MANAJEMEN PENDIDIKAN
KARAKTER BERBASIS TASAWUF
(Studi Multikasus Eksploratori Pada Thoriqot Qodiriyyah Naqsyabandiyyah
Suryalaya-Sirnarasa dan Thoriqot Idrisiyyah Pagendingan)
oleh Syuhudul Anwar
Pendidikan karakter harus dilaksanakan melalui harmonisasi olah fikir, olah hati, olah
rasa, dan olah raga. Olah hati merupakan aspek vital dan berpengaruh kepada yang lain.
Thoriqoh adalah sebuah lembaga keagamaan islam yang merupakan bentuk praktis dari
tasawuf yakni upaya rehabilitasi akhlak/karakter melalui rehabilitasi hati. Penelitian
ini bertujuan mengkontruksi model hipotetik manajemen pendidikan karakter berbasis
tasawuf. Dengan pijakan empiris dari informasi tentang:1)Persepsi jemaah tarekat mengenai
proses tazkiyatunnafsi, 2)Komponen manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf, 3)
Manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf. Penelitian dilakukan di lembaga Thoriqot
Qodiriyyah Naqsyabandiyah Suryalaya-Sirnarasa dan Thoriqot Idrisiyyah Pagendingan
menggunakan pendekatan qualitative inquiry dengan metode studi multi kasus eksploratori.
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Analisis menggunakan Analisis Miles dan Hubberman. Hasil penelitian meliputi: 1) Proses
tazkiyyatunnafs terdiri dari tiga aspek penting yakni nilai karakter, pembelajaran, dan tenaga
pendidik. 2) Komponen manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf: komponen nilai
karakter meliputi sumber nilai terdiri dari manusia, pendekatan pembelajaran, dan bahan
tekstual. Klasifikasi nilai karakter terdiri dari Nilai karakter: nilai karakter religius, nilai
karakter kemandirian, nilai karakter etika sosial, nilai karakter etika peserta didik, nilai
karakter cinta lingkungan. Kurikulum: kegiatan-kegiatan spiritual dan pembelaiaran etika.
Pembelajaran: Pendidikan dan latihan nilai etika. Penilaian: konseling intuitif. Pendidik dan
tenaga kependidikan: mentor spiritual. 3) Manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf
terdiri dari Perencanaan: mengacu secara total pada mentor. Pelaksanaan: penguatan spiritual
peserta didik dan pembelajaran nilai karakter. Pengendalian: konseling intuitif dan supervisi
spiritual.
Kata Kunci:
Manajemen, Karakter, Tasawuf.
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter harus dilaksanakan melalui harmonisasi olah fikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga. Dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, tercantum bahwa Penguatan Pendidikan Karakter adalah gerakan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olahraga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Hal ini melahirkan sebuah prinsip bahwa PPK harus dikembangkan dan diimplementasikan secara holistik. Dalam arti bahwa pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), estetika (olah rasa), etika dan spiritual (olah hati) dilakukan secara utuh-menyeluruh dan serentak (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017:10). Selain prinsip tersebut, Dalam kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, pendidikan karakter tidak hanya melingkupi lingkungan pendidikan formal namun menyentuh berbagai sektor lainnya. (2010: 30 dan 33).
Pendidikan karakter menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan harapan bahwa selain meningkat secara kualitas intelektual juga memiliki kualitas emosional dan spiritual yang terefleksikan dan terinternalisasi pada karakternya dalam kehidupan sehari-hari.
