• Tidak ada hasil yang ditemukan

Supervisi dan sebagainya), pedoman teknis ini dapat didiskusikan bersama secara intensif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Supervisi dan sebagainya), pedoman teknis ini dapat didiskusikan bersama secara intensif."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

Pedoman Teknis Perluasan Areal Perkebunan TA 2013 i KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Perluasan Areal Tebu dimaksudkan untuk memberikan acuan dan panduan bagi para petugas Dinas Perkebunan khususnya yang menangani perluasan areal tebu, baik di Propinsi, Kabupaten/Kota maupun petugas lapang dalam melaksanakan kegiatan perluasan areal perkebunan yang bersumber dari dana APBN maupun dana lainnya.

Para petugas teknis diharapkan mempelajari dan mencermati pedoman teknis ini dengan seksama sehingga tidak akan terjadi keraguan dalam implementasi kegiatan di lapangan agar dapat tercapai kinerja yang optimal.

Muatan pedoman teknis ini bersifat umum karena berlaku secara nasional sehingga Dinas Perkebunan lingkup Provinsi perlu menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan dan Dinas Perkebunan lingkup Kabupaten/Kota perlu menerbitkan Petunjuk Teknis yang menjabarkan secara lebih rinci pedoman teknis ini sesuai dengan kondisi spesifik daerah masing-masing.

Diharapkan petugas Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta tingkat lapangan memiliki pemahaman yang sama terhadap pedoman teknis ini, sehingga mempermudah gerak dan langkah dalam melaksanakan kegiatan ini. Untuk itu dalam berbagai kesempatan yang ada (misalnya Acara Sosialisasi, Rapat Koordinasi, Rapat Teknis,

(2)

Pedoman Teknis Perluasan Areal Perkebunan TA 2013 ii Supervisi dan sebagainya), pedoman teknis ini dapat didiskusikan bersama secara intensif.

Akhirnya sangat diharapkan komitmen dari berbagai pihak untuk dapat melaksanakan kegiatan ini dengan sebaik-baiknya dalam waktu yang telah ditentukan agar kegiatan ini benar-benar mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya, khususnya bagi petani.

Jakarta, Januari 2013

Direktur Perluasan dan Pengelolaan Lahan,

Ir. Tunggul Iman Panudju, M.Sc NIP. 19580526 198703 1 002

(3)

Pedoman Teknis Perluasan Areal Perkebunan TA 2013 iii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR LAMPIRAN .……… v

I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Tujuan ………. 2

1.3. Sasaran ……….. 2

II. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEGIATAN….... 3

2.1. Pengertian ... 3

2.2. Ruang Lingkup Kegiatan ... 4

III. SPESIFIKASI TEKNIS ……….. 5

3.1. Norma ... 5

3.2. Standar Teknis ... 5

3.3. Kriteria ... 5

3.3.1. Kriteria Lokasi ………. 6

3.3.2. Kriteria Petani ………....…… 7

IV. PELAKSANAAN KEGIATAN ………... 9

4.1. Cara Pelaksanaan ... 9

4.2. Tahapan Pelaksanaan ...………... 9

V. PEMBIAYAAN ... 14

(4)

Pedoman Teknis Perluasan Areal Perkebunan TA 2013 iv

5.2. Pengelolaan Dana ...………... 15

VI. PEMBINAAN, MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ... 16

6.1. Tugas dan Tanggung Jawab Dinas Propinsi ... 16

6.2. Tugas dan Tanggung Jawab Dinas Kabupaten/Kota ... 16

6.3. Format Laporan ...………... 17

6.4. Alur Laporan ………...………... 18

6.5. Bobot Laporan ...………... 19

VII. INDIKATOR KINERJA PERLUASAN AREAL KAWASAN PERKEBUNAN.... ………...… 20

7.1. Indikator Masukan (Input) ... 20

7.2. Indikator Keluaran (Output) ... 20

7.3. Indikator Hasil (Outcome) …………...………... 21

7.4. Indikator Manfaat (Benefit) ………..…..………. 21

(5)

Pedoman Teknis Perluasan Areal Perkebunan TA 2013 v DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Jadwal Palang Kegiatan Perluasan Areal Perkebunan

Tahun 2013... 22

Lampiran 2 Contoh Daftar Calon Petani dan Calon Lokasi

Perluasan Areal Perkebunan………. 23

Lampiran 3 Contoh RUKK Kegiatan Perluasan Areal Perkebunan 24

Lampiran 4 Contoh Pengembangan Kawasan Perkebunan... 26

Lampiran 5a Form PSP 01, Laporan Realisasi Fisik dan

Keuangan Tingkat Kabupaten ... 27

Lampiran 5b Form PSP 02, Laporan Realisasi Fisik dan

Keuangan Tingkat Provinsi ... 28

Lampiran 5c Contoh Outline Laporan Teknis Akhir

Kegiatan Perluasan Areal Perkebunan TA. 2013.... 29

Lampiran 5d Form PSP 03, Laporan Manfaat Tingkat Kabupaten 30

Lampiran 5e Form PSP 04, Laporan Manfaat Tingkat Provinsi ... 31

Lampiran 5f Laporan Dampak Pelaksanaan Kegiatan Perluasan

Areal Perkebunan ... 32

Lampiran 6 Contoh Surat Pernyataan Kesanggupan

Melaksanakan Kegiatan Perluasan Areal

(6)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berawal dari kondisi pergulaan Indonesia yang kurang menggembirakan pada awal reformasi tahun 1998 sampai tahun 2001 serta potensi pengembangan dan pangsa pasar dalam negeri yang masih sangat luas akibat produksi belum dapat sepenuhnya menutupi kebutuhan gula secara keseluruhan, maka Pemerintah bersama Stakeholders pergulaan nasional sepakat untuk meningkatkan produktivitas dan produksi gula nasional. Sejak bergulirnya program Akselerasi Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tebu pada tahun 2002 perjalanan pergulaan nasional telah mencapai swasembada gula konsumsi satu tahun lebih cepat dari targetnya yaitu pada tahun 2008 dengan produksi 2,702 juta ton dan konsumsi 2,69 juta ton. Mulai tahun 2010 target swasembada konsumsi ditingkatkan menjadi swasembada gula nasional selain untuk memenuhi kebutuhan Rumah Tangga juga Industri Makanan, Minuman dan Farmasi melalui program Swasembada Gula Nasional 2010 – 2014. Untuk memenuhi sasaran pencapaian Swasembada Gula Nasional tersebut dilakukan upaya terpadu sektor on farm dan off farm. Melalui peningkatan produktivitas dan rendemen gula secara intensifikasi dan revitalisasi PG serta meningkatkan produksi melalui perluasan dan pembangunan PG baru.

Sebagaimana dipahami bahwa produksi dan produktivitas gula merupakan kunci pokok

(7)

keberhasilan program swasembada gula nasional, oleh karena itu penurunan kualitas teknis budidaya dan kecenderungan penurunan luas areal tanam akibat dari pergeseran kewilayahan pengembangan pada lahan kering yang kurang potensial, yang direfleksikan oleh merosotnya minat petani sebagai reaksi rasional terhadap rendahnya pendapatan riil dan nilai tukar (term of trade) selama satu dekade terakhir perlu menjadi perhatian kita semua.

Keterbatasan modal petani menyebabkan ketidakmampuan petani untuk melakukan perbaikan teknik budidaya dan perluasan areal. Hal ini berakibat proporsi luasan tanaman keprasan yang semakin meluas disetiap tahunnya dan pengembangan areal baru semakin jauh dari harapan. Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mengupayakan untuk menambah jumlah modal kerja petani berupa kredit program dengan subsidi bunga, akan tetapi kurang dimanfaatkan secara optimal oleh petani disebabkan bukan saja jumlahnya tidak memadai akan tetapi juga penyalurannya selalu terlambat dan prosedur yang masih dirasakan sulit oleh petani. Kondisi semacam ini akan semakin menambah sulitnya meningkatkan produksi dan produktivitas gula nasional, jika tidak didukung dengan kebijakan dan program pemerintah yang akomodatif. Apalagi jika melihat kondisi perubahan iklim global yang tengah terjadi saat ini, petani membutuhkan sebuah keyakinan dan dukungan yang kuat untuk mempertahankan dan meningkatkan perluasan garapannya.

(8)

Kondisi industri gula berbasis tebu secara umum di Indonesia sangat tergantung dari pasokan bahan baku tebu yang sebagian besar masih mengandalkan tebu rakyat, yang baik jumlah maupun mutunya cenderung menurun, sementara pabrik gula bekerja dibawah kapasitas sehingga efisiensinya menjadi rendah, hal ini tergambar dari masih tingginya rata-rata Biaya Pokok Produksi ditingkat petani dan Harga Pokok Produksi disebagian besar PG yang ada. Kemitraan antara petani dengan PG yang seharusnya terikat erat serta sinergis belum berjalan sebagaimana mestinya dan belum mencapai kesepakatan yang konsisten. Hal ini dapat dilihat antara lain dengan adanya beragam dasar pembelian kepada petani yaitu adanya pola beli putus tebu dan masih banyak tebu yang wira-wiri.

