• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis terhadap Rencana Pengubahan Tata Letak oleh Pengembang pada Rumah Susun yang Sudah Memiliki Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Dihubungkan dengan Perlindungan Hukum bagi Pemilik Satuan Rumah Susun (Studi Normatif atas Undang-Und

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis terhadap Rencana Pengubahan Tata Letak oleh Pengembang pada Rumah Susun yang Sudah Memiliki Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Dihubungkan dengan Perlindungan Hukum bagi Pemilik Satuan Rumah Susun (Studi Normatif atas Undang-Und"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP RENCANA PENGUBAHAN TATA LETAK OLEH PENGEMBANG PADA RUMAH SUSUN YANG SUDAH MEMILIKI SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK

SATUAN RUMAH SUSUN (STUDI NORMATIF ATAS UNDANG-UNDANG N0 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN jo. UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN)

ABSTRAK

Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah, serta mengefektifkan penggunaan tanah di daerah yang berpenduduk padat, diperlukan pembangunan rumah susun. Perkembangan pembangunan rumah susun di Indonesia tidak selalu mudah, rencana pengubahan tata letak oleh pengembang pada rumah susun yang sudah memiliki sertipikat hak milik atas satuan rumah susun tidak dengan mudah dilaksanakan. Sehingga diperlukan langkah antisipatif terkait kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi saat akan diadakan rencana pengubahan tata letak pada satuan rumah susun yang sudah memiliki sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan konseptual. Penulis merujuk kepada prinsip-prinsip hukum yang dapat ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum, meskipun tidak secara eksplisit. Konsep dapat juga diketemukan di dalam undang-undang khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, juga merujuk pada bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer antara lain buku-buku yang berkaitan dengan rumah susun. Data-data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan pola pikir logika deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.

Pertelaan, akta pemisahan serta gambar denah tingkat rumah susun yang telah ada memiliki kekuatan mengikat yang kuat antara penyelenggara rumah susun, pemerintah, dan konsumen rumah susun. Tindakan Hukum yang dilakukan pengembang terkait dengan rencana pengubahan tata letak rumah susun yang sudah memiliki sertipikat hak milik atas satuan rumah susun bukan hanya tindakan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, diperlukan tindakan lain seperti negosiasi, mediasi dengan konsumen, serta pengembang harus memperhatikan kedudukan PPPSRS dalam suatu rumah susun. Perlindungan hukum bagi konsumen bukan berdasarkan perlindungan konsumen saja tetapi juga perlindungan terhadap pemilik sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.

(2)

LEGAL RESEARCH OF LAYOUT MODIFICATION PLAN BY THE CONDOMINIUM DEVELOPERS WHO HAVE HAD TITLE DEED TO CONDOMINIUM UNIT IN RELATION TO LEGAL PROTECTION FOR CONDOMINIUM UNIT OWNERS (A NORMATIVE STUDY OF LAW NO. 8

YEAR 1999 CONCERNING CONSUMER PROTECTION jo. LAW NO. 20 YEAR 2011 CONCERNING CONDOMINIUM)

ABSTRACT

The construction of condominium in the populous areas with the purpose of improving the efficiency and effectiveness in the use of land is very essential. The development of the construction of condominium in Indonesia, however, can be problematic. It is not a simple task to implement the plans of layout modification by the condominium developers who have had the title deed to condominium unit. Therefore anticipative measures are required in relation to the layout modification plan for such condominium unit.

This study is prepared by using normative juridical method in conceptual approach. Therefore, in this study, the author refers to the principles of law which can be found in either views of scholars or legal doctrines, including concept, although it is not in explicit way as adopted by Law Number 20 Year 2011 concerning Condominium, and Law Number 8 Year 1999 concerning Consumer Protection. Aside from this, the author refers to secondary legal materials describing primary legal materials such as the books related to condominium. The data of this study is examined by using qualitative analysis with the deductive logic mindset, so as to draw the conclusions from real individual cases to be general conclusions.

The plan of layout modification for condominium units which have had title deed to condominium unit is not an easy task due to explicitly mutual sharing land, objects etc. Therefore, the validity of the list of descriptions, the separation deed, and the existing blueprint of condominium has a binding power among the government, the developer, and the condominium users. There are some important actions that must be taken by the developers when they are going to perform some changes in the condominium layout.

(3)

DAFTAR ISI BAB II KEWAJIBAN HUKUM PENGEMBANG DALAM

MENGUBAH TATA LETAK SATUAN RUMAH SUSUN YANG TELAH MEMILIKI SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

A. Tugas Pokok, Fungsi, dan Kewenangan Pemerintah

(4)

Berkaitan dengan perizinan pada Rumah Susun………..

1. Pemerintah sebagai penyelenggara Negara……….

2. Asas-asas Umum dalam Pemerintahan ………

3. Tugas Pokok, Fungsi, dan Kewenangan Pemerintah

Daerah………...

4. Perizinan terkait dengan rumah susun ………..

B. Tinjauan Umum mengenai Rumah Susun………

1. Berbagai pengertian yang terkait dengan Rumah Susun………….

1.1 Kepemilikan Rumah Susun………

1.6 Sertipikat Hak Milik atas satuan rumah susun …………..

1.7 Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah

Susun (PPPSRS)……….

2. Status Hak Atas Tanah dimana Rumah Susun dapat

dibangun.. ...

3. Persyaratan dalam pembangunan, pengubahan fungsi,

(5)

3.1 Persyaratan Pembangunan Rumah susun………

3.1.1 Persyaratan Administratif………..

3.1.2 Persyaratan Teknis……….

3.1.3 Persyaratan Ekologis……….

3.2 Pengubahan Rencana Fungsi dan Pemanfaatan Rumah

Susun………..

4. Tahapan Sertipikasi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.…...

4.1 Pembuatan dan Pengesahan Pertelaan……….

4.2 Akta Pemisahan………...

4.3 Penerbitan Sertipikat Hak Milik atas satuan rumah susun..

4.4 Penandatanganan Akta Jual Beli……….

4.5 Balik nama sertipikat hak milik atas satuan rumah susun...

5. Sertipikat Hak atas Tanah dan macam-macam Hak atas

tanah………..

C. Pengertian dan Tanggung Jawab Pengembang……….

1. Pengertian dan Aktivitasnya……….

2. Tanggung Jawab Pengembang ……….

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERKAITAN DENGAN RENCANA PENGUBAHAN TATA LETAK

A. Konsep Tentang Perlindungan Hukum ... B. Tinjauan umum Perlindungan Konsumen dan Pemilik

Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun………..