Bersebrangan dengan hal tersebut, dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa dikemukakan bahwa di antara permasalahan bangsa adalah bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (2010:17). Hal tersebut diindikasikan dengan adanya kompleksitas masalah karakter masyarakat. Alawiyah (2012:19) mendeskripsikan data bahwa pada tahun 2008 angka kekerasan terhadap
anak di Indonesia mencapai angka 1.736, di tahun 2009 angka tersebut naik 62,7% menjadi 1.998 kasus. Sementara kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2007 mencapai 25.552 kasus dan tahun 2008 meningkat 213% menjadi 54.425 kasus. (Kompas, 20 Juni 2011). Selain itu, hasil survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2010 menunjukkan 51% remaja di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) telah melakukan seks pranikah. Data tentang penyalahgunaan narkoba menunjukkan dari 3,2 juta jiwa yang ketagihan narkoba 78%-nya adalah remaja. Serta 800 ribu remaja dari 2,4 juta jiwa per tahun diperkirakan melakukan aborsi. Berbagai kasus runtuhnya moral pun terjadi di dunia pendidikan, seperti kasus plagiat di perguruan tinggi; kasus anak SD yang bunuh diri karena malu belum melunasi pembayaran buku pelajaran; sepasang remaja membuang bayi akibat hubungan gelap; tawuran pelajar; dan masih banyak lagi rentetan tragedi hancurnya nilai-nilai moral dalam pendidikan kita. Selain kasus-kasus tersebut masih banyak kasus-kasus lainnya yang melibatkan orang-orang yang memiliki peran sebagai panutan dalam masyarakat.
Salah satu penyebab permasalahan di atas adalah belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa. Kelemahan ini diindikasikan oleh penyelenggaraan Pendidikan karakter di berbagai lembaga pendidikan formal maupun non formal yang lebih banyak menonjolkan aspek materialnya dan mengesampingkan aspek spiritualnya (termasuk etika). Dalam kondisi seperti itu pendidikan hanya diarahkan kepada pemenuhan potensi akademik untuk mencetak manusia-manusia yang memiliki kemampuan kognisi dan berwawasan iptek agar siap bekerja dengan bermodal hardskill dan kemampuan jasmani. Indra Jati Sidi sebagaimana dikutip
oleh Sumantri (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007:248), menyatakan bahwa salah satu kritik terhadap sistem pendidikan antara lain adalah bahwa pendidikan terlalu mementingkan aspek akademik dan kurang diimbangi oleh pendidikan karakter, budi pekerti, akhlak, moral dan dimensi mental, serta seni dan olahraga. Bahkan menurut Supardjo yang dikutip oleh Sugiyono (2016: 190), lembaga pendidikan baru menduduki fungsi sosialisasi dan mengenalkan informasi. Akibatnya terjadi disorientasi dalam Pendidikan di berbagai jenis dan jenjangnya.
Oleh karena itu, perlu adanya eksplorasi model atau desain Pendidikan karakter melalui optimalisasi aspek olah hati yang mencakup spiritual dan etika. Diharapkan strategi seperti itu dapat memberikan kontribusi positif bagi implementasi Pendidikan karakter, meningkatkan efektifitasnya sebagai sebuah system yang terintegrasi atau hidden curriculum maupun sebagai system yang berjalan sinergi dengan lembaga penyelenggara pendidikan karakter. Di antara lembaga yang dimaksud adalah thoriqoh yang merupakan lembaga keagamaan islam sebagai bentuk praktis dari tasawuf (upaya rehabilitasi akhlak/ karakter melalui rehabilitasi hati) sehingga
thoriqot identik dengan pendidikan spiritual
dan etika. Satu sisi thoriqot terdiri dari gejala yang abstrak karena ranah spiritual tersebut. Di sisi lain pada aspek etika, thoriqot memiliki dimensi yang memang dapat diobservasi.
Penelitian ini memilih lembaga thoriqoh
qodiriyyah naqsyabandiyyah
Suryalaya-sirnarasa dan thoriqoh pagendingan sebagai obyeknya. Dari aspek kuantitas, keduanya memiliki jumlah Jemaah yang cukup besar dan terus mengalami perkembangan. Dari segi kualitas, keduanya memiliki potensi dalam upaya pembentukan karakter manusia. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, thoriqoh memberikan dampak positif terhadap perkembangan diri
jemaah. Dengan demikian, Pendidikan kethoriqohan merupakan Lembaga Pendidikan karakter yang potensial dalam membangun karakter bangsa sebagaimana diharapkan. Pertanyaan utamanya adalah seperti apa desain Pendidikan karakter berbasis tasawuf yang selama ini berjalan dalam thoriqoh dan seberapa signifikan perannya dalam upaya peningkatan spiritual yang sejalan dengan perubahan kepribadian Jemaah.
