viii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL. Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan penulis sehubungan dengan Santo Vincentius de Paul sebagai santo pelindung sekolah peserta didik SMP PL Sedayu namun belum dikenal dan belum menjadi inspirasi peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu.
Pokok persoalan dalam skripsi ini bagaimana peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu menghidupi inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul. Dalam menjawab lebih mendalam persoalan di atas, penulis mencari referensi dari berbagai buku. Dalam rangka memperoleh data mengenai inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul untuk peningkatan kepedulian sosial peserta didik SMP PL Santo Vincentius de Paul Sedayu, penulis melakukan penelitian dengan cara menyebarkan kuesioner.
ix ABSTRACT
The title of this thesis is INSPIRATION SPIRITITUALITY OF SAINT VINCENTIUS DE PAUL FOR SOCIAL CARE IMPROVEMENT OF THE STUDENTS IN PANGUDI LUHUR SAINT VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL BANTUL REGENCY. The writer chose this title based on the concerns that the writer refer to in connection with Saint Vincentius de Paul as the patron saint of their school but has not yet known and become the inspiration of the student in Pangudi Luhur Sedayu Junior High School.
The main problem of this thesis is the community of the school especially the student of Pangudi Luhur Sedayu Junior High School was interpret the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul yet. To answer the problem above deeper, the writer search references from various books. In order to obtain the data about the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul to increase social awareness on junior high school student PL Saint Vincentius de Paul Sedayu, the writer conducted research by distributing questionnaires.
i
INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK
SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Aluisius Ari Setyanto NIM: 111124008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur skripsi ini kupersembahkan Kepada
Tuhan Yesus Kristus,
kepada Kedua Orang Tuaku beserta keluargaku,
teman-teman seperjuangan angkatan 2011
serta
v MOTTO
“Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap
syukur”
viii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL. Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan penulis sehubungan dengan Santo Vincentius de Paul sebagai santo pelindung sekolah peserta didik SMP PL Sedayu namun belum dikenal dan belum menjadi inspirasi peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu.
Pokok persoalan dalam skripsi ini bagaimana peserta didik SMP Pangudi Luhur Sedayu menghidupi inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul. Dalam menjawab lebih mendalam persoalan di atas, penulis mencari referensi dari berbagai buku. Dalam rangka memperoleh data mengenai inspirasi spiritualitas Santo Vincentius de Paul untuk peningkatan kepedulian sosial peserta didik SMP PL Santo Vincentius de Paul Sedayu, penulis melakukan penelitian dengan cara menyebarkan kuesioner.
ix ABSTRACT
The title of this thesis is INSPIRATION SPIRITITUALITY OF SAINT VINCENTIUS DE PAUL FOR SOCIAL CARE IMPROVEMENT OF THE STUDENTS IN PANGUDI LUHUR SAINT VINCENTIUS SEDAYU JUNIOR HIGH SCHOOL BANTUL REGENCY. The writer chose this title based on the concerns that the writer refer to in connection with Saint Vincentius de Paul as the patron saint of their school but has not yet known and become the inspiration of the student in Pangudi Luhur Sedayu Junior High School.
The main problem of this thesis is the community of the school especially the student of Pangudi Luhur Sedayu Junior High School was interpret the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul yet. To answer the problem above deeper, the writer search references from various books. In order to obtain the data about the inspiration spirituality of Saint Vincentius de Paul to increase social awareness on junior high school student PL Saint Vincentius de Paul Sedayu, the writer conducted research by distributing questionnaires.
x
KATA PENGANTAR
Terpujilah Tuhan karena rahmatMu telah mengantarkan penulis pada
ketekunan dan kejernihan pikiran untuk menyelesaikan skiripsi yang berjudul
“Inspirasi Spiritualitas Santo Vincentius de Paul untuk Peningkatan Kepedulian Peserta Didik SMP Pangudi Luhur Santo Vincentius Sedayu Kabupaten Bantul”.
Skirpsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini lahir karena keprihatinan penulis terhadap sekolah swasta Katolik
khususnya SMP Pangudi Luhur Sedayu yang menggunakan nama pelindung Santo
Vincentius namun kurang memaknai bahkan kurang mengenal siapa santo pelindung
mereka tersebut. Santo Vincentius dikenal sebagai bapa kaum miskin. Pengenalan
peserta didik terhadap santo pelindung SMP PL Sedayu dapat menjadi semangat
dalam pembentukan dan perkembangan peserta didik khususnya dalam bidang
kepeduliaan sosial.
Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
berkat bantuan, bimbingan, dukungan, motivasi dan doa dari banyak pihak. Oleh
karena itu, dengan rasa terima kasih penulis akan menghadirkan kembali nama-nama
yang sangat berharga sebagai berikut:
1. Rm. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ. M. Ed selaku Kaprodi PAK
Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing utama yang telah
membimbing dengan begitu murah hati dan sangat sabar, dengan segala
xi
2. Yoseph Kristianto, SFK.,M.Pd selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen penguji kedua yang telah memberikan banyak perhatian, semangat dan
dukungan selama penulis menjalani studi di Prodi PAK.
3. Bapak Drs. L. Bambang Hendarto Y., M. Hum selaku dosen penguji ketiga
yang telah memberikan waktu untuk menjadi dosen penguji ketiga dan atas
dukungan dalam penulisan skripsi ini.
4. Kepada ayah Matheus Pardiyanto, ibu kandung Alm. Yosepha Lamiyah dan
ibu yang sungguh luar biasa mampu meneruskan perjuangan ibu kandung yaitu
ibu Adriana Bartini yang selalu memberikan dukungan doa, semangat, motivasi
dan finansial dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Celcius Suhartanta, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP PL St. Vincentius Sedayu
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian di sekolah.
6. Segenap Romo, Bapak dan Ibu dosen dan seluruh staf karyawan Prodi PAK
Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran studi dengan
teladan dan ilmu yang diberikan.
7. Segenap guru, karyawan dan peserta didik SMP PL St. Vincentius Sedayu
yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu kelancaran penulisan skripsi
ini dengan mengisi angket yang diberikan oleh penulis.
