• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan

Pengamatan tutupan lahan di lapangan dilakukan di Kecamatan Cikalong yang terdiri dari 13 desa. Titik pengamatan yang digunakan sebanyak 110 titik dengan rincian 65 titik untuk kelas hutan rakyat dan 5 titik untuk setiap kelas tutupan lahan yang lain dengan jumlah 9 kelas. Hasil pengamatan lapangan diperoleh sebanyak 10 (sepuluh) kelas tutupan lahan. Jenis tutupan lahan di lapangan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Jenis tutupan lahan hasil pengamatan lapangan No Tutupan lahan Jumlah titik

pengamatan lapangan

Foto lapangan

1. Badan air 5

2. Hutan tanaman jati 5

(2)

5. Hutan rakyat 65

6. Kebun campuran 5

(3)

Tabel 10 (lanjutan)

No Obyek tutupan lahan Jumlah titik pengamatan lapangan

Foto lapangan

8. Rawa semak 5

9. Sawah 5

10. Semak/belukar 5

Jumlah titik pengamatan lapangan 110

5.2 Analisis Visual dan Analisis Digital Citra Landsat

Penafsiran citra Landsat dalam penelitian ini menggunakan metode analisis visual dan analisis digital. Penggunaan kedua metode ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat akurasi penafsiran citra yang dilakukan intrepeter dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi dan kualitas hasil perekaman citra Landsat yang digunakan dalam penelitian. Citra Landsat merupakan salah satu jenis citra optik yang dipengaruhi oleh cuaca sehingga ada beberapa wilayah yang tertutup oleh

(4)

yang jelas dan tidak mengalami stripping disajikan pada Gambar 3. Proses terjadinya stripping pada citra Landsat diakibatkan karena adanya kerusakan pada sensor optik satelit tersebut sehingga menyebabkan terjadinya sejumlah garis dengan ukuran lebar beberapa piksel kehilangan datanya (DN=0).

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 110000

Gambar 3 Citra Landsat tahun 1994 (a) dan 2000 (b)

Pada analisis visual, citra Landsat yang digunakan adalah citra tahun 2005 dan 2010. Pemilihan kedua citra tersebut adalah dengan melihat kualitas kedua citra yang mengalami stripping (Gambar 4).

(5)

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 110000

Gambar 4 Citra Landsat tahun 2005 (a) dan 2010 (b)

Hasil penafsiran citra Landsat dengan metode analisis digital dapat diidentifikasi sebanyak 12 kelas tutupan lahan, yaitu: badan air, hutan tanaman, lahan terbuka, pemukiman, hutan rakyat, kebun campuran, pertanian lahan kering, rawa semak, sawah, semak/belukar, awan, dan bayangan awan. Hasil penafsiran dengan metode analisis digital dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Sedangkan untuk hasil identifikasi penafsiran citra Landsat dengan menggunakan metode analisis visual diperoleh sebanyak 10 kelas dengan jenis kelas tutupan lahan yang sama dengan analisis digital tanpa terdapat kelas awan dan kelas bayangan awan. Hasil penafsiran dengan metode analisis visual dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Pada citra Landsat resolusi 30 m ini, ada beberapa wilayah yang tertutup oleh objek awan dan bayangannya sehingga sulit untuk mengidentifikasi objek yang ada di bawahnya. Dalam analisis visual citra Landsat yang terdapat awan dan bayangannya. Identifikasi objek yang berada di bawahnya dilakukan dengan melihat asosiasi dari objek yang berada pada objek yang tertutup oleh awan dan bayangannya. Selain itu, teknik identifikasi yang juga dilakukan yaitu dengan mencocokkan hasil identifikasi awal dengan melakukan overlay dengan citra resolusi tinggi GeoEye secara online dengan bantuan software Google Earth dan berdasarkan data wawancara di lapangan

(6)

kekuningan dengan pola yang tidak teratur dan bentuk yang berbeda-beda tergantung dari luasan hutan rakyat tersebut. Adanya perbedaan kenampakan warna hutan rakyat ini dari warna hijau tua hingga hingga kekuningan dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jarak tanam tanaman kayu yang dibudidayakan dalam pengelolaan hutan rakyat. Pada kenampakan warna hijau hingga hijau tua, pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan cenderung dengan membudidayakan lebih dari satu jenis tanaman kayu seperti mahoni, sengon dan kelapa di suatu lokasi, dan jarak tanam yang digunakan cukup rapat. Sedangkan pada kenampakan warna hijau hingga hijau kekuningan (Gambar 5a), pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan cenderung dengan membudidayakan tanaman kayu secara monokultur di suatu lokasi. Dalam penelitian ini, kelas hutan rakyat yang banyak teridentifikasi adalah hutan rakyat campuran dengan membudidayakan dua atau lebih tanaman kayu dan tanaman pertanian dengan kenampakan warna hijau hingga hijau tua (Gambar 5b).

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 5000

Gambar 5 Kenampakan citra Landsat pada hutan rakyat monokultur (a) dan campuran (b)

Dalam analisis visual, kenampakan hutan rakyat terkadang juga memiliki rona warna hijau kekuningan bercampur merah. Hal ini dikarenakan hutan rakyat mempunyai karakter dalam hal letak atau lokasi tempat pengelolaan yang berada di

(7)

dekat perkampungan sehingga dengan karakter citra Landsat yang memiliki resolusi spasial sebesar 30 m, untuk ketelitian hasil analisis visual perlu dilakukan pembuatan titik-titik ground check lapangan yang jumlahnya mewakili dari jumlah keseluruhan objek yang teridentifikasi hutan rakyat dan posisi titik-titik ground check lapangan yang sifatnya menyebar.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 6 Kenampakan citra Landsat pada kelas hutan tanaman (a) dan kebun campuran (b)

Hutan tanaman (Gambar 6a) memiliki tampilan warna hijau bercampur warna coklat dan merah yang dipengaruhi oleh jenis tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman Jati (Tectona grandis). Tanaman Jati hidup di daerah kering dan mempunyai tutupan daun yang tidak rapat sehingga mempengaruhi terhadap tampilan rona dan warna pada citra. Kebun campuran (Gambar 6b) mempunyai tampilan warna hijau tua dengan tekstur kasar yang dipengaruhi oleh komposisi jenis yang beragam dan menggunakan pola tanam yang rapat. Kebun campuran dan hutan rakyat umumnya sulit diidentifikasi karena beberapa hutan rakyat mempunyai karakter budidaya kayu dengan komposisi jenis yang beragam.