Penelitian ini bertujuan mengkonstruksi model hipotetik manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf. Model tersebut dirancang menggunakan pijakan empiris dari informasi tentang: 1) Persepsi jemaah tarekat mengenai proses tazkiyatunnafsi, 2) Komponen manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf, 3) Manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan
qualitative inquiry melalui metode multikasus
eksploratori. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, untuk menggali informasi terkait focus penelitian dan mengungkap berbagai data informasi yang didapatkan maka digunakan prinsip-prinsip Teknik deskriptif digunakan karena menggali informasi apa adanya sesuai fenomena yang terjadi secara alamiah. Pengumpulan data penelitian menggunakan Teknik wawancara, Teknik observasi, dan Teknik dokumentasi dengan mengacu kepada pedoman instrument pengumpulan data agar data tidak melebar. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur melalui pertanyaan-pertaanyaan atau dialog terbuka dengan informan agar didapatkan data focus penelitian yang lengkap untuk mempermudah peneliti menemukan informasi yang lebih rinci.
Menggunakan Teknik analisis data kualitatif Miles and Hubberman,
dilaksanakan langkah-langkah sebagaimana berikut ini. Pada tahap analisis data awal ketika peneliti di lapangan, dilakukan seleksi dilanjutkan reduksi dan klasifikasi terhadap data dari setiap informan pada setiap kasus dan difokuskan kepada beberapa kategori focus penelitian untuk menghasilkan temuan perkasus. Kemudian pada tahap analisis data lanjutan, dilakukan penyajian data perkasus dan dikomparasi antar kasus, kemudian dibuat interpretasi dari kedua kasus menjadi sebuah interpretasi perkategori focus penelitian.
Pada tahap analisis data selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan melalui komparasi antar temuan dengan teori-teori dan model-model manajemen Pendidikan karakter secara literatur. Dari kesimpulan tersebut kemudian dibangun sebuah model operasional. Sebagai hasilnya, terwujudlah sebuah model manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf baik secara teoretis maupun empiris. Pada tahap akhir dilakukan telaah terhadap model yang terbangun melalui analisis swot dan analisis kausalitas supaya tergambar kekuatan dan kelemahannya serta terprediksi bagaimana dampak yang akan didapatkan pada saat model ini diimplementasikan di Lembaga lain selain thoriqot atau Lembaga tasawuf.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah dan thoriqoh Idrisiyyah pagendingan merupakan Lembaga Pendidikan keagamaan islam dengan karakteristik tradisionalnya dalam system ajaran. Sebagai Lembaga keagamaan berbasis masyarakat, yang terlahir dari masyarakat dan memberikan kembalian kepada masyarakat pula, sejak beberapa dekade telah memberikan pelayanan kependidikan yang tidak hanya dalam bentuk Pendidikan non formal melainkan mengintegrasikan
Pendidikan formal di dalamnya yang diwadahi oleh Yayasan dan berbasis pesantren.
1. Persepsi Jemaah Tentang Tazkiyyatunnafs
Dalam tarekat, proses tazqiyyatunnafsi sangat kental akan wawasan mengenai nilai karakter dengan keragaman nilai karakter dimana informasi mengenai nilai karakter yang diajarkan dapat diketahui dari berbagai literatur sufi yang ada. Kemudian berbagai bentuk pembelajaran yang khas dan mengarah kepada penguatan potensi spiritualitas jemaah, dan kekhasan tenaga pendidik dalam hal kualifikasi dan karakteristiknya. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan karakter berbasis tasawuf. Dampak dari serangkaian proses tersebut cukup signifikan terhadap pengembangan diri dan perubahan kepribadian.
2. Komponen Manajemen
Komponen manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf terdiri dari nilai karakter, kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan. Temuan tentang nilai karakter yang ditanamkan meliputi: Sumber nilai karakter dapat diklasifikasikan kepada sumber manusia, bentuk pendekatan/ kegiatan, dan bahan tekstual (manuskrip dan buku). Manusia terdiri dari syekh mursyid yang memiliki karakter khusus. Pendekatan terdiri dari talkin dzikir yang berisi pembelajaran tentang dzikir dan nilai karakter. Bahan tekstual terdiri dari seluruh sumber tekstual yang dijadikan pegangan.