8. Kepada keluarga kakak Chatarina Purwanti, keluarga kakak Fransisca Sri Dwi
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Skripsi ... 6
D. Manfaat Skripsi ... 6
E. Metode Penulisan ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL DAN KEPEDULIAN SOSIAL REMAJA USIA SMP ... 9
A. Spiritualitas St. Vincentius de Paul ... 9
1. Riwayat Hidup St. Vincentius de Paul ... 9
2. Spiritualitas St. Vincentius de Paul ... 22
a. Pengertian Spiritualitas ... 22
b. Tiga Keutamaan St. Vincentius de Paul ... 23
xiv
1) Kesederhanaan ... 24
2) Kerendahan Hati ... 25
3) Cinta Kasih ... 27
c. Santo Vincentius de Paul Berhadapan dengan Kaum Miskin ... 27
1) Kategori Kaum Miskin ... 28
2) Pelayanan terhadap Kaum Miskin ... 30
3) Alasan Melayani Kaum Miskin ... 31
4) Kunjungan terhadap Kaum Miskin ... 32
5) Cara Menyediakan Materil bagi Kaum Miskin ... 32
B. Kepedulian Sosial Remaja Usia SMP dan Pengembangannya .... 33
1. Kepedulian Sosial ... ... 33
2. Gambaran Umum Remaja Usia SMP ... 33
a. Pengertian Remaja Usia SMP ... 33
b. Tahap-tahap Perkembangan Remaja ... 34
1) Remaja Awal (Early Adolescence) ... 35
2) Remaja Madya (Middle Adolescence) ... 35
3) Remaja Akhir (Late Adolescence) ... 36
c. Aspek-aspek Perkembangan Remaja Usia SMP ... 36
1) Aspek Fisik ... 36
2) Aspek Emosi ... 37
3) Aspek Sosial ... 37
4) Aspek Inteligensi ... 38
5) Aspek Moral Religi ... 38
d. Apek-aspek Pengembangan Kepedulian Sosial ... 40
1) Aspek Kesadaran ... 40
2) Aspek Kehendak ... 41
xv
3. Gambaran Umum Kehidupan Sosial Remaja Usia SMP dan
Masalah yang dihadapi ... ... 42
a. Kehidupan Sosial Remaja Usia SMP ... 42
1) Kehidupan sosial remaja di dalam keluarga ... 43
2) Kehidupan sosial remaja di sekolah ... 43
3) Kehidupan sosial remaja di tengah masyarakat ... 44
4) Kehidupan sosial remaja dengan teman sebaya ... 45
b. Ciri-ciri Umum Remaja ... 45
1) Kegelisahan ... 46
2) Pertentangan ... 46
3) Berkeinginan besar mencoba hal yang belum diketahui ... 47
4) Keinginan mencoba diarahkan pada diri sendiri atau orang lain ... 47
5) Keinginan menjelajah lebih luas ke alam sekitar ... 48
6) Mengkhayal dan berfantasi ... 48
7) Aktifitas berkelompok ... 49
c. Masalah-masalah Sosial yang Dihadapi Remaja ... 49
4. Kepedulian Sosial Tingkat Remaja ... 51
C. Inspirasi Spiritualitas St. Vincentius de Paul terhadap Kepedulian Sosial Siswa SMP ... 51
1. Vincentius de Paul Melihat Kristus sebagai Sumber Spiritual ... 51
2. Pertemuan Vincentius de Paul dengan Kaum Miskin sebagai Tempat Pertemuan dengan Allah ... 53
3. Vincentius de Paul Melihat Misteri Kehadiran Kristus dalam Diri Kaum Miskin ... 54
4. Injil sebagai Sumber Inspirasi Hidup Vincentius de Paul ... 54
5. Kesatuan Doa dan Perbuatan Vincentius de Paul ... 55
BAB III GAMBARAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PL ST. VINCENTIUS DE PAUL SEDAYU ... 57
xvi
1. Sejarah SMP PL ... 57
2. Visi dan Misi SMP PL Sedayu ... 59
3. Peserta didik ... 60
4. Kegiatan di SMP PL St. Vincentius de Paul Sedayu ... 63
B. Penelitian tentang Kepedulian Sosial Peserta Didik di SMP PL Sedayu ... 64
1. Desain Penelitian ... 64
a. Latar Belakang Penelitian ... 64
b. Tujuan Penelitian ... 66
c. Jenis Penelitian ... 66
d. Responden Penelitian ... 67
e. Tempat dan Waktu Penelitian ... 68
f. Instrumen Pengumpulan Data ... 68
g. Variabel Penelitian ... 69
h. Deskripsi Tolak Ukur Peserta Didik dalam Mengenal Santo Vincentius de Paul ... 70
2. Laporan Hasil Penelitian dan Tehnik Pembahasan ... 71
a. Identitas Responden ... 72
b. Metode Laporan ... 72
c. Gambaran keadaan tingkat pengenalan peserta didik dalam mengenal santo Vincentius de Paul sebagai nama pelindung sekolah... 73
d. Gambaran kepedulian sosial peserta didik SMP PL St. Vincentius de Paul Sedayu ... 82
3. Pembahasan Penelitian ... 93
4. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 96
BAB IV USULAN PROGRAM KEGIATAN PENINGKATAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI LUHUR SANTO VINCENTIUS DE PAUL SEDAYU BERDASAR INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL ... 98
xvii
B. Alasan Pemilihan Tema dan Usulan Program ... 100
C. Rumusan Tema dan Tujuan Program ... 101
D. Bentuk Program ... 102
E. Gambaran Program ... 103
F. Perencanaan Pelaksanaan Usulan Program ... 103
1. Perencanaan Pelaksanaan Kegiatan Rekoleksi ... 103
2. Perencanaan Pelaksanaan Kegiatan Aksi Sosial ... 119
BAB V PENUTUP ... 125
A. Kesimpulan ... 125
B. Saran ... 127
DAFTAR PUSTAKA ... 128
LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Surat Keterangan telah melaksanakan Penelitian ... (2)
Lampiran 3: Instumen Penelitian ... (3)
Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ... (8)
Lampiran 5: Penggalan Film St. Vincentius de Paul ... (13)
Lampiran 6: Power Point Usulan Program Rekoleksi ... (14)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab
Indonesia.
Mat : Matius
Luk : Lukas
Kol : Kolose
B. Singkatan Lain
BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional
Br : Bruder
IQ : Intelligence Quotient
Jml : Jumlah
Ket. : Keterangan
KM : Kilometer
KIR : Karya Ilmiah Remaja
L : Laki-laki
Mgr : Monsignour
No : Nomor
xix P : Perempuan
PL : Pangudi Luhur
PMKRI : Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
PPL : Program Pengalaman Lapangan
Pr : Projo
Prof : Profesor
Rm : Romo
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPG : Sekolah Pendidikan Guru
St : Santo/Santa
Tgl : Tanggal
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk sosial. Tidak ada seorangpun yang sanggup hidup
tanpa bergantung pada sesama. Hal ini mulai dalam kandungan kemudian pada
tahapan-tahapan: mulai kanak-kanak, remaja, dewasa, sampai tua, selalu
membutuhkan lingkungan sosialnya. Bayi bahkan sejak dari janin dalam kandungan
membutuhkan pemeliharaan orang tua, atau lebih tepat ibunya. Bila kanak-kanak
sangat membutuhkan perhatian, pendidikan, dan kasih sayang dari kedua orang
tuanya, maka remaja membutuhkan bimbingan dan teladan, agar mereka dapat
melalui masa-masa goncangan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
manusia pada tahap-tahap perkembanganya selalu membutuhkan manusia lain.
Semua orang muda sampai tua tidaklah sanggup hanya sendirian saja. Mereka
membutuhkan bantuan orang lain. Orang lain yang dimaksud adalah masyarakat
ataupun pihak-pihak dalam hal pendidikan anak.
Dewasa ini pendidikan menjadi kebutuhan yang diprioritaskan. Dengan
pendidikan diharapkan dan diyakini oleh sebagian besar orang untuk memperoleh
apa yang dicita-citakannya. Hal ini dikarenakan pendidikan dipandang cukup mampu
menciptakan manusia dengan keahlian yang tinggi. Maka dari itu tidaklah heran jika
akan didapat olehnya. Dalam perkembangannya, seorang anak membutuhkan
pendidikan yang dapat diperoleh dalam keluarga maupun sekolah atau instansi
pendidikan. Namun pendidikan saja tidaklah cukup bagi seseorang, ada aspek penting
lain yang juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia seperti kehidupan
sosial. Di atas telah disampaikan bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang tidak
dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain, kehidupan sosial menjadi tanda
bahwa manusia hidup berdampingan dan saling berinteraksi dengan manusia lain.
Dalam interaksi sosial inilah seorang anak pada masa perkembangannya perlu
pendampingan agar interaksi sosial dapat bermanfaat bagi dirinya. Sarlito W.
Sarwono (1989: 221) mengatakan:
Sekolah selain berfungsi pengajaran (mencerdaskan anak didik) juga berfungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan fungsi pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah. Maka tidaklah heran jika sekolah-sekolah dewasa ini juga memberi bimbingan pada peserta didik untuk mengembangkan jiwa sosialnya melalui para guru dan korps guru di sekolah. Jika para guru dan korps guru di sekolah dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka anak-anak didik di sekolah itu yang berada dalam usia remaja akan cenderung berkurang kemungkinannya untuk terlibat dalam masalah yang bisa menyebabkan perilaku yang menyimpang.
Kepedulian sosial adalah suatu nilai penting yang harus dimiliki seseorang
terkait dengan kehidupan sosial. Dalam sikap kepedulian sosial seseorang harus
memiliki nilai kejujuran, kasih sayang, kerendahan hati, keramahan, kebaikan dan
lain sebagainya bagi kaum lemah, miskin ataupun mereka yang tersingkir. Untuk
memiliki sikap kepedulian sosial ini memang dibutuhkan tingkat kematangan
mulai dari usia dini. Mendidik anak tentang kepedulian sosial memang sulit, namun
bukan berarti mereka tidak perlu belajar. Secara perlahan anak akan mengerti tentang
pentingnya sikap peduli terhadap sesama sejak usia dini.
Masa perkembangan yang rawan adalah masa remaja. Remaja adalah masa
yang sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial, oleh karena itu
pendampingan yang tepat akan sangat mampu membantu remaja dalam berinteraksi
dengan lingkungan sebagai suatu sikap peduli terhadap lingkungan sosialnya. Namun
jika remaja telah masuk dan berinteraksi dalam hal yang tidak benar maka akan sulit
untuk menuntunnya pada proses sosialisasi yang baik. Bagi remaja, kepedulian yang
diharapkan sesuai dengan usia mereka yakni dengan hal-hal ataupun sikap yang
sederhana saja terhadap lingkungan sosial. Sikap sederhana itu dapt dicontohkan,
misalkan dalam hal membantu sesama yang membutuhkan pertolongan seperti teman
di sekolah atau teman bermain, masyarakat sekitar, peduli terhadap lingkungan alam
ataupun ikut terlibat dalam kegiatan yang ada dalam masyarakat. Di sinilah salah satu
peran dari lembaga pendidikan (sekolah) dalam membantu orang tua membimbing
seseorang untuk mampu berinteraksi yang baik dengan lingkungan sosialnya.