(8)

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 7 Kenampakan citra Landsat pada kelas lahan terbuka (a) dan pemukiman (b)

Hasil analisis visual citra Landsat pada kelas pemukiman (Gambar 7b) dan lahan terbuka (Gambar 7a) umunya memiliki warna kombinasi pink, merah, dan merah tua. Pada kelas pemukiman dan lahan terbuka sulit dilakukan identifikasi karena memiliki kombinasi tampilan warna yang cukup sama. Pemukiman biasanya memiliki jaringan jalan yang tinggi sehingga jaringan jalan pada poligon pemukiman lebih rapat dan teratur dibandingkan dengan yang lainnya.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 8 Kenampakan citra Landsat pada kelas sawah berair (a) dan sawah bervegetasi (b)

Pada kelas tutupan sawah cenderung lebih mudah dibedakan dengan kelas lainnya adalah pada sawah dengan fase sedang diolah dan digenangi air. Pada sawah dengan tahapan sedang diolah dan digenangi air (gambar 8a) memiliki tampilan

(9)

warna biru dengan tone gelap dan tekstur halus, sedangkan pada sawah dengan fase sawah bervegetasi (Gambar 8b) memiliki tekstur halus dengan tampilan warna hijau kecoklatan. Pada analisis visual citra landsat di kelas ini memiliki kesulitan dalam membedakan antara sawah irigasi dan sawah tadah hujan. hal ini dikarenakan adanya kesamaan elemen intrepetasi yaitu berwarna biru pada sawah di fase berair dan ditanami dan hijau kecoklatan pada fase bervegetasi.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 9 Kenampakan citra Landsat pada kelas badan air (a) dan rawa semak (b) Kelas badan air (Gambar 9a) merupakan semua kenampakan perairan, sungai, waduk, danau, kolam, dll yang tampak dalam tampilan warna citra Landsat. Badan air memiliki ciri dengan tekstur halus, berwarna biru dalam bentuk memanjang dan berliku-liku pada sungai. Kelas rawa semak dan sawah dengan fase tergenang air dan ditanami cukup sulit dibedakan karena kedua kelas mempunyai tekstur halus dan tampilan rona yang cukup sama. Kelas rawa semak (Gambar 9b) memiliki tampilan kombinasi warna biru tua dan coklat tua. Kelas ini memiliki tekstur yang lebih kasar dari pada kelas badan air. hal ini dikarenakan kondisi lapangan pada kelas rawa semak adalah genangan air yang bercampur dengan tanaman semak.

(10)

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 10 Kenampakan citra Landsat pada kelas pertanian lahan kering (a) dan semak belukar (b)

Pada kelas pertanian lahan kering (Gambar 10a) memiliki tampilam kombinasi warna pink, merah, hijau, dan kuning. Kelas pertanian lahan kering dan pemukiman memiliki kesulitan dalam membedakan kedua kelas tersebut. Hal ini dikarenakan kelas pertanian lahan kering biasanya terdapat disekitar kelas pumukiman. Kelas semak belukar (gambar 10b) memiliki kombinasi tampilan warna hijau muda dan hijau tua. Adanya kombinasi warna tersebut dikarenakan beragam kombinasi jenis tanaman semak.

Informasi tambahan sangat diperlukan dalam penafsiran citra khususnya pada kelas tutupan lahan yang memiliki tampilan yang sama secara visual dan sulit dibedakan. Informasi tambahan tersebut dapat berupa peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, informasi ketinggian tempat, serta peta sebaran dan kelas umur hutan tanaman.

(11)

Gambar 11 Peta tutupan lahan Kecamatan Cikalong tahun 1994

(12)

Gambar 13 Peta tutupan lahan Kecamatan Cikalong tahun 2005

(13)

5.3 Analisis Separabilitas

Analisis separabilitas dilakukan untuk mengukur keterpisahan tiap kelas dengan melihat perbedaan digital number (DN) di setiap piksel pada masing-masing kelas tutupan lahan. Analisis ini dilakukan pada klasifikasi citra Landsat tahun 2000 dan tahun 1994. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode klasifikasi terbimbing (supervised classification). Pada proses separabilitas, metode yang dipilih yaitu transformed divergence karena metode ini baik dalam mengevaluasi keterpisahan antar kelas dan memberikan estimasi yang terbaik untuk pemisahan kelas (Jaya 2010).

Metode ini juga dapat mengukur tingkat keterpisahan tiap kelas dengan mengukur jarak antar kelas secara statistik. Semakin besar jarak antar satu kelas dengan kelas yang lain maka kelas-kelas yang diambil cukup homogen sehingga ragamnya kecil. Kombinasi band yang dipilih dalam klasifikasi ini mengacu pada komposit warna standart Departemen Kehutanan dengan kombinasi band 5-4-3 dengan warna berturut-turut red, green, blue.

Dari tabel 12 diatas menunjukkan bahwa klasifikasi citra Landsat tahun 1994 memiliki rata-rata tingkat keterpisahan sebesar 1957. Dari 66 pasangan klasifikasi tutupan lahan yang diuji, sebanyak 40 pasang mempunyai separabilitas yang sangat baik, 19 pasang mempunyai separabilitas baik, 1 pasang mempunyai separabilitas cukup, 3 pasang mempunyai separabilitas kurang, 3 pasang mempunyai separabilitas tidak terpisahkan. Pasangan yang tidak dapat dipisahkan yaitu kelas rawa semak dengan kelas sawah dengan nilai separabilitas 1095, kelas pemukiman dengan kelas hutan rakyat dengan nilai separabilitas 1584, dan kelas lahan terbuka dengan kelas hutan rakyat dengan nilai separabilitas 1593.

Pada umumnya kelas yang tidak dapat dipisahkan dikarenakan adanya kesamaan penampakan visual dalam bentuk rona dan asosiasi antar objek pada setiap kelas. Pada kelas sawah yang berair dan bervegetasi, memiliki penampakan tekstur dan rona warna yang sama dengan kelas rawa semak dengan warna biru hingga biru tua dengan tekstur halus. Sedangkan pada beberapa kelas hutan rakyat yang berada di sekitar pemukiman penduduk, memilki penampakan rona warna yang sama dengan

(14)

rakyat yang baru dilakukan penanaman pasca tebangan (replanting) mempunyai penampakan rona warna yang menyerupai kelas lahan terbuka yaitu warna hijau muda dan merah muda (pink). Nilai separabilitas selengkapnya disajikan pada Tabel 11 untuk tahun 1994 dan Tabel 12 untuk tahun 2000.

