PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD
(Studi Eksperimen Kuasi Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV
di Sekolah Dasar Negeri Winduhaji 1 Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan)
TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Dasar
Oleh
ARI YANTO NIM 1303389
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD
(Studi Eksperimen Kuasi Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Winduhaji 1
Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan)
oleh Ari Yanto
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Dasar
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
© Ari Yanto 2015
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Juni 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
ARI YANTO
PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD
(Studi Eksperimen Kuasi Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Winduhaji 1
Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan)
Disetujui dan disahkan Oleh Pembimbing
Prof. Dr. H. DISMAN, M.S.
NIP.195902091984121001 Mengetahui
Ketua Program Studi
Dr. ERNAWULAN SYAODIH, M. Pd
LEMBAR PENGESAHAN ……….. I A.Teori Perkembangan Berpikir Kritis dari Jurgen Habermas……….. 9
B. Pengertian Belajar ……….. 11
C. Pengertian Pembelajaran ……….. 14
D.Pembelajaran IPS ……….. 18
E. Konsep Metode Pembelajaran IPS ……….. 20
F. Pengertian Problem Based Learning (PBL)……… 22
F. Alat Pengumpul Data ……….. 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ……….. 68
B. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 81
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A.Simpulan ……….. 87
B. Implikasi ……….. 88
C. Rekomendasi ……….. 88
DAFTAR PUSTAKA ……….. 89
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktifitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada proses pembelajaran. Pengertian pembelajaran secara umum adalah suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara diri dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mohamad Surya (2004 : 7) memberikan pengertian pembelajaran sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Permasalan yang dihadapi oleh tenaga pengajar di Sekoloh Dasar (SD) adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang kritis