(6)

1. Tinjauan umum Perlindungan Konsumen ... .

1.1 Pengertian Konsumen ………

1.2 Perlindungan Konsumen………

1.3 Hak-Hak serta Kewajiban Konsumen………..

2 Tinjauan umum Perlindungan hukum terhadap pemilik

Sertipikat………...

2.1 Asas dan tujuan pendaftaran tanah……….

2.2 Perlindungan Hukum bagi pemilik sertipikat Hak atas

tanah………...

C. Tindakan Hukum……….

1. Tindakan Hukum yang mungkin/dapat dilakukan

Konsumen………..

2. Tindakan Hukum yang mungkin/dapat dilakukan Pemilik

Sertipikat ………...

BAB IV ANALISA YURIDIS TERKAIT RENCANA PENGUBAHAN TATA LETAK OLEH PENGEMBANG PADA RUMAH SUSUN YANG SUDAH MEMILIKI SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN DIHUBUNGKAN DENGAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SATUAN RUMAH SUSUN

A. Kekuatan berlakunya pertelaan, akta pemisahan serta gambar denah tingkat rumah susun yang telah ada terkait dengan rencana pengubahan tata letak ……….…………

(7)

B. Tindakan hukum yang harus dilakukan pengembang terkait dengan rencana pengubahan tata letak …..………... C. Perlindungan hukum bagi konsumen terkait dengan rencana

pengubahan tata letak ……….

BAB V PENUTUP

A.Simpulan ………

B.Saran ………

Daftar Pustaka Matrix Revisi

Curriculum Vitae

184

198

223

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara Hukum. Hal tersebut tertuang dalam

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia amandemen ke-2 dalam Pasal 1 ayat (3) yang

menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Menurut John Locke bahwa

hukum itu pelindung hak kodrat manusia yang berarti hukum harus menjadi pedoman

agar hak-hak manusia tidak dilanggar.1 Pengertian yang dikemukakan oleh John

Locke tersebut berarti bahwa segala sesuatu tersebut harus diatur oleh hukum agar

tidak ada hak-hak yang terlanggar. Sehubungan dengan hal tersebut maka hukum

juga harus memberikan kepastian hukum yang berarti aturan-aturan hukum harus

memberikan kepastian kepada masyarakatnya baik dibidang ekonomi dan bidang

lainnya.

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan

makmur yang berarti adanya keseimbangan baik dari segi materiil dan spiritual.

Negara sebagai pelaksana cita-cita bangsa ini didirikan demi kepentingan umum guna

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sehingga harus ditunjang pula oleh

suatu sistem hukum yang menjadi sarana utama untuk merealisasikan tujuan tersebut.

1 Bernard L.Tanya, dkk, Teori Hukum strategi tertib manusia lintas ruang dan generasi, Yogyakarta:

(9)

Keberadaan Negara diharapkan dapat menjadi wadah bagi terciptanya suatu

iklim perekonomian yang sehat dan merata di setiap tingkatan masyarakat. Dalam

Pasal 28C ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen kedua menyebutkan

bahwa “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya

dan demi kesejahteraan umat manusia” yang berarti bahwa setiap orang diberikan

kebebasan untuk mengembangkan dirinya untuk meningkatkan kualitas hidup dengan

cara yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum yang ada.

Menurut Johnny Ibrahim sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang memperoleh

julukan homo-economicus, manusia dianggap memiliki nalar yang kecenderungannya

berorientasi pada hal-hal yang bersifat ekonomis. Berkaitan dengan itu, maka analisis

ekonomi terhadap hukum dibangun atas dasar beberapa konsep umum dalam ilmu

ekonomi antara lain:

a. Pemanfaatan secara maksimal (utility maximization);

b. Rasional (rationality);

c. Stabilitas pilihan dan biaya peluang (the stability of preferences and

opportunity cost); dan

d. Distribusi (distribution).

Atas dasar konsep ekonomi tersebut, analisis ekonomi terhadap hukum

(10)

kepuasan maksimum bagi dirinya”.2 Oleh sebab itu bagian terpenting yang tidak

dapat dipisahkan dari masyarakat yakni ekonomi. Ekonomi sebagai salah satu aspek

terpenting menjadikannya sebagai salah satu pilar untuk menjaga kestabilan

kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana tingkat pertumbuhan dan pembangunan

suatu negara terlihat dari segi ekonominya. Pertumbuhan perekonomian suatu negara

ditunjang juga dengan perkembangan bisnis di masing-masing sektor.

Dalam konteks pembicaraan umum, bisnis (business) tidak terlepas dari

aktivitas produksi, pembelian, penjualan, maupun pertukaran barang dan jasa yang

melibatkan orang atau perusahaan. Aktivitas dalam bisnis pada umumnya punya

tujuan menghasilkan laba untuk kelangsungan hidup serta mengumpulkan cukup

dana bagi pelaksanaan kegiatan si pelaku bisnis (businessman) itu sendiri. Secara

singkat dijelaskan bahwa, masyarakat pada umumnya seringkali menghubungkan

bisnis dengan usaha, perusahaan atau suatu organisasi yang menghasilkan dan

menjual barang dan atau jasa, sedangkan pelaku bisnis dikaitkan dengan pedagang,

pengusaha, usahawan, atau orang yang bekerja dalam bisnis, serta orang yang

menjalankan perusahaan atau industri komersial. Sedemikian eratnya kaitan bisnis

dengan perusahaan sehingga berbicara tentang bisnis identik berbicara tentang

perusahaan. Dengan demikian untuk memahami seluk beluk bisnis diperlukan

pengetahuan, pemahaman dan penguasaan ilmu ekonomi perusahaan serta

2 Johnny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara &

(11)

konsep pokoknya, agar bisnis dapat dikelola sesuai sasaran.3 Perkembangan bisnis

diberbagai sektor membuat para pelaku bisnis membutuhkan prasarana yang

mumpuni di sektornya masing-masing. Contoh kecil pedagang yang ingin menjajakan

dagangannya harus mempunyai tempat khusus untuk menjajakan dagangannya

tersebut atau penjual barang-barang kebutuhan pokok tentunya harus mempunyai

tempat, di mana tempat tersebut harus memenuhi unsur-unsur penting terkait dengan

pemasarannya dan keefektifitasan usahanya kelak.