Kondisi diatas jika tidak ditangani akan membawa dampak ekonomi dan sosial cukup luas mengingat industri gula sampai saat ini masih tergolong industri dengan serapan tenaga kerja cukup besar dan pada gilirannya dapat membuat Indonesia dengan jumlah penduduk nomor empat terbesar di dunia akan sangat tergantung pada negara produsen gula dunia, yang lebih lanjut dapat mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial dan politik.

Pada tahun 2007, khusus untuk Jawa, telah diprogramkan upaya khusus berupa harmonisasi komposisi tanaman tebu rakyat seluas 301.760 Ha dengan perbandingan tanaman pertama (Plant Cane/PC) dan tanaman keprasan (ratoon) yakni 33 : 67%, dimana PC merupakan hasil dari bongkar ratoon dan upaya perluasan areal sedangkan ratoonnya

(9)

hanya maksimal 3 hingga 4 kali.Demikian juga untuk luar Pulau Jawa, yang mulai dilaksanakan tahun 2006 melalui revitalisasi tanaman dengan bongkar ratoon, rawat ratoon dan perbaikan bahan tanam yang diharapkan dapat mendongkrak produktivitas tanaman serta perluasan areal tanaman dengan memanfaatkan potensi yang ada dan pendirian pabrik gula baru oleh investor sebagai upaya peningkatan produksi.

Upaya ini membutuhkan dukungan benih bermutu, insentif pembongkaran tanaman ratoon dan perluasan areal yang setiap hektar membutuhkan pembiayaan yang relatif mahal serta upaya lain yang menunjang. Oleh karena itu, pemerintah harus turun tangan untuk membantu membiayai agar program bisa berjalan. Melalui dana APBN yang disalurkan antara lain dalam bentuk Dana Bantuan Sosial sebagai Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) ditujukan untuk membantu petani memperluas dan merehabilitasi tanamannya, serta pada waktunya memupuk modal usaha dan membangun lembaga usaha milik petani yang lebih kokoh.

Sejak tahun anggaran 2011 dan selanjutnya, fokus kegiatan yang akan dilaksanakan pada dasarnya melanjutkan kegiatan yang telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya yakni berupa penyediaan bibit/benih unggul bermutu melalui Pembangunan Kebun Bibit Datar kultur jaringan yang sesuai dengan tipologi wilayah, iklim dan kemasakan tanaman, pemberdayaan petani dalam upaya meningkatkan kemampuan dan ketrampilan petani, perluasan areal tanaman yang merupakan bagian penting dalam

(10)

upaya peningkatan produksi gula, ditambah bongkar ratoon/rawat ratoon dalam upaya pemenuhan rasionalisasi atau peningkatan mutu bahan tanam untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu dan hasil gula.

Pada tahun 2012 dilakukan Kegiatan Pencapaian Swasembada Gula Nasional merupakan bagian dari Kegiatan Pembangunan Perkebunan serta sebagai perwujudan pemberdayaan masyarakat pertanian perkebunan, dilaksanakan melalui penyaluran Dana Bantuan Sosial kepada petani dalam bentuk Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dengan sumber pembiayaan berasal dari dana APBN

Adapun rencana kegiatan yang dibiayai APBN TA 2012 adalah:

1. Perluasan areal (ekstensifikasi) 2. Pembangunan Kebun Bibit Datar 3. Penataan Varietas Tanaman Tebu 4. Penilaian Penangkar Benih Tebu

5. Pengembangan Pertanian Terpadu Tebu - Ternak 6. Pemberdayaan dan Penguatan Kelembagaan

Petani Tebu

7. Bantuan Alat Pengairan

8. Bantuan Traktor dan Implement

9. Pemetaan Kecocokan Lahan Untuk Pengembangan Tebu dan Pengembangan Beberapa Varietas (Uji Adaptasi)

10. Rekruitmen Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Pembantu Lapang TKP

Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Teknis Penanaman Tebu Tahun 2012 yang disusun mengacu

(11)

kepada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2012 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 156/PMK.07/2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Sedangkan pelaksanaan di lapangan mengacu kepada Petunjuk Pelaksanaan yang disusun oleh Provinsi dan Petunjuk Teknis oleh Kabupaten.

Pembangunan Kebun Bibit Datar dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan merupakan hasil dari penataan varietas (sebagaimana Pedoman Penataan Varietas Tahun 2009) dan secara teknis mengacu kepada Permentan No. 39/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.

Pemberdayaan dan Penguatan Kelembagaan Petani Tebu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan kemampuan kelembagaan petani atas dasar kondisi lapangan serta lembaga petani yang ada di masing-masing lokasi dengan mengacu kepada Pedoman Pemberdayaan Petani Tebu (Tahun 2011). Selain sumber dana APBN, pengembangan tebu juga dapat berasal dari sumber dana lain yaitu Kredit Perbankan melalui Skim KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi) yang pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor

(12)

198/PMK.05/2010 (Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Dengan berkembangnya situasi, saat ini sedang diproses usulan bahwa Koperasi Tebu yang Bankable dapat menjadi avalis bagi anggotanya yang memanfaatkan dana KKP-E.

B. Sasaran Nasional

Sasaran yang diharapkan dari perluasan areal tanaman tebu adalah:

a. Berkembangnya usaha petani tebu melalui peningkatan penguasaan lahan garapan.

b. Peningkatan pendapatan petani dan pemenuhan kebutuhan kapasitas PG Lama maupun PG Baru melalui peningkatan produksi tebu.

c. Peningkatan produksi gula dalam rangka pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri melalui target swasembada gula nasional.

d. Memperkuat, memperluas dan terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis tebu di kawasan pabrik gula secara lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan.

e. Meningkatnya daya saing produksi gula petani melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha yang didukung oleh usaha jasa lainnya, serta berkembangnya upaya pengembangan produk (product development).

Sedangkan sasaran dari dana TP APBN 2012 adalah untuk mendukung keberhasilan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan dengan fokus Swasembada Gula Nasional.

(13)

C. Tujuan

Perluasan areal tanaman tebu rakyat dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan lahan garapan petani dan meningkatkan produksi serta pendapatan petani dalam memenuhi kebutuhan pasokan bahan

baku pabrik gula dalam rangka pencapaian

swasembada gula nasional. Sedangkan perluasan areal tebu bertujuan untuk mempertahankan dan

meningkatkan luasan areal pertanaman tebu

sehingga mampu memenuhi kebutuhan bahan baku PG baik kapasitas yang ada maupun pembangunan PG baru yang akan segera beroperasi.

Kegiatan pembangunan Kebun Bibit Datar Tebu dan Penataan Varietas dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan ketersediaan bibit/benih unggul bermutu dan sehat dengan jenis sesuai dengan kondisi lokasi areal tebu serta tingkat kemasakan yang dibutuhkan, yang penyediaannya dilakukan dengan cepat dan terjamin bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

Pengembangan Pertanian Terpadu Tebu – Ternak, dimaksudkan untuk menciptakan pengembangan usahatani secara terpadu antara komoditi yang saling menunjang. Pucuk tebu diharapkan dapat diproses sebagai sumber pakan ternak, sedangkan kotoran ternak beserta seresah dapat sebagai pupuk pada lahan tebu.

Pemberdayaan dan Penguatan Kelembagaan Petani Tebu, bertujuan untuk memberdayakan petani dan lembaga petani agar mampu mandiri dan tangguh dalam berusaha tani. Pemberdayaan petani dan

(14)

lembaga petani ditumbuhkan melalui berbagai pelatihan dan penyuluhan/pendampingan sehingga dapat meningkatkan kemampuan teknis, adminstratif, manajerial dan organisasi serta memberi respon yang tepat terhadap berbagai perubahan. Dengan demikian petani selanjutnya mampu mengendalikan masa depannya dan mendorong agar lebih mandiri.

Bantuan Alat Pengairan diberikan kepada daerah-daerah yang mengalami masalah pengairan khususnya untuk di daerah kering dan diutamakan untuk kegiatan Pembangunan Kebun Bibit. Diharapkan dengan adanya alat pengairan, maka usahatani tebu dapat menghasilkan produktivitas yang optimal.

Traktor, merupakan kebutuhan dasar petani tebu untuk membuka lahannya dalam rangka bongkar ratoon dan perluasan tanaman tebu. Bantuan Traktor diharapkan dapat dikelola sebagaimana mestinya dan dimanfaatkan oleh petani tebu secara optimal dengan pengaturan yang adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

D. Pengertian

Dalam implementasi Pedoman Teknis Pelaksanaan Penanaman Tanaman Tebu beberapa istilah yang perlu dipahami adalah sebagai berikut:

1. Perluasan areal merupakan upaya percepatan

peningkatan luas areal pertanaman tebu untuk meningkatkan produksi tebu sebagai pemenuhan

(15)

kebutuhan bahan baku PG dan peningkatan produksi gula.

2. Pembangunan Kebun Bibit tebu adalah pembangunan kebun bibit/benih yang berasal dari bibit/benih kultur jaringan maupun bibit/benih berjenjang.