Tidak heran jika ada beberapa sekolah yang menggunakan nama pelindung
dengan spiritualitasnya sebagai inspirasi ataupun pedoman untuk membantu dalam
proses pengembangan kepedulian sosial bagi peserta didiknya. Sekolah-sekolah
Katolik dalam hal ini yang akan menjadi tinjauan dari penggunaan nama pelindung
sebagai pedoman mereka, khususnya Sekolah Menengah Pertama Pangudi Luhur
St. Vincentius de Paul dikenal sebagai santo yang pada masa hidupnya sangat
memperhatikan kaum miskin. Seluruh hidupnya diabdikan untuk mereka yang
membutuhkan pertolongan terutama kaum miskin. Ia mengumpulkan orang-orang
yang mau untuk membantu orang lain dan membentuk organisasi diperuntukkan bagi
kaum miskin guna menjadi wadah mereka yang ikut terlibat dan ambil bagian dalam
karya membantu yang miskin. Kesempatan yang baik sebagai sekolah menengah
pertama dalam menanamkan sikap peduli terhadap situasi sosial yang ada bagi
peserta didik pada masa remaja. Telah disinggung di atas bahwa masa usia remaja
perlu bimbingan yang tepat dalam pembentukan sikap mereka agar berguna pula bagi
orang lain di sekitarnya. Sikap sosial yang dapat dilakukan oleh seseorang pada masa
remaja yang memiliki tanggungjawab utama sebagai pelajar sangat banyak. Saling
membantu antar teman ataupun warga sekolah menjadi salah satu hal yang penting
ditanamkan sebagai sikap solidaritas. Peduli terhadap masyarakat sekitar sekolah juga
penting agar anak remaja juga diperhitungkan dalam masyarakat tersebut. Peduli
terhadap masyarakat sekitar sekolah yang paling dekat dapat diwujudkan dengan
berbagai cara misalnya menyapa warga sekitar ketika berjumpa, mengunjungi warga
yang sedang sakit, mengunjungi warga yang berkekurangan ataupun yang paling
mudah adalah peduli terhadap lingkungan sekitar. Beberapa contoh sikap peduli
sosial itu dapat dilakukan baik secara perorangan ataupun kelompok peserta didik.
Dari pengamatan penulis ketika menjalankan Program Pengalaman Lapangan
(PPL) di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul Sedayu pada bulan Juli hingga
memahami karakteristik peserta didik. Peserta didik SMP PL St. Vincentius Sedayu
adalah peserta didik yang memiliki banyak prestasi dan dapat dikatakan aktif dalam
berbagai kegiatan maupun organisasi yang ada. Namun juga tidak sedikit dari peserta
didik yang hanya sebatas mengikuti proses belajar mengajar secara akademik saja dan
tidak terlibat dalam kegiatan ataupun keorganisasian yang ada. Sebagai suatu sekolah
yang menghayati spiritualitas St. Vincentius de Paul, perlulah bagi peserta didik
menghayati inspirasi spiritualitas St. Vincentius de Paul yang dikenal sebagai orang
yang mempunyai kepedulian yang sangat tinggi bagi orang-orang tidak mampu di
sekelilingnya. Inspirasi spiritualitas St. Vincentius de Paul ini dapat menjadi api
untuk membakar semangat jiwa muda para peserta didik dalam menyadarkan dan
mengembangkan sikap peduli mereka, terlebih peduli terhadap kehidupan sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas penulis perlu untuk mengetahui secara lebih jauh
tentang gambaran inspirasi spiritualitas St. Vincentius terhadap kepedulian sosial
peserta didik SMP PL Sedayu, maka penulis merumuskan judul skripsi ini sebagai
berikut “INSPIRASI SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL UNTUK
PENINGKATAN KEPEDULIAN SOSIAL PESERTA DIDIK SMP PANGUDI
LUHUR SANTO VINCENTIUS SEDAYU KABUPATEN BANTUL”.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa inspirasi dari Spiritualitas St. Vincentius de Paul untuk meningkatkan
2. Bagaimana gambaran keadaan kepedulian sosial peserta didik SMP Pangudi
Luhur St. Vincentius de Paul?
3. Bagaimana inspirasi spiritualitas St. Vincentius digunakan untuk
meningkatkan kepedulian sosial peserta didik SMP PL St. Vincentius de Paul
Sedayu?
C. Tujuan Skripsi
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah
1. Mengetahui inspirasi Spiritualitas St. Vincentius de Paul pada para peserta
didik SMP
2. Mengetahui gambaran keadaan kepedulian sosial peserta didik SMP
Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul Sedayu.
3. Mengetahui usaha apa yang dapat dilakukan dalam membantu para peserta
didik SMP Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul Sedayu meningkatkan
kepedulian sosial
D. Manfaat Skripsi
Melalui skripsi ini, penulis berharap dapat bermanfaat:
1. Memberikan sumbangan pemikiran pemahaman spiritualitas St. Vincentius de
Paul pada para peserta didik SMP Pangudi Luhur St. Vincentius de Paul
2. Membantu para pendidik dalam mendampingi dan membina para peserta
didik untuk semakin memahami dan terinspirasi oleh nilai-nilai Spiritulitas St.
Vincentius de Paul dalam upaya meningkatkan kepedulian sosial para peserta
didik.
3. Untuk menjadi masukan, pengetahuan dan pemahaman dalam
penelitian-penelitian selanjutnya.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang akan digunakan oleh penulis dalam skripsi adalah
deskripsi analisis. Deskripsi analisis adalah metode yang menggambarkan dan
menganalisis data-data yang diperoleh melalui studi pustaka dan diperkuat dengan
adanya penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Sebagai sebuah gambaran umum tentang hal apa saja yang akan dibahas di
dalam penulisan skripsi, berikut ini adalah sistematika penulisannya:
Bab pertama merupakan pendahuluan. Pada bagian ini, penulis memaparkan
mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, penulis menyampaikan hasil studi pustaka mengenai santo
Bab ketiga ini akan menguraikan mengenai penelitian yang dilakukan dengan
terlebih dahulu melihat gambaran umum yang ada pada SMP PL St. Vincentius de
Paul Sedayu dan pada akhir bab ini akan disimpulkan hasil dari penelitian tersebut.
Bab empat berisi tentang usulan program yang akan diberikan guna
pengenalan kepada santo pelindung sekolah dan peningkatan kepedulian sosial.
Bab lima merupakan bagian penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran
yang dapat diajukan berkaitan dengan pembahasan hasil penelitian mengenai inspirasi
spiritualitas St. Vincentius de Paul terhadap kepedulian sosial bagi Peserta didik SMP
BAB II
SPIRITUALITAS SANTO VINCENTIUS DE PAUL DAN KEPEDULIAN SOSIAL REMAJA USIA SMP
A. Spiritualitas St. Vincentius de Paul
Berangkat dari bab pertama, spritualitas St. Vincentius de Paul dalam bab ini
menjadi salah satu pokok bahasan yang utama. Pada bab ini akan diuraikan tentang
spiritualitas St. Vincentius dan juga ajaran-ajarannya yang mendorong suatu instansi
atau individu memakai semangat spritualnya dalam karyanya.
1. Riwayat hidup St. Vincentius de Paul
Riwayat hidup St. Vincentius de Paul menjadi titik awal dalam melihat dan
mendalami spiritualitasnya. Kita tahu bahwa riwayat hidup seseorang yang kita
pandang baik dan patut dijadikan semangat dalam menjalani hidup akan sangat
berarti dalam menggali, meneruskan dan mengahayati semangat pengabdian yang
telah dilakasanakan dalam hidupnya. Begitu juga dengan St. Vincentius de Paul,
riwayat hidupnya menjadi bekal para pengikutnya dan orang-orang maupun instansi
yang terinspirasi olehnya.
Santo Vincentius de Paul lahir pada tanggal 24 April 1581 di Pouy, beberapa
kilometer dari kota Dax di Perancis Selatan, sebagai anak ketiga dari enam
Bertrande de Moras. Keluarga de Paul adalah keluarga yang hidup dari hasil kerja
keras dan dalam suasana miskin. Rumahnya pun menunjukkan keadaan yang serba
kekurangan, bangunan hanya bertingkat satu terdiri dari beberapa kamar tidur,
sebuah dapur, sebuah gudang kecil dan kandang ternak. Tidak jauh dari rumah itu
berdiri pohon besar yang berlubang untuk memasang arca Bunda Maria (Setiawati,
1989: 8).