Komponen nilai karakter yang dipelajari, dapat diklasifikasikan kepada beberapa kategori berikut ini:
a. Keagamaan. Meliputi: Taubat, Tawakkal, Syukur, Rido, Qonaah, Dzikir, Zuhud, Taqarrub, Memegang sunnah Rosululloh Saw, Rindu, Hakikat, Uzlah, Melaksanakan segala perintah
Alloh, Sabar, Malu, Takwa, Ikhlas, Khouf.
b. Kemandirian. Meliputi: Cinta Ilmu, Tegas, Sabar, Mendapatkan kemuliaan-kemuliaan, Jujur, Memenuhi janji, Benar, Gagah, Bersih, Jiwa mengembara, Berbusana bulu, Kefakiran, Rimbawan, Isyaroh, Tidak berhenti bekerja meskipun diganggu orang lain, Visioner, Harga diri, Pelayanan prima, Motivasi tinggi, Kemampuan manajerial yang efektif, Penampilan rapih, Adab makan dan minum, Adab bepergian, Menghormat tamu, Disiplin, Cerdas, Teguh pendirian, Tangguh, Tidak banyak tingkah, Banyak kebaikan, Lisan yang benar, Sedikit bicara banyak bekerja, Sedikit kesalahan, Sedikit kelebihan, Berbakti, Sampai pada tujuan, Pemenang, Menahan diri, Jauh dari caci maki, Bukan pempitnah, Bukan pemarah, Menyenangkan, Ahlul quran, Mawas diri, Istiqomah, Sadar Diri, Selalu memberi solusi.
c. Kesusilaan. Meliputi: Tawadhu, Baik hati, Baik budi pekerti, Lembut, Tidak banyak bicara, Memberi bantuan, Dermawan, Murah hati, Adil, Memberi pertolongan dalam kebaikan, Saling menghormati, Bersikap rendah hati, Bergotong royong, Belas kasih, Lemah lembut, Kasih sayang, Ramah tamah, Bermanis budi, Bersikap murah tangan, Tidak benci kepada ulama yang sezaman, Tidak menyalahkan ajaran orang lain, Tidak memeriksa murid orang lain, Menyayangi orang yang membenci, Tutur kata halus, Menenangkan, Mencintai membenci marah pada jalan Alloh, Akrab, Tidak iri, Tidak bakhil, Tidak dengki, Saling memberi nasihat. d. Kethoriqohan. Meliputi: (Secara dhohir)
Menjalankan perintahnya, Menjauhi larangannya, Diam dan tenang ketika bersamanya serta tidak bicara jika tidak disuruh bicara, Semangat untuk berkhidmat kepadanya, Selalu hadir di majelisnya. (Secara bathin) Meyakini
kesempurnaannya, Menghormatinya, Mengesampingkan akal, jabatan, ilmu, amal, selain dari yang diberikan oleh guru, Tidak berpindah darinya kepada yang lain.
e. Cinta lingkungan. Meliputi satu karakter yakni baik dengan lingkungan sekitar. Komponen kurikulum dalam tarekat terdiri dari struktur ritual kethoriqohan dan kajian nilai karakter. Kurikulum dalam kedua tarekat memiliki tahapan tertentu dengan ketentuan khusus yang berlaku sesuai karakteristik yang ditentukan oleh mursyid sebagai pendidik yang sesungguhnya dalam tarekat dan memiliki otoritas untuk mengelola proses pendidikan ketarekatan secara komunal bahkan secara individual jemaah. Prinsip isi kurikulum pendidikan kethoriqohan adalah sebagai berikut: 1) Isi kurikulum berpusat kepada mursyid. 2) Berorientasi pada pengalaman pribadi murid secara total. 3) Berorientasi pada perkembangan spiritual. 4) Pembelajaran bersifat ritual.