3. Bibit/benih kultur jaringan tebu adalah bibit/benih yang berasal dari jaringan tebu yang dibiakkan di media khusus.

4. Bibit/benih G2 adalah bibit/benih yang berasal dari kultur jaringan yang telah mengalami aklimatisasi dan siap untuk diaplikasikan di pendederan.

5. Penangkar Profesional adalah perorangan atau lembaga atau institusi yang pernah berhasil melakukan penangkaran benih tebu paling tidak selama 2 (dua) kali berturut-turut.

6. Kelompok Tani adalah sekumpulan petani tebu yang sepakat membentuk kelompok dan atau bagian terkecil dari kelembagaan petani tebu berupa Petani Tebu Rakyat atau yang sejenis dengan tujuan mengusahakan dan mengembangkan usaha berbasis tanaman tebu secara profesional.

7. Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) adalah kelembagaan Koperasi yang mengelola tebu, yang selanjutnya disebut Koperasi, adalah Koperasi yang dibentuk oleh dan beranggotakan para petani tebu serta berbadan hukum.

(16)

8. Kelompok Sasaran penerima Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah Kelompok Tani yang usahanya berbasis tanaman tebu di Wilayah PG.

9. Koperasi Primer adalah sekumpulan petani tebu atau kelompok petani tebu yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama dalam mengelola usaha tani tebu, yang berkedudukan di wilayah kerja Pabrik Gula.

10. Koperasi Sekunder adalah sekumpulan koperasi primer yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama dalam pengembangan agribisnis berbasis komoditas tebu, yang berkedudukan di Provinsi.

11. Pemberdayaan Kelompok Sasaran adalah upaya fasilitasi agar petani mampu menggunakan potensi dan kemampuan dalam melakukan agribisnis tebu untuk mencapai tujuan mensejahterakan petani anggotanya. Pemberdayaan disini mencakup upaya pada aspek produksi, bisnis, manajemen dan aspek peningkatan sumber daya manusia.

12. Usaha Kelompok Sasaran adalah segala jenis usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Jenis usaha tersebut pada dasarnya sangat luas mulai dari usaha agribisnis tebu sebagai unit usaha pokok hingga jenis usaha komersial lainnya yang berbasis tebu. Tetapi prioritas usaha diarahkan pada peningkatan efisiensi dan produktivitas perkebunan tebu melalui perbaikan mutu

(17)

bibit/benih, rehabilitasi tanaman serta sarana dan prasarana.

13. Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah bantuan yang diperoleh dari eks dana APBN (Bansos) yang disalurkan dalam mendukung penguatan modal untuk usaha kelompok yang selanjutnya dapat diusahakan sebagai penguatan modal dan dikelola secara terorganisasi dengan mekanisme, cara, bentuk ikatan dan pengambilan keputusan yang disepakati bersama sesuai dengan aturan yang berlaku.

14. Kerjasama Operasional (KSO) adalah kerjasama antara dua belah pihak secara temporer untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.

15. Tripple account adalah rekening gabungan atas nama 3 orang yaitu wakil Tim Teknis Provinsi/ Kabupaten, KPTR dan Kelompok Tani yang dibuat sesuai dengan ketentuan untuk mengelola dana PMUK, antara lain pengeluaran dan atau penarikan dana wajib ditandatangani oleh pemegang rekening secara bersama-sama.

16. Tim Teknis Provinsi adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan dengan keanggotaan terdiri dari unsur-unsur terkait : Dinas yang membidangi Perkebunan, wakil Direksi PTPN / PT. Gula, Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR), P3GI dan instansi lain yang dianggap perlu. Keanggotaan Tim Teknis Provinsi disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kemampuan pembiayaan. Tugas Tim Teknis Provinsi adalah menyusun pelaksanaan

(18)

kegiatan dan kebijakan operasional yang dituangkan kedalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak); melakukan pemantauan, pengendalian dan memberikan arahan serta memfasilitasi kelancaran pelaksanaan kegiatan termasuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi.

17. Tim Teknis Kabupaten adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan dengan keanggotaan terdiri dari unsur-unsur terkait : Dinas yang membidangi Perkebunan, Pabrik Gula (PG), Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Wilayah PG dan instansi lain yang dianggap perlu dan mempunyai kompetensi untuk memfasilitasi kelancaran kegiatan.

(19)

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

Pengembangan Tebu Rakyat melalui kegiatan-kegiatan Perluasan areal tanaman Tebu, Pembangunan Kebun Benih/Bibit Datar, Penataan Varietas Tebu, Penilaian Penangkar Benih/Bibit Tebu Kultur Jaringan, Pengembangan Pertanian Terpadu Tebu – Ternak serta Bantuan Alat Pengairan dan Traktor dilaksanakan dengan prinsip pendekatan pemberdayaan petani dengan cara :

1. Pelaksanaan perluasan areal tanaman tebu dengan

penyediaan bantuan benih dan pupuk bersubsidi, serta kebutuhan lainnya yang dilaksanakan pada areal baru bukan areal bongkar ratoon.

2. Pengembangan usaha dilaksanakan dalam manajemen kelompok sasaran untuk meningkatkan efisiensi usaha, memperlancar pengadaan sarana produksi serta meningkatkan posisi tawar petani terhadap mitra usahanya/ Pabrik Gula.

3. Pengembangan manajemen usaha Kelompok Sasaran dilakukan secara profesional dengan partisipasi aktif para anggotanya.

4. Pemanfaatan fasilitasi modal kepada Kelompok Sasaran, motor penggeraknya adalah pada kerjasama yang harmonis antar anggota kelompok sasaran itu sendiri.

5. Pembangunan Kebun Benih/Bibit Datar Tebu dilaksanakan dalam suatu wadah Koperasi Tebu

(20)

Primer bersama-sama dengan penangkar tebu profesional, dan akan menjadi aset Koperasi tersebut. Koperasi pelaksana merupakan koperasi terpilih yang mempunyai kinerja baik pada tahun-tahun sebelumnya.

6. Penataan Varietas Tebu

Penataan varietas tebu dilaksanakan pada wilayah binaan PG bersama-sama antara petugas Dinas yang menangani perkebunan Provinsi dan Kabupaten, pihak Pabrik Gula selaku mitra di wilayahnya dan institusi Risbang.

7. Penilaian Penangkar Bibit/Benih

Penilaian Calon Penangkar Bibit/Benih dilakukan oleh Tim yang terdiri dari unsur Pusat, BBP2TP, Provinsi/UPTD Perbenihan, dan Kabupaten dan selanjutnya ditetapkan oleh Kepala Dinas yang menangani bidang Perkebunan Provinsi.

8. Pengembangan Pertanian Terpadu Tebu-Ternak Setiap paket bantuan terdiri dari ternak sapi potong, bantuan obat-obatan, kandang dan pakan, alat pencacah daun, alat biogas, serta kelengkapan lainnya dengan tetap berpegang pada pendekatan kelompok sesuai dengan tujuan pokok kegiatan. Idealnya setiap paket bantuan ternak sapi potong diharapkan dapat mencapai 50 – 100 ekor / kelompok. Namun mengingat harga setiap ekor sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan cukup beragam, maka pada paket yang ada dapat disesuaikan tergantung ketersedian bibit, kesepakatan dengan petani dan ketersedian anggaran.

(21)

9. Pemberdayaan dan Penguatan Kelembagaan Petani

Dilakukan melalui Peningkatan kapabilitas petani dalam hal kemampuan teknis budidaya, manajemen dan pengembangan organisasi, serta usaha Kelompok dan atau Koperasi melalui Penyuluhan/pendampingan yang dalam imple-mentasi di lapangan dilakukan baik dalam hal teknis budidaya maupun pengelolaan kelembagaan. Pelaksanaannya mengacu kepada Pedoman Pemberdayaan Petani Tanaman Semusim (Tahun 2011).

10. Bantuan Alat Pengairan

Bantuan Alat Pengairan diserahkan kepada Kelompok Tani/Koperasi yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, untuk dikelola dan dimanfaatkan secara bersama.

11. Bantuan Traktor

Pengadaan Traktor dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi, mengacu kepada Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Bantuan Traktor diberikan dalam bentuk pinjam pakai kepada KPTR yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan Pengelolaan Asset Belanja Barang yang berlaku.

12. Pengawalan oleh Tim Teknis Provinsi dan Kabupaten berupa bimbingan teknis dan

(22)

manajemen sejak perencanaan, proses administrasi, pelaksanaan kegiatan, panen, pengelolaan hasil sampai dengan pemanfaatan dana PMUK.