Vincentius menerima sakramen baptis pada tanggal 24 April saat kelahirannya.
Setiap kali Vincentius berulang tahun, ia tidak lupa memohon agar para imam
se-komunitas bersama dia berdoa dengan berlutut untuk mohon pengampunan dari
Allah atas segala kesalahannya (Thone, 1985: 7).
Keluarga petani tersebut tidaklah berasal dari kaum bangsawan, dan keluarga itu
terasa berat untuk mencukupi kebutuhan sandang pangan anak-anak mereka. Sejak
kecil, Vincentius terpaksa ikut bekerja untuk memperoleh tambahan upah. Biasanya
ia diberi pekerjaan mengawasi sekelompok itik yang dilepas di tepi sungai. Setiap
kali diberi upah beberapa sen, upah itu ia relakan untuk para pengemis. Setelah
berumur belasan tahun, setiap pulang ke rumah dengan membawa tepung terigu dari
penggilingan, ia tak sampai hati melihat orang-orang meminta-minta, lalu ia
memberikan secangkir tepung terigu. Rupanya sejak waktu itu ia sudah mulai
tergerak hatinya untuk menolong orang yang berkekurangan (Thone, 1985: 7).
Kebanyakan penghuni desa Gascogne berpikiran tajam, begitupun ayah de Paul,
lebih mampu belajar daripada kakak adiknya. Ia tidak membutuhkan tenaganya,
sebab anak-anaknya yang lain dapat membantu di kebun yang tidak begitu luas.
Selain itu terbayanglah sesuatu, yang mendorong dia untuk berpikir, dan
tergugahlah rasa cinta dirinya. Salah seorang saudara sepupunya yang bernama
Etienne de Paul diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, dan dalam waktu
yang tidak begitu lama berhasil mencapai kemajuan yang menggembirakan. Ia
menempuh jalan hidupnya sebagai rohaniawan, semula menjadi imam, kemudian
biarawan dan pada akhirnya terpilih menjadi Prior pada suatu biara yang cukup
besar. Di seluruh daerah ia menjadi orang yang terkenal dan dihormati. Apakah tidak
mungkin Vincentius menjadi orang yang berkedudukan semacam itu, dan bukankah
tidak lebih baik daripada menjadi karyawan atau peternak kambing? Lebih dari itu
kelak ia akan mampu membantu saudara-saudaranya, seperti Prior Etienne. Memang
bagi Vincentius alasan-alasan semacam itu tidak mendesak untuk bertindak. Ia tidak
menolaknya, tapi ia punya rencana sendiri. Di tengah kota kecil Dax berdirilah hotel
des Postes, dulu merupakan sekolah dasar usaha keluarga Codelier. Uang sekolah
untuk diterima sebagai murid di sekolah itu tidak begitu tinggi (Thone, 1985: 9).
Bapak de Paul menjual beberapa ekor lembu untuk dapat membiayai sekolah
Vincentius selama dua tahun. Sementara itu ia berkenalan dengan seorang pengacara
yang berpengaruh di kota Dax, yang berkantor di Pouy. Ia membicarakan kecerdasan
puteranya yang menonjol dan kepandaiannya di sekolah dan akhirnya pengacara
tersebut membantu biaya pendidikan Vincentius. Di sekolah berasrama, di sana
dari keluarga sederhana. Vincentius dipercaya bahwa ia tidak akan canggung
ataupun malu berasal dari keluarga yang sederhana sendiri. Kenyataan berkata lain,
terkadang ayahnya datang ke asrama untuk menjenguknya dan mengajak
berjalan-jalan, lama-lama Vincentius de Paul mulai berubah. Ketika ayahnya datang jauh-jauh
untuk menjenguk, ia tidak mau menemui karena ayahnya terlihat miskin dengan
pakaian yang buruk dan kaki pincang. Pergaulan dengan teman-teman dari keluarga
kaya membuat Vincentius de Paul lupa akan asal-usulnya. Pengalaman inilah yang
menjadi kekesalannya dalam hidup dan menjadi pengalaman yang berharga bagi
hidupnya. Kecerdasan, ketekunan dan keunggulannya membuat Monseur de Comet
mempercayai Vincentius de Paul untuk tinggal di rumahnya agar dapat mengajari
anak-anaknya, sekaligus dapat menjalankan studi di sekolahnya. Tawaran ini
ditanggapi dengan senang hati oleh Vincentius de Paul dan keluarganya, karena
dengan kegiatan ini ia dapat membiayai sekolahnya. Kesempatan untuk mengejar
pendidikan tidak disia-siakan oleh Vincentius de Paul, sehingga dengan usaha dan
dukungan dari keluarga Monsier de Comet, ia dapat ditahbiskan menjadi imam pada
tanggal 23 September 1600 oleh Mgr. Francois de Bourdeille uskup Perigueux yang
telah berusia 84 tahun (Thone, 1985: 10).
Setelah tahbisan Vincentius de Paul mendapat surat pengangkatan menjadi pastor
di Thil oleh Vikaris Jenderal Dax. Ternyata di paroki tersebut telah ada romo Saint
Soube yang mendapat pengangkatan dari Curia Roma. Pengalaman ini menjadi
Dalam perjalanan menuju ke Toulouse dari Marseille, kapal yang ia tumpangi
diserang oleh bajak laut. Ia terkena anak panah yang nyasar, namun beruntung ia
masih hidup karena bahunya saja yang kena. Bajak laut mengambil semua harta
milik penumpang maupun kapal, sebagian penumpang dan awak kapal dibawa oleh
bajak laut untuk dijual, sedangkan yang lain ditenggelamkan bersama kapal.
Vincentius de Paul dibawa ke Tunisia untuk dijual sebagai budak. Selama kurang
lebih dua tahun, ia menjadi budak dan berganti-ganti majikan yang berbeda. Dalam
situasi tersebut, tangan Tuhan menjamahnya dengan berhasil mempertobatkan
majikannya kembali menjadi Katolik. Bersama dengan majikannya, ia kembali ke
Perancis dan langsung menuju Avignon untuk memohon kepada wakil Paus agar
diterima kembali dalam Gereja Katolik. Mgr. Pietro de Montorio selaku wakil Paus
pada waktu itu sangat menerima baik kehadiran mereka (Setiawati, 1989: 16-23).
Menjadi imam bagi Vincentius de Paul bukanlah cita-cita yang timbul dari hati
untuk mengabdikan diri bagi pelayanan umat Allah, melainkan dorongan dari orang
tua dan dirinya untuk untuk mendapatkan kedudukan terhormat dalam Gereja yang
merupakan jalan satu-satunya mendapatkan sejumlah materi bagi keluarganya.
Harapan dan cita-cita Vincentius de Paul tidak menjadi kenyataan. Tuhan
memanggilnya untuk maksud lain, sebab yang ia cita-citakan sejak semula
dirombaknya sama sekali ketika ia berkarya di kota Paris. Di kota ini, ia berkenalan
dengan imam Pierre de Berulle yang menjadi pembimbing rohaninya yang
memberikan pengertian kepada Vincentius de Paul tentang arti sesungguhnya dari
dan kegagalan yang dialami perlahan-lahan ia dibimbing ke arah pertobatan yang
sejati (Roman, 1993: 14-18).
Imam Pierre de Berulle yang menjadi pembimbing rohani Vincentius de Paul
untuk menjadi pastor paroki di Clichy. Waktu itu Clichy adalah desa kecil dari Paris
dan umatnya adalah orang-orang kecil dan sederhana. Vincentius de Paul menerima
tawaran tersebut dan segera berangkat ke paroki Clichy untuk bertemu dengan umat.
Umat gembira melihat pastor Vincentius de Paul yang begitu bersemangat, karena ia
menunjukkan bakatnya sebagai pastor pembimbing dan organisator. Setiap minggu
pertama ditetapkan sebagai hari pengakuan dosa dan umat taat melakukannya dan
menunjukkan perkembangan hidup rohani. Selain itu ia mengunjungi orang sakit,
menghibur yang berkesusahan, membantu yang miskin, menegur yang salah ataupun
menyemangati yang lemah. Alhasil paroki yang dipimpinnya sangat hidup dan
menjadi model bagi paroki sekitarnya. Sayangnya pastor Vincentius hanya diberi
waktu dua tahun di paroki Clichy karena mendapat tugas baru untuk menjadi tutor
bagi anak-anak Laksamana de Gondi pada akhir tahun 1613. Vincentius de Paul
menjalankan tugas ini dengan penuh iman dan mengajarkan keluarga de Gondi untuk
banyak melakukan karya amal. Selain bekerja sebagai tutor bagi anak-anak de
Gondi, Vincentius mengisi waktunya dengan banyak mengunjungi petani dan buruh
miskin di wilayah de Gondi yang sangat luas meliputi pedesaan di luar kota Paris
(Thone, 1985: 15-22).