Komponen pembelajaran dalam tarekat, memiliki beberapa karakteristik. 1) pembelajaran dalam thoriqot merupakan pembelajaran terus menerus (life long
learning). Diawali dari talqin dzikir,
hingga praktik ritual kethoriqohan lainnya yang tidak ditentukan jenjang dan dan tidak diketahui capaiannya serta tidak memiliki ukuran waktu. 2) Pembelajaran dalam thoriqot pun bersifat komunal maupun individual. Dengan demikian, keseluruhan pembelajaran dalam thoriqot menggunakan pendekatan mujahadah dan pendekatan riyadhoh. Mujahadah artinya seorang pengamal tasawuf dalam thoriqot berupaya secara all out menjalani hidupnya untuk selalu melakukan hal-hal positif dan meninggalkan segala yang negatif. Sedangkan riyadhoh artinya bahwa seorang pengamal tasawuf dihadapkan kepada berbagai situasi dan kondisi kehidupan apa adanya tanpa melepaskan nilai-nilai yang
telah diajarkan.
Komponen penilaian dalam pendidikan karakter berbasis tasawuf bersifat ruhaniyah. Indikasinya bahwa upaya penilaian tersebut mengacu kepada karakteristik ruhani murid dalam bentuk level-level nafsu dari level nafsu ammarah hingga level nafsu Kamilah. Mursyid berperan sebagai instrument melalui teknik observasi tanpa pedoman tertulis dengan hasil dari penilaian tersebut berbentuk kualitatif dan bertujuan untuk melatih ruhani.
Komponen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan berperan sebagai mentor spiritual. Kriterianya terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi personal/kepribadian berlandaskan kekuatan spiritual. Begitu pula dengan sumber daya manusia yang berperan membantu mursyid dalam tarekat harus dilandasi oleh kekuatan kompetensi spiritual.
3. Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Tasawuf
Manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf terdiri dari kegiatan manajerial meliputi perencanaan yang mengindikasikan bahwa pendidikan karakter berbasis tasawuf secara umum disandarkan kepada mursyid. Kondisi tersebut disebabkan dua hal. Pertama, konsep dasar teoretis dan praktis tentang thoriqot hanya diketahui secara mendalam oleh mursyid termasuk standar pencapaian keberhasilan pendidikan karakter. Kedua, seluruh sumber daya manusia dan non manusia ditentukan dan dibijaki oleh mursyid. Karakteristik mursyid sebagai acuan perencanaan pendidikan karakter berbasis tasawuf:
a. Mursyid memahami betul tentang landasan-landasan pendidikan karakter berbasis tasawuf meliputi landasan teologis, teoretis, dan konsep praktis. Sehingga mursyid memahami, menguasai, dan memegang teguh
prinsip dan nilai-nilai ideal pendidikan kethoriqohan.
b. Menguasai tentang tingkatan kualitas spiritual sebagai acuan dalam penilaian. Sehingga qualified untuk mendidik spiritual yang didukung oleh kualitas spiritual dalam dirinya.
Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis tasawuf terdiri dari penguatan spiritualitas dan pembelajaran nilai karakter. Penguatan spiritualitas melalui kegiatan ritual kethoriqohan seperti talqin, dzikrulloh, khotaman, manakiban, dan kholwat. Kemudian pembelajaran nilai karakter dalam bentuk talqin, baiat, majelis taklim, manakiban, suhbah, dan integrasi program. Dengan demikian metodologi pelaksanaan pendidikan karakter berbasis tasawuf dapat dirinci menjadi penanaman nilai yang terdapat pada proses pra talqin hingga talqin dan baiat. Pembimbingan dari
wakil talkin maupun ajengan yang menjadi
teladan (contoh praktis) bagi para murid dalam berbagai kegiatan ritual kethoriqohan Pembelajaran nilai karakter dilakukan menerapkan metode pembelajaran literatur sufi. Keteladanan didapatkan dari figur para mursyid. Integrasi program diterapkan dalam bentuk pengkondisian lingkungan thoriqoh sebagai ruang pengembangan diri dan pembelajaran implementasi nilai-nilai karakter.