13. Rekruitmen TKP dan PL-TKP

Rekruitmen Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) dan Pembantu Lapang (PL)-TKP dilakukan sesuai dengan prosedur rekruitmen pegawai yang tertuang dalam Pedoman Umum Rekruitmen Tenaga Pendamping Tanaman Semusim Tahun 2012, sehingga diperoleh tenaga yang dapat diandalkan untuk membantu pelaksanaan kegiatan pengembangan tebu dan mendampingi petani dalam melakukan usaha tani tebu.Tenaga Kontrak Pendamping (TKP) merupakan tenaga dengan kualifikasi minimal S1 bidang pertanian, sedangkan Pembantu Lapang (PL)-TKP merupakan tenaga dengan kualifikasi minimal setingkat SLTA, diutamakan bidang Pertanian. TKP dan (PL)-TKP dalam melaksanakan tugasnya ditempatkan di KPTR melalui penugasan Kepala Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi. B. Spesifikasi Teknis

1. Perluasan Tebu (KTG)

a. Pelaksanaan Teknis Perluasan Areal KTG Perluasan areal tanaman tebu dilakukan dilahan sawah atau lahan tegalan dilaksanakan sesuai baku teknis yang mengacu pada Standar, Norma, Pedoman, Kriteria dan Prosedur (SNPKP) serta Pedoman Teknis

(23)

Budidaya yang disesuaikan dengan kondisi wilayah pengembangan setempat.

Persyaratan teknis untuk perluasan areal meliputi 2 (dua) Aspek:

• Aspek Pola bukaan (jarak tanam, lebar guludan, jumlah laci)

• Aspek Agro input (pupuk organik dan anorganik, varietas dan jumlah bibit/benih, katalisator) dilakukan inovasi rakitan tehnik budidaya atau desain produksi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas (back to future).

Kedua aspek tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :

• Aspek pola bukaan lahan:

Jarak tanam tebu yang digunakan adalah 108 Cm, Lebar guludan adalah 64 cm, dengan panjang laci 7,5 m dan jumlah laci 1.120/ha.

• Aspek Agro Input :

Untuk mengetahui kebutuhan unsur hara dalam tanah terlebih dulu dilakukan uji laboratorium analisa tanah di daerah masing-masing. Sebagai acuan kebutuhan

pupuk anorganik, yakni pupuk N =

180kg/ha, pupuk P = 75 kg/ha, K = 75 kg/ha. Kebutuhan bibit/benih per laci sejumlah 30 stek mata atau kurang lebih 6

ton/ha. Bibit/benih yang tidak

(24)

b. Persyaratan Lokasi 1) Iklim

• Curah Hujan 1000-1300 mm/tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering

• Temperatur 240 C - 340 C.

• Sinar matahari 12 - 14 jam tiap hari. • Kecepatan angin kurang dari 10 km/jam. • Kelembaban udara 45 – 65 %.

2) Lahan

• Ketinggian tempat 0 - 1400 m di atas permukaan laut.

• Lahan bergelombang 0-15 %.

• Tanah gembur, mampu menahan air, dan pada kedalaman minimal 50 cm tidak ada lapisan kedap air.

• Kedalaman drainase ± 1 m.

• Lokasi lahan dekat dengan pabrik gula. c. Bibit/Benih

Bibit/benih unggul tebu yang digunakan harus bersertifikat.

d. Teknologi Penanaman

1) Pengolahan Tanah dan Penanaman

a) Persiapan Lahan :

• Dibersihkan dari sisa-sisa tanaman

sebelumnya.

• Dihindari pembukaan lahan dengan cara dibakar.

• pH tanah asam dinetralkan dengan pemberian dolomit.

b) Pengolahan Lahan :

(25)

• Menjelang musim hujan (Pola II).

• Khusus Sumatera Utara dapat dilakukan pada Bulan Januari-Juni.

• Pengolahan tanah cukup dalam (25 cm). • Untuk tanah relatif gembur, bersolum

dalam, dan tanah tidak memiliki lapisan keras : bajak singkal - bajak (garu 32”) - garu akhir (garu 28”) - kair.

• Tegalan yang mempunyai lapisan keras, solum dangkal, bertekstur liat : bajak I - bajak II - garu - subsoiling - kair.

• Pengelolaan ratoon/keprasan: trash

raking – kepras – tining - pupuk. c) Penanaman :

• Jarak kairan 0,95-1,25m. Panjang kairan minimum 50 m.

• Jarak tanaman pusat ke pusat (PKP) 108 cm.

2) Masa Tanam Optimal

a) Pola I: awal musim kemarau sekitar Mei-Agustus.

b) Pola II : awal musim hujan sekitar September-November.

c) Khusus Sumatera Utara dilaksanakan

Januari-Juni.

3) Penggunaan Varietas Unggul dan Bibit/Benih Bermutu

a) Pemilihan varietas yang sesuai lokasi, tipe iklim dan jenis tanah.

b) Komposisi varietas: perbandingan luas tanaman yang bersifat masak awal,

(26)

masak tengah, masak akhir 30:40:30. c) Bibit/benih

• Kebutuhan bibit/benih per laci

sejumlah 30 stek mata per laci atau kurang lebih 6 ton/ha.

• Sumpingan” untuk sulam ditanam pada setiap juring sebanyak 10% dari jumlah benih.

• Bersihkan bibit/benih dari kotoran. • Pada periode I, bibit/benih ditutup

lebih dari 5 cm dan tanah penutup dipadatkan.

• Bibit/benih yang digunakan : (1)

Bibit/benih stek batang/bagal

bersertifikat yang mata tunasnya belum tumbuh dan terdiri atas 2-3 mata, berasal dari kebun bibit datar (KBD).

4) Pemupukan Berimbang dan Penambahan

Pupuk Organik. Jumlah kebutuhan/dosis pupuk disesuaikan dengan standar teknis wilayah setempat.

a) Pola I : pemupukan pertama saat tanam,

pupuk ZA 1/3 dosis dan pupuk SP-36 1 dosis. Pemupukan kedua dilakukan sebelum bumbun kedua, pupuk ZA 2/3 dosis dan pupuk KCL 1 dosis.

b) Pola II : pemupukan pertama saat tanam, pupuk ZA 1/3 dosis, pupuk SP-36 1 dosis, dan pupuk KCL 1/3 dosis. Pemupukan kedua dilakukan sebelum bumbun kedua, pupuk ZA 2/3 dosis dan pupuk KCL 2/3 dosis.

(27)

5) Pemeliharaan Tanaman a) Penyulaman

• Jika dalam barisan tanaman tebu terdapat lebih dari 50 cm kosong (tidak ada tanaman).

• Dilakukan pada umur 4-5 minggu. • Penyulaman II menjelang musim hujan. • Bahan sulam seumur dan varietasnya

sama.

b) Pembumbunan

• Pembumbunan pertama: bersamaan

dengan pemupukan kedua, tanah

sekedar untuk menutupi pupuk.

• Pembumbunan kedua : umur tanaman 3 - 3,5 bulan.

c) Pengendalian gulma

• Secara mekanis : disiang minimal 3 - 4 kali dengan interval tiap minggu.

• Secara kimia : dengan herbisida.

• Sejak awal penanaman sampai umur 4 bulan harus bebas gulma. Jika sampai umur 4 bulan masih terdapat gulma, maka harus disiang secara manual, tidak dengan herbisida.

d) Klentek/ pengelupasan pelepah daun • Klentek I : umur 4 - 5 bulan

• Klentek II : umur 7 - 8 bulan

• Klentek III : umur 1 - 2 bulan sebelum tebang

e) Pengairan

• Tanaman tebu memerlukan pengairan yang maksimal sampai berumur 3 bulan. • Mulsa digunakan jika kemarau lebih dari

(28)

6) Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu.

7) Drainase disesuaikan dengan tinggi

rendahnya permukaan.

e. Panen/Tebang

1) Penentuan saat panen/tebang: dilakukan analisis kemasakan tebu secara periodik (15 hari sekali) sejak 2-3 bulan sebelum mulai giling. Pelaksanaan tebang dilakukan dengan kriteria Manis, Bersih, dan Segar (MBS), penebangan tebu dilakukan dengan cara menebang tebu rata dengan tanah. 2) Hasil tebangan

• Kotoran kurang dari 5%.

• Tebu tunas dan bagian pucuk dibuang. • Untuk keperluan tanaman keprasan,

pangkal tebu disisakan sebatas

permukaan tanah asli (tanah waras). • Tebu harus sudah tergiling maksimal 36

jam setelah tebang.

2. Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD) Tebu Benih/bibit tebu yang digunakan untuk pembangunan KBD adalah benih/bibit kultur jaringan generasi 2 (G2) maupun benih/bibit berjenjang. Penyedia benih/bibit kultur jaringan akan menyalurkan dalam bentuk budset bagal mikro G2 (1 mata tunas). Benih/bibit G2 harus diaklimatisasi terlebih dahulu dengan pendederan selama 1,5 bulan sebelum ditanam di KBD. Selanjutnya benih G2 dikelola seperti budidaya

(29)

KBD pada umumnya yang pada dasarnya sama dengan Teknis Budidaya Penanaman Tebu.

Panen dilakukan pada umur 6-7 bulan. Bentuk bibit/benih untuk KTG berupa bagal normal, sama dengan Bibit/benih KTG yang berasal dari KBD konvensional.