Keberhasilan karya pastoral yang dilakukan oleh Vincentius de Paul membuat
Vincentius de Paul sebagai pembimbing rohaninya. Hal ini membuat Vincentius de
Paul ingin keluar dari istana, karena ia menyadari bahwa tugasnya bukan terkurung
dalam istana de Gondi melainkan dipanggil untuk melayani orang miskin. Atas
permintaannya kepada imam Pierre de Berulle, ia mendapat kepercayaan untuk
menangani paroki Chatilon le Dombes. Di paroki ini Vincentius melakukan
pelayanan kepada orang miskin dan mempertobatkan orang-orang berdosa. Satu
peristiwa yang sangat berkesan bagi Vincentius de Paul yakni: suatu hari minggu
ketika ia akan mempersembahkan misa, ada seorang perempuan yang
menceriterakan bahwa ada keluarga miskin di pinggir kota yang mengalami nasib
malang, seluruh anggota keluarga sedang sakit. Ceritera itu disampaikannya saat
kotbah kepada umat. Sore hari Vincentius de Paul mengunjungi keluarga tersebut,
banyak sumbangan makanan dan pakaian. Melihat itu, Vincentius de Paul
membentuk suatu perkumpulan yang dapat mengelola bantuan untuk pelayanan
kepada orang miskin, karena banyak umat yang ingin membantu tetapi tidak ada
organisasi yang mengaturnya. Ia mengawali pembentukan organisasi kasih itu
dengan mengumpulkan ibu-ibu dan mengajak mereka untuk melihat
persoalan-persoalan orang miskin dan sakit di wilayah tersebut. Organisasi ini bertolak pada
kasih, dan berkembang cepat serta banyak orang yang ditolong, sehingga Vincentius
de Paul yakin bahwa Allah telah memanggilnya untuk karya kasih ini (Thone, 1985:
23-28).
Kini Vincentius de Paul semakin mantap dengan panggilannya dan ia melihat
Paul bersama umat di paroki Chatillon le Dombes harus diakhiri karena ia dipanggil
lagi oleh keluarga de Gondi untuk menjadi penasehat dan pembimbing rohani bagi
keluarga mereka. Karena ketaatan kepada Tuhan dan bimbingan Roh Kudus lewat
retret bersama pembimbing rohaninya, ia memutuskan untuk kembali kepada
keluarga de Gondi namun dengan suatu perjanjian dengan mencari orang yang dapat
membimbing anak-anak de Gondi sehingga Vincentius dapat dengan bebas
melakukan karya di desa-desa dalam melayani dan berjumpa dengan orang miskin
(Thone, 1985: 28).
Vincentius de Paul dibantu oleh beberapa imam dengan giat melaksanakan misi
umatnya ke berbagai keuskupan di seluruh Perancis. Antara tahun 1618-1625, ia
bermisi ke 30-40 kabupaten. Di setiap tempat misi ia mendirikan Persaudaraan Cinta
Kasih dengan Konstitusi Umum disertai peraturan khusus untuk setiap tempat. Sejak
saat itu Vincentius de Paul bersama Madame de Gondi sering pergi ke desa untuk
dapat bertemu dengan orang-orang yang dicintainya, tentunya ini sangat
menyenangkan hatinya. Madame de Gondi sangat mendukung kegiatan Vincentius
de Paul dalam bentuk dana, perhatian dan juga keterlibatan nyata dalam
mengunjungi orang yang miskin dan sakit.
Belaskasih Vincentius de Paul tak pernah pasif, ia selalu mencari jalan keluar
dalam meringankan penderitaan orang yang dilayaninya, baik dalam bentuk jasmani
maupun kehidupan rohani mereka. Ia sering mengatakan bahwa orang tak cukup
hanya terharu, namun perlu menanggapi penderitaan orang lain secara konkrit, selain
orang punya kehendak baik, dan bersama Tuhan kita perlu mendekati serta
menggerakkan mereka dengan sabar dan mengorganisir mereka dengan teliti dan
bijaksana. Keyakinan Vincentius de Paul kepada Tuhan, membuat ia tidak goyah
dalam menghadapi berbagai tantangan. Suatu ketika Vincentius de Paul
dipertemukan dengan Fransiskus de Sales uskup Genewa, yang dikenal sebagai
orang kudus dan saleh. Pertemuan ini mempererat persahabatan mereka, dan saling
mendukung dalam karya dan tugas pelayanan, bahkan Vincentius de Paul sangat
menghormatinya dan menemukan banyak inspirasi lewat percakapan dan buku-buku
bacaan karangan Fransiskus de Sales. Dari Fransiskus de Sales, Vincentius de Paul
dapat menimba semangat kerendahan hati dan kekudusan.
Setelah 26 tahun Vincentius de Paul merantau, ia merasa rindu untuk pulang ke
kampung halamannya. Namun ia ragu karena melihat banyak imam yang giat
merasul, namun kehilangan semangat karena tergoda untuk memberi bantuan
keuangan bagi keluarganya. Dengan berbagai pertimbangan, ia berangkat ke Pouy
selama sepuluh hari untuk berlibur bersama keluarganya. Kedatangan Vincentius de
Paul sangat dirindukan oleh keluarganya dan ada harapan bahwa ia akan datang
membawa uang yang dapat dipergunakan oleh keluarga dalam mencukupi kehidupan
hidup mereka. Tetapi kenyataan berbeda, Vincentius de Paul tidak membawa
apa-apa untuk keluarganya, ia hanya memberi penjelasan melalui khotbahnya saat misa
bersama di Gereja tentang keberadaan dirinya, bahwa keluarga tidak boleh
mengharapkan keuangan darinya, karena seandainya dia punya uangpun, semua
menemukan arti imamat baginya. Setelah meninggalkan desanya barulah ia
mengalami krisis yang hebat, beberapa kali ia tergoda untuk mengirim bantuan
keuangan kepada keluarganya. Vincentius de Paul tak putus-putus berdoa memohon
agar Tuhan membebaskan dari godaan itu. Tiga bulan setelah itu ia dibebaskan dari
belenggu keluarga yang menggoda itu. Kini ia benar-benar bebas untuk
mempersembahkan diri seutuhnya mengikuti kehendak Tuhan dan melaksanakan
misiNya.
Di kota Paris nama Vincentius de Paul menjadi terkenal karena karya misinya
dalam melayani orang miskin di pedesaan. Ia sangat berharap agar jabatan dalam
Gereja dipercayakan kepada imam yang dianggap pantas dan layak menjadi gembala
umat Allah, karena pada waktu itu Vincentius de Paul melihat para imam yang
banyak bersenang-senang di kota, daripada melayani kaum miskin di pedesaan
(Thone, 1985: 40- 43).
Karya-karya kasih yang dibentuk oleh Vincentius de Paul sangat didukung oleh
masyarakat dan wanita dari tingkat tinggi yang ingin terlibat dalam membantu kaum
miskin. Pada tahun 1625, Madame de Gondi menyediakan dana bagi beberapa imam
yang setiap lima tahun sekali mengadakan misi rakyat di semua daerah miliknya. De
Gondi meminta Vincentius de Paul agar membentuk suatu kelompok misionaris.
Vincentius de Paul menerima tugas itu dengan menandatangani kontrak pada tanggal
17 April 1625 dan secara resmi lahirlah Kongregasi Misi yang saat itu hanya
diwakili Vincentius de Paul sendiri sebagai pendiri. Beberapa waktu sesudah
Karya-karya kasih yang dibentuk oleh Vincentius de Paul semakin berkembang
di seluruh wilayah de Gondi. Dalam melaksanakan pelayanan kepada kaum miskin
ia dibantu oleh wanita-wanita dari tingkat tinggi dan para imam yang ingin
mengikuti jejak Vincentius de Paul. Tugas mereka merawat orang sakit, mengasuh
anak-anak gelandangan dan terlantar serta membagi-bagikan derma. Bantuan ibu-ibu
ini tidak bertahan lama, sebab perlahan-lahan mereka mengundurkan diri dengan
berbagai alasan. Tuhan tidak membiarkan Vincentius de Paul berjalan sendiri, ia
berkenalan dengan janda Louise de Marillac. Ia adalah seorang ibu janda yang selalu
ragu-ragu dalam mendidik seorang putranya. Dalam keraguannya ia sangat
membutuhkan pembimbing rohani yang dapat mendampingi dia dalam menjalani
hari-hari hidupnya. Perkenalan dan bimbingan dari Vincentius de Paul membawa
harapan dan makna hidup bagi Louise de Marillac, sehingga dengan kebebasan
penuh ia ingin bekerjasama dan terlibat bersama Vincentius de Paul dalam melayani
orang-orang miskin (Setiawati, 1989:35).
