• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. ANATOMI A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. ANATOMI A."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Mioma uteri adalah merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan. (Manuaba, 1998)

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari uterus dan jaringan ikat sehingga disebut juga Leiomioma, vibromioma atau vibroid. (Prawirohardjo S, 1999).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. ANATOMI

A. Uterus

Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rectum posterior.

Uterus wanita nullipara panjang 6 – 8 cm, dibandingakn dengan 9 – 10 empada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50 – 70 gram sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih.

Uterus terdiri atas : 1) Fundus uteri

Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.

(2)

Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai perkembangan janin.

3) Servik uteri

Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Servik memiliki serabut otot polos namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkna secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servik tersumbat dapat berbentuk kista, retensi berdiameter beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabothian. (Prawirohardjo S, 1999)

Secara histologik uterus terdiri atas :

a) Endometrium di korpus uteri dan endoservik di servik uteri

Merupakan bagian terdalam uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar – kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk – keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu o,5 mm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang di dalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterus berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab. b) Miometrium

Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elestis di dalamnya. Menurut Schwalm dan Dubrauszky, banyaknya serabut otot pada uterus sedikit demi

(3)

sedikit berkurang kea rah kaudal, sehingga pada servik otot hanya merupakan 10 % dari massa jaringan. Selama masa kehamilan terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot servik.

c) Lapisan serosa, yakni peritoneum visceral

Uterus sebenarnya terapung – apung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya.

Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :

i) Ligamentum kardial sinistra et dextra (machenrodt)

Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus tidak turun. Terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari servis dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uteria.

ii) Ligamentum Sakro Uterinum Sinitra et Dextra

Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari servik bagian belakang, kiri dan kanan, kea rah os sacrum kiri dan kanan.

iii) Ligamentum Rotundum Sinistra et Dextra

Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.

iv) Ligamentum Latum Sinistra et Dextra

Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistra at dextra).

(4)

Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari arah infidibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya terdapat urat – urat saraf, saluran – saluran limfe, arteri dan vena ovarica.

Istmus adalah bagian uterus antara servik dan korpus uteri diliputi oleh peritoneum visceral yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesiaka uteria.

Uterus diberi darah oleh arteri uterine sinistra at dextra yang terdiri dari istmus asenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra at dextra. Inversasi uterus terdiri atas system saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari system parasimpatis ini berada dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sacral 2, 3 dan 4. dan selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser. Yang dari system simpatis masuk ke dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui biforkasio aorta dan promontorium terus ke bawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi inervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua system simpatik dan prasimpatik mengandung unsur sensorik dan motorik.

Simpatik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi sedangkan parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.

B. Tuba Falopi

Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8 – 14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membrane mukosa.

Tuba falopi terdiri atas : a. Pars interstisialis

(5)

b. Pars Ismika

Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya c. Pars Ampularis

Bagian yang terbentuk agak lebar, tempat konsepsi terjadi d. Pars Infudilum

Bagian ujung tuba yang terbentuk ke arah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan kemudian menyalurkan ke dalam tuba. (Prawirohardjo S, 1999)

C. Ovarium

Ovarium merupakan organ berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan sekresi hormone steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm dan tebal 0,6 – 1 cm. Setelah menopause ovarium sangat kecil. Normalnya ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di antara illiaka eksternal.

D. Parametrium

Jaringan ikat yang terdapat antara kedua lembar ligamen latum disebut parametrium.

Bagian atas ligamen latum yang mengandung tuba disebut mesosalpinx dan bagian caudalnya yang berhubungan dengan uterus disebut mesometrium. Pada sisi depan ligamen latum berjalan ligamen teres uteris, pada permukaan belakang ligamen ovari proprium.

Mesovarium merupakan lipat peritoneum untuk ovarium dan terdapat antara mesosalpinx dan mesometrium.

Ligamen suspensorium ovari berjalan dari extremitas tubaria ovari ke dinding panggul.