Alur benih kultur jaringan :

G2  dederan 1,5 bulan  KBD 6-7 bulan  KTG. 3. Penataan Varietas Tanaman Tebu

Penataan varietas tebu bertujuan untuk optimalisasi produktivitas melalui pengaturan penggunaan varietas tebu berdasarkan :

• Kesesuaian tipologi wilayah

• Rencana tebang sesuai sifat kemasakan • Optimalisasi dan dinamisasi potensi varietas Tahapan pelaksanaan penataan varietas adalah : 3.1. Identifikasi tipologi wilayah berdasarkan :

• Tekstur (B = Berat, R= Ringan)

• Ketersediaan air (P = Berpengairan, H = Tadah hujan)

• Drainase (L = Lancar, J = Jelek)

3.2. Pembuatan peta digital tipologi wilayah PG. 3.3. Penetapan proporsi kemasakan ideal sesuai

tipologi.

3.4. Penyusunan action plan dari kondisi saat ini menuju kondisi ideal.

3.5. Penetapan varietas berdasarkan tipologi dan sifat kemasakan.

3.6. Perencanaan tanam dan tebang yang sesuai dengan kemasakan.

(30)

3.7. Menyelenggarakan uji adaptasi untuk menyediakan varietas pengganti.

3.8. Integrasi data dan peta digital untuk membangun sistem pendukung pengambilan keputusan berbasis GIS.

Pelaksanaan kegiatan Penataan Varietas dimasing-masing provinsi dilakukan secara terkoordinasi oleh Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi, PG, P3GI, Puslitbangbun, B2P2TP dan Direktorat Tanaman Semusim.

4. Penilaian Penangkar BenihTebu

Penilaian penangkar benih tebu dilaksanakan dalam rangka memilih petani penangkar yang benar-benar mampu dan mau melaksanakan penangkaran benih tebu dengan melaksanakan pembangunan Kebun Benih Kultur Jaringan.

Adapun ruang lingkup kegiatan sebagai berikut : a. Penilaian calon petani pelaksana Pembangunan

Kebun Benih asal Kultur Jaringan dan Calon Penangkar, dilaksanakan oleh Tim Teknis Provinsi.

b. Penetapan calon petani pelaksana Pembangunan Kebun Benih asal Kultur Jaringan dan Calon Penangkar oleh Kepala Dinas yang menangani Perkebunan.

c. Workshop, dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan dan pembangunan kebun bibit/benih tebu, bekerjasama dengan Puslitbangbun/PG serta Calon Penyedia benih, di masing-masing daerah.

(31)

5. Pemberdayaan / Pelatihan Petani / Kelembagaan Petani Tebu.

Pemberdayaan petani/kelembagaan petani adalah serangkaian upaya fasilitasi, bimbingan, pendampingan pada suatu proses yang berkelanjutan untuk upaya meningkatkan kemampuan petani/kelembagaan petani dalam pengembangan usaha/kegiatan taninya secara mandiri dan berkelanjutan.

Pemberdayaan petani/kelembagaan petani mengacu kepada Buku Pedoman Pemberdayaan Petani Tanaman Semusim (Tahun 2011).

Kegiatan pelatihan pemberdayaan petani/ kelembagaan petani dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi/Kabupaten bekerjasama dengan Balai Penelitian, PG, Balai Latihan Pertanian ataupun Lembaga yang terkait lainnya. 6. Bantuan Alat Pengairan

Bantuan Alat Pengairan merupakan pemberian fasilitasi dalam bentuk pompa air dan perlengkapannya untuk pemeliharaan tanaman guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman yang pengadaannya bersifat kontraktual sesuai dengan jenis belanjanya (Belanja Peralatan dan Mesin untuk diserahkan kepada Masyarakat). Spesifikasi Teknis Alat Pengairan dapat dilihat pada lampiran 3.

7. Bantuan Traktor dan Implement

Bantuan alat pengolah tanah berupa Traktor dan Implement (perlengkapannya) yang merupakan

(32)

kebutuhan dasar petani tebu dalam rangka pembukaan lahan untuk perluasan areal tebu dan bongkar ratoon, diberikan guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman dengan spesifikasi yang cocok untuk lahan perkebunan khususnya tanaman tebu.

Spesifikasi teknis Traktor dan Implement dapat dilihat pada lampiran 4 dan dapat disesuaikan dengan kondisi lokasi sepanjang perubahannya tidak bersifat mendasar.

(33)

III.PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

Pelaksanaan kegiatan pengembangan tebu rakyat dilaksanakan pada sentra pengembangan tebu dan atau pengembangan wilayah baru. Pengelolaan kegiatan perluasan areal dilaksanakan oleh dinas teknis provinsi dan kabupaten serta Pabrik Gula (PG) sebagai pembina teknis.

Ruang lingkup kegiatan pembangunan kebun benih / bibit dimulai dari perencanaan, penataan kelembagaan / organisasi pelaksana dan pengelola kebun benih/bibit, pelaksanaan pembangunan kebun bibit, monitoring, evaluasi dalam kegiatan yang terkoordinasi. Diharapkan keberhasilannya akan mendorong kemampuan usaha mandiri koperasi.

B. Pelaksana Kegiatan

Kegiatan Pengembangan Tanaman Tebu Rakyat dilaksanakan oleh petani / kelompok tani / KPTR dengan pembinaan teknis dari dinas provinsi dan dinas kabupaten/kota yang membidangi perkebunan serta berkoordinasi dengan pabrik gula. Kegiatan ini dapat pula dilakukan dengan pola Kerjasama Operasional antara Kelompok Tani/KPTR dengan Pabrik Gula.

Tahapan dalam pelaksanaan kegiatan adalah :

1. Penentuan Petani / Kelompok Tani / Koperasi Sasaran.

(34)

Pada dasarnya Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat menetapkan sendiri kriteria calon Kelompok Sasaran pelaksana pengembangan tebu sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi dan budaya di masing-masing daerah. Namun demikian perlu dipedomani kriteria umum yang mempertimbangkan prinsip-prinsip keberhasilan pencapaian sasaran, keadilan dan tertib administrasi serta mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Kriteria acuan umum dimaksud adalah :

a. Sasaran peserta penerima bantuan adalah Kelompok Tani/Koperasi Tebu.

b. Petani/Kelompok Tani/Koperasi Sasaran mempunyai lahan usaha tebu dan bagi Petani/Kelompok Tani telah menjadi anggota Koperasi Tebu.

c. Kelompok Tani/Koperasi Sasaran memiliki kemampuan menerapkan teknologi anjuran secara penuh.

d. Kelompok Tani/Koperasi Sasaran tidak sedang bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan lainnya.

Disamping kriteria tersebut diatas, terdapat kriteria khusus sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan, yaitu :

a. Perluasan Tebu (KTG), diperuntukkan bagi Kelompok Tani yang sudah terbentuk (dapat merupakan bentukan baru) dan mempunyai lahan usaha baru (bukan bongkar ratoon) serta berminat dalam pengembangan tanaman tebu.

(35)

b. Pembangunan Kebun Bibit Datar Tebu, dikelola oleh Koperasi Primer atau Sekunder (Tebu) yang mempunyai kinerja baik pada tahun-tahun sebelumnya serta mempunyai komitmen tinggi bekerjasama dengan penangkar profesional. c. Penataan Varietas Tanaman Tebu, dilaksanakan

oleh Dinas Provinsi yang menangani Perkebunan bersama-sama dengan Dinas Kabupaten/Kota yang menangani Perkebunan, PG di wilayah kerjanya serta Petani Tebu.

d. Penilaian Calon Penangkar Benih Tebu, dilaksanakan oleh Tim yang terdiri dari unsur Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani Perkebunan dan B2P2TP, untuk menetapkan Penangkar Bibit/benih yang mempunyai kapabilitas dalam melakukan penangkaran bibit/benih tebu asal kultur jaringan/budsett.

e. Pemberdayaan Petani Tebu, dilaksanakan oleh Dinas Provinsi yang menangani Perkebunan bersama-sama dengan Dinas Kabupaten/Kota yang menangani Perkebunan, bekerjasama dengan Balai Penelitian, Balai Latihan Pertanian ataupun Lembaga yang terkait lainnya.

f. Bantuan Alat Pengairan

Bantuan Alat Pengairan dilaksanakan oleh Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan bersama-sama dengan Dinas Kabupaten/kota yang membidangi Perkebunan. Sasaran penerima bantuan Alat Pengairan (Pompa Air) adalah

(36)

kelompok tani yang berada di daerah pengembangan tanaman tebu yang mengalami masalah pengairan.

Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan mengadakan pelatihan kepada kelompok tani penerima alat pengairan tentang perawatan mesin dan operasionalnya. Sedangkan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan menyiapkan calon operator untuk mengoperasikan Alat Pengairan tersebut.

g. Bantuan Traktor dan Implementnya

Bantuan Traktor dan Implementnya, dilaksanakan oleh Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan bersama-sama dengan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan. Sasaran penerima bantuan traktor dan implement (perlengkapannya) adalah kelompok tani yang dikelola oleh KPTR dan menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana untuk pengembangan usaha taninya, namun memiliki potensi untuk dikembangkan.

Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan mengadakan pelatihan kepada kelompok tani penerima traktor tentang perawatan mesin dan operasional traktor. Sedangkan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan menyiapkan calon operator untuk mengoperasikan traktor tersebut.