Karya-karya kasih yang telah berkembang semakin diminati masyarakat. Karena
itu Vincentius de Paul sangat membutuhkan orang-orang yang dapat bergabung
dalam melayani orang-orang miskin. Kerelaan Luise de Marillac untuk bekerjasama
melayani orang miskin ditanggapi sangat positif oleh Vincentius de Paul, dengan
memberi tanggungjawab kepadanya untuk mengunjungi daerah-daerah tempat
karya-karya kasih yang telah didirikan oleh Vincentius de Paul. Tanggungjawab itu
diterima oleh Luise de Marillac dengan sangat antusias dan mulai melaksanakan apa
dengan lebih maksimal, Luise de Marillac perlu bantuan dari orang lain, maka ia
mengumpulkan gadis-gadis desa dan mengajari mereka cara-cara merawat orang
yang sakit, miskin dan menderita. Lambat laun muncullah dalam benak Luise de
Marillac suatu rencana, yakni mendidik gadis-gadis desa dalam hidup keagamaan,
cara merawat orang-orang sakit, anak-anak terlantar dan orang lanjut usia.
Keinginannya diberitahukan kepada Vincentius de Paul. Vincentius de Paul tidak
langsung menerima usulan ini, tetapi ia mengajak Luise de Marillac mengambil
keputusan dengan bijaksana di bawah bimbingan Tuhan. Sesudah memikirkan usul
ini lebih serius, akhirnya Vincentius de Paul mendukung rencana Luise de Marillac
dengan terlebih dahulu meminta persetujuan gadis-gadis yang sudah dikumpulkan
Luise de Marillac itu untuk merawat orang-orang sakit. Gadis-gadis itu menyatakan
persetujuannya dan bersedia untuk merawat orang-orang yang menderita. Di bawah
pimpinan Luise de Marillac, gadis-gadis itu melaksanakan tugas yang cukup berat,
dengan hasil sangat mengagumkan. Namun Vincentius de Paul belum juga
mendirikan Kongregasi untuk mereka, karena ia membutuhkan waktu yang cukup
dalam mendirikan kongregasi yang bercorak lain dari biasanya. Ia menghendaki
suatu perserikatan wanita-wanita yang sungguh-sungguh terlibat dalam masyarakat.
Ia tidak ingin perserikatan wanita terasing dalam tembok-tembok biara melainkan
wanita-wanita yang melakukan nasihat Injil seraya bekerja di tengah-tengah rakyat
sampai ke pelosok-pelosok desa dan gubuk-gubuk orang kecil (Tondowidjojo, 1984:
Masyarakat Paris mengenal Vincentius de Paul sebagai pribadi yang sabar,
rendah hati, dan punya sifat revolusioner baik dalam buah pikiran maupun dalam
perbuatan. Ia mau menunjukkan Tuhan secara nyata kepada orang-orang miskin
lewat pelayanannya yang lembut dan bersahabat. Setelah melewati berbagai
pertimbangan, akhirnya cita-cita Luise de Marillac dipenuhi oleh Vincentius de Paul
dengan mendirikan Serikat Puteri Kasih di bawah pimpinan Luise de Marillac
(Tondowidjojo, 1984: 97).
Vincentius de Paul mencintai Allah dengan berpeluh keringat dan bekerja keras
dalam menghadirkan kabar gembira kepada orang-orang miskin. Ia membuka pintu
bagi Gereja dan mengajarkan para biarawannya agar bekerja dengan kaum awam,
dan ia juga menghargai sumbangsih kaum wanita. Vincentius de Paul merupakan
pemrakarsa pemberian bantuan bagi anak-anak terlantar, para tahanan, korban
bencana, pengungsi dan orang-orang cacat yang harus tinggal di rumah. Semuanya
dijalankan atas kasih dan cintanya kepada mereka, dengan meneladan Yesus Kristus
yang menempatkan diri sebagai pelayan bagi kaum miskin. Kepada para
pengikutnya ia mengajarkan bahwa karya kasih yang benar tidak saja membagikan
bantuan, tetapi juga membantu orang miskin untuk mendapatkan kembali martabat
dan kemandirian mereka. Ia meyakini kebajikan sebuah tindakan dan ia suka
menggunakan motto “Totum opus nostrum operatione Consistit” yang berarti
tindakan adalah keseluruhan tugas kita. Ia juga menambahkan bahwa kesempurnaan
tidak datang dari kegembiraan yang meluap-luap, tetapi dari tindakan melaksanakan
hari semakin melemah dan akhirnya pada tanggal 27 September 1660, Vincentius de
Paul wafat di Saint-Lasare di pinggiran Paris. Pada tahun 1729, Vincentius de Paul
diangkat sebagai beato oleh Paus Benediktus XIII dan pada tahun 1737, Paus
Clemens XII mengangkatnya menjadi santo. Pada tahun 1885, Paus Leo XIII
mengangkatnya sebagai pelindung karya amal (Thone, 1985: 103-116).
2. Spiritualitas St. Vincentius de Paul
a. Pengertian Spiritualitas
Kata Spiritualitas berasal dari bahasa Prancis yakni: spiritualite. Kata dasarnya
spiritus yang berarti Roh. Apabila seseorang disebut seorang spiritualis berarti dia
digerakkan oleh Roh Kudus untuk berbuat sesuatu (Darmawijaya, 1984: 110).
Menurut Banawiratma (1998: 58) “spiritualitas juga dimengerti sebagai sesuatu yang
melatarbelakangi bentuk atau cara hidup seseorang dalam menyadari dan menghayati
hidup sesuai dengan yang dicita-citakan baik dalam relasi dengan Tuhan maupun
dengan sesama.” Sedangkan menurut Eddy Kristiyanto (2005: 3) “Spiritalitas adalah
sebuah kata Latin: spiritus yang berarti roh, semangat.” Dalam artian ini, sekurang
-kurangnya dapat dikatakan bahwa spiritualitas berarti sesuatu yang berhubungan
dengan roh atau semangat.
Spiritualitas perlu digali, dipikirkan, direnungkan dan dihayati dalam kenyataan
hidup konkrit setiap harinya karena spiritualitas tidak tumbuh dengan sendirinya.
unsur. Unsur terpenting dalam hal ini ialah bentuk kehidupan, kebudayaan dan
perkembangan sejarah.
Cara hidup yang diyakini oleh seseorang mempunyai pengaruh besar dalam
menghayati hidup rohaninya. Vincensius de Paul memilih cara hidup sebagai rasul
dan ia ditugaskan sebagai pembantu Uskup dalam melayani umat Allah. Hidup
rohani Vincentius de Paul diwarnai oleh kekhasannya sendiri. Berdasarkan
penghayatan itulah sekelompok orang mulai menggali, memikirkan, merenungkan
dan menghayati apa yang menjadi kekhasannya, serentak mengembangkannya tanpa
menyimpang dari kebudayaan setempat dan perkembangan zaman.
b. Tiga Keutamaan St. Vincentius de Paul
Spiritualitas seorang santo bersumber pada pengalaman rohaninya dan juga
pengaruh dari luar diri yang dapat membantu dia untuk semakin berkembang dalam
hidup rohaninya. Sumber spiritualitas St. Vincentius de Paul ialah Yesus Kristus. Ia
terpesona pada satu segi dari kepribadian Kristus yaitu: Kristus pewarta kabar
gembira kepada orang miskin, sehingga dalam hidupnya ia mengkontemplasikan
Kristus yang pergi dari desa ke desa untuk mencari orang kecil dan mewartakan
kabar gembira kepada mereka. Dalam melanjutkan karya Kristus di dunia, Santo
Vincentius de Paul mengaharapkan kepada para pengikutnya agar bersemangat
seperti Kristus dengan kasih dan hormat kepada Bapa, kasih yang nyata dan penuh
pengertian kepada orang miskin dan kerelaan untuk dibimbing oleh penyelenggaraan
Pengalaman hidup Vincentius de Paul, sangatlah menarik untuk semakin
didalami dan tepat untuk menjadi landasan dan dasar pijakan dalam melayani kaum
miskin. Kekhasan semangat Vincentius inilah yang disebut dengan spiritualitas St.
Vincentius de Paul oleh para pengikutnya. Spiritualitas St. Vincentius de Paul yang
akan diuraikan di bawah ini terdiri dari kesederhanaan, kerendahan hati dan cinta
kasih.