Berdasarkan data statistik yang dilakukan oleh lembaga statistik yang sudah

tersertifikasi terlihat lonjakan penduduk dari tahun ke tahun, Jumlah penduduk

Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, yang mencakup

mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa

(49,79 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 119.321.070 jiwa (50,21 persen).

Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau Sumatera yang

luasnya 25,2 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3 persen

penduduk, Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni oleh 57,5 persen penduduk,

Kalimantan yang luasnya 28,5 persen dihuni oleh 5,8 persen penduduk, Sulawesi

yang luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen penduduk, Maluku yang luasnya 4,1

persen dihuni oleh 1,1 persen penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8 persen dihuni

oleh 1,5 persen penduduk.4

(12)

Tabel Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi5

Provinsi

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun

1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010 2010-2014 2

Aceh 2.93 2.72 1.46 2.36 2.06

5 http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1268, diakses pada: 24 September 2015, pukul

(13)

INDONESIA 2.31 1.98 1.49 1.49 1.40

Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk maka semakin meningkat

juga kebutuhan akan perumahan dan pemukiman dan tempat usaha maka dalam

rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan

dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama di daerah-daerah

yang berpenduduk padat, maka perlu dilakukan penataan atas tanah sehingga

pemanfaatannya betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Dengan

demikian di kota-kota besar perlu diarahkannya pembangunan perumahan dan

permukiman yang diutamakan sepenuhnya pada pembangunan rumah susun.6

Industri rumah susun/apartemen pada umumnya mengalami peningkatan yang

searah meningkatnya aktivitas pada industri rumah susun/apartemen dapat dijadikan

petunjuk adanya perkembangan dalam kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, kegiatan

di bidang rumah susun/apartemen dapat dijadikan indikator seberapa aktifnya

6 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010,

hlm. 77.

*Data tersebut berdasarkan perhitungan secara persentase

Catatan:

Tidak Termasuk Timor Timur

1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per tahun 20002010 untuk Aceh dihitung dengan menggunakan

data Sensus Penduduk Aceh Nias (SPAN) 2005 dan SP2010

2 Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (Pertengahan tahun/Juni)

3 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per tahun 20102014 untuk Kalimantan Timur merupakan

gabungan antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara

Sumber :

- Sensus Penduduk 1971, 1980 , 1990 , 2000 , 2010 dan Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995

(14)

kegiatan ekonomi secara umum yang sedang berlangsung. Namun demikian,

perkembangan industri rumah susun/apartemen perlu dicermati secara hati-hati

karena dapat memberikan dampak pada dua sisi yang berbeda bagaikan dua sisi mata

uang, yakni dapat menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi tersebut dan naiknya

berbagai kegiatan di sektor lain yang terkait.

Dalam hal ini sektor rumah susun/apartemen memiliki efek pelipatgandaan

(multi effect) yakni dengan mendorong serangkaian aktivitas sektor ekonomi yang

lain. Seluruh kegiatan ekonomi baik dalam bidang jasa maupun barang pada dasarnya

akan selalu membutuhkan produk rumah susun/apartemen sebagai salah satu faktor

produksi. Sebagai contoh, kegiatan jasa perbankan yang memberikan jasa keuangan

juga masih memerlukan adanya produk rumah susun/apartemen secara aktif sebagai

tempat atau sarana untuk melakukan transaksi. Dengan demikian, kebutuhan akan

produk rumah susun/apartemen akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan

kegiatan ekonomi.7

Menurut Davis siklus rumah susun/apartemen ditentukan oleh hubungan

dinamis antara rumah susun/apartemen komersil, kredit bank dan makro ekonomi, di

mana harga rumah susun/apartemen merupakan variabel autonomous yang

menimbulkan ekspansi kredit dibandingkan sebaliknya di mana kredit perbankan

mempengaruhi harga rumah susun/apartemen.8 Demikian pula Hofmann, meneliti

bahwa terdapat hubungan positif antara kredit rill dengan GDP riil dan harga property

7 Adrian Sutedi, Hukum rumah susun & apartemen, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 3-4. 8 Ibid., hlm, 5, seperti dikutip dari E Philips Davis & Zhu Haibin, “Bank Lending and Commercial

(15)

riil, serta adanya hubungan dinamis interaksi dua arah antara kredit dengan harga

rumah susun/apartemen. 9

Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh rumah susun/apartemen akan

tetapi, dua hal penting yang perlu diperhatikan adalah sifat immoniliy dan durability

dari barang rumah susun/apartemen. pertama, Immobility atau tidak bergerak.

Menjual barang rumah susun/apartemen berarti menjual barang yang tidak bergerak.

Karakteristik ini menjadi sangat penting karena sangat mempengaruhi terhadap

transaksi. Secara garis besar implikasi yang lain bahwa bisnis rumah susun/apartemen

sangat terkait dengan lokalisasi. Karena barang yang tidak bisa dipisahkan, harga

suatu tanah atau bangunan tidak menyesuaikan dengan fluktuasi permintaan dan

penawaran di daerah yang lain. Kedua Durability atau merupakan barang yang tahan

lama. Sifat tahan lama ini sangat terkait dengan waktu. Karena itulah disini dituntut

suatu kejelian kapan tanah tersebut dijual, kapan tanah ini dimanfaatkan dengan

pertimbangan-pertimbangan perkembangan inflasi10. Sehingga dari hal tersebut yang

harus sangat diperhatikan mengenai pembangunan rumah susun/apartemen haruslah

melihat letak yang strategis, dan melihat prospek suatu tempat tertentu yang akan

didirikan rumah susun/apartemen.

Secara sederhana pelaku dalam rumah susun/apartemen terbagi dalam empat

agen, yakni sebagai berikut.

9 Ibid., hlm, 5-6, seperti yang dikutip dari Boris Hoffman, “The Determinants of Private Sector

Credit in Industrialised Countries: Do Property Price Matter?”, BIS Working Paper No.108,

2001.