Tabel 11 Matrik keterpisahan tiap kelas pada citra Landsat tahun 1994

Kelas Klasifikasi BA SW HR AW BA RS HT PM SB KC LT PLK Badan air 0 200 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 200 0 200 0 200 0 2000 Sawah 2000 0 2000 2000 1791 1095 2000 1978 200 0 200 0 200 0 2000 Hutan rakyat 2000 200 0 0 1974 1997 2000 1907 1584 200 0 200 0 159 3 2000 Awan 2000 200 0 1974 0 2000 2000 2000 1998 200 0 200 0 191 0 2000 Bayangan awan 2000 179 1 1997 2000 0 1787 2000 1767 200 0 200 0 200 0 2000 Rawa semak 2000 109 5 2000 2000 1787 0 2000 1931 200 0 200 0 200 0 2000 Hutan tanaman 2000 200 0 1907 2000 2000 2000 0 1842 200 0 200 0 200 0 2000 Pemukiman 2000 197 8 1584 1998 1767 1931 1842 0 200 0 200 0 199 6 2000 Semak belukar 2000 200 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0 200 0 200 0 2000 Kebun campuran 2000 200 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 200 0 0 200 0 2000 Lahan terbuka 2000 200 0 1593 1910 2000 2000 1999. 99 1996 200 0 200 0 0 2000 Pertanian lahan kering 2000 200 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 200 0 200 0 200 0 0

Sumber : Data hasil analisis akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 1994

Pada hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2000 menunjukkan hasil klasifikasi memiliki rata-rata tingkat keterpisahan sebesar 1959. Dari 66 pasangan klasifikasi tutupan lahan yang diuji, sebanyak 37 pasang mempunyai separabilitas yang sangat baik, 22 pasang mempunyai separabilitas baik, 1 pasang mempunyai separabilitas cukup, 4 pasang mempunyai separabilitas kurang, 2 pasang mempunyai separabilitas tidak terpisahkan. Pasangan yang tidak dapat dipisahkan yaitu kelas pertanian lahan kering dengan kelas hutan rakyat dengan nilai separabilitas 1438. Hal ini dikarenakan

(15)

adanya kesamaan rona warna kedua kelas tersebut pada kelas hutan rakyat yang dikelola dengan sistem agroforestry antara tanaman sengon dengan tanaman pertanian. Selain itu, kelas pertanian lahan kering dengan kelas hutan tanaman juga tidak dapat dipisahkan dengan nilai separabilitas 1593. Nilai ini didapatkan karena kelas hutan tanaman di lokasi penelitian dikelola dengan melakukan budidaya tanaman Jati yang memiliki penampakan visual menyerupai kelas pertanian lahan yaitu kombinasi hijau muda, kuning, dan merah muda (pink).

Tabel 12 Matrik keterpisahan tiap kelas pada citra Landsat tahun 2000

Kelas Klasifikasi BA SW HR AW BA RS HT PM SB KC LT PLK Badan air 0 2000 2000 200 0 200 0 200 0 2000 2000 2000 200 0 2000 2000 Sawah 200 0 0 1985 200 0 200 0 200 0 2000 1956 1911 200 0 2000 1985 Hutan rakyat 200 0 1985 0 200 0 200 0 200 0 1617 2000 1999 200 0 1667 1438 Awan 200 0 2000 2000 0 200 0 200 0 2000 2000 2000 200 0 2000 2000 Bayangan awan 200 0 2000 2000 200 0 0 185 3 2000 2000 2000 200 0 2000 2000 Rawa semak 200 0 2000 2000 200 0 185 3 0 2000 2000 2000 200 0 2000 2000 Hutan tanaman 200 0 2000 1617 200 0 200 0 200 0 0 2000 2000 198 8 1948 1593 Pemukiman 200 0 1956 2000 200 0 200 0 200 0 2000 0 1733 200 0 2000 1952 Semak belukar 200 0 1911 1999 200 0 200 0 200 0 2000 1733 0 199 9 2000 1929 Kebun campuran 200 0 2000 2000 200 0 200 0 200 0 1988 1997 1999 0 2000 1772 Lahan terbuka 200 0 2000 1667 200 0 200 0 200 0 1948 2000 2000 200 0 0 1981 Pertanian lahan kering 200 0 1985 1438 200 0 200 0 200 0 1593 1952 1929 177 2 1981 0

Sumber : Data hasil analisis akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 2000

5.4 Perhitungan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi

Penghitugan uji akurasi dilakukan untuk melihat keakuratan atau ketelitian hasil dari klasifikasi objek pada citra. Dalam melakukan uji akurasi, dibutuhkan data atau referensi untuk membandingkan hasil klasifikasi yang dihasilkan. Data yang digunakan adalah data keadaan sebenarnya di lapangan dalam bentuk peta atau titik-titik ground check lapangan. Untuk menguji tingkat akurasi klasifikasi objek pada citra, idealnya data yang menjadi acuan adalah data keadaan sebenarnya di lapangan

(16)

kemungkinan terjadinya perubahan tutupan lahan sebenarnya di lapangan sehingga nilai penghitungan akurasi pembuat (producer’s accuracy), akurasi pengguna (user’s accuracy), akurasi umum (overall accuracy), dan akurasi kappa yang dihasilkan menjadi kurang akurat.

Dalam pengujian hasil akurasi pada citra tahun perekaman tahun 1994, 2000, 2005, 2010 dilakukan dengan menggunakan data acuan titik-titik ground check lapangan tahun 2012. Hasil uji akurasi selengkapnya disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Matrik kesalahan hasil klasifikasi citra Landsat tahun 1994, 2000, 2005, dan 2010

Tahun Akurasi

Kappa (%) Overall (%) User (%) Producer (%)

1994 89,03 90,32 90,93 84,45

2000 89,6 90,44 91,88 85,86

2005 93,03 95,45 92,62 97,39

2010 97,21 98,18 96,66 97,85

Sumber : Analisis akurasi citra Landsat tahun perekaman 1994, 2000, 2005, 2010

Berdasarkan Tabel 13, pada uji akurasi citra Landsat tahun 1994, nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) terbesar terdapat pada 3 kelas yaitu kelas badan air, awan, dan bayangan awan. Pada kelas tersebut diperoleh nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) sebesar 100 %. Sedangkan untuk nilai yang terkecil terdapat pada kelas lahan terbuka, yaitu sebesar 33,33 %. Hal ini dikarenakan adanya piksel kelas lain yang masuk kelas lahan terbuka, yaitu 1 piksel kelas pertanian lahan kering dan 11 piksel kelas hutan tanaman.

Pada klasifikasi ini juga diperoleh nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) terbesar yang terdapat pada 3 kelas, yaitu kelas awan, bayangan awan, dan rawa semak. Pada kelas tersebut diperoleh nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) sebesar 100 %. Sedangkan untuk nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) terkecil terdapat pada kelas semak belukar, yaitu sebesar 78,57 %. Hal ini dikarenakan dari total 42 piksel yang digunakan sebagai training area pada kelas semak belukar,

(17)

terdapat 2 piksel pada kelas pertanian lahan kering, 4 piksel pada kelas pemukiman, dan 3 piksel pada kelas sawah. Untuk keterangan yang lebih lengkap terdapat pada lampiran 1, sedangkan untuk melihat keakuratan dari hasil klasifikasi, diperoleh nilai overall accuracy yang diperoleh sebesar 90,32 % dengan tingkat kesalahan klasifikasi 9,68 % dan diperoleh nilai akurasi kappa sebesar 89,03 % dengan tingkat kesalahan akurasi sebesar 10,97 %.