1) Kesederhanaan
Kesederhanaan hidup merupakan wujud hidup Yesus Kristus sendiri, yang
dengan kesederhanaanNya telah datang, tinggal dan bersahabat dengan orang kecil
dan sederhana. Sebagai santo yang hidup pada abad XVII, St. Vincentius de Paul
adalah seorang tokoh yang hidup di lingkungan keluarga yang sederhana dengan
sikap dan perilaku yang sederhana pula. Ia selalu bersedia membantu orang tuanya,
tanpa bersungut-sungut walaupun apa yang diminta oleh mereka jauh dari
harapannya. Sejauh Vincentius de Paul mampu berbuat sesuatu ia tidak pernah
menyerah sebelum menyelesaikan. Hal ini tampak dalam kegigihan dan
kesungguhannya dalam menunaikan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya. St.
Vincentius de Paul menekankan kesederhanaan sebagai dasar pijakan yang
inspirasinya adalah Yesus Kristus sendiri. Menurut Vincentius de Paul,
kesederhanaan yang suci menistakan segala sesuatu yang tidak berkenan kepada
Allah dan menyatakan bagi Allah adalah kebaikan yang sempurna, benar, tertinggi,
dan satu-satunya sumber kebaikan. Artinya semua yang baik bersumber dari Allah,
kurang baik, dan tidak ada alasan untuk memandang diri sendiri lebih sempurna dari
pada orang lain.
Kesederhanaan bagi Vincentius de Paul berarti melakukan segala sesuatu demi
cinta kepada Allah dan demi kemuliaan nama-Nya tanpa ada maksud ataupun niat
sampingan demi keuntungan pribadi dari perbuatan yang dilakukan. Ia juga
mengharapkan dari para pengikutnya agar selalu bersikap jujur, sederhana dalam
perkataan maupun tindakan, seorang yang dipercaya dapat membebaskan diri dari
cinta diri dan sikap yang selalu mengeluh ketika menghadapi kemalangan.
Untuk menunaikan tugas melayani fakir miskin dan untuk menyampaikan Injil
kepada fakir miskin. Thone (1985: 39) mengatakan bahwa Vincentius de Paul
menyampaikan kepada para imamnya “harus miskin dengan kata lain berjiwa miskin
pula, dan berkeyakinan, bahwa adalah kehormatan untuk menjadi pengabdi dan
pelayan para fakir miskin, tanpa menerima upah imbalan”. Oleh karena itu mereka
diperuntukkan bagi fakir miskin, dan harus mewartakan kemiskinan dengan cara
hidup pribadi. Pendiri mereka menentukan peraturan, bahwa mereka tidak
dibenarkan, jika imbalan keuangan atau material sampai memberatkan salah seorang
pastor. Selama mereka memberikan misi, sedapat-dapatnya harus membawa bahan
makan dan minum sendiri, dan sebagai tempat penginapan harus memilih gudang
atau kamar di bawah tanah. Sifat pewartaan dan khotbah-khotbah mereka harus
sesuai dengan kepribadian mereka, yaitu sederhana dan dapat dimengerti oleh setiap
2) Kerendahan Hati
Kerendahan hati menjadi bagian cara hidup dari Vincentius de Paul. Ia meyakini
bahwa kerendahan hati adalah hidup Putra Allah sendiri. Ia menderita pada masa
hidupNya, Ia diolok-olok, ditolak, disalibkan bahkan wafat di kayu salib guna
keselamatan umat manusia. Dimana kayu salib dipandang sebagai hukuman bagi
orang hina. Begitu juga Vincentius de Paul yang menyadari bahwa ia bukan
siapa-siapa di hadapan Allah, seorang hamba yang tidak berguna dan siap diperlakukan
apa saja.
Suatu peristiwa panjang yang harus dialami Vincentius de Paul ketika ia menjadi
budak dan berganti-ganti majikan. Kita tahu bahwa budak adalah orang yang
memiliki kasta atau derajat rendah karena yang menjadi atasan adalah sama-sama
manusia. Seorang imam mau untuk menjalani proses hidupnya meskipun sebagai
budak sekaligus. Di sini Vincentius de Paul telah memperlihatkan bagaimana ia
menjadi imam namun mampu untuk rendah hati tidak karena statusnya ia kemudian
menjadi seseorang yang angkuh. Masih banyak peristiwa-peristiwa yang dialami
oleh Vincentius de Paul. Dalam kehidupannya, ia telah manjalani hidup seperti yang
telah dihidupi oleh Yesus sendiri ketika Ia hidup dan berkarya di dunia. Dasar
Vincentius de Paul menekankan kerendahan hati sebagai sikap dasar para
pengikutnya ialah sabda Yesus yang berkata : “… belajarlah dari padaKu, sebab Aku
lemah lembut dan rendah hati” (Mat 11:29).
Kerendahan hati Vincentius de Paul dibagi dalam tiga hal pokok yakni:
b) Tidak merasa ragu-ragu bila orang lain tahu kelemahan dan kekurangan
kita. Orang lain boleh mengenal kita seperti apa adanya.
c) Tidak mempromosikan diri sendiri dengan membicarakan sukses dan
memamerkan kehebatan. Sukses dan kehebatan adalah rahmat Tuhan.
Vincentius de Paul memperlihatkan bahwa semangat kerendahan hati yang ada
dalam diri akan membuka hati untuk sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah,
dengan demikian manusia akan terbebas dari cinta diri dan mampu melihat
penderitaan orang lain dan berani melakukan tindakan konkrit untuk membantu dan
melayani orang yang sangat membutuhkan.
3) Cinta Kasih
Tindakan yang dianjurkan oleh Vincentius de Paul bukanlah tindakan demi
tindakan. Tindakan St. Vincentius de Paul ialah tindakan cinta kasih. Untuk lebih
menghormati Yesus Kristus dan meneladani-Nya secara sempurna, Vincentius de
Paul berjanji secara tegas bahwa dia akan membaktikan seluruh hidupnya untuk
pelayanan orang miskin demi cinta-Nya. Vincentius de Paul menjelaskan bahwa
sasaran kasih itu: cinta terhadap Tuhan, sesama, dan orang miskin (Roman, 1993:
93).
c. Santo Vincentius Berhadapan dengan Kaum Miskin
Kehidupan St. Vincentius de Paul tidak dapat dipisahkan dari kaum miskin.
bantu, karena dari diri kaum miskinlah St. Vincentius de Paul mampu menemukan
rupa Yesus Kristus yang menderita dan miskin. Pada pembahasan selanjutnya akan
dibahas lebih lanjut bagaimana sikap St. Vincentius de Paul dalam menghadapi
orang miskin dengan dijabarkan pada enam bagian.
1) Kategori Kaum Miskin
St. Vincentius de Paul membagi kaum miskin menjadi delapan kategori:
orang-orang yang jelata dan terlantar, kaum muda yang miskin yang butuh pelajaran, kaum
miskin yang sakit dan terlantar, orang miskin yang tolol, orang-orang cacat badan,
kaum petani yang miskin, kaum tertindas yang miskin dan budak yang miskin
(Tondowidjojo, 1984: 29).
Orang-orang jelata dan terlantar adalah bayi-bayi dan anak-anak yang
ditinggalkan oleh ayah dan ibu mereka. Bagi Vincentius de Paul, bayi-bayi adalah
milik Tuhan, dan mereka adalah jiwa-jiwa yang berakal budi yang telah diciptakan
Tuhan. Kehadiran mereka mencerminkan citra Yesus sendiri yang telah menderita
dan sengsara ketika masih dalam kandungan, selama dalam perjalanan ke Mesir
untuk diungsikan; Yesus Kristus yang menderita sengsara karena kemiskinan, fitnah
dan dianiaya, dipersalahkan karena dosa-dosa manusia. Orang seperti itu yang perlu
dilayani dengan menjadi ibu yang ramah dan penuh belaskasih kepada mereka,
sehingga bayi-bayi dan anak-anak dapat merasakan hangatnya cinta (Tondowidjojo,
Kategori yang kedua adalah kaum muda miskin yang membutuhkan pelajaran.
Pendidikan menjadi cara untuk dapat memperbaiki bahkan mengubah kehidupan
kaum miskin. Maka dari itu Vincentius de Paul mengharapkan agar para suster dapat
mengajari anak-anak agar taqwa dan mencintai Tuhan. Untuk mengemban tugas itu,
para suster membekali diri dengan belajar dan membaca buku-buku pengetahuan
yang dapat diberikan kepada anak-anak miskin yang akan dididik (Tondowidjojo,
1984: 36-37).