(16)

a. Pengembang (developer), yakni seseorang atau perusahaan yang

mengharapkan keuntungan dengan kegiatan pengembangan rumah

susun/komersil;

b. Pengguna (user), seseorang atau perusahaan yang memperoleh keuntungan

dengan memanfaatkan atau memiliki rumah susun/apartemen;

c. Investor, seseorang atau perusahaan yang mengharapkan keuntungan dari

modal yang ditanamkan untuk berinvestasi rumah susun/apartemen;

d. Spekulator, yakni seseorang atau perusahaan yang memperoleh keuntungan

dari spekulasi penempatan modal dalam investasi rumah

susun/apartemen.11

Sebuah Kondominium, atau kondo adalah bentuk hak guna perumahan di mana

bagian tertentu real estat (umumnya kamar apartemen) dimiliki secara pribadi

sementara penggunaan dan akses ke fasilitas seperti lorong, sistem pemanas, elevator,

eksterior berada di bawah hukum yang dihibungkan dengan kepemilikan pribadi dan

dikontrol oleh asosiasi pemilik yang menggambarkan kepemilikan seluruh bagian.

Sebutan ini sering digunakan untuk merujuk pada unit itu sendiri menggantikan kata

“apartemen”. Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembanga ekonomi maka

telah banyak sekarang yang menyediakan apartemen/kondominium yang dijual ke

konsumen.

(17)

Dalam perkembangan Condominium menunjuk kepada bangunan-bangunan

yang terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang

dapat digunakan atau dihuni secara terpisah. Bagian-bagian yang merupakan kesatuan

dan dapat digunakan atau dihuni secara terpisah. Peruntukan apartemen atau

kondominum bukan hanya sebagai tempat tinggal saja melainkan bisa digunakan

untuk tempat usaha. Seperti apa yang sudah diatur dalam Undang-Undang Rumah

Susun No 20 Tahun 2011 di pasal 1 ayat 10 yang menerangkan mengenai Rumah

Susun Komersil yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Dari

kebutuhan yang semakin meningkat akan kebutuhan rumah susun/apartemen maka

para pengembang memanfaatkan keadaan untuk mendapatkan keuntungan dari

pembangunan rumah susun/apartemen. Pembangunan rumah susun/apartemen

diharapkan dapat menampung dan menyediakan sarana guna memngembangkan dan

memperlancar laju ekonomi di bidang usaha.

Pengembang adalah perorangan atau badan hukum yang melakukan produksi

dalam bidang pengadaan rumah susun/apartemen pengembang sendiri berasal dari

bahasa asing yaitu developer yang menurut kamus bahasa inggris artinya adalah

pembangun/pengembang.12 Perkembangan rumah susun di Indonesia tidak selalu

berjalan dengan mulus tanpa hambatan-hambatan di dalamnya, hal tersebut terlihat

dari masih banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul terkait dengan

pembangunan rumah susun. Pembangunan rumah susun komersial bertujuan untuk

12 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cetakan XXIII:Jakarta: Pt

(18)

mendapatkan keuntungan hal tersebut diatur dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang

No 20 Tahun 2011 tentang rumah susun. Pembangunan rumah susun komersial

seperti apa yang diamanatkan oleh undang-undang dapat dilakukan oleh pengembang

dan unit-unit dari rumah susun komersial tersbut dapat dimiliki oleh masyarakat

dengan bukti kepemilikan Sertipikat Hak Milik atas satuan rumah susun.

Pengembang rumah susun bertujuan untuk mencari keuntungan di dalam

penyediaan/pengadaan unit-unit rumah susun, maka pengembang akan terus mencari

peluang-peluang yang dapat mendatangkan keuntungan besar bagi pengembang

termasuk dengan melaksanakan perluasan area. Adapun permasalahan yang dikaji

dalam penulisan ini berasal dari kasus kongkrit yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat di mana dalam pokok permasalahannya, telah dilaksanakan pembangunan

rumah susun oleh pengembang dan masing-masing unit dari rumah susun tersebut

sudah dimiliki oleh konsumen dan dapat dibuktikan dengan Sertipikat Hak Milik atas

satuan rumah susun dari masing-masing unit rumah susun tersebut.

Seiring dengan keuntungan yang semakin meningkat pengembang membeli

tanah yang cukup luas di sebelah rumah susunnya tersebut, pengembang melihat

kebutuhan akan unit rumah susun semakin meningkat maka pengembang bermaksud

akan memperluas rumah susun tersebut dan melebarkan rumah susun tersebut

ketanah yang sudah dibeli oleh pengembang sebelumnya. Dengan akan

dilaksanakannya pengembangan rumah susun tersebut maka pengembang juga harus

(19)

susun tersebut salah satu mekanisme yang harus dilalui oleh pengembang untuk dapat

melakukan perluasan rumah susunnya adalah mengajukan permohonan kepada

Pemerintah Daerah terkait dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). akan

tetapi saat pengembang memohonkan Izin Mendirikan Bangunan tersebut kepada

Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah mengeluarkan satu kebijakan yang dalam

kebijkannya tersebut menyatakan bahwa Izin Mendirikan Bangunan dapat keluar

dengan ketentuan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari segi perbaikan atau

pengubahan fasilitas umum yaitu pemidahan lift dari tempat yang sudah ada ketempat

yang ditentukan Pemerintah Daerah, melalui pertelaan yang sudah disetujui oleh

Pemerintah Daerah sebelumnya.

Namun hal yang menjadi poin penting bahwa pemindahan lift tersebut diduga

akan menimbulkan dampak besar terhadap unit-unit yang ada disekitarnya. Tidak

bisa ditampik lagi bahwa konsumen sebelum membeli unit-unit rumah susun

komersial tersebut sudah memperhitungkan keefektifitasan unitnya tersebut,

konsumen tersebut sudah memikirkan keuntungan dan kelebihan dari masing-masing

unit rumah susun yang ada. Dengan adanya pemindahan lift dari tempat yang sudah

ada ke tempat yang dianjurkan Pemerintah Daerah maka konsumen yang memiliki

unit disekitar lift tersebut diduga akan menurun pendapatannya dan pasti akan

menurunkan nilai sewa atau nilai unit rumah susun tersebut jika konsumen tersebut

bermaksud untuk menyewakan atau menjual unitnya.

Sejauh ini belum ada penelitian yang membahas atau meneliti mengenai

(20)

memiliki sertpikat hak milik atas satuan rumah susun yang diduga berpotensi

membawa kerugian bagi pemilik satuan rumah susun.

Adapun Penelitian yang pernah ditulis mengenai Rumah Susun yaitu

penelitian mengenai perlindungan hukum bagi konsumen rumah susun komersial

berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli dalam penerapan asas kepastian hukum,

yang ditulis oleh Amila Desiani, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung

2014. Ada juga penelitian lain rumah susun yang berjudul kajian yuridis tentang

rumah susun di Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang

rumah susun, yang ditulis oleh Anggita Maresti, Fakultas Hukum Universitas Jember

2013.

