-Nya. Vincentius de Paul menjelaskan bahwa

sasaran kasih itu: cinta terhadap Tuhan, sesama, dan orang miskin (Roman, 1993:

93).

c. Santo Vincentius Berhadapan dengan Kaum Miskin

Kehidupan St. Vincentius de Paul tidak dapat dipisahkan dari kaum miskin.

(49)

bantu, karena dari diri kaum miskinlah St. Vincentius de Paul mampu menemukan

rupa Yesus Kristus yang menderita dan miskin. Pada pembahasan selanjutnya akan

dibahas lebih lanjut bagaimana sikap St. Vincentius de Paul dalam menghadapi

orang miskin dengan dijabarkan pada enam bagian.

1) Kategori Kaum Miskin

St. Vincentius de Paul membagi kaum miskin menjadi delapan kategori:

orang-orang yang jelata dan terlantar, kaum muda yang miskin yang butuh pelajaran, kaum

miskin yang sakit dan terlantar, orang miskin yang tolol, orang-orang cacat badan,

kaum petani yang miskin, kaum tertindas yang miskin dan budak yang miskin

(Tondowidjojo, 1984: 29).

Orang-orang jelata dan terlantar adalah bayi-bayi dan anak-anak yang

ditinggalkan oleh ayah dan ibu mereka. Bagi Vincentius de Paul, bayi-bayi adalah

milik Tuhan, dan mereka adalah jiwa-jiwa yang berakal budi yang telah diciptakan

Tuhan. Kehadiran mereka mencerminkan citra Yesus sendiri yang telah menderita

dan sengsara ketika masih dalam kandungan, selama dalam perjalanan ke Mesir

untuk diungsikan; Yesus Kristus yang menderita sengsara karena kemiskinan, fitnah

dan dianiaya, dipersalahkan karena dosa-dosa manusia. Orang seperti itu yang perlu

dilayani dengan menjadi ibu yang ramah dan penuh belaskasih kepada mereka,

sehingga bayi-bayi dan anak-anak dapat merasakan hangatnya cinta (Tondowidjojo,

(50)

Kategori yang kedua adalah kaum muda miskin yang membutuhkan pelajaran.

Pendidikan menjadi cara untuk dapat memperbaiki bahkan mengubah kehidupan

kaum miskin. Maka dari itu Vincentius de Paul mengharapkan agar para suster dapat

mengajari anak-anak agar taqwa dan mencintai Tuhan. Untuk mengemban tugas itu,

para suster membekali diri dengan belajar dan membaca buku-buku pengetahuan

yang dapat diberikan kepada anak-anak miskin yang akan dididik (Tondowidjojo,

1984: 36-37).

Kaum miskin yang ketiga adalah kaum miskin yang sakit dan terlantar. St.

Vincentius de Paul selalu mengingatkan kepada para suster Puteri Kasih mengenai

tujuan yang harus dimiliki yang juga telah diutarakan oleh Tuhan sendiri yakni

dipanggil untuk melayani orang-orang sakit, miskin dan terlantar itu. Kesiapsediaan

dan ketulusan dalam pelayanan juga selalu ditekankan oleh Vincentius de Paul

(Tondowidjojo, 1984: 37-38).

Kaum miskin yang masuk dalam kategori keempat adalah orang miskin yang

tolol. Yang dimaksudkan tolol di sini adalah orang yang sedih, orang yang tidak

berdaya orang yang tidak berhasil dalam hidup dan mereka pribadi-pribadi yang tidak

tahu menghargai pelayanan orang lain. Bagi Vincentius de Paul mereka perlu

dilayani, karena dengan melayani mereka akan dapat dilihat dan diraba betapa besar

dan aneka ragam derita mereka, dan dengan pemberian diri yang total dalam

melayani mereka (Tondowidjojo, 1984: 38-39).