Berdasarkan Tabel 13, diperoleh nilai akurasi kappa sebesar 87,6 % pada citra tahun 2000. Nilai ini dapat menunjukkkan bahwa tingginya nilai keakuratan klasifikasi yang dilakukan karena tingkat kesalahan dari klasifikasi adalah sebesar 12,4 %. Sedangkan nilai overall accuracy yang diperoleh sebesar 89,14 % dengan tingkat kesalahan klasifikasi 10,86 %. Kelas lahan terbuka mempunyai nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) terkecil yaitu sebesar 60 %. hal ini disebabkan karena adanya sejumlah piksel dari kelas lain yang masuk ke dalam kelas lahan terbuka, yaitu 1 piksel dari kelas hutan tanaman dan 3 piksel dari kelas pertanian lahan kering. Sedangkan kelas pemukiman mempunyai nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) terbesar yaitu sebesar 95,52 %. nilai ini menunjukkan bahwa terjadi kesalahan klasifikasi sebesar 4,48 %.

Pada klasifikasi ini, nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) terbesar yang didapatkan terdapat pada kelas badan air yaitu sebesar 100 %. Sedangkan untuk nilai terkecil terdapat pada kelas pertanian lahan kering yaitu sebesar 70 %. hal ini dikarenakan adanya piksel kelas pertanian lahan kering yang masuk ke kelas lain seperti pada kelas lahan terbuka sebanyak 3 piksel, kelas semak belukar sebanyak 1 piksel, kelas hutan tanaman sebanyak 6 piksel, dan kelas hutan rakyat sebanyak 5 piksel. Untuk keterangan lebih lengkap terdapat pada lampiran 2.

Pada analisis uji akurasi citra Landsat tahun 2005, nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) kelas badan air, hutan tanaman, pemukiman, kebun campuran, pertanian lahan kering, rawa semak, semak belukar adalah sebesar 100 %. Sedangkan kelas lahan terbuka memiliki nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) paling kecil, yaitu sebesar 80 %. Dari lima titik pengamatan ground check lapangan, terdapat satu titik pengamatan yang masuk ke dalam kelas pemukiman. Kesalahan klasifikasi

(18)

campuran dan kelas semak belukar memiliki nilai terkecil, yaitu sebesar 71,43 %. Sedangkan kelas pemukiman memilki nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) sebesar 83,33 %. Adanya kesalahan klasifikasi yang terlihat nilai yang dihasilkan dari penghitungan diakibatkan oleh adanya kesamaan penampakan visual dari beberapa objek yang diamati seperti kelas pemukiman dengan kelas lahan terbuka. Sedangkan untuk kelas-kelas yang lain seperti kelas badan air, hutan tanaman, lahan terbuka, hutan rakyat, pertanian lahan kering, rawa semak, dan sawah memiliki nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) sebesar 100 %. Untuk keterangan lebih lengkap terdapat pada lampiran 3. Nilai overall accuracy yang didapatkan pada uji akurasi citra ini adalah sebesar 95,45 % dengan nilai kesalahan klasifikasi sebesar 4,15 % dan nilai akurasi kappa sebesar 93,03 % dengan nilai kesalahan klasifikasi sebesar 7,97 %.

Pada citra Landsat tahun perekaman 2010 diperoleh nilai akurasi kappa sebesar 97,21 %. Nilai ini dapat menunjukkkan bahwa tingginya nilai keakuratan klasifikasi yang dilakukan karena tingkat kesalahan dari klasifikasi yang dilakukan hanya sebesar 2,79 %. Nilai overall accuracy diperoleh sebesar 98,18 % dengan tingkat kesalahan klasifikasi 1,82 %. Terjadinya kesalahan klasifikasi pada citra diakibatkan oleh adanya commission error atau akurasi pengguna (user’s accuracy) akibat adanya area yang diklasifikasi pada kelas yang salah dan omission error atau akurasi pembuat (producer’s accuracy) akibat adanya area yang tidak diklasifikasi pada kelas yang benar. Tingginya nilai akurasi didapatkan dikarenakan hasil analisis visual yang dihasilkan dilakukan koreksi terlebih dahulu dengan bantuan software google earth pada citra GeoEye dengan tahun 2010.

Kelas pemukiman dan semak belukar memiliki nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) paling kecil yaitu sebesar 83,33 %. Hal ini diakibatkan karena adanya kemiripan penampakan visual antara kelas pemukiman dengan kelas lahan terbuka dan kelas hutan rakyat dengan kelas semak belukar sehingga menimbulkan kesalahan

(19)

saat melakukan analisis visual citra. Sedangkan untuk kelas yang lain memiliki nilai akurasi pengguna (user’s accuracy) sebesar 100 %. Sedangkan untuk nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy), Kelas lahan terbuka memiliki nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) paling kecil yaitu sebesar 80 %. Adanya kesalahan tersebut karena adanya kesamaan penampakan visual citra antara kelas lahan terbuka dan kelas pemukiman sehingga menyulitkan dalam melakukan analisis visual. Dari total lima titik pengamatan ground check lapangan pada kelas lahan terbuka, terdapat satu titik yang masuk kedalam kelas pemukiman.

Adanya kesalahan akurasi juga terjadi pada kelas hutan rakyat. Kelas hutan rakyat mempunyai nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) sebesar 98,46 %. Adanya kesamaan penampakan visual antara kelas hutan rakyat dan kelas semak belukar menyebabkan terjadinya kesalahan klasifikasi sebesar 1,54 %. Dari total 65 titik pengamatan ground check lapangan, ada satu titik pengamatan yang masuk dalam kelas semak belukar. Untuk nilai kelas-kelas yang lain mempunyai nilai akurasi pembuat (producer’s accuracy) sebesar 100 %. Untuk keterangan lebih lengkapnya terdapat pada lampiran 4.

5.5 Analisis Perubahan Luas Hutan Rakyat Tahun 1994-2010

Dalam analisis perubahan luas hutan rakyat, metode perbandingan citra hasil klasifikasi (post classification comparasion) digunakan untuk menganalisis areal yang berubah (changed), arel yang tetap (no change), dan areal yang tidak dapat dianalisis (no data). Areal yang berubah adalah setiap piksel pada kedua citra klasifikasi dengan lokasi yang sama tetapi memiliki perbedaan atribut klasifikasi. Areal yang tidak berubah adalah piksel dengan lokasi dan atribut klasifikasi yang sama pada kedua citra klasifikasi. Sedangkan areal yang tidak dapat dianalisis adalah areal yang tidak mempunyai informasi penutupan lahan, yaitu daerah yang tertutup awan, bayangan awan, dan null cell (Kosasih 2002).

Pada penelitian ini, perhitungan perubahan luas hutan rakyat didasarkan pada matrik perubahan untuk mengetahui informasi luas dan bentuk perubahan dari kelas hutan rakyat dengan kelas yang lain. Dari data hasil analisis perubahan lahan pada

(20)

Gambar 15 Perkembangan luas hutan rakyat dari tahun 1994 - 2010

Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa periode tahun 1994 – 2000 terjadi dinamika perubahan luasan hutan rakyat. Luas hutan rakyat yang pada awalnya di tahun 1994 memiliki total luasan sebesar 4282,45 ha mengalami perkembangan luasan sebesar 6501,61 ha pada tahun 2000. Adanya penambahan luasan sebesar 2219,16 ha diakibatkan oleh adanya alih fungsi pengelolaan lahan oleh masyarakat terutama perubahan dari kelas kebun campuran dan pertanian lahan kering. Pada periode ini, total 1355,45 ha lahan kebun campuran dan 584,81 ha kelas pertanian lahan kering berubah menjadi kelas hutan rakyat. Perubahan tutupan lahan periode 1994 – 2000 selengkapnya terdapat pada Tabel 14 dan sebaran spasial tahun 1994-2000 dapat dilihat pada Gambar 16. Pada umumnya perubahan kelas tutupan lahan menjadi kelas hutan rakyat di periode ini diakibatkan oleh adanya success story dari masyarakat sekitar dalam melakukan pengelolaan lahan dengan hutan rakyat.

Pada analisis perubahan luas lahan hutan rakyat periode tahun 2000 - 2005, perkembangan luasan hutan rakyat berlangsung sangat cepat. Pada tahun 2000, kelas hutan rakyat yang memiliki total luas sebesar 6501,61 ha mengalami perkembangan

Tahun 1994 Tahun 2000 Tahun 2005 Tahun 2010 4282,45 ha

(21)

total luasan sebesar 8077,04 ha pada tahun 2005. Pertambahan luas hutan rakyat yang cukup siginifikan ini diakibatkan oleh semakin besarnya alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat. Kelas kebun campuran dan kelas pertanian lahan kering yang mengalami perubahan luas yang cukup besar. Kelas kebun campuran mengalami perubahan luas sebesar 1565,41 ha dan kelas pertanian lahan kering mengalami perubahan luas sebesar 592,61 ha. Perubahan tutupan lahan periode 2000 – 2005 selengkapnya terdapat pada Tabel 15 dan sebaran spasial tahun 2000 - 2005 dapat dilihat pada Gambar 17.

Pada periode ini akses penjualan kayu rakyat telah sangat mudah dengan semakin bertambahnya jumlah pabrik pengolahan kayu sawmill. Selain itu, masyarakat telah mengetahui keuntungan budidaya tanaman kayu yang telah dibuktikan oleh sebagian masyarakat sekitar yang melakukan alih fungsi lahan yang dimilki. Alih fungsi pengelolaan lahan terjadi tidak hanya dominan pada kelas kebun campuran, namun tersebar cukup merata pada kelas-kelas yang lain, seperti kelas pertanian lahan kering dan sawah. Adanya perubahan kelas sawah menjadi kelas hutan rakyat terjadi pada jenis sawah tadah hujan. Perubahan ini diakibatkan karena kurangnya intensitas hujan sehingga menyebabkan sawah tidak bisa ditanami padi. hal ini mengakibatkan beberapa petani lebih memilih mengelola lahannya dengan budidaya tanaman kayu fast growing dengan tanaman sengon.

Pada tahun 2005 - 2010, perkembangan luasan hutan rakyat berlangsung cenderung konstan dengan hanya mengalami pertambahan luasan sebesar 80,37 ha. Perubahan tutupan lahan periode 2005 – 2010 selengkapnya terdapat pada tabel 16 dan sebaran spasial tahun 2005 - 2010 dapat dilihat pada Gambar 18. Pada periode ini, masyarakat telah membagi porsi penggunaan lahannya sesuai dengan yang diinginkan dengan ditanami tanaman buah-buahan, kelapa, dan sawah. Bagi masyarakat sekitar, menambah porsi penggunaan lahan untuk tanaman kayu dengan mengurangi porsi untuk ruang tumbuh tanaman kelapa ditakutkan akan mengurangi pendapatan harian mereka. hal ini dikarenakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sebagian besar masyarakat mendapatkan penghasilan dari hasil sadapan sari buah kelapa yang diolah menjadi gula kelapa.

(22)

Bayangan awan 32,46 0,42 47,87 189,39 17,41 44,81 0,60 1,76 40,91 2,30 27,42 2,32 407,66 Hutan rakyat 171,39 2,30 58,98 3061,42, 167,83 515,90 1,10 5,39 163,45 16,84 115,50 2,35 4282,45 Hutan tanaman 53,15 - 30,82 458,44 374,04 11,21 0,30 4,27 159,47 6,48 55,41 1,80 1257,38 Kebun campuran 138,23 0,52 49,70 1355,85 139,23 1746,50 0,44 13,26 160,76 10,18 185,12 3,23 3803,03 Lahan terbuka 4,48 - 4,56 44,30 9,38 4,90 3,26 0,84 51,73 1,24 3,46 0,97 129,13 Pemukiman 18,29 - - 12,61 7,60 1,61 1,14 37,52 16,55 0,09 24,77 2,18 122,37 Pertanian lahan kering 24,47 0,09 15,98 584,81 150,47 101,04 2,85 4,49 593,35 16,05 58,35 10,26 1535,75 Rawa semak 15,35 1,94 6,98 25 4,39 8,07 0,36 1,76 23,43 19,30 34,04 2,08 142,70 Sawah 155,66 4,85 64,47 483,89 143,37 227,56 2,14 50,63 348,23 64,94 864,72 34,52 2444,97 Semak belukar 26,32 - 11,80 45,78 3,65 3,51 - 1,50 19,17 3,60 57,83 37,75 210,89 Total 761,45 21,64 316,42 6501,61 1058,07 2812,36 12,75 125,67 1718,24 148,88 1509,76 99,11 15059,49

(23)

Tabel 15 Matrik perubahan lahan hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2000 - 2005 Tahun 2000 Tahun 2005 Badan air (ha) Hutan rakyat (ha) Hutan tanaman (ha) Kebun campuran (ha) Lahan terbuka (ha) Pemuki man (ha) Pertanian lahan kering (ha) Rawa semak (ha) Sawah (ha) Semak belukar (ha) Total (ha) Awan 40,09 326,04 22,51 34,54 - 54,28 9,46 1,20 227,34 44,35 759,80 Badan air 11,37 2,01 0,42 - - 0,35 - 2,54 4,78 0,71 21,64 Bayangan awan 0,38 151,24 30,87 9,08 1,38 13,23 3,26 0,59 72,61 18,59 301,23 Hutan rakyat 2,23 4780,98 95,28 274,40 4,77 291,13 77,81 0,28 894,87 79,57 6501,61 Hutan tanaman 0,02 371,51 389,69 49,47 4,20 20,91 19,55 0,62 191,90 8,25 1056,13 Kebun campuran 0,78 1565,41 81,17 552,43 2,06 103,25 25,53 0,15 463,32 14,90 2809,00 Lahan terbuka - 2,08 2,93 0,87 0,08 1,43 2,71 0,21 1,41 1,03 12,75 Pemukiman - 9,35 3,41 0,73 0,06 60,93 2,04 - 39,27 9,78 125,57 Pertanian lahan kering - 592,61 72,95 61,35 7,46 208,03 178,36 0,06 507,82 90,20 1717,22 Rawa semak 0,63 33,71 3,62 - 1,63 10,53 2,61 27,09 58,06 10,91 148,79 Sawah 14,43 238,97 26,15 20,92 0,14 89,32 5,56 1,16 1062,02 48,90 1507,55 Semak belukar - 3,14 1,11 2,23 0,07 0,50 5,17 0,11 24,28 61,59 98,20 Total 64,92 8077,04 730,11 1006,33 21,84 853,88 332,06 34,01 3547,68 349,85 15059,49

(24)

tanaman 28,45 701,83 - - - 0,10 - 730,38 Lahan terbuka 2,40 4,98 - 8,76 0,06 - - 2,85 2,81 21,85 Pemukiman 0,62 - 2,89 - 839,55 8,58 - 2,26 - 853,90 Kebun campuran 349,72 - 607,43 - 29,60 4,77 - 5,76 9,24 1006,52 Pertanian lahan kering 92,64 - 0,95 - 5,27 211,34 - 6,17 15,69 332,06 Rawa semak - - - 34,01 - - 34,01 Sawah 13,34 0,06 0,84 0,03 33,62 10,28 - 3483,53 8,24 3547,94 Semak belukar 91,06 - 2,52 1,17 6,83 3,72 3,44 4,28 272,84 385,85 Total 71,50 8157,41 720,10 869,87 10,02 987,00 299,75 37,45 3543,93 362,47 15059,49

(25)

Gambar 16 Peta perubahan tutupan lahan Kecamatan Cikalong tahun 1994 - 2000

Gambar 17 Peta perubahan tutupan lahan Kecamatan Cikalong tahun 2000 - 2005

(26)

Gambar 18 Peta perubahan tutupan lahan Kecamatan Cikalong tahun 2005 - 2010

5.6 Praktek Pengelolaan Hutan Rakyat 5.6.1 Tahun 1985 - 1990

Praktek pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Cikalong telah berlangsung sejak sekitar tahun 1985 – 1990 seiring dengan adanya program sengonisasi dari pemerintah yang bertujuan untuk kegiatan rehabilitasi lahan. Pada masyarakat sekitar, budaya menanam telah ada sejak dahulu. Masyarakat sekitar telah mempunyai kearifan lokal terkait dengan pengolahan lahan untuk optimalisasi fungsi dan manfaat dari lahan tersebut. Hal ini terbukti sebelum adanya program sengonisasi, pada umumnya masyarakat sekitar telah mengolah lahannya dengan tanaman kelapa secara monokultur atau dicampur dengan tanaman buah-buahan. Pada waktu itu, Kecamatan Cikalong adalah pusat penghasil produk kelapa maupun olahannya seperti buah kelapa, kopra, dan gula kelapa di Kabupaten Tasikmalaya. hasil produksi kelapa tersebut dikirim ke daerah – daerah di seluruh Tasikmalaya dan Bandung.

Dengan adanya program ini, masyarakat ditawarkan untuk mengolah lahan mereka tidak hanya dengan tanaman kelapa dan tanaman buah-buahan, tetapi juga

(27)

membudidayakan tanaman sengon dengan keuntungan-keuntungan yang akan diberikan. Untuk mensukseskan program ini, pemerintah membagi-bagikan bibit sengon secara gratis ke masyarakat. Selain itu, adanya kegiatan penyuluhan secara intensif yang dilakukan oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) setempat untuk meyakin kan masyarakat agar membudidayakan sengon sekaligus memberikan arahan dan masukan dalam hal teknis penanaman, perawatan hingga pemanenan.

Pada awal adanya program ini, muncul beberapa keraguan pada masyarakat akan manfaat yang bakal didapatkan dari budidaya tanaman sengon tersebut, yaitu: 1) Adanya keraguan tentang kecepatan pertumbuhan tanaman sengon. hal ini

dikarenakan, pada umumnya masyarakat hanya mengetahui tanaman kayu yang ditanam Perhutani setempat seperti tanaman jati dan mahoni yang memiliki umur panen yang lama atau mempunyai pertumbuhan riap yang kecil.

2) Adanya keraguan terkait dengan adanya akses pasar untuk kayu sengon. Pada waktu itu, masyarakat hanya mengetahui kayu yang laku di pasar adalah kayu dengan sifat keras seperti kayu jati dan kayu mahoni. Pada waktu di Kecamatan Cikalong belum ada pabrik pengolahan kayu sawmill.

3) Adanya keraguan terkait dengan kondisi masyarakat yang telah memanfaatkan lahannya untuk budidaya tanaman kelapa dan tanaman buah-buahan yang memberikan keuntungan finansial yang cukup baik untuk tingkat ekonomi keluraga masyarakat sekitar.

Untuk meyakinkan masyarakat terkait keraguan-keraguan tersebut, PPL setempat membuat plot contoh (demplot) pada salah satu lahan masyarakat setempat. Dalam plot contoh tersebut, ditanami tanaman sengon secara monokultur dengan jarak tanam 3 m x 3 m dengan menyesuaikan kondisi lahan dalam mengatur jarak tanam sengon, serta ada penjarangan pada umur tertentu. PPL setempat juga menjanjikan adanya akses pasar kayu sengon yang akan disediakan oleh PPL setempat.

5.6.2 Tahun 1990 - 2000

Pada tahun 1990 - 2000, masyarakat mulai yakin akan keuntungan budidaya tanaman kayu dengan adanya success story budidaya tanaman kayu dari salah satu

(28)

dari benih sengon yang didapatkan dari temannya saat merantau. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 3 m dengan adanya penjarangan pada umur tanaman 2 tahun. Adanya ketidakpastian pasar yang diragukan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh H.Pupud dengan menjual hasil tanaman kayu tersebut ke pabrik kayu di Kota Tasikmalaya dan Tangerang.

Success story ini menimbulkan pergeseran mind set dari masyarakat sekitar dari yang hanya mengolah lahannya dengan tanaman kelapa, buah-buahan, dan tanaman pertanian lahan kering seperti singkong, semangka, dll, akhirnya sebagian lahan masyarakat diolah dengan budidaya tanaman sengon atau mengolah lahan dengan melakukakan tumpang sari dengan tanaman lain. Kejadian ini menunjukkan bahwa masyarakat akan menerima dan mau mengikuti program dari pemerintah jika program tersebut telah dibuktikan keberhasilannya dari penanaman hingga penjualan produk yang dihasilkan.

Dengan semakin banyaknya masyarakat yang melakukan budidaya sengon secara monokultur atau tumpang sari, mendorong lahirnya beberapa pabrik sawmill di daerah sekitar. Pembangunan pabrik sawmill dilakukan pertama kali oleh H.Pupud dan kemudian diikuti oleh masyarakat sekitar. Adanya pabrik sawmill ini dapat memudahkan masyarakat dalam menjual hasil tanaman kayu yang dibudidayakan. Kepastian pasar menjadi salah satu pertimbangan utama bagi masyarakat untuk mencoba membudidayakan sengon. Adanya kepastian akses pasar dan harga yang cukup tinggi dapat meyakinkan masyarakat akan keuntungan budidaya sengon.

Ada dua sistem pengelolaan tanaman kayu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, yaitu sistem tumpang sari dan dan sistem monokultur. Pada umumnya masyarakat sekitar menggunakan sistem tumpang sari pada lahan yang telah ditanami tanaman kelapa dan tanaman buah - buahan. Ada dua macam sistem tumpang sari yang dilakukan, yaitu:

(29)

1) Sistem tumpang sari sengon dengan hanya menanam pada ruang-ruang kosong yang masih bisa ditanami diantara tanaman kelapa dan tanaman lain yang disajikan pada Gambar 19. Pada sistem ini, masyarakat tidak mempedulikan aturan jarak tanam yang digunakan. Hal ini mengakibatkan karena kurangnya ruang tumbuh yang cukup untuk sengon sehingga menyebabkan pertumbuhan dari tanaman sengon tidak maksimal. Dalam sistem ini, masyarakat bertujuan melakukan optimalisasi manfaat dari lahan dengan memaksimalkan ruang tanam yang ada.

Gambar 19 Sistem tumpang sari dengan jarak tanam yang tidak teratur

2) Sistem tumpang sari dengan jarak tanam yang teratur. Pada sistem ini masyarakat menanam sengon di sela-sela tanaman kelapa (Gambar 20a) atau tanaman buah-buahan seperti pisang (Gambar 20b). Penggunaan sistem ini sangat menguntungkan bagi masyarakat sekitar. hal ini dikarenakan pertumbuhan sengon yang dihasilkan cukup baik karena adanya ruang tumbuh yang cukup untuk pertumbuhan dan masyarakat juga masih dapat memanfaatkan hasil dari tanaman yang lain.

(30)

(a) (b)

Gambar 20 Sistem pengelolaan kombinasi sengon dan kelapa (a), sengon dan pisang (b)

Masyarakat beranggapan bahwa tanaman kayu dapat digunakan sebagai investasi masa depan. Tanaman kayu juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendesak seperti biaya sekolah, biaya berobat, dll. Dalam melakukan penanaman sengon, masyarakat tidak terlalu mempedulikan jarak tanam yang digunakan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, masyarakat memanfaatkan produksi dari tanaman kelapa seperti buah kelapa dan produk olahannya seperti kopra, dan gula kelapa. Penentuan hasil produksi yang akan dijual oleh masyarakat tergantung dari harga pasar, namun secara umum masyarakat cenderung memanfaatkan tanaman kelapa untuk disadap sari buah kelapanya yang dapat diolah menjadi gula kelapa. Waktu produksi gula kelapa tidak seperti buah kelapa dan kopra yang diproduksi satu bulan sekali, gula kelapa dapat dapat diproduksi setiap hari dengan melakukan dua kali penyadapan pagi dan sore setiap hari sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Pada sistem tanam monokultur (Gambar 21), masyarakat menanam dengan mengikuti apa yang H.Pupud lakukan dengan menggunakan jarak tanam 3 m x 3 m. hasil tanaman kayu yang didapatkan lebih bagus dari sistem tumpang sari dengan jarak tanam yang tidak teratur. Dalam sistem ini, tanaman sengon tumbuh dengan baik karena adanya ruang tumbuh yang cukup untuk pertumbuhan sengon, namun penggunaan sistem ini hanya dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat yang mempunyai lahan yang cukup luas dan modal.

(31)

Gambar 21 Sistem monokultur sengon

5.6.3 Tahun 2000 – 2010

Pada periode tahun ini, pertumbuhan hutan rakyat berlangsung semakin cepat dengan semakin banyaknya success story yang telah dilakukan oleh masyarakat sekitar. Masyarakat mulai meninggalkan sistem pengelolaan untuk optimalisasi lahan tanpa mempedulikan jarak tanam yang digunakan yang mengakibatkan kurang maksimalnya pertumbuhan sengon. Masyarakat mulai beralih menggunakan sistem tumpang sari dengan memadukan tanaman sengon dengan satu atau dua jenis tanaman yang lain dengan jarak tanam yang teratur. Sistem ini tumbuh dengan cepat karena melihat kondisi rata-rata luasan lahan masyarakat hanya memiliki luasan 0.5 ha setiap keluarga. Dengan luasan lahan tersebut dan mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, masyarakat perlu inovasi pengelolaan yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi suatu inovasi pengelolaan yang juga dapat dijadikan investasi masa depan.

Salah satu faktor yang paling mendasar dalam konteks perkembangan luasan hutan rakyat yang berlangsung begitu cepat terjadi di daerah ini dikarenakan adanya kepastian atau kepemilikan lahan yang sudah jelas yang dimilki oleh masyarakat dengan luasan yang bervariasi. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya konflik lahan yang sering terjadi di masyarakat. Kepastian lahan menjadi sangat penting dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan investasi pengelolaan lahan terutama pengelolaan lahan dengan jenis tanaman yang mempunyai waktu panen lama seperti tanaman kayu.

(32)

sawmill menyebabkan akses pasar kayu sengon semakin mudah. Masyarakat tidak perlu takut hasil panen kayu yang dibudidayakan tidak laku pasar karena saat ini telah banyak pemborong atau tengkulak kayu yang langsung mencari petani yang membudidayakan sengon untuk membeli hasil kayu sengon yang siap panen.

Gambar 22 Pabrik pengolahan kayu sawmill

Sistem penjualan kayu dilakukan dengan sistem borongan yang dilakukan oleh tengkulak atau pemborong. Ada dua macam transaksi jual beli yang dilakukan, yaitu jual beli dengan sistem borongan pada pohon sebelum dilakukan penebangan dan sistem jual beli log kayu setelah dilakukan penebangan. Pada sistem jual beli borongan sering terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pemborong saat melakukan penaksiran potensi kayu milik petani. hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan petani dalam melakukan penaksiran potensi kayu. Pemborong biasanya melakukan penaksiran sekecil mungkin terhadap potensi kayu yang akan dibeli. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebelum melakukan transaksi jual beli, petani meminta bantuan penyuluh setempat untuk menghitung terlebih dahulu potensi kayu yang akan dihasilkan. hal ini dapat meminimalisir kerugian yang didapatkan petani saat transaksi jual beli kayu.

Dalam sistem jual beli log, pemborong membeli log kayu dihitung berdasarkan hasil olahan kayu Rought Sawn Timber (RST) yan bakal didapatkan dari log kayu.

(33)

hasil perhitungan satuan diameter tiap satuan log, dihitung setelah dikurangi 4 cm. Pada sistem ini, harga log / m³ harga yang ditentukan pemborong tergantung dari besar kecilnya ukuran diameter tiap satuan log.

1) Ukuran diameter ≤ 25 cm = Rp 500.000 / m³

2) Ukuran diameter ≥ 25 cm = Rp 750.000 / m³ – Rp 800.000 / m³

Dari sudut pandang petani sekitar, harga-harga yang ditetapkan oleh setiap pemborong cukup menggiurkan mereka untuk melakukan budidaya tanaman kayu. Tanaman kayu dijadikan petani untuk investasi masa depan yang digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendesak, seperti untuk biaya sekolah, biaya pengobatan, dll. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, cukup banyak petani yang dapat menunaikan ibadah haji dari hasil panen pohon sengon sehingga muncul istilah “Haji Sengon” di kalangan masyarakat sekitar.

Pada periode ini, kelompok tani lokal di daerah setempat telah membuat sub bagian kelompok tani hutan rakyat. Masyarakat sadar akan pentingya kelembagaan petani hutan rakyat untuk menunjang eksistensi dari petani hutan rakyat sebagai penunjang keberlangsungan pengelolaan hutan rakyat kedepannya. Kelembagaan ini berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat dari kegiatan persemaian untuk produksi bibit dan penjualan kayu rakyat. Saat ini beberapa kelompok tani telah mulai membuat persemaian untuk mencukupi kebutuhan bibit di tataran kelompok masing-masing. Namun, program persemaian ini tidak berjalan cukup efektif karena terkendala adanya menejemen organisasi yang kurang bagus. Masyarakat cenderung lebih memilih membeli bibit sengon dari penjual keliling dari daerah luar seperti dari daerah Wonosobo. Adanya bibit dari daerah luar ini dikawatirkan akan dapat membawa wabah penyakit sengon dari daerah lain seperti penyakit karat tumor (Xystrovera indica).

Dampak positif yang dapat dirasakan dari adanya kelembagaan ini, dapat mengurangi terjadinya kecurangan yang biasanya terjadi saat terjadi transaksi jual beli dengan pemborong atau tengkulak. Dalam hal ini, masyarakat dapat saling membantu dalam melakukan penaksiran potensi kayu yang akan dijual. Selain itu, adanya sharing informasi tentang pemeliharaan sengon dan harga terbaru (update)

(34)

berada di sekitar pinggir pantai. hal ini dikarenakan ditemukannya kandungan tambang pasir besi, pasir cor, mangan, dan tembaga di daerah sekitar pantai sehingga menyebabkan adanya kegiatan penambangan yang dilakukan oleh perusahaan daerah maupun perusahaan swasta yang menyebabkan sebagian daerah mengalami alih fungsi lahan. Lahan yang sebelumnya dikelola untuk kebun campuran, hutan rakyat, dan sawah, saat ini dikelola untuk aktifitas tambang.

Tawaran sistem ganti rugi alih fungsi lahan yang cukup besar membuat masyarakat merubah fungsi lahannya menjadi lahan tambang. Pada umumya sistem ganti rugi yang diterapkan, pihak perusahan membeli semua tegakan yang terdapat pada lahan yang akan dilakukan kegiatan tambang dengan harga yang disepakati oleh kedua pihak. Saat kegitan tambang berlangsung, perusahaan membeli tanah dari lahan tersebut yang diindikasikan mengandung bahan tambang terutama pasir besi dengan harga yang telah disepakati. Setelah kegiatan penambangan selesai, perusahaan bertanggung jawab untuk meratakan kembali tanah bekas penambangan sehingga tanah dapat kembali rata.

Lahan bekas tambang tambang yang telah kembali rata, ditanami kembali dengan tanaman sengon (Gambar 23). Kondisi tanah pada lahan bekas tambang adalah tanah marginal yang mempunyai sedikit kandungan unsur hara atau keadaan tanah kurang subur sehingga menjadi cukup tepat saat masyarakat menanami lahannya dengan tanaman sengon. Sengon adalah jenis tanaman leguminoseae yang dapat melakukan fiksasi nitrogen pada tanah sehingga dapat memberikan tambahan hara tanah.

(35)

Gambar 23 Lahan bekas tambang yang ditanami sengon

Pada periode ini, jenis tanaman kayu yang dibudidayakan oleh masyarakat lebih beragam. Selain tanaman sengon, masyarakat juga membudidayakan tanaman akasia (Acacia mangium). Masyarakat mendapatkan tanaman ini dari penjual keliling bibit sengon yang selama ini beroperasi di daerah sekitar. Salah satu pertimbangan masyarakat dalam membudidayakan akasia karena akasia merupakan tanaman fast growing dengan tingkat pertumbuhan yang hampir sama dengan sengon, harga bibit yang lebih murah dari sengon dan telah banyaknya pabrik sawmill yang juga mau membeli kayu akasia dari petani.

Gambar

Foto lapangan
Gambar 3 Citra Landsat tahun 1994 (a) dan 2000 (b)
Gambar 4  Citra Landsat tahun 2005 (a) dan 2010 (b)
Gambar 6  Kenampakan citra Landsat pada kelas hutan tanaman (a) dan kebun   campuran (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

AUT-IMS diberikan pada kapal yang dilengkapi dengan instalasi permesinan pada ruang mesin yang tidak perlu di awasi dalam kondisi berlayar atau pada saat manuver

Ketika PT.PLN (Persero) melakukan pemadaman listrik dalam bentuk pemeliharaan maupun kerusakan maka pihak konsumen dapat menuntut haknya sesuai dalam Pasal 4 huruf

Hasil penelitian: guru PAI dalam merencanakan evaluasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII di SMPN 1 Sumbergempol kabupaten Tulungagung, yaitudengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi behavioral intention pada online marketplace khususnya Shopee menggunakan

Kesalahan ini terjadi karena pada penulisan aksara Latin, fonem ê, è, dan é hanya dituliskan dengan lambang fonem e saja. Siswa masih belum bisa membedakan kata atau kalimat

"Radiasi hanya dipancarkan (atau diserap) dalam bentuk satuan-satuan/kuantum "Radiasi hanya dipancarkan (atau diserap) dalam bentuk satuan-satuan/kuantum energi disebut

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun

Setiap permulaan quarter, kami menyiapkan masa orientasi selama seminggu untuk membantu mengenalkan murid-murid internasional baru yang datang dari seluruh dunia mengenai