Proses pengendalian dalam manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf diarahkan kepada evaluasi proses dan output. Pengendalian dilakukan melalui dua pola yakni konseling intuitif dan muroqobah. Konseling intuitif berkenaan dengan dua hal, yakni evaluasi perkembangan thoriqoh secara kelembagaan dan penilaian individu jemaah yang merupakan fungsi mursyid sebagai konselor melalui observasi, wawancara, dan evaluasi diri. Proses penilaian melalui Muroqobah dilakukan terhadap dua perilaku. Pertama jemaah merasa bahwa segala hal yang ia lakukan
merasa diawasi oleh mursyid. Kemudian jemaah dengan sengaja mengingat mursyid sehingga ia dapat mengontrol dirinya dari hal-hal yang negatif.
Keunggulan dan Kelemahan
Keunggulan terletak pada aspek pelaksanaan yang menggunakan multimetode. Metode pembelajaran yang terdiri dari: 1) metode penanaman nilai melalui internalisasi god spot sebagai landasan bagi terwujudnya kebiasaan-kebiasaan positif. Ini sesuai dengan salah satu pendekatan pendidikan nilai yang diajukan oleh Superka adalah pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) yang merupakan sebuah pendekatan yang menekankan penanaman nilai-nilai sosial. 2) Metode keteladanan berbasis kriteria pendidik yang berkarakter. Bandura (….) mengistilahkan bentuk pembelajaran ini dengan sebutan observational learning atau melihat model. Bahwa modelling dikenal sebagai satu-satunya cara untuk memindahkan nilai-nilai, sikap, pola-pola berpikir dan perilaku. 3) Metode pembimbingan (practical guidance) sebagai bentuk keterlibatan pendidik pada setiap kegiatan yang dikondisikan maupun yang tidak. 4) Metode pembelajaran nilai secara tekstual (expository learning) untuk menambah wawasan mengenai akhlak. Pembelajaran ini adalah strategi Pembelajaran Ekspositori, yakni pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang pendidik kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. 5) Metode integrase program (integrated programe) sebagai bentuk pembelajaran karakter terpadu dengan kehidupan sehari-hari (CTL). Sedangkan dalam kerangka manajemen Pendidikan karakter yang diimplementasikan pada lembaga Pendidikan secara umum, pelaksanaan pendidikan karakter terdiri
dari pembiasaan, keteladanan, pembinaan disiplin, contextual learning and teaching, dan pembelajaran partisipatif.
Selanjutnya keunggulan pun ada pada syarat pendidik yang diharuskan memiliki kualifikasi pengalaman dan pemahaman spiritual dalam kompetensi personalnya. Persyaratan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pendidikan karakter berbasis tasawuf merupakan upaya pembentukan karakter yang dilandasi oleh spiritual/ruhani. Dengan kualifikasi tersebut, seorang pendidik merupakan pendidik yang benar-benar memiliki IQ, EQ, dan SQ. Nucci dan Narvaez (….) mengemukakan tentang model kurikulum pendidikan yang digagas oleh Steiner dengan ditunjang oleh model pendidiknya: “Steiner’s Waldorf School philosophy works to
actively nurture children’s spiritual development and requires teachers to act as spiritual role models”.
Kelemahan model manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf pada thoriqot terletak pada perencanaan. Acuan perencanaan bersifat abstrak dan tidak tertulis karena segalanya bergantung kepada kreatifitas pendidik dengan basis pengalaman dan pemahamannya mengenai spiritualitas. Akibatnya akan sulit untuk mengukur ketercapaian pelaksanaan dan penilaian output khususnya bagi pendidik yang tidak qualified bagi model ini dan menjadikan kriteria seorang pendidik sufi begitu ekslusif. Kondisi ini pula yang menjadikan karakteristik perencanaannya sebagai perencanaan tetap atau perencanaan operasional. Perencanaan seolah telah terstandar secara tidak tertulis. Berbeda dengan itu, model hipotetik yang diajukan dilengkapi dengan perencanaan tertulis sehingga kelemahan yang terdapat dalam model sebelumnya teratasi.