Seleksi Petani/Kelompok Tani/Koperasi Sasaran, dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten dan Tim Teknis Provinsi. Hasil seleksi selanjutnya ditetapkan dengan surat keputusan Bupati atau

(37)

pejabat Dinas teknis yang menangani perkebunan di Kabupaten yang ditunjuk, untuk kemudian diusulkan kepada Dinas Perkebunan Provinsi untuk ditetapkan sebagai petani/kelompok tani sasaran pelaksana kegiatan pengembangan tanaman tebu rakyat.

Persyaratan dan mekanisme seleksi serta penetapan sasaran demikian juga dengan operasional pelaksanaannya di lapangan diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi, dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang ditetapkan oleh Dinas teknis yang menangani Perkebunan di Kabupaten/Kota dengan mengacu kepada Pedoman Teknis Pelaksanaan ini dan Pedoman lain yang berkaitan terutama yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian serta Kesepakatan KPTR yang telah disetujui oleh 2/3 anggotanya.

2. Sosialisasi kepada Calon Petani/Kelompok Tani/Koperasi Sasaran.

Sosialisasi dilaksanakan oleh Tim Teknis Provinsi dan Kabupaten baik sebelum seleksi Petani/Kelompok Tani sasaran maupun sesudah seleksi atau pada awal kegiatan lapangan dilaksanakan.

3. Pengajuan dan Penyaluran Dana.

Pengajuan dan penyaluran dana dari APBN dilaksanakan sesuai dengan Mekanisme dan Tata Cara Pengajuan dan Penyaluran Dana sebagaimana ketentuan yang berlaku.

(38)

4. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan.

Pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan dilaksanakan oleh Ditjen Perkebunan, Tim Teknis yang terdiri dari Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan serta instansi terkait dan Pabrik Gula di wilayah binaan masing-masing.

5. Monitoring, Evaluasi Dan Pelaporan

Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan kegiatan yang merupakan wujud pertanggungjawaban dari pelaksanaan kegiatan

C. Lokasi, Jenis dan Volume

Kegiatan pengembangan tebu dilaksanakan di wilayah pengembangan industri gula berbasis tebu (PG) yang berlokasi di Pulau Jawa dan Luar Jawa. Adapun volume perluasan areal disesuaikan dengan potensi wilayah dan kemampuan pengelolaan oleh daerah, dengan rincian sebagaimana terlihat pada lampiran.

(39)

IV. PROSES PENGAJUAN DAN PENYALURAN DANA BANTUAN SOSIAL KEPADA PETANI

Tatacara pemanfaatan anggaran untuk Uang Persediaan (UP), Tambahan Uang Persediaan (TUP) dan pengadaan langsung (LS) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan nomor : PER-11/PB/2011 tanggal 18 Februari 2011 (Perubahan atas PER-66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2006) tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN, dan pelaksanaan di lapangan mengacu kepada Permentan No. 02/Permentan/ OT.140/1/2012 tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2012.

A. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana Bansos

Penyaluran dana dilakukan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat. Penyaluran dana Bantuan Sosial mekanisme LS dilaksanakan dengan pemindah bukuan (transfer) dana dari rekening Kas Negara kepada rekening Kelompok sasaran. Prosedur penyaluran dana penguatan modal kelompok sasaran dilakukan sebagai berikut :

1. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Kelompok Sasaran disahkan/ditandatangani Ketua Kelompok Sasaran, 3 (tiga) anggota Kelompok Sasaran dan diketahui/disetujui oleh Ketua Tim Teknis Kabupaten. Dengan mensyaratkan 5 (lima) tanda

(40)

tangan tersebut diharapkan dapat diminimalkan kemungkinan penyalahgunaan modal bersama. 2. Ketua kelompok sasaran menyampaikan RUK yang

dilampiri dengan nama-nama anggota calon penerima Bantuan Sosial kepada Ketua Tim Teknis Kabupaten. Selanjutnya Ketua Tim Teknis Kabupaten menyiapkan usulan sesuai rekapitulasi RUK yang disampaikan kepada Satuan Kerja di Provinsi

3. Ketua Kelompok sasaran membuka rekening kelompok pada Kantor Cabang Bank terdekat dan memberitahukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kabupaten.

4. Ketua kelompok sasaran mengusulkan RUK kepada PPK setelah diverifikasi oleh Tim Teknis dan disetujui oleh Ketua Tim Teknis.

5. PPK meneliti rencana usaha Kelompok dari masing-masing kelompok yang akan dibiayai, selanjutnya mengajukan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Provinsi, Kemudian KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) dengan lampiran sebagai berikut:

• SK Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tentang Penetapan Kelompok Sasaran.

• Rekapitulasi RUK dengan mencantumkan : nama Kelompok Sasaran dan calon penerima PMUK, nomor rekening atas nama Ketua Kelompok Sasaran, nama dan alamat kantor Cabang Bank tempat nomor rekening Ketua Kelompok, dan jumlah dana

• Kwitansi harus di tanda tangani oleh Ketua Kelompok Sasaran dan diketahui/disetujui oleh

(41)

Ketua Tim Teknis Kabupaten yang bersangkutan dan Ketua Tim Teknis Provinsi.

• Surat Perjanjian Kerjasama antara Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen dengan kelompok sasaran tentang pemanfaatan dana Bantuan Sosial.

6. Atas dasar SPP-LS, Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (PPPP) menguji dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS), selanjutnya KPA menyampaikan SPM-LS ke KPPN Provinsi setempat.

7. Dalam penyaluran penguatan modal Kelompok Sasaran dengan sistem LS, KPPN tidak melakukan pemotongan pajak.

8. Pajak yang timbul sebagai akibat transaksi antara kelompok dengan pihak ketiga diselesaikan oleh pihak ketiga tersebut sebagai wajib pajak.

B. Pencairan dana pada Kantor Cabang Bank dilakukan sebagai berikut :

1. Berdasarkan RUK yang telah disepakati Ketua Kelompok Sasaran dapat mengajukan permintaan penarikan dana kepada Bank yang disetujui oleh Ketua Tim Teknis Kabupaten.

2. Jumlah dana yang ditarik sesuai dengan kebutuhan dan jadwal pemanfaatannya.

(42)

Usulan RUK Rekomendasi

SP2D

Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana Bansos

KUASA PENGGUNA

ANGGARAN PROVINSI Pejabat Penguji dan Perintah

Pembayaran (P4) KPPN BANK Kelompok Sasaran Tim Teknis Kabupaten PPK SPP-LS SPM-LS P e l a p o r a n P e l a p o r a n P e n g a w a l a n RUK & Pelaporan Pembinaan Dan Pengawalan Pencairan Pembukaan Rekening Kelompok Sasaran dan Usulan Pencairan

(43)
(44)

C. Pemanfaatan, Penyaluran dan Pengembalian Dana Pemupukan Modal Usaha Kelompok.

Dana yang disalurkan kepada Petani/Kelompok Tani/Koperasi Sasaran berupa dana Bantuan Sosial (APBN) merupakan penyertaan modal usaha guna penguatan modal usaha kelompok yang selanjutnya terus dipupuk menjadi dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dan digunakan untuk usaha tani tebu (on farm).

Pemanfaatan, penyaluran dan pengembalian Dana Pemupukan Modal Usaha Kelompok (PMUK) diatur sesuai dengan ketentuan yang ada serta kesepakatan 2/3 (dua per tiga) anggota Koperasi dan menggunakan rekening tripple account. Sebagai fungsi koordinatif, Dinas Perkebunan Provinsi dapat mengaturnya pada Petunjuk Pelaksanaan yang diterbitkan.

D. Mekanisme Pengadaan, Penyaluran Bantuan Alat Pengairan dan Traktor serta Implementnya Mekanisme pengadaan dan penyaluran bantuan alat pengairan dan traktor serta implementnya sebagai berikut :

1. Mekanisme pelaksanaan pengadaan dan penyaluran Bantuan Alat Pengairan Sumber Dana APBN T.A 2012 adalah sebagai berikut:

a. Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi membuat juklak dengan mengacu pedoman teknis dari Pusat, yang mengatur teknis pelaksanaan pengadaan dan penyaluran bantuan alat pengairan;

(45)

b. Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi melaksanakan sosialisasi kepada Kabupaten tentang alokasi pengadaan dan penyaluran bantuan alat pengairan, prosedur pelaksanaan usulan dari Kabupaten;

c. Kriteria penerima bantuan alat pengairan adalah wilayah yang mendapatkan kesulitan pengairan, diutamakan untuk pengairan di lokasi pembibitan;

d. Proses pengadaan bersifat kontraktual dan mengacu kepada Peraturan yang berlaku. Setelah kontrak dilakukan Dinas Provinsi menyerahkan kepada Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan untuk disalurkan kepada Masyarakat yang sudah bergabung dalam koperasi yang berbadan hukum (KPTR). 2. Mekanisme Pengadaan, Penyaluran Bantuan

Traktor berikut Implementnya, sumber dana APBN T.A 2012 (Belanja Barang)

a. Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi membuat juklak dengan mengacu pedoman teknis dari Pusat, yang mengatur teknis pelaksanaan pengadaan dan penyaluran bantuan traktor berikut implementnya.

b. Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi melaksanakan sosialisasi kepada Kabupaten tentang alokasi pengadaan dan penyaluran bantuan traktor dan implementnya, prosedur pelaksanaan usulan dari Kabupaten,

c. Kriteria penerima bantuan alat traktor adalah wilayah yang mendapatkan kegiatan perluasan dan bongkar ratoon dengan kondisi lahan yang sulit diolah dengan manual

(46)

d. Proses pengadaan bersifat kontraktual dan mengacu kepada Peraturan yang berlaku. Setelah kontrak dilakukan Dinas Provinsi menyerahkan kepada Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan untuk disalurkan kepada Masyarakat yang sudah bergabung dalam koperasi yang berbadan hukum (KPTR), yang dikelola dalam bentuk UPJA dalam bentuk lain yang menguntungkan.