Kategori kaum miskin yang kelima adalah orang yang cacat badan. Sudah

(51)

normal biasa secara fisik. St. Vincentius de Paul dan para pengikutnya memandang

dan memperlakukan dengan baik kepada mereka yang cacat, karena dengan demikian

mereka dapat diringankan bebannya (Tondowidjojo, 1984: 39).

Petani yang miskin menjadi kaum miskin pada kategori keenam. St. Vincentius

de Paul merupakan anak dari keluarga petani, yang berada di sebuah kota kecil. Ia

tahu betul bagaimana rasanya hidup menjadi petani. Sekarang ia sangat

mengharapkan agar para susternya bersedia untuk bekerja dan melayani di daerah

pedalaman, karena di daerah itulah akan dijumpai petani yang miskin dan alasan lain

karena di kota sudah banyak para suster yang tinggal dan berkarya (Tondowidjojo,

1984: 39).

Kaum miskin yang ketujuh dan delapan adalah kaum tertindas yang miskin dan

budak yang miskin. Kedua kategori ini hampir mirip karena budak diidentikkan

dengan orang yang tertindas. Pada kaum miskin ini, St. Vincentius de Paul

mengharapkan para pengikutnya yang ditugaskan untuk melayani mereka agar

memperhatikan kebutuhan jasmani orang yang dilayani, menolong, mengunjungi, dan

bagi para imamnya untuk melayani pengakuan dosa. Hal ini dengan harapan agar

orang yang dilayani mampu merasakan kehadiran Allah sebagai sumber suka cita

(Tondowidjojo, 1984: 39-40).

2) Pelayanan terhadap Kaum Miskin harus diutamakan

Pelayanan terhadap kaum miskin bagi Vincentius de Paul diutamakan dan

(52)

melayani kaum miskin ia juga merasakan bahwa ia melayani Kristus sendiri. Dalam

pelayanannya, Vincentius de Paul lebih mencontoh Yesus yang hidup dan berkarya

bagi kaum miskin, daripada Yesus yang berdoa dan mengajar. Meskipun demikian,

Vincentius de Paul juga sangat mengharapkan agar para pengikutnya tidak

melalaikan waktu doa yang telah dipersiapkan, terlebih setelah mereka kembali dari

pelayanan terhadap kaum miskin.

Dalam pelayanan St. Vincentius de Paul, Roman (1993: 81) dalam bukunya

menguraikan secara garis besar bahwa Vincentius de Paul nampak sebagai

spiritualitas aksi, dimana spiritualitas yang terarah pada tindakan. Dalam spiritualitas

ini tindakan sebagai kewajiban yang mutlak, tindakan sebagai suatu usaha untuk

mengejar kesempurnaan yang tentu saja didasari dengan doa. Tindakan juga

dipandang sebagai suatu ungkapan religius dengan gaya hidup orang yang terlibat

dalam karya kerasulan yang tidak lepas dari penyesuaian dengan kehendak Allah.

3) Alasan melayani Kaum Miskin

St. Vincentius menghormati para fakir miskin dengan melihat dalam mereka

pribadi Yesus Kristus sendiri dan memandang mereka sebagai yang terpilih.

Berangkat dari itu ia merasa bahwa mereka yang terkasih dan yang pertama untuk

berhak menikmati anugerah-anugerah-Nya. Memikirkan kekurangan-kekurangan

maupun penderitaan kaum miskin sangat melukai hati Vincentius yang tak pernah

sembuh. Dalam diri si miskin ia melihat imitasi hidup yang sangat menyedihkan,

(53)

suatu tanda bagi Vincentius de Paul, tanda dari Kristus akan sesuatu yang berbeda

yakni si miskin adalah Kristus sendiri (Tondowidjojo, 1984: 9-21).

Itulah pemikiran mendalam yang selalu menjiwai Vincentius untuk

menghormati kaum miskin. Rasa hormat itu ia sampaikan melalui pelayanannya

terhadap kaum miskin. Begitu juga dengan para pengikutnya yang selalu ia tekankan

untuk melayani kaum miskin.