Kaum miskin yang ketiga adalah kaum miskin yang sakit dan terlantar. St.
Vincentius de Paul selalu mengingatkan kepada para suster Puteri Kasih mengenai
tujuan yang harus dimiliki yang juga telah diutarakan oleh Tuhan sendiri yakni
dipanggil untuk melayani orang-orang sakit, miskin dan terlantar itu. Kesiapsediaan
dan ketulusan dalam pelayanan juga selalu ditekankan oleh Vincentius de Paul
(Tondowidjojo, 1984: 37-38).
Kaum miskin yang masuk dalam kategori keempat adalah orang miskin yang
tolol. Yang dimaksudkan tolol di sini adalah orang yang sedih, orang yang tidak
berdaya orang yang tidak berhasil dalam hidup dan mereka pribadi-pribadi yang tidak
tahu menghargai pelayanan orang lain. Bagi Vincentius de Paul mereka perlu
dilayani, karena dengan melayani mereka akan dapat dilihat dan diraba betapa besar
dan aneka ragam derita mereka, dan dengan pemberian diri yang total dalam
melayani mereka (Tondowidjojo, 1984: 38-39).
Kategori kaum miskin yang kelima adalah orang yang cacat badan. Sudah
normal biasa secara fisik. St. Vincentius de Paul dan para pengikutnya memandang
dan memperlakukan dengan baik kepada mereka yang cacat, karena dengan demikian
mereka dapat diringankan bebannya (Tondowidjojo, 1984: 39).
Petani yang miskin menjadi kaum miskin pada kategori keenam. St. Vincentius
de Paul merupakan anak dari keluarga petani, yang berada di sebuah kota kecil. Ia
tahu betul bagaimana rasanya hidup menjadi petani. Sekarang ia sangat
mengharapkan agar para susternya bersedia untuk bekerja dan melayani di daerah
pedalaman, karena di daerah itulah akan dijumpai petani yang miskin dan alasan lain
karena di kota sudah banyak para suster yang tinggal dan berkarya (Tondowidjojo,
1984: 39).
Kaum miskin yang ketujuh dan delapan adalah kaum tertindas yang miskin dan
budak yang miskin. Kedua kategori ini hampir mirip karena budak diidentikkan
dengan orang yang tertindas. Pada kaum miskin ini, St. Vincentius de Paul
mengharapkan para pengikutnya yang ditugaskan untuk melayani mereka agar
memperhatikan kebutuhan jasmani orang yang dilayani, menolong, mengunjungi, dan
bagi para imamnya untuk melayani pengakuan dosa. Hal ini dengan harapan agar
orang yang dilayani mampu merasakan kehadiran Allah sebagai sumber suka cita
(Tondowidjojo, 1984: 39-40).
2) Pelayanan terhadap Kaum Miskin harus diutamakan
Pelayanan terhadap kaum miskin bagi Vincentius de Paul diutamakan dan
melayani kaum miskin ia juga merasakan bahwa ia melayani Kristus sendiri. Dalam
pelayanannya, Vincentius de Paul lebih mencontoh Yesus yang hidup dan berkarya
bagi kaum miskin, daripada Yesus yang berdoa dan mengajar. Meskipun demikian,
Vincentius de Paul juga sangat mengharapkan agar para pengikutnya tidak
melalaikan waktu doa yang telah dipersiapkan, terlebih setelah mereka kembali dari
pelayanan terhadap kaum miskin.
Dalam pelayanan St. Vincentius de Paul, Roman (1993: 81) dalam bukunya
menguraikan secara garis besar bahwa Vincentius de Paul nampak sebagai
spiritualitas aksi, dimana spiritualitas yang terarah pada tindakan. Dalam spiritualitas
ini tindakan sebagai kewajiban yang mutlak, tindakan sebagai suatu usaha untuk
mengejar kesempurnaan yang tentu saja didasari dengan doa. Tindakan juga
dipandang sebagai suatu ungkapan religius dengan gaya hidup orang yang terlibat
dalam karya kerasulan yang tidak lepas dari penyesuaian dengan kehendak Allah.
3) Alasan melayani Kaum Miskin
St. Vincentius menghormati para fakir miskin dengan melihat dalam mereka
pribadi Yesus Kristus sendiri dan memandang mereka sebagai yang terpilih.
Berangkat dari itu ia merasa bahwa mereka yang terkasih dan yang pertama untuk
berhak menikmati anugerah-anugerah-Nya. Memikirkan kekurangan-kekurangan
maupun penderitaan kaum miskin sangat melukai hati Vincentius yang tak pernah
sembuh. Dalam diri si miskin ia melihat imitasi hidup yang sangat menyedihkan,
suatu tanda bagi Vincentius de Paul, tanda dari Kristus akan sesuatu yang berbeda
yakni si miskin adalah Kristus sendiri (Tondowidjojo, 1984: 9-21).
Itulah pemikiran mendalam yang selalu menjiwai Vincentius untuk
menghormati kaum miskin. Rasa hormat itu ia sampaikan melalui pelayanannya
terhadap kaum miskin. Begitu juga dengan para pengikutnya yang selalu ia tekankan
untuk melayani kaum miskin.
4) Kunjungan terhadap Orang Miskin
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa Vincentius de Paul melihat
orang miskin sebagai imitasi dari Yesus Kristus yang menderita. Kunjungan terhadap
orang miskin adalah suatu kegiatan yang dianjurkan Vincentius de Paul kepada para
pengikutnya. Ia melihat bahwa dengan mengunjungi orang miskin, sama halnya
mengunjungi Yesus Kristus yang hadir dalam diri orang tersebut. Ia berharap dengan
mengunjungi mereka para pengikutnya akan mampu menyemangati dan menguatkan
mereka agar dapat menerima penderitaan yang dialaminya dan suatu peringatan dari
Vincentius de Paul kepada para pengikutnya untuk tidak mengejek dan menghindari
mereka (Tondowidjojo, 1984: 41-48).
5) Cara Menyediakan Kebutuhan Materil bagi Kaum Miskin
Bagi Vincentius de Paul melayani orang miskin tidak harus memiliki uang
banyak, melainkan mempunyai hati yang tulus. Pemberian sedikit untuk kebutuhan
juga menasehati para pengikutnya untuk tidak menerima apapun dari kaum miskin,
melainkan memberikan kepada mereka yang menjadi kebutuhan (Tondowidjojo,
1984: 49-55).
Para suster Puteri Kasih juga diharapkan agar mengusahakan pekerjaan dan
memberikan keterampilan menjahit atau memasak bagi kaum miskin yang masih
sehat dan kuat, sehingga mereka terbantu mendapatkan pekerjaan yang layak
(Tondowidjojo, 1984: 53-55).
B. Kepedulian Sosial Remaja Usia SMP dan Upaya Pengembangannya
1. Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial adalah perasaan bertanggungjawab atas kesulitan yang
dihadapi oleh orang lain di mana seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu
untuk mengatasinya. Mulyadi Guntur Waseso (1986: 84) mengatakan bahwa
”kepedulian sosial dalam kehidupan bermasyarakat lebih kental diartikan sebagai
perilaku baik seseorang terhadap orang lain di sekitarnya.” Kepedulian sosial dimulai
dari kemauan “memberi” bukan “menerima”. Dari definisi di atas kepedulian sosial
dapat diartikan sebagai suatu perasaan simpati yang mendalam terhadap penderitaan
atau kemalangan orang lain, yang disertai oleh suatu hasrat untuk meringankan atau
menghilangkan penderitaan tersebut.
a. Pengertian Remaja Usia SMP
Istilah yang sering dipakai pada masa remaja yakni puberteit bahasa Belanda
atau puberty ataupun pubertas dari bahasa Latin yang berarti kelaki-lakian,
kedewasaan yang dilandasi dengan sifat kelaki-lakian (Singgih D. Gunarsa, 1978:
15). Masa puberteit ini antara umur 12 hingga 16 tahun. Pada masa ini ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Keinginan untuk melepaskan diri dari
ikatan emosional dengan orang tua dan pembentukan rencana hidup menjadi sangat
nampak sebagai akibat dari masa pubertas tersebut.
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu memiliki keinginan
yang kuat untuk ikut serta dan dianggap sebagai masyarakat dewasa. Usia dimana
anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Perubahan
intelektual yang mencolok juga sangat nampak. Transformasi intelektual yang khas
dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam
hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum
dari periode perkembangan ini (Hurlock, 1980: 206).
b. Tahap-tahap Perkembangan Remaja
Dalam mencapai kedewasaan ada proses penyesuaian diri. Setidaknya ada tiga
tahap perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri yang diungkapkan oleh