E. Sanksi

Penggunaan dana TP (Bantuan Sosial) dan Dekon yang tidak sesuai dengan RUK, tidak dibenarkan dan apabila terjadi penyimpangan pemanfaatan diselesaikan terlebih dahulu secara musyawarah dan mufakat. Namun apabila tidak terjadi kesepakatan penyelesaiannya dapat menempuh jalur hukum. Apabila terjadi penyimpangan penggunaan dana, perlu dibentuk tim khusus untuk penyelesaian masalah tersebut. Tim dibentuk berdasarkan SK Kepala Dinas yang membidangi perkebunan tingkat Provinsi. Tim yang dibentuk terdiri dari unsur-unsur : Tim Teknis Provinsi, Kabupaten, Koperasi Sekunder dan Primer serta Lembaga Hukum di wilayahnya masing-masing.

F. Penataan Organisasi Usaha Kelompok Sasaran Organisasi usaha Kelompok Sasaran harus dapat mengakomodasi perkembangan usaha masing-masing anggotanya, sehingga harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah bisnis. Dengan demikian

(47)

aturan yang disepakati untuk mengorganisasikan aktivitas usaha setidaknya adalah sebagai berikut : 1. Kelompok sasaran harus dapat menata struktur

organisasi yang tugas dan fungsinya disepakati bersama oleh anggota.

2. Pengurus harus dipilih secara demokratis oleh anggota dan bertanggung jawab kepada anggota. 3. Pengurus menetapkan mekanisme dan tata

hubungan kerja secara partisipatif dan musyawarah antar berbagai komponen yang ada dalam Kelompok Sasaran.

4. Pengurus memfasilitasi proses penyampaian informasi, proses pengambilan keputusan serta proses evaluasi secara partisipatif dan transparan terhadap berbagai hal yang menyangkut kepentingan anggota Kelompok Sasaran.

5. Anggota Kelompok Sasaran melakukan pengawasan terhadap kinerja pengurus dan menyampaikan pendapat/saran perbaikan dalam Rapat Anggota yang intensitas dan frekuensinya ditentukan dan disepakati bersama.

6. Setiap tahun dilakukan audit terhadap Laporan Keuangan KPTR oleh Auditor Independent (sesuai kesepakatan KPTR di Yogyakarta tanggal 25 Februari 2011)

G. Aspek Pemberdayaan Kelompok.

Sesungguhnya ruang lingkup dari aspek dan kegiatan pemberdayaan adalah sangat luas, akan tetapi esensi dari pengertian pemberdayaan adalah “kemandirian“ yaitu bagaimana membantu petani tebu untuk dapat menolong dirinya sendiri. Prinsip yang diterapkan

(48)

adalah setiap anggota kelompok harus dapat berperan dalam proses pengambilan keputusan kelompok, mulai dari perencanaan usaha sampai pemasaran hasil, sehingga pada gilirannya setiap anggota dapat memiliki kemampuan untuk mengelola usahanya sendiri yang terintegrasi dalam kelompok. Dengan mendasari pada permasalahan umum yang dihadapi oleh kelompok dalam mengembangkan usahanya, maka diperlukan kegiatan pemberdayaan kelembagaan petani terhadap aspek-aspek yang meliputi :

1. Aspek manajemen usaha mulai dari penyusunan Rencana Usaha Kelompok (RUK), pengelolaan permodalan, manajemen produksi dan operasi, serta di bidang pengolahan dan pemasaran produk.

2. Aspek manajemen sumber daya manusia, mencakup peningkatan kemampuan teknis, mulai dari pra-produksi, produksi, pasca-panen, pengolahan hasil dan pemasaran.

3. Aspek manajeman organisasi, kelembagaan usaha, seperti kerjasama dalam Kelompok tani, kerjasama antar Kelompok tani, KPTR dan kemitraan usaha dengan Pabrik Gula.

(49)

V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

A. Prinsip Pengelolaan

Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip good governance dan clean government maka kepada pengelola kegiatan, aparatur pemerintah dan masyarakat yang terkait dengan pelaksanaan agar memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Mentaati peraturan perundangan;

2. Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN);

3. Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, transparansi dan demokratisasi;

4. Memenuhi asas akuntabilitas sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

B. Struktur Organisasi Pelaksana

Kegiatan pengembangan tanaman tebu adalah kegiatan di daerah, dengan tanggung jawab teknis dan tanggung jawab koordinasi berada pada Dinas yang membidangi Perkebunan atas nama Gubernur. Kegiatan koordinasi di Pusat dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

C. Fasilitasi oleh Organisasi Struktural

Fasilitasi oleh organisasi struktural dilaksanakan untuk kelancaran dan kecermatan pelaksanaan program. Untuk fasilitasi di tingkat Pusat

(50)

dikoordinasikan oleh Direktorat Tanaman Semusim dan pada tingkat Provinsi dibentuk Tim Teknis Provinsi, sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten sesuai kebutuhan. 1. Koordinasi Di Pusat

Untuk memfasilitasi koordinasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan Pengembangan Tanaman Tebu, di Pusat dikoordinasikan Direktorat Tanaman Semusim terutama dalam melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan bertugas antara lain :

a. Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan yang bersifat lintas sektoral antar-instansi ditingkat Pusat dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan

b. Melakukan koordinasi dengan Tim Teknis Provinsi dan Kabupaten dalam pemantauan monitoring dan pengendalian serta membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi di tingkat lapangan.

c. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan program melalui kerjasama dengan instansi non-pemerintah seperti Direksi PTPN/PT. Gula, organisasi profesi bidang pergulaan, perguruan tinggi dan unsur masyarakat lainnya.

d. Menyusun laporan perkembangan hasil pemantauan dan pengendalian dari Provinsi, Kab/Kota serta lapangan dan menyampaikan laporan ke Direktur Jenderal Perkebunan.

(51)

2. Tim Teknis Provinsi.

Untuk memfasilitasi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan di Provinsi dibentuk Tim Teknis Provinsi yang pembentukannya disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah dan ditetapkan oleh Gubernur cq Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. Anggota Tim tersebut terdiri dari unsur-unsur yang terkait antara lain : Dinas Perkebunan, wakil Direksi PTPN/PT.Gula, Koperasi Tebu, P3GI dan instansi terkait yang dianggap perlu. Keanggotaan Tim Teknis Provinsi, disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kemampuan pembiayaan. Operasional tim teknis provinsi didukung oleh dana pembinaan bersumber dari APBN.

Tugas Tim Teknis Provinsi antara lain :

a. Menyiapkan kebijakan operasional yang dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).

b. Memberikan arahan dan membantu perencanaan serta pelaksanaan kegiatan.

c. Melakukan pemantauan, memfasilitasi kelancaran pelaksanaan kegiatan, melaksanakan pengendalian pelaksanaan, termasuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi.

d. Melakukan pembinaan, pengawalan dan pendampingan terhadap SDM, kelembagaan serta pengembangan manajemen usaha.

(52)

3. Tim Teknis Kabupaten.

Untuk memfasilitasi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan di tingkat kabupaten dibentuk Tim Teknis Kabupaten yang ditetapkan oleh Bupati cq Kepala Dinas yang membidangi Perkebunan Kabupaten/Kota. Anggota Tim tersebut terdiri dari unsur-unsur dinas teknis di tingkat lapangan, seperti Dinas yang membidangi Perkebunan, PG, Koperasi Tebu wilayah PG dan instansi lain yang dianggap perlu dan mempunyai kompetensi untuk memfasilitasi kelancaran usaha sesuai dengan kebutuhan.

Operasional tim teknis kabupaten didukung oleh dana pembinaan bersumber dari APBN dan/atau APBD.

Tugas Tim Teknis Kabupaten antara lain memfasilitasi kelancaran pelaksanaan dan pembinaan di bidang teknis produksi dan operasional termasuk rencana pemanfaatan dana operasional, manejemen usaha tani dan pengembangan kelembagaan usaha kelompok, sosialisasi, seleksi calon Kelompok Sasaran, membuat laporan hasil pemantauan dan pengendalian dituangkan dalam bentuk Petunjuk Teknis (Juknis).

D. Perencanaan Operasional

Perencanaan operasional kegiatan disusun secara koordinatif oleh Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kab/Kota dengan pihak-pihak terkait, didasarkan pada kondisi lapangan dan dengan

(53)

mengupayakan sinergi dengan lain di wilayah bersangkutan.