Kelemahana lain pada praktik saat ini, tidak ada penentuan jenis karakter yang spesifik sebagaimana direkomendasikan oleh oleh Kementerian Pndidikan dan
Kebudayaan Republic Indonesia dalam program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai tujuan pembelajaran disebabkan Pendidikan karakter berbasis tasawuf merupakan Pendidikan spiritual atau ruhani yang akan berdampak terhadap perubahan kepribadian.
Pada pelaksanaan tidak terdapat langkah pengkondisian untuk pembiasaan karakter, melainkan pembiasaan rutinitas kegiatan spiritual religious. Kelemahan ini terjadi disebabkan oleh anggapan bahwa semakin tinggi intensitas atau istiqomah pelaksanaan kegiatan spiritual religious maka akan semakin kuat dampaknya terhadap perubahan kepribadian. Jadi pembiasaan karakter positif benar-benar harus terlahir dari kecerdasan spiritual peserta didik.
Pada aspek pengendalian, pedoman penilaian tidak berbentuk dokumen tertulis, bersifat informal, dan kualitatif dikarenakan perencanaan pun demikian. Dampaknya, terjadi hambatan dalam menyusun data kuantitatif atau numerik hasil penilaian sebagai dasar perumusan rekomendasi penyusunan instrument karakter yang ada pada tujuh macam nafsu manusia.
Model hipotetik manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf
Dari temuan intepretatif di atas, peneliti mengajukan sebuah model hipotetik
manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf yang dioperasionalisasikan berdasarkan pola Pendidikan pada Lembaga Pendidikan formal, non formal, dan informal sehingga dapat difahami secara implementatif.
Berikut ini dasar, syarat, tujuan serta analisis keunggulan dan kelemahan yang ada pada model tersebut. Dasarnya adalah sebagai berikut: 1)Penekanan pada klasifikasi nilai karakter yang komprehensif. 2)Pembelajaran-pembelajaran spiritual untuk mendidik dan melatih kecerdasan spiritual. 3)Pendidik yang memiliki kualifikasi spiritual dalam arti memiliki pengalaman dan pemahaman spiritual (7 nafsu manusia). Ketiga dasar ini merupakan fondasi bagi konstruksi manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf sekaligus yang menjadikan setiap komponen dan fungsi/proses manajemen benar-benar terarah kepada Pendidikan sepiritual dan pembelajaran-pembelajaran etika. oleh karena itu, tanpa ketiga aspek penting ini, kedua ranah Pendidikan spiritual dan pembelajaran etika tidak akan tercapai.
Syarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan sebuah manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf adalah sebagai berikut: 1)Pendidik merepresentasikan
nilai karakter berlandaskan kecerdasan spiritual. 2)Pembelajaran-pembelajaran yang berorientasi peningkatan kecerdasan spiritual. 3)Tersedianya buku ajar mengenai nilai karakter. 4)Memberi penekanan kepada nilai karakter yang hendak ditanamkan yang komprehensif. Nilai karakter meliputi: Keagamaan, Kesusilaan, Kemandirian, etika kependidikan, dan Cinta Lingkungan. 5) Kurikulumnya terdiri dari kegiatan-kegiatan spiritual dan pembelaiaran etika. 6)Pembelajaran berisi pendidikan dan latihan nilai etis. 7)Penilaiannya melalui konseling intuitif. 8)Peran pendidik dan tenaga kependidikan adalah sebagai mentor spiritual. Mengedepankan kapasitas dan kualitas tenaga pendidik. Dalam hal ini pendidik harus memiliki pengalaman spiritual sehingga karakternya dilandasi oleh spiritualitas. Semua syarat ini harus dipenuhi untuk membelajarkan peserta didik agar dapat terlahir karakter yang berlandaskan spiritualitas.
Tujuan manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf adalah pertama, mendidik spiritual peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan spiritualnya. Kedua, menanamkan, membentuk, dan mengembangkan karakter peserta didik. Menurut ulama sufi bahwa tasawuf merupakan akumulasi nilai-nilai etis. Jelas sekali bahwa tasawuf sebagai praksis esoteris islam yang berfokus pada pembinaan ruhani manusia juga merupakan pembelajaran-pembelajaran etika religious yang islami dalam hubungannya dengan tuhan, sesame manusia, dan sesama makhluk-Nya.