4) Kunjungan terhadap Orang Miskin

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa Vincentius de Paul melihat

orang miskin sebagai imitasi dari Yesus Kristus yang menderita. Kunjungan terhadap

orang miskin adalah suatu kegiatan yang dianjurkan Vincentius de Paul kepada para

pengikutnya. Ia melihat bahwa dengan mengunjungi orang miskin, sama halnya

mengunjungi Yesus Kristus yang hadir dalam diri orang tersebut. Ia berharap dengan

mengunjungi mereka para pengikutnya akan mampu menyemangati dan menguatkan

mereka agar dapat menerima penderitaan yang dialaminya dan suatu peringatan dari

Vincentius de Paul kepada para pengikutnya untuk tidak mengejek dan menghindari

mereka (Tondowidjojo, 1984: 41-48).

5) Cara Menyediakan Kebutuhan Materil bagi Kaum Miskin

Bagi Vincentius de Paul melayani orang miskin tidak harus memiliki uang

banyak, melainkan mempunyai hati yang tulus. Pemberian sedikit untuk kebutuhan

(54)

juga menasehati para pengikutnya untuk tidak menerima apapun dari kaum miskin,

melainkan memberikan kepada mereka yang menjadi kebutuhan (Tondowidjojo,

1984: 49-55).

Para suster Puteri Kasih juga diharapkan agar mengusahakan pekerjaan dan

memberikan keterampilan menjahit atau memasak bagi kaum miskin yang masih

sehat dan kuat, sehingga mereka terbantu mendapatkan pekerjaan yang layak

(Tondowidjojo, 1984: 53-55).

B. Kepedulian Sosial Remaja Usia SMP dan Upaya Pengembangannya

1. Kepedulian Sosial

Kepedulian sosial adalah perasaan bertanggungjawab atas kesulitan yang

dihadapi oleh orang lain di mana seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu

untuk mengatasinya. Mulyadi Guntur Waseso (1986: 84) mengatakan bahwa

”kepedulian sosial dalam kehidupan bermasyarakat lebih kental diartikan sebagai

perilaku baik seseorang terhadap orang lain di sekitarnya.” Kepedulian sosial dimulai

dari kemauan “memberi” bukan “menerima”. Dari definisi di atas kepedulian sosial

dapat diartikan sebagai suatu perasaan simpati yang mendalam terhadap penderitaan

atau kemalangan orang lain, yang disertai oleh suatu hasrat untuk meringankan atau

menghilangkan penderitaan tersebut.

(55)

a. Pengertian Remaja Usia SMP

Istilah yang sering dipakai pada masa remaja yakni puberteit bahasa Belanda

atau puberty ataupun pubertas dari bahasa Latin yang berarti kelaki-lakian,

kedewasaan yang dilandasi dengan sifat kelaki-lakian (Singgih D. Gunarsa, 1978:

15). Masa puberteit ini antara umur 12 hingga 16 tahun. Pada masa ini ditandai oleh

perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Keinginan untuk melepaskan diri dari

ikatan emosional dengan orang tua dan pembentukan rencana hidup menjadi sangat

nampak sebagai akibat dari masa pubertas tersebut.

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu memiliki keinginan

yang kuat untuk ikut serta dan dianggap sebagai masyarakat dewasa. Usia dimana

anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada

dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Perubahan

intelektual yang mencolok juga sangat nampak. Transformasi intelektual yang khas

dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam

hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum

dari periode perkembangan ini (Hurlock, 1980: 206).

b. Tahap-tahap Perkembangan Remaja

Dalam mencapai kedewasaan ada proses penyesuaian diri. Setidaknya ada tiga

tahap perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri yang diungkapkan oleh

Gambar

Tabel 1: Pembagian Kelas Peserta Didik
Tabel 2: Jumlah Responden Penelitian
Kisi-kisi Kuesioner Intrumen PenelitianTabel 3.
Tabel 3: Identitas Responden
+4

Referensi

Dokumen terkait