Pada parametrium ini berjalan ureter, a dan uterina. Parametrium sebelah bawah yang menyelubungi a dan v uterina lebih padat dari jaringan sekitarnya disebut ligamen cardinale. (Prawirohardjo S, 1999)

(6)

(Marry Hamilton, 1995) C. ETIOLOGI

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel – sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone. 1. Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menapause dan pengangkatan ovarium.

Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50 %), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8 %), adenomyosis (16,5 %) dan hiperplasia endometrium (9,3 %). Mioma uteri

(7)

banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase : enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.

2. Progesteron

Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu : mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor. 3. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Hormone Prolaktin Laktogen, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara Hormone Prolaktin Laktogen dan Estrogen. Ada beberapa faktor kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

1. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10 % pada wanita berusia lebih dar 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.

2. Paritas

Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

3. Faktor ras dan genetik

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan keluarga yang menderita tumor.

(8)

Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah pertumbuhan epidermal dan insulan – like growth kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis Gonadotropin Relasing Hormone dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. (Manuaba, 1998)

Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor – faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma.

Namun bukti – bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menapause sebagaimana yang disangka. Lebih dari pada itu tumor ini kadang – kadang berkembang setelah menapause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini. (Manuaba, 1998)

D. PATOFISIOLOGI

Mioma uteri terjadi karena adanya sel – sel yang belum matang dan pengaruh estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah dan intra nurel, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan perdarahan pervaginan lama dan banyak.

Dengan adanya perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi resiko tinggi kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri.

Penatalaksanaan pada mioma uteri adalah operasi. Jika informasi tidak adekuat, kurang support dari keluarga, dan kurangnya pengetahuan dapat mengakibatkan cemas.

(9)

Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi.

Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anastesi yang mengakibatkan depresi pusat pernafasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif. (Prawiroharjo S, 1999).

E. MANIFESTASI KLINIK

Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa – apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulya gejala klinik meliputi : Besarnya mioma uteri, Lokasi mioma uteri, Perubahan – perubahan pada mioma uteri.

Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % - 50 % dari pasien yang terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri :

a) Perdarahan abnormal, yang merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30 %). Bentuk perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dan lapisan endometrium. (b) penekanan rahim yang membesar :

1. Terasa berat di abdomen bagian bawah

2. Gejala traktus urinarius : urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis

3. Gejala intestinal : konstipasi dan obstruksi intestinal 4. Terasa nyeri karena tertekannya saraf

Nyeri dapat disebabkan oleh : 1. Penekanan saraf

(10)

3. Sub mukosa mioma terlahir 4. Infeksi pada mioma

b) Infertilitas

Akibat penurunan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasiein dengan mioma sub mukosa dapat menghalagi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan sub mukosa. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.

c) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan

Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi, yang menyebabkan infertinitas sehingga beresiko terjadinya abortus bertambah, karena distorsi rongga uterus, khususnya pada mioma sub mukosis letak janin, menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada servik uteri menyebabkan intarsia maupun atonia uteris, sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya dan mengganggu proses involusi dalam nifas. (Prawiroharjo S, 1999)

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif.

1. Penanganan konservatif sebagai berikut :

a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik sekitar 3 – 6 bulan b. Bila anemia, Hb < 8 g % transfusi PRC

c. Pemberian zat besi

d. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1 – 3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekreasi gonodotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam

(11)

mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis Gonadotropin Releasing Hormone ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan : mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut.

Catatan : Baru – baru ini, progestin dan anti progestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin. 2. Penanganan operatif bila :

a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12 – 14 minggu b. Pertumbuhan tumor cepat

c. Mioma sub serosa bertangkai dan torsi

d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya e. Hipermenorea pada mioma sub mukosa

f. Penekanan pada organ sekitarnya

Jenis Operasi yang dilakukan dapat berupa : a) Enukleasi Mioma

Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miometomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea. Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :

1. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang

(12)

3. Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang (Manuaba, 1998)

b) Histerektomi

Histerektomi adalah pengangkatan uterus, histerektomi dapat dilaksanakan per abdominan atau per vaginan. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlengketan dengan sekitarnya. Adanya proplasus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteris. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kerusakan teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya.

Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria American College of Obstetricians Gynecologists ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :

1. Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien

2. Perdarahan uterus berlebihan :

a. Perdarahan yang banyak bergumpal – gumpal atau berulang – ulang selama lebih dari 8 hari

b. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis 3. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :

a. Nyeri hebat dan akut

b. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis c. Penekanan buli – buli dan frekuensi urine yang berulang – ulang dan

tidak disebabkan infeksi salurah kemih

c) Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma sub

(13)

serosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi dilakukan karena keinginan memperoleh anak akan terjadi kehamilan adalah 30 – 50 %. Perlu disadari bahwa 25 – 35 % dari penderita tersebut akan masih memerlukan histerektomi. (Prawiroharjo S, 1999)

d) Penanganan Radio Terapi

Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Radio terapi ini hanya dikerjakan kalau terdapat berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause.

Radio terapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontrak indikasi untuk tindakan operatif akhir – akhir ini kontrak indikasi tersebut makin berkurang. Radio terapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.

1. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient) 2. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu

3. Bukan jenis sub mukosa

4. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum

5. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menapause Maksud dari radio terapi adalah untuk menghentikan perdarahan. (Prawiroharjo S, 1999)

G. KOMPLIKASI

1. Pendarahan sampai terjadi anemia 2. Torsi tangkai mioma dari :

a. Mioma uteri sub serosa b. Mioma uteri sub mukosa

3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi 4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan

a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan 1. Infertilitas

(14)

3. Persalinan prematuritas dan kelainan letak 4. Inersia uteri

5. Gangguan jalan persalinan 6. Perdarahan post partum 7. Retensi plasenta

b. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri

1. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen 2. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai

(Prawiroharjo S, 1999)

H. PENGKAJIAN FOKUS a. Anamnesis

1. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama 2. Kadang – kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air

besar

3. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah b. Pemeriksaan fisik

1. Palpasi abdomen di dapatkan tumor di abdomen bagian bawah

2. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual di dapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglasi

3. Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata c. Gejala klinis

1. Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda masa yang padat kenyal

2. Adanya perdarahan abnormal 3. Nyeri, terutama saat menstruasi 4. Infertilitas dan abortus

d. Pemeriksaan luar

1. Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas

(15)

e. Pemeriksaan dalam

1. Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan

f. Pemeriksaan penunjang

1. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan

2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus, lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur 3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga

pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter

4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma sub mukosa disertai dengan infertilitas

5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis

6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah

(16)

I. PATHWAYS

Sel-sel yang

belum matang Pengaruh estrogen

Mioma uteri

Sub. Mukosa Intra mual Sub Berosa Pecahnya Gangguan kontraksi otot Pembesaran

Pembuluh darah uterus pembuluh darah uterus

Perdarahan pervaginan Penekanan organ

lama dan banyak lain

Mual muntah

Gangguan peredaran

darah

Nekrosa dan Operasi

Resiko tinggi kekurangan cairan

Perlengketan

Pre operasi Pre operasi Nyeri

Informasi Terputusnya jaringan Pengaruh obat tidak adekuat kulit Anestesi Kurangnya Robekan pada jaringan Depresi pusat Support, system saraf perifer pernafasan

penurunan Kurangnya kesadaran pengetahuan Cemas Nyeri akut Pola nafas tidak efektif

Proses epilesasi Terpapar agen

(17)

Pembatasan aktivitas Resiko tinggi infeksi Perubahan pola aktivitas Sumber : Carpenito, 1998

Doengoes, 2000. Ilmu Kandungan Prawiroharjo, 1996

J. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

Fokus intervensi dengan Mioma Uteri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : Pre operasi dan Post operasi.

