(R.16)
KAJIAN MODEL SPASIAL DURBIN (SDM) DALAM PEMODELAN
KEADIAN DIARE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Studi Kasus : Kabupaten Tuban)
Rokhana Dwi BektiBina Nusantara University e-mail : rokhana_db@binus.ac.id
Abstrak
Kajian pemodelan kejadian diare dan faktor yang mempengaruhinnya dengan adanya pengaruh karakteristik lokasi yang berbeda sangat diperlukan. .Metode spasial merupakan metode yang dapat digunakan untuk pemodelan tersebut, yaitu dengan mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi efek ruang atau lokasi. Salah satu jenis khusus model spasial autoregressive adalah model Spatial Durbin Model (SDM), dimana terdapat pengaruh lag dari variabel dependen maupun independen. Model ini dikembangkan dengan alasan dalam beberapa kasus, hubungan dependensi dalam spasial tidak hanya terjadi pada variabel dependen, tetapi juga pada variabel independen. Pemodelan SDM antara kejadian diare dan faktor yang mempengaruhi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur menunjukkan bahwa secara umum dependensi lag pada variabel dependen dan independen signifikan berpengaruh. Variabel yang signifikan berpengaruh pada α = 5 persen adalah variabel sumber air minum dan rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk, serta lag variabel sumber air minum, lag variabel rasio jumlah puskemas dengan penduduk, dan lag variabel rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk. Lag variabel dependen kejadian diare signifikan berpengaruh pada α = 20 persen.
Kata Kunci: kejadian diare, Spatial Durbin Model (SDM)
1. PENDAHULUAN
Hingga saat ini diare masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Menurut Depkes (2011), di Indonesia sendiri angka morbiditas diae pada tahun 2010 adalah 411 per seribu penduduk. Keputusan Menteri Kesehatan No. 852/Menkes/SK/IX/2008 menyebutkan bahwa penyebab masih tingginya angka tersebut karena sejumlah 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Selain itu juga karena kebiasaan kurang sehat mereka dalam mencuci tangan.
Sementara itu menurut catatan Dinas Kesehatan Jawa Timur, kasus diare di Jawa Timur pada pada tahun 2008-2010 menempati urutan pertama dibandingkan penyakit-penyakit
lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh jumlah kunjungan pasien diare di RS Sentinel, yaitu pada 2008-2010 maing-masing 33%, 22%, dan 20%. Jumlah penderita diare tahun 2010 sebanyak 1.063.949 kasus. Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Banyak masyarakat yang memiliki kebersihan lingkungan yang belum memenuhi standart sehat. Di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, diare juga masih menjadi salah satu masalah kesehatan hingga saat ini.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kejadian diare, diantaranya faktor ekonomi, keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku, sanitasi lingkungan, dan sebagainya. Setiap rumahtangga di daerah yang berbeda memiliki karakteristik dan faktor pengaruh yang berbeda. Myaux et al. (1997) mengungkapkan bahwa analisis data kesehatan yang terkait terhadap ruang sangat penting dalam penelitian epidemiologi dan kesehatan perencanaan tentang penyakit menular. Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian diare perlu dilakukan melalui pemodelan spasial. Metode spasial merupakan metode untuk mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi efek ruang atau lokasi. LeSage dan Pace (2009) menyatakan bahwa pemodelan spasial dilakukan dengan proses autoregressive, yaitu ditunjukkan dengan hubungan ketergantungan antara sekumpulan pengamatan atau lokasi.
Salah satu model spasial autoregressive adalah model spasial Mixed Regressive - Autoregressive (Anselin, 1988), yaitu y
W1yXβ1ε dengan hanya ada pengaruh spasial lag pada variabel dependen. Hubungan spasial antar pengamatan tersebut dinyatakandalam matrik pembobot (W1). Spatial Durbin Model (SDM) merupakan salah satu jenis dari
model tersebut, dimana dikembangkan dengan alasan karena dalam beberapa kasus hubungan dependensi dalam spasial tidak hanya terjadi pada variabel dependen, tetapi juga pada variabel independen.
Sehingga dalam penelitian ini dilakukan pengkajian permodelan SDM antara ketersediaan prasarana sanitasi, air bersih, dan fasilitas kesehatan dengan kejadian diare di
Kabupaten Tuban, Jawa Timur untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadian diare tersebut.
2. METODE
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data dari hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, data Kabupaten Tuban dalam Angka 2008, dan data Dinas Kesehatan. Lokasi penelitian adalah di 20 kecamatan di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Data yang digunakan adalah data yang telah terstandardisasi.
Variabel yang digunakan dalam penelitian meliputi variabel dependen dan
independen. Variabel dependen adalah kejadian diare (y), yaitu persentase penduduk penderita penyakit diare yang tercatat di puskesmas-puskesmas di setiap kecamatan.
Variabel independen meliputi sumber air minum (x1), jarak pompa/ sumur/mata air ke
tempat penampungan kotoran/tinja terdekat (x2), kepemilikan fasilitas air minum (x3),
kepemilikan fasilitas buang air besar (x4), jenis kloset (x5), kepemilikan tempat
pembuangan akhir tinja (x6), rasio jumlah puskesmas dengan jumlah penduduk (x7), rasio
jumlah tenaga medis dengan jumlah penduduk (x8).
Tahapan analisis data dimulai dengan eksplorasi data melalui peta tematik, uji dependensi spasial atau autokorelasi dengan Moran’s I pada masing-masing variabel, melakukan pemodelan Ordinary Least Square (OLS) dan Spatial Durbin Model (SDM), serta
evaluasi koefisien determinasi (Rsquare) dan Sum Square Error (SSE).
Spatial Autoregressive Models
Model umum Spatial Autoregressive Models (model spasial autore-gressive) dinyatakan pada persamaan (1) dan (2) (LeSage, 1999; dan Anselin 1988).
u Xβ y W y
1 (1) Dengan u
W2uε danε
~
N
(
0
,
2I
)
(2)Dimana
y
adalah vektor variabel dependen (n x 1), X matrik variabel independen (n x(k+1)), βvektor parameter koefisien regresi ((k+1) x 1),
parameter koefisien spasial lagvariabel dependen,
parameter koefisien spasial lag pada error,u
danε
error (n x 1), W1dan W2 matrik pembobot (n x n), I matrik identitas, berukuran n x n, n banyaknya amatan
atau lokasi (i=1,2,3,...,n), dan k banyaknya variabel independen (k=1,2,3,...,n).
Dari persamaan (1), ketika X = 0 dan W2 0 akan menjadi model spasial
autoregressive order pertama y
W1yε. Model tersebut menunjukkan variansi pada y sebagai kombinasi linear variansi antar lokasi yang berdekatan dengan tanpa variabelindependen. Ketika W2 0atau
0
maka akan manjadi model regresi spasial MixedRegressive-Autoregressive atau Spatial Autoregressive Model (SAR) y
W1yXβε. Model tersebut mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada variabel dependen.Ketika W1 0atau
0maka akan manjadi model regresi spasial autoregressivedalam error atau spatial error model (SEM) y Xβ
W2uε. Dengan
W2umenun-jukkan spasial struktur
W2 pada spatially dependent error (ε
). Ketika W1,W2 0,
0
,atau
0maka disebut Spatial Autore-gressive Moving Average (SARMA) dengan persamaansama seperti pada persamaan (1). Jiika
0dan
0
maka akan manjadi model regresilinear sederhana y Xβε, yang estimasi parameternya dapat dilakukan melalui Ordinary
Least Square (OLS). Dalam model tersebut tidak terdapat efek spasial. Spatial Durbin Model (SDM)
Spatial Durbin Model (SDM) merupakan kasus khusus model SAR, yaitu ada penambahan spasial lag pada variabel independen (Anselin, 1988). Model SDM dinyatakan pada persamaan (3). Vektor parameter koefisien spasial lag variabel independen dinyatakan
dalam β2.
ε
Xβ
W
Xβ
β
y
W
y
1
0
1
1 2
(3)Persamaan (3) dapat dinyatakan menjadi persamaan (4).
I
W
Zβ
ε
y
1 1
(4)
I
W
Zβ
I
y
~
N
1 1,
2 , dengan Z
I X WX
β
β0 β1 β2
T3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Tahun 2007, Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban mencatat bahwa sejumlah 2,82 persen (31.770 jiwa) dari 1.127.416 jiwa menderita penyakit diare. Dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Timur pada 2007, Kabupaten Tuban menduduki peringkat ke-9 untuk kejadian diare. Gambar 1 menunjukkan persentase kejadian diare menurut kecamatan. Dapat diketahui bahwa kecamatan yang memiliki persentase tinggi berada di wilayah pinggiran Kabupaten Tuban, diantaranya Kecamatan Parengan (4,12 persen), Soko (4,07 persen), Rengel (3,79 persen), Plumpang (3,39 persen), Palang (3,70 persen), dan Bancar (3,54 persen).
Sumber : Diolah dari data Dinkes Kab. Tuban 2007
Gambar 1 Persentase Kejadian Diare Menurut Kecamatan 2007.
Pemodelan OLS dan SDM
Berdasarkan hasil pengujian autokorelasi spasial dengan Moran’s I dengan tingkat signifikansi 5persen, diketahui bahwa terdapat autokorelasi pada variabel tempat
pembuangan akhir tinja (X6) antar kecamatan. Sedangkan pengujian dengan tingkat signifikansi 10persen, terjadi autokorelasi pada masing-masing variabel sumber air minum
(X1), jarak ketempat penampungan kotoran/tinja (X2), penggunaan fasilitas tempat buang air
besar (X4), dan jenis kloset (X5).
Pada langkah pemodelan, dimulai dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil pemodelan melalui metode OLS disajikan pada Tabel 2. Metode ini
menghasilkan variabel jenis kloset (X5) yang signifikan berpengaruh pada α=10persen dan
penggunaan fasilitas air minum (X3) yang signifikan berpengaruh pada α=20persen. Metode
OLS ini menghasilkan koefisien determinansi (Rsquare) yang relatif kecil dan Sum Square Error
(SSE) yang besar.
Pengujian asumsi residual didapatkan residual yang berdistribusi normal, telah independen, dan terdapat heterodeskedasitas. Pada pengujian Moran’s I residual ada indikasi pengelompokan residual. Metode OLS ini memiliki kinerja kurang baik, karena asumsi identik residual yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan varians residual tidak homogen dan terdapat indikasi pengelompokan residual. Oleh karena itu perlu dilakukan permodelan spasial.
Pada pemodelan SDM terdapat dependensi lag pada variabel dependen maupun
independen. Hal tersebut ditunjukkan oleh parameter
yang signifikan berpengaruh padataraf signifikansi α = 20 persen dan lag variabel independen signifikan berpengaruh terhadap kejadian diare pada taraf signifikansi α = 5 persen, α = 10 persen, atau α = 20 persen.
Signifikansi pada lag variabel independen ditunjukkan oleh variabel-variabel independen dengan pembobot yang signifikan perpengaruh. Variabel tersebut diantaranya
sumber air minum (X1), rasio jumlah puskemas dengan penduduk (X7), dan rasio jumlah
tenaga medis dengan penduduk (X8) pada taraf signifikansi α = 5 persen. Variabel lainnya
tempat pembuangan akhir tinja (X6) signifikan pada α = 20 persen. Pemodelan SDM memiliki Rsquare yang lebih besar dan SSE yang lebih kecil dibandingkan OLS.
Tabel 1 Estimasi Parameter OLS dan SDM
Parameter
Pemodelan OLS Pemodelan SDM
Estim
asi thitung Estimasi Wald
β0 -0,000 -0,00 0.3296 3.1280** β11 -0,021 -0,08 0.6468 3.3371** β12 -0,270 -0,94 -0.4006 3.3434** β13 0,359 1,40*** 0.7229 15.2629* β14 0,077 0,24 0.101 0.1294 β15 -0,950 -2,03** -0.4729 1.5849 β16 0,330 0,92 -0.3522 0.7819 β17 -0,286 -0,88 0.6351 3.1593** β18 -0,217 -0,63 -0.7977 7.9760* β21 - - 2.3123 4.8657* β22 - - -1.1092 3.5350** β23 - - 0.9243 0.5276 β24 - - 0.1932 0.1202 β25 - - -0.5305 0.1142 β26 - - -1.6347 2.6102*** β27 - - 2.1869 3.8805* β28 - - -2.3712 7.9906* - - -0.4293 1.8221*** Rsquare(%) 47,2 66,06 SSE 10,03 5.9743
Ket : *) signifikan pada α=5%, **) signifikan pada α=10%, ***) signifikan pada α=20%,
796 , 1 11 ; 95 , 0 t , t0,9;11 1,363 , 3,841 2 1 ; 05 , 0
,
02,10;1 2,706,
02,20;1 1,642Koefisien variabel sumber air minum terboboti bernilai positif, menunjukkan bahwa kecamatan yang bersebelahan dengan kecamatan lain dengan persentase RT yang menggunakan sumber air minum dari mata air tak terlindungi dan sumur tak terlindungi tinggi maka akan cederung memiliki persentase kejadian diare tinggi pula. Begitu juga sebaliknya, kecamatan yang bersebelahan dengan kecamatan lain dengan persentase rendah
maka akan cenderung memiliki persentase kejadian diare rendah pula. Sedangkan pada variabel rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk memiliki koefisien negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecamatan yang bersebelahan dengan kecamatan lain dengan rasio tinggi maka akan cederung memiliki persentase kejadian diare rendah.
Berdasarkan hubungan antara kejadian diare dan kepemilikan sarana sanitasi, air bersih, dan fasilitas kesehatan pada SDM, dapat diartikan juga bahwa persamaan atau perbedaan karakteristik pada kecamatan yang berdekatan dapat memicu peningkatan atau penurunan jumlah kejadian diare. Sebagai contoh, kecamatan dengan persentase rumahtangga yang menggunakan sumber air minum dari mata air tak terlindungi dan sumur tak terlindungi tinggi akan dapat dipicu oleh kecamatan didekatnya yang memiliki persentase sedikit untuk menurunkan kejadian diare. Pemicuan tersebut dapat dilakukan melalui program-program bersangkutan yang telah dilaksanakan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemodelan dapat disimpulkan bahwa lag variabel dependen maupun independen berperan penting pada pemodelan SDM kejadian diare dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Variabel yang signifikan berpengaruh pada α = 5 persen adalah variabel
sumber air minum (X1) dan rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk (X8) serta lag
variabel sumber air minum (X1), lag variabel rasio jumlah puskemas dengan penduduk (X7),
dan lag variabel rasio jumlah tenaga medis dengan penduduk (X8). Lag variabel dependen
5. DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L. (1988), Spatial Econometrics : Methods and Models, Kluwer Academic Publishers, Netherlands.
Arumsari, N. dan Sutikno, (2010), “Permodelan Kejadian Diare dengan Pendekatan Regresi Spasial. Studi Kasus : Kabupaten Tuban Jawa Timur”, Seminar Nasional Pasca Sarjana X, Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, hal. VI-31.
Depkes, (2011), Biasakan Cuci Tangan Pakai Sabun Pada 5 Waktu Kritis,
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1694-biasakan-cuci-tangan-pakai-sabun-pada-5-waktu-kritis.html [diunduh pada tanggal 20 Oktober 2011]
LeSage, J.P. dan Pace, R.K. (2009), Introduction to Spasial Econometrics, R Press, Boca Ration. Myaux, J., Ali, M., Felsenstein, A., Chakraborty, J., dan de Francisco, A. (1997), “Spatial
Distribution of Watery Diarrhoea in Children: Identification of Risk Areas in a Rural Community in Bangladesh”, Health and Place, Vol. 3, No. 2, hal. 181-186.