Penulis menyatakan bahwa penelitian-penelitian yang disebutkan tersebut

memiliki sudut pandang dan objek penelitian yang berbeda dengan yang dilakukan

penulis untuk penelitian ini. Dengan adanya problematika tersebut maka penulis

tertarik untuk mengkaji secara terperinci dari segi pengamanan kebijakan

Pengembang yang akan mengubah tata letak tersebut ditinjau dari aturan-aturan

hukum Indonesia yang dituangkan dalam karya tulis berbentuk skripsi dengan judul

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP RENCANA PENGUBAHAN TATA

(21)

N0 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN jo.

UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN)”

B. Identifikasi Masalah :

1. Bagaimana kekuatan berlakunya pertelaan, akta pemisahan serta gambar

denah tingkat rumah susun yang telah ada terkait dengan rencana

pengubahan tata letak dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2011 Tentang Rumah Susun?

2. Bagaimana tindakan hukum yang harus dilakukan pengembang terkait

dengan rencana pengubahan tata letak dikatikan dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terkait dengan rencana

pengubahan tata letak dikaitakan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

(22)

C. Tujuan Penulisan :

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam pembahasan di dalam tugas ahkir

ini sebagai berikut:

1. Untuk mengkaji secara jelas mengenai kekuatan mengikat suatu pertelaan,

akta pemisahan dan gambar denah tingkat rumah susun yang telah ada antara

pemerintah, pengembang dan konsumen rumah susun ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun;

2. Untuk mengkaji hal-hal yang harus dilakukan oleh pengembang terkait

dengan akan diadakannya pengubahan rencana tata letak rumah susun yang

sudah memiliki sertipikat hak milik atas satuan rumah susun ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun;

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen dan/atau pemilik

sertipikat hak milik atas satuan rumah susun terkait dengan pengubahan tata

letak yang dilakukan oleh pengembang ditinjau dari Undang-Undang Nomor

(23)

D. Manfaat penulisan

Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini antara lain terbagi atas dua

kegunaan baik kegunaan teoritis maupun kegunaan praktis

1. Kegunaan Teoritis:

Secara Teoritis, diharapkan untuk dapat memberikan kontribusi terhadap

ilmu hukum terkhususkan dalam penyelenggaraan rumah susun terkait

dengan rencana pengembang yang akan mengadakan rencana pengubahan

tata letak pada rumah susun yang sudah memiliki sertipikat hak milik atas

satuan rumah susun, serta memberi pemahaman dan pengembangan

wawasan pengetahuan dibidang hukum mengenai rumah susun.

2. Kegunaan Praktis:

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan

pemikiran bagi mereka yang terlibat langsung dalam usaha rumah susun,

(24)

E. Kerangka Pemikiran dan Kerangka Konseptual i. Kerangka Pemikiran

Pasal 25 ayat 1 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang

diumumkan oleh majelis umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui

resolusi 217 A (III) menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.”

Hal tersebut diimplemenatiskan dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945 hasil amandemen kedua pasal 28C ayat 1 yang menyebutkan

“setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” dari hal tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia berhak meningkatkan taraf

hidupnya. Dalam meningkatkan taraf hidup banyak sekali yang dapat

dilakukan, salah satu yang dapat dilakukan dengan menjadi pengembang

dalam bidang rumah susun.

Pengembang menurut Adrian Sutedi yakni seseorang atau perusahaan yang

(25)

susun/komeril.13 Sehingga tujuan utama para pengembang rumah

susun/komersil adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan

lahirnya Undang-Undang No 20 Tahun 2011 Tentang rumah susun mengatur

juga mengenai kebebasan pengembang untuk membangun dan memperluas

rumah susunnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 22

Undang-undang rumah susun dan mengenai mekanisme ataupun persyaratan

pembangunan diterangkan dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 44

Undang-undang rumah susun, dalam melaksanakan pembangunan ataupun

pengembangan, Undang-Undang tentang rumah susun mensyaratkan beberapa

hal baik dari segi administratif, teknis dan juga ekologis ketiga unsur tersebut

diawasi dan diperhatikan oleh pemertintah terkait.

Pemerintahan adalah fungsi pemerintahan dalam arti menjalankan

tugas-tugas memerintah. Arti pemerintahan ini secara negatif adalah fungsi negara

yang bukan fungsi peradilan dan bukan fungsi perundang-undangan.

Pengertian dalam arti luas adalah pelaksanaan tugas seluruh badan-badan,

lembaga-lembaga, dan petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai

tujuan negara. Pengertian dalam arti sempit mencakup organisasi

fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan.14 Pemerintahan adalah semua

kegiatan yang bersifat eksekutif yang tidak merupakan kegiatan pembuatan

peraturan perundang-undangan (legislatif) dan bukan kegiatan mengadilikan

13 Op.cit, Adrian Sutedi, hlm. 9.

14 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Bojongkerta: Ghalia Indonesia, 2004,

(26)

(yudikatif). Dapat dikatakan bahwa urusan pemerintahan adalah kegiatan

public service bila dirinci lebih jauh, maka urusan pemerintahan adalah

Menciptakan/melahirkan, Mengubah, dan Menghapuskan. Dilihat dari

hubungan antara pemerintah dengan warga masyarakat, maka hubungan tata

usaha negara berisi kewajiban untuk berbuat, membiarkan sesuatu, hak untuk

menuntut seuatu, izin untuk berbuat sesuatu yang pada umumnya dilarang,

dan hubungan hukum yang lahir dari suatu status yang diberikan suatu

tindakan hukum tata usaha negara.15

Oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheidstaat, maka Indonesia tidak

akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.

Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi dan daerah-daerah yang

bersifat otonom atau bersifat administratif.16 Maka pengembang pada saat

akan melakukan pembangunan harus selalu memohonkan izin kepada

pemerintah yang berwenang terkait dengan syarat-syarat yang sudah

ditetapkan oleh Undang-Undang No 20 Tahun 2011 tentang rumah susun.

Setelah persyaratan-persyaratan yang ditetapkan terlaksana oleh

pengembang maka unit-unit rumah susun akan dijual atau dipasarkan kepada

masyarakat dalam hal ini konsumen, maka penulisan ini tidak terlepas juga

dari aturan-aturan mengenai perlindungan konsumen karena perlindungan

konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat,

(27)

dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum

antara konsumen dengan produsen.17 Dalam halnya terjadi permasalahan yang

telah dipaparkan oleh penulis di dalam latar belakang terdapat dugaan ada

pihak-pihak yang dirugikan terhadap perubahan tata letak satuan rumah susun

sehingga dalam penulisan ini tidak terlepas dari aspek Perlindungan terhadap

Konsumen. Pengaturan mengenai keseimbangan hak dan kewajiban antara

konsumen dan pelaku usaha terdapat dalam Undang-Undang No 8 Tahun

1999 tentang perlindungan konsumen. Sehingga konsumen-konsumen

tersebut memiliki kekuatan atau dapat melakukan upaya hukum terkait

hak-hak konsumen yang terlanggar, sehingga jika terdapat penyimpangan maka

konsumen tersebut dapat melakukan upaya hukum baik melalui jalur litigasi

dan non-litigasi.

Pemikiran dasar dalam penulisan ini merujuk kepada teori hukum yang

dikemukakan oleh Mochtar Kusuma-atmadja yang mengemukakan teori

hukum pembangunan yang menyebutkan: “hukum tidak hanya kompleks

kaidah dan asas yang mengatur, tetapi juga meliputi lembaga-lembaga dan

proses yang diperlukan untuk mewujudkan berlakunya hukum itu dalam

kenyataan.”18 Selain itu juga “Peranan Hukum dalam pembangunan adalah

untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur (tertib);

17 Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada Cetakan ke 2: Januari 2013, hlm. 1.

18 Shidarta, Mochtar Kusuma-Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan Eksistensi dan Implikasi,

(28)

hukum berperan melalui bantuan perundang-undangan dan keputusan

pengadilan, atau kombinasi keduanya.”19

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, penulis akan mengkaji dan

memperdalam terkait kekuatan mengikat suatu pertelaan, akta pemisahan dan

surat ukur/gambar situasi antara pengembang dengan konsumen rumah susun,

selain itu juga penulis akan mencoba untuk menyelesaikan masalah yang

terjadi dan melihat dari dua sudut pandang, dari sudut pandang Pengembang

penulis mencoba untuk meninjau bagaimana agar rencana perluasan yang

akan dilakukan oleh pengembang tidak bertentangan dengan

perundang-undangan yang berlaku, sedangkan dari sisi konsumen penulis akan

memperdalam batasan-batasan atau tindakan hukum apa yang dapat dilakukan

konsumen terkait dengan dilakukannya pengubahan tata letak oleh

pengembang.

ii. Kerangka Konseptual

Di dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan kerangka konseptual

sebagai berikut:

a. Rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang

Rumah Susun dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa rumah susun

adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu

19 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung:

(29)

lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupkan

satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian

bersama, benda bersaman dan tanah bersama.

b. Penyelenggaraan rumah susun berdasarkan Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun menerangkan

bahwa penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan,

pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan

dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem

pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis,

terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.

c. Sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM sarusun

berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Tentang Rumah Susun, adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di

atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah

negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak

pengelolaan.

d. Pelaku pembangunan rumah susun yang selanjutnya disebut pelaku

pembangunan menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, adalah setiap orang dan/atau

(30)

e. Akta pemisahan berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemrintah Nomor

4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, adalah tanda bukti pemisahan

rumah susun atas satuan-satuan rumah susun, bagian bersama, benda

bersama dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk

gambar, uraian dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal

yang mengandung nilai perbandingan proporsional.

f. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain

dan tidak untuk diperdagangkan.

g. Perlindungan konsumen berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, adalah segala

upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

(31)

F. Metode Penelitian

1. Metode pendekatan :

Penulisan ini menggunakan metode yuridis nirmatif dengan menggunakan

metode pendekatan konseptual (Conceptual Approach) sehingga dalam

penulisan ini penulis merujuk kepada prinsip-prinsip hukum, prinsip ini dapat

ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin

hukum, meskipun tidak secara eksplisit, konsep dapat juga diketemukan di

dalam undang-undang. Hanya saja dalam mengidentifikasi prinsip tersebut

penulis harus terlebih dahulu memahami konsep tersebut melalui

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang ada.20

2. Sumber Data dan Jenis Data:

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dalam upaya mencari data

sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer:

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mengikat sifatnya, yang

terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penulisan

ini. Antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

Susun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

(32)

Dasar Pokok-Pokok Agraria serta Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun

1988 Tentang Rumah Susun, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah.

b. Bahan Hukum Sekunder:

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan

hukum primer antara lain buku-buku yang berkaitan dengan rumah susun ,

perlindungan konsumen dan juga pemilik sertipikat hak atas tanah.

c. Bahan Hukum Tersier:

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang digunakan untuk

memperjelas suatu persoalan atau suatu istilah yang ditemukan pada

bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum,

kamus bahasa, dan dokumen tertulis lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik pengumpulan data sekunder berupa bahan-bahan hukum primer,

dilakukan dengan cara menginventarisasi, mempelajar, dan mencatat

kedalam penelitian tentang nilai-nilai pembangunan dan pengikatan,

asas-asas penyelenggaraan rumah susun, dan norma hukum yang mengatur

mengenai penyelenggaraan rumah susun.

b. Teknik pengumpulan data sekunder berupa bahan-bahan hukum sekunder,

dilakukan dengan cara menelusuri literature-literatur ilmu hukum ataupun

(33)

c. Teknik pengumpulan data sekunder berupa bahan-bahan hukum tersier,

dilakukan dengan cara menelusuri kamus-kamus hukum, kamus bahasa,

dan dokumen tertulis lainnya yang dapat memperjelas persoalan dan

istilah mengenai rumah susun.

4. Analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini

menggunakan cara analisis kualitatif dengan pola pikir logika deduktif, yaitu pola

pikir untuk menarik simpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi simpulan

yang bersifat umum. Pada penelitian hukum yang berjenis normatif ini, bahan

hukum primer, sekunder, dan tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran

hukum yang dikenal dalam ilmu hukum yang diperoleh dengan cara membaca,

mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka, baik berupa peraturan

perundang-undangan, artikel, internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan

data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data-data penelitian ini. Adapun teknik

analisis data dengan cara mengolah, menganalisis, dan mengkonstruksikan data

yang yang diperoleh dari studi literatur atau dokumen. Teknik analisis dengan cara

memberikan gambaran terhadap bahan-bahan hukum tersebut, mengelompokan

konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang berkaitan, menemukan hubungan

diantara berbagai kategori atau peraturan, serta menguraikan dan menjelaskan

hubungan berbagai kategori perundang-undangan, kemudian dianalisis secara

deskriptif kualitatif, sehingga memberikan hasil yang diharapkan dan simpulan

(34)

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar

balakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II : KEWAJIBAN HUKUM PENGEMBANG DALAM MENGUBAH TATA LETAK SATUAN RUMAH SUSUN YANG TELAH MEMILIKI SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

Bab ini menyajikan tinjauan umum yang mencakup tentang

pengertian, asas-asas hukum yang berkaitan selain itu juga pengaturan

mengenai akta pemisahan, penerbitan Sertipikat Hak Milik atas satuan

rumah susun, pengertian dan tugas pemerintah, Pengertian

pengembang, tanggung jawab pengembang, pengertian terkait

kakuatan mengikat suatu pertelaan, akta pemisahan dan surat

(35)

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERKAITAN DENGAN RENCANA PENGUBAHAN TATA LETAK

Bab ini menyajikan pengertian konsumen, hak-hak konsumen, upaya

hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen serta tindakan hukum

yang mungkin/dapat dilakukan konsumen. Selain itu juga bab ini

menyajikan pengertian pemilik sertipikat hak milik atas satuan rumah

susun, serta perlindungan apa yang diberikan undang-undang terhadap

pemegang sertipikat hak milik atas satuan rumah susun dan tindakan

hukum yang mungkin/dapat dilakukan pemilik sertipikat.

BAB IV : ANALISA YURIDIS TERKAIT RENCANA PENGUBAHAN TATA LETAK OLEH PENGEMBANG PADA RUMAH SUSUN YANG SUDAH MEMILIKI SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SATUAN RUMAH SUSUN

Bab ini merupakan pembahasan dan juga analisa terhadap rencana

pengubahan tata letak, mengkaji kedudukan pertelaan dan surat

ukur/gambar situasi memiliki kekuatan hukum mengikat antara

(36)

dilakukan pengembang terkait dengan pengubahan rencana tata letak,

dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh konsumen.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyajikan simpulan dan saran dimana simpulan dan saran

merupakan jawaban atas Identifikasi masalah, sedangkan saran

merupakan usulan yang oprasional, konkrit, dan praktis serta

(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dan saran ini merupakan hasil dari penelitian mengenai tinjauan yuridis

terhadap rencana pengubahan tata letak oleh pengembang pada rumah susun yang

sudah memiliki sertipikat hak milik atas satuan rumah susun yang dirumuskan

sebagai berikut:

A. SIMPULAN

1. Pertelaan, akta pemisahan serta gambar denah tingkat rumah susun yang telah

ada memiliki kekuatan mengikat yang kuat antara penyelenggara rumah

susun, pemerintah, dan konsumen rumah susun dan/atau pemilik sertipikat

hak milik atas satuan rumah susun hal tersebut sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun jo Peraturan

Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

2. Tindakan Hukum yang dilakukan pengembang terkait dengan rencana

pengubahan tata letak rumah susun yang sudah memiliki sertipikat hak milik

atas satuan rumah susun bukan hanya tindakan hukum yang berdasarkan

kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang

terkait Pengubahan Rencana Fungsi dan Pemanfataan rumah susun saja.

Tetapi pengembang juga harus melakukan tindakan-tindakan lain seperti

(38)

hak milik atas satuan rumah susun terkait dengan rencana pengubahan tata

letak tersebut. Selain tindakan tersebut pengembang juga harus melihat atau

memperhatikan kedudukan PPPSRS dalam satuan rumah susun.

3. Perlindungan hukum bagi konsumen tidak selalu hanya berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen saja, tetapi

perlindungan hukum juga diimplementasikan dalam peraturan

perundang-undangan yang lain dalam hal ini perlindungan hukum bagi pemilik sertipikat

hak milik atas satuan rumah susun terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Berkaitan

dengan rencana pengubahan tata letak rumah susun terdapat pula

perlindungan hukum bagi pemilik sertipikat hak milik atas satuan rumah

susun, sehingga penulis mencoba memberi batasan, Pembatasan tersebut

membatasi antara perlindungan hukum bagi konsumen yang melindungi

konsumen rumah susun dan/atau perlindungan hukum terhadap pemilik

sertipikat hak milik atas satuan rumah susun yang melindungi pemilik

sertipikat hak milik atas satuan rumah susun. Hal tersebut nantinya akan

berpengaruh terhadap tindakan hukum yang dilakukan oleh konsumen

dan/atau pemilik sertipikat hak milik atas satuan rumah susun dalam

(39)

B. SARAN

Berkaitan dengan simpulan di atas maka penulis mengajukan beberapa saran,

sebagai berikut:

1. Saran bagi Pemerintah dimana belum adanya pengaturan secara jelas

bagaimana mekanisme jika pertelaan, akta pemisahan, gambar denah tingkat

rumah susun yang telah ada dapat diubah karena adanya pengubahan fungsi

ataupun pemanfaatan rumah susun. Sehingga diharapkan pemerintah sebagai

penyelenggara negara dapat membuat aturan khusus terkait dengan

pengubahan atau perbaikan pertelaan,akta pemisahan, gambar denah tingkat

rumah susun yang telah ada, karena adanya pengubahan fungsi ataupun

pemanfaatan rumah susun.

2. Saran bagi pemerintah dan pelaku pembangunan rumah susun di Indonesia

dimana pelaksanan rumah susun dewasa kini masih terdapat

permasalahan-permasalahan di dalamnya. Hal tersebut dikarenakan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun masih belum memiliki peraturan

pelaksana sehingga segala sesuatu mengenai pelaksanaan pembangunan

rumah susun masih berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988

Tentang Rumah Susun, dan Peraturan lain sesuai dengan hirarki

Perundang-Undang di Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan substansi-substansi yang

belum diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut (Peraturan Pemerintah

(40)

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun menimbulkan

kekosongan hukum. Seyogyanya pemerintah sebagai penyelenggara negara

dapat segara merampungkan peraturan pelaksana yang lebih teknis untuk

mengakomodir pelaksanaan pembangunan rumah susun. Sehingga nantinya

diharpakan dapat mendukung penyelenggara pembangunan rumah susun di

Indonesia kearah yang lebih baik lagi. Selain itu juga tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh pengembang terkait pengubahan tata letak rumah susun yang

sudah memiliki sertipikat hak milik atas satuan rumah susun juga harus

mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang lain hal tersebut

menunjukan bahwa pengembang beritikad baik dalam melaksanakan kegiatan

usahanya tersebut.

3. Saran bagi Pemerintah dan konsumen dan/atau pemilik sertipikat hak milik

atas satuan rumah susun terkait dengan perlindungan hukum terhadap rencana

pengubahan tata letak rumah susun yang sudah memiliki sertipikat hak milik

atas satuan rumah susun, diharapkan peraturan pelaksana yang baru nanti juga

dapat mengakomodir perlindungan hukum dan/atau memberikan batas

sejelas-jelasnya terhadap konsumen rumah susun dan/atau pemilik sertipikat hak

milik atas satuan rumah susun mengenai perlindungan hukum yang diberikan.

Hal ini diharapkan agar konsumen dan/atau pemilik sertipikat hak milik atas

satuan rumah susun dapat mengerti dengan jelas batasan-batasan dan

perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada konsumen dan/atau pemilik

(41)

terjadi salah penafsiran terkait dengan perlindungan hukum baik bagi

konsumen dan/atau pemilik sertipikat hak milik atas satuan rumah susun,

selain itu konsumen dan/atau pemilik sertipikat hak milik atas satuan rumah

susun harus juga berhati-hati dalam melakukan tindakan hukum terkait

dengan mempertahankan haknya, hal tersebut dikarenakan posisi konsumen

dan/atau pemilik sertipikat hak milik atas satuan rumah susun masih belum

diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah

(42)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh Kasus, Jakarta: Kencana, 2011.

Adrian Sutedi, Hukum rumah susun & apartemen, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

, Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Ahmad Miru Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo, 2000.

A Ridwan halim, Sendi-sendi Hukum Hak Milik, Kondominium, Rumah Susun dan Sari-sari Hukum Benda (Bagian Hukum Perdata), Jakarta: Puncak Karma, 1995.

Arie S Hutagalung, Condominium dan Permasalahnnya, Cet I Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998.

, Serba Aneka MasalahTanah Dalam Kegiatan Ekonomi, cet II Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia (edisi revisi), Bandung: Refika Aditama, 2007.

Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2013.

A.Z.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, 2007.

, Tinjauan sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

(43)

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahaas, edisi keempat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Bojongkerta: Ghalia Indonesia, 2004.

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikat dan keterikatannya dengan Perlindungan Konsumen, Bandung: Citra Aditia, 2003.

Erwin kallo, Perspektif Hukum Dalam Dunia Properti, Sebuah Upaya Pengembangan, Pemajuan serta Pencerahan Hukum dalam Dunia Properti di Indonesia, Jakarta: 2008.

, Panduan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium, Apartemen dan Rusunawi), Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009.

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1998.

H. Abubakar Busro, Abu Daud Busroh, Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Hans Kelsen, General Theory Of Law And State: Teori Hukum Murni, diterjemahkan oleh Somardi, Jakarta: Rimdi Press, 1995.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

Johnny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara & ITSPress, 2009.

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yahng Lahir Dari Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Koerniatmanto Soetoprawiro, Bukan Kapitalisme, Bukan Sosialisme: Memahami Keterlibatan Sosial Gereja, Jakarta: Kanisius, 2003

(44)

M.Fuad, dkk, Pengantar Bisnis,Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi FH Unpad, 1975.

Mochtar Kusumaatmadja dan Arif Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 2000.

Muhhamad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, Bandung: CV. Mandar Maju, 2013.

Philipus M Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignyo, Syachran Basah, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction To The Indonesian Administrative Law, Surabaya: Gadjah Mada University Press, 2005.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

R. Serfianto Dibyo Purnomo, Iswi Hariyani, Cita Yustisia, Kitab Hukum Bisnis Properti, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1991.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1963.

Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2006.

, Mochtar Kusuma-Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan Eksistensi dan Implikasi, Jakarta: Epistema Intitute, 2012.

Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada penataran Hukum Administrasi dan, Lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Suarabaya: 1995.

Soerjono Soekanto dan sri mamuji, penelitian hukum normatif suatu tinjauan singkat, Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 1985.

(45)

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010.

Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2007.

WF. Prins dan R.Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Pradnya Paramita, 1983.

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo, 2012.

KAMUS :

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cetakan XXIII:Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, Desember 1996.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, edisi keempat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(46)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Pemberian HGU, HGB dan HP

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan

Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Izin Lokasi

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tata-cara Pengisian serta Pendaftaran Rumah Susun

(47)

RUJUKAN ELEKTRONIK:

http://sp2010.bps.go.id/

http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1268

http://www.distarcipkotabandung.org/?mod=tentang&menu=2

http://www.hukumproperti.com/2015/02/02/syarat-dan-ketentuan-pembangunan-pengembang/

SUMBER LAIN :

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Kedudukan Hukum dan Sertifikat Pemilikan Rumah Susun, Jakarta: 1994.

Gambar

gambar denah tingkat rumah susun yang telah ada terkait

Referensi

Dokumen terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA.. S K R I P

dikuasai oleh orang asing yaitu hak pakai dan hak milik atas satuan rumah susun. sedangkan Warga Negara Indonesia dapat menguasai seluruh jenis hak

Rumah susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun seperti halnya didalam Pasal 27 UUHT tersebut diatas, diketahui sebagai salah satu dari objek Hak Tanggungan, yaitu pertama

mengetahui dan menganalisis penerapan asas pemisahan horizontal terutaman terkait dengan bentuk penguatan dari Hak Milik satuan rumah susun bagi warga negara asing

Rumah susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun seperti halnya didalam Pasal 27 UUHT tersebut diatas, diketahui sebagai salah satu dari objek Hak Tanggungan, yaitu pertama

Landasan hukum atas eksekusi Hak tanggungan atas satuan rumah susun terdapat dalam Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan, dimana objek hak tanggungan dijual melalui

Perlindungan Hukum Atas Hak Milik Satuan Rumah Susun akan terjamin apabila pihak Penyelenggara Pembangunan Rumah Susun (PPRS) dari sejak perolehan tanah untuk pembangunan

Hasil pembahasan ini adalah Sebagai suatu hak milik, maka hak atas satuan rumah susun dapat diperalihkan kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar atau perbuatan hukum lain