Perencanaan operasional di tingkat Provinsi dilaksanakan secara koordinatif lintas sub sektor dan lintas sektor oleh Gubernur dengan memperhatikan kesinambungan kegiatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta dengan mengupayakan sinergi kegiatan antar kegiatan pembangunan. Hasilnya antara lain dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak).

Perencanaan operasional di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan secara koordinatif oleh Bupati/Walikota dalam rangka menjamin keterkaitan dan keharmonisan antar kegiatan sehingga dapat secara efektif dan efisien mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Disamping perencanaan kegiatan usaha yang memenuhi kaidah bisnis, penataan kelembagaan kelompok menjadi kelompok bisnis yang solid dan inovatif merupakan kunci keberhasilan dan keberlanjutan pemberdayaan hasil perencanaan di Kabupaten/Kota antara lain rencana operasional dan rencana pembinaan kegiatan Pengembangan Tanaman Tebu.

E. Sosialisasi Kegiatan

Untuk mewujudkan dukungan dari segenap kalangan terutama pada wilayah baru/pengembangan kegiatan, agar mendapat dukungan guna keberhasilan kegiatan pemberdayaan serta menciptakan adanya transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran bantuan sosial, diperlukan sosialisasi kepada setiap pihak yang

(54)

terkait dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan antara lain terhadap pengurus dan anggota kelompok sasaran, tokoh masyarakat, aparat instansi struktural di daerah, perangkat pemerintahan mulai dari desa sampai kecamatan, anggota lembaga legislatif dan kelembagaan lainnya. Sosialisasi dimaksudkan agar di setiap jenjang pemerintahan dan komponen masyarakat yang terlibat mampu menjalankan fungsi serta dapat berperan aktif sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.

F. Pembinaan

Untuk menjamin pencapaian sasaran pelaksanaan kegiatan, pemerintah telah mengalokasikan dana melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tk I dan Tk II setiap tahunnya. Guna mendukung pelaksanaan kegiatan dimaksud di harapkan peran serta pemerintah daerah dengan mengalokasikan dana untuk pembinaan, pemberdayaan petani, pengawalan serta monitoring dan evaluasi sesuai dengan Surat Menteri Pertanian Nomor 287/TU.210/M/11/2007 tanggal 30 Nopember 2007 yang ditujukan kepada Gubernur di 9 (sembilan) Provinsi wilayah pengembangan tebu yaitu : Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Gorontalo.

G. Pengendalian dan Pengawasan 1. Pengendalian

Pengendalian dilakukan melalui jalur struktural dan jalur fungsional Satuan Kerja. Pengendalian

(55)

melalui jalur struktural dilakukan oleh Tim Teknis Provinsi sampai Tim Teknis Kabupaten. Sedangkan jalur fungsional dilakukan melalui Satuan Kerja di Provinsi. Proses pengendalian disetiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing-masing sesuai jalurnya.

2. Pengawasan Satuan Kerja (Satker)

Bantuan Sosial adalah salah satu bentuk pemanfaatan anggaran pemerintah (APBN), sehingga pengelolaannya wajib dipertanggung jawabkan, baik oleh pengelola maupun kelompok masyarakat penerima manfaat.

Dengan demikian pengawasan dilakukan oleh aparat pengawas fungsional (Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Dinas yang membidangi Perkebunan Tingkat Provinsi, Kab/Kota).

Ada tujuh tahapan dalam proses pengawasan yang perlu diperhatikan, dan penanggung jawabnya yaitu :

a. Tahap sosialisasi dan asistensi oleh Pusat, Tim Teknis Provinsi, dan Tim Teknis Kabupaten. b. Tahap persiapan operasional dan ketepatan

seleksi calon kelompok sasaran penerima paket dan calon lokasi (CP/CL) serta calon kelompok penerima guliran oleh Tim Teknis Kabupaten.

c. Tahap penyediaan Benih yang bersertifikat oleh B2P2TP, P3GI atau institusi yang ditunjuk.

(56)

d. Tahap penyaluran dana Bantuan Sosial dari KPPN ke rekening Kelompok Sasaran oleh KPA, Tim Teknis Kabupaten.

e. Tahap pencairan dana Bantuan Sosial oleh Kelompok Sasaran oleh Tim Teknis Kabupaten. f. Tahap kebenaran serta ketepatan

pemanfaatan dana Bantuan Sosial oleh Tim Teknis Kabupaten.

Pada tingkat lokasi/desa/kelompok, pengawasan masyarakat dilakukan oleh perangkat desa, anggota Kelompok Sasaran utamanya mengenai ketepatan sasaran program. Perangkat desa/tokoh masyarakat/anggota kelompok dapat mengadukan :

a. Apabila terjadi kecurangan dalam seleksi penetapan kelompok sasaran,

b. Apabila penyaluran dana tidak sampai kepada yang berhak,

c. Apabila dana tersebut tidak dimanfaatkan sesuai sasaran,

d. Apabila rencana kebutuhan yang diajukan dalam Rencana Usaha Kelompok/Koperasi (RUK) tidak benar-benar sesuai dengan kebutuhan Kelompok sasaran,

Pengaduan dari masyarakat segera ditanggapi secara langsung sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi.

(57)

VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring dan Evaluasi 1. Monitoring

a. Kegiatan monitoring dilaksanakan oleh Tim Pembina Pusat, Tim Pembina Provinsi dan Tim Pembina Kabupaten secara berkala.

b. Kegiatan monitoring dilakukan dengan cara peninjauan ke lapangan, memanfaatkan fasilitas komunikasi, membuat catatan mengenai perkembangan pelaksanaan di lapangan.

2. Evaluasi

a. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan di lapangan dilakukan pada saat peninjauan lapangan atau melalui pertemuan koordinasi secara berkala di tingkat Kabupaten, Regional dan Nasional.

b. Bahan evaluasi adalah hasil monitoring dari perkembangan di lapangan.

Hal terpenting yang harus dipahami dalam melakukan evaluasi adalah jangan terfokus pada keberhasilan fisik atau indikator ekonomi yang mungkin hanya bersifat jangka pendek. Akan tetapi harus dievaluasi terutama adalah proses dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan serta peningkatan kemampuan petani untuk memberdayakan dirinya sendiri. Dengan demikian aspek peningkatan kualitas sumberdaya

(58)

manusia dan peningkatan usaha kelompok sasaran sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan proyek, seperti peningkatan motivasi, kemampuan dalam bekerjasama dalam suatu unit usaha kelompok peningkatan dan pengembangan usaha serta peningkatan kemampuan manajemen dan teknis dari unit usaha yang dimilikinya perlu mendapatkan perhatian.

Diharapkan dari hasil monitoring dan evaluasi dapat diperoleh umpan balik dalam pengembangan program pemberdayaan masyarakat di masa yang akan datang. Prosedur dan mekanisme monitoring dan evaluasi mengacu Pedoman Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan (Simonev) Anggaran Berbasis Kinerja yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian.

B. Pelaporan

Untuk mengukur kinerja kegiatan dana TP (Bantuan Sosial) dan Dekon diperlukan pelaporan rutin maupun pelaporan pengendalian yang kontinyu dan lengkap. 1. Jenis – jenis laporan yang terdiri dari :

• Laporan rutin yang terdiri dari laporan bulanan, triwulan dan tahunan.

• Laporan pengendalian oleh Tim Teknis Kabupaten/ Kota dan Tim Provinsi dan Tim Pengendalian dan Pengawasan di Pusat.

• Laporan insidentil bilamana diperlukan.

2. Kepala Satuan Kerja wajib melapor perkembangan kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku antara lain :

Gambar

Gambar : Sketsa Penggabungan Beberapa Hamparan Lokasi  Tebu   Menjadi Satu Kawasan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Setelah Anda menemukan sebuah situs web target dan diketahui memiliki celah untuk dieksploitasi menggunakan SQL Injection, step berikutnya yang menjadi prosedur adalah

Pada tahap perencanaan, Bober Café berencana untuk melakukan engagement dengan komunitas agar komunitas terus memilih Bober Café, sehingga Bober Café semakin dikenal

Mendapatkan hasil etanol yang berbeda-beda setiap konsentrasi pelarut dan lama wktu fermentasi, berikut dibahas pengaruh waktu fermentasi terhadap volume etanol, persen

Untuk meyakinkan masyarakat terkait keraguan-keraguan tersebut, PPL setempat membuat plot contoh (demplot) pada salah satu lahan masyarakat setempat. Dalam plot contoh

Berdasarkan hasil penelitian mengenai rata-rata kekerasan gigi permanen pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (Tabel 4.1.1) dapat diketahui bahwa pada lama perendaman

1.3 Unit Kompetensi ini diterapkan kepada ahli penilai kelaikan bangunan gedung khususnya dari aspek arsitektur dan tata ruang luar dalam peraturan perundangan

Hasil yang diperoleh adalah tingkat kematangan (maturity level) yang ada pada setiap proses TI yang terdapat dalam domain Delivery- Support (DS) rata-rata pada

Seperti yang terjadi di Medan dalam perkara pidana dengan Putusan Nomor 1254/Pid.B/2014/PN.Medan dimana terjadi tindak pidana cabulan yang dilakukan kepala sekolah kepada