SIMPULAN
Model manajemen pendidikan karakter berbasis tasawuf dalam thoriqot dilandasi oleh nilai-nilai pendidikan spiritual dan pembelajaran etika. Rangkaian proses, komponen, dan peta fungsi manajemen yang ditemukan tidak lepas dari kedua
aspek tersebut. Rincian dari kesimpulan umum tersebut adalah sebagai berikut: 1) Persepsi Jemaah thoriqot mengenai
proses tazkiyyatunnafsi yang ditunjukkan melalui rangkaian Takholli dan tahalli sarat akan wawasan mengenai nilai karakter, berbagai bentuk pembelajaran, dan kekhasan dalam hal tenaga pendidik. 2) Komponen manajemen Pendidikan
karakter berbasis tasawuf dilandasi oleh nilai-nilai pendidikan spiritual dan etika atau adab.
3) Proses manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf berisi kegiatan-kegiatan manajerial yang terpusatkan pada figur mursyid.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan ini, diajukan beberapa rekomendasi berikut:
1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menjadikan model yang dihasilkan dari penelitian ini sebagai bagian dari program PPK. Selanjjutnya, mendorong dan memfasilitasi penyelenggara Pendidikan formal, nonformal, maupun informal agar mengimplementasikan model hipotetik manajemen Pendidikan karakter berbasis tasawuf untuk mendidik spiritual peserta didik sehingga terlahir karakter yang berlandaskan nilai-nilai etika religius.
2) Lembaga thoriqot agar melakukan evaluasi insitusional berbasis temuan penelitian ini untuk perbaikan-perbaikan dan peningkatan efektifitas Pendidikan yang diselenggarakannya.
Alawiyah, Faridah, (2012). Kebijakan dan Pembangunan Karakter Melalui Pendidikan di Indonesia, Policy and Development of Character Building Through Education in Indonesia, , Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI, Naskah diterima: 29 Februari 2012, Naskah diterbitkan: 18 Juni 2012. Al-Qodiri, Ismail bin Said Muhammad Said,
Fuyudhoturrobbaaniyyah fil Maatsir wa al-Aurod al-Qodiriyyah, disusun oleh Mesir: Musthofa albabi alhalbi.
Berkowitz, bier, W dan Marvin, Melinda. C, (2006). What Works In Character Education, A Report For Policy Maker And Opinion Leader, Connecticut : Character Education Partnership.
Griffin, Ricky W. (2005). Management, Eight Edition, Indian Adaptation, New Delhi: Biztantra.
Hamid, Abdulloh, (2017). Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, Pelajar dan Santri dalam Era IT dan Cyber Culture, Surabaya: Imtiyaz.
Ismail, Asep Usman, (2012). Tasawuf Menjawab Tantangan Global, Upaya Membangun Karakter Muslim, Jakarta: Transpustaka.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Kupperman, Joel J. (1991). Character,
Newyork: Oxford University Press.
Lickona, Thomas, (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.
Lickona, Thomas, (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.
Lickona, Thomas, (2012). Character Matters: Persoalan Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu & Jean Antunes Rudolf Zien dan Editor Uyu Wahyuddin dan Suryani, Jakarta: Bumi Aksara. Mulyasa, E, 2013. Manajemen Pendidikan
Karakter, Jakarta: Bumi Aksara.
Pemerintah Republik Indonesia, (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025. Jakarta
Raudvere, Catharina and Leif Stenberg, (2009). Sufism Today, Heritage and Tradition in the Global Community, London: I.B.Tauris & Co Ltd.
Samani, Muchlas dan Hariyanto, (2014). Pendidikan Karakter, Konsep dan Model, Bandung: Rosdakarya.
Sugiyono, (2016). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alphabeta.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, FIP-UPI, (2007a). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 1 Ilmu Pendidikan Teoretis, Bandung: IMTIMA.
Zaruq, Ahmad. (2004). Qawaid al-Tashowwuf, Damaskus, Dar el-Beiruti, 26