Pre Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan gangguan peredaran darah

Tujuan : Nyeri dapat mengalami penurunan atau berkurang Intervensi : a. Kaji tingkat nyeri pasien (skala)

Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri

b. Kolaborasi Dengan dokter untuk pemberian obat analgetik Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

c. Atur posisi tidur semalaman mungkin

Rasional : Dengan posisi yang nyaman nyeri dapat berkurang

d. Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi nyeri

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

2. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan muntah

Tujuan : Keseimbangan cairan yang adekuat Turgor kulit baik

Intervensi : a. Hitung balance cairan

Rasional : Untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien b. Pantau tanda – tanda vital

(18)

c. Kolaborasi pemberian cairan parentera

Rasional : Untuk meminimalkan tingkat dehidrasi pasien d. Berikan anti ametik sesuai kebutuhan

Rasional : Untuk meminimalkan iritasi pada lampu e. Pantau hasil laboratorium

Rasional : Untuk mengetahui peningkatan hasil laboratorium

3. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan operasi

Tujuan : Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan operasi

Cemas berkurang

Intervensi : a. Kaji ulang tingkat pemahaman pasien

Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan pengetahuan pasien

b. Gunakan sumber – sumber bahan pengajaran sesuai keadaan

Rasional : Untuk mengetahui sumber teori

c. Pengajaran pra operasi secara individu tentang pembatasan dan prosedur pra operasi

Rasional : Untuk memberikan gambaran kepada pasien d. Informasikan kepada pasien, keluarga atau orang terdekat

tentang rencana prosedur tindakan

Rasional : Meminimalkan tingkat kecemasan keluarga

Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan robekan pada jaringan saraf perifer Tujuan : Ekspresi wajah pasien rileks

(19)

Intervensi : a. Kaji tingkat nyeri pasien (skala)

Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri

b. Kolaborasi Dengan dokter untuk pemberian obat analgetik Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

c. Atur posisi tidur semalaman mungkin

Rasional : Dengan posisi yang nyaman nyeri dapat berkurang

d. Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi nyeri

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi Tujuan : Bunyi nafas normal

Nafas tidak koping hidung Tidak terjadi retraksi dada

Intervensi : a. Atur posisi kepala ekstensi atau sesuai kebutuhan untuk mempertahankan ventilasi

Rasional : Untuk memperlancar jalan nafas

b. Bantu pasien untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam Rasional : Untuk mengefektifkan jalan nafas

c. Akulturasi paru untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 4 jam

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan jalan nafas pasien

d. Kaji adanya hipoksia

Rasional : Untuk mengurangi terjadinya henti nafas e. Monitor Respiratori Rate

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan jalan nafas 3. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah

operasi

Tuijuan : Melakukan aktivitas sesuai kemampuan Kebutuhan tubuh pasien terpenuhi

(20)

Intervensi : a. Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kelemahan pasien b. Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas

sesuai kemampuan pasien

Rasional : Untuk mengetahui tingkat aktivitas pasien c. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari Rasional : Untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan

pasien

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi

Tujuan : Penyembuhan luka tepat waktu Tidak ada tanda – tanda infeksi Intervensi : a. Monitor luka operasi

Rasional : Untuk mengetahui keadaan luka pada pasien b. Rawat luka sesuai prinsip

Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi

c. Pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Rasional : Untuk menghindari terjadinya penularan

penyakit

d. Monitor TTV

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien e. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi (Doengoes, 2000)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dikarenakan persentase susut bobot yang tinggi setelah mengalami masa penyimpanan akan menimbulkan kerutan pada kulit buah sehingga penampilan buah pamelo menjadi

Dari segi praktis, hasil kajian ini diharapkan mampu menjadi suatu panduan bagi bank (kreditur), perusahaan penerbangan (debitur), notaris, akademisi hukum, mahasiswa

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa aktivitas optimum protease fraksi 45% dari isolat bakteri Salmonella sp terjadi pada

Panduan pelayanan ambulance adalah pelayanan transportasi medis Panduan pelayanan ambulance adalah pelayanan transportasi medis dengan menggunakan mobil ambulance,

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas petunjuk dan kehendak-Nya, skripsi dengan judul Analisis Yurididis Sosiologis

Dari hasil rekapitulasi variable kinerja karyawan (Y) didapat rata-rata yang terendah pada pernyataan Karyawan memiliki kemampuan untuk memenuhi target dengan

Untuk pasien seperti ini, beberapa pertanyaan terpilih mengenai nyeri dada dan gejala yang berhubungan (seperti napas pendek atau palpitasi), alergi obat, dan

Langkah awal penilaian kesesuaian lahan adalah melakukan evaluasi sumberdaya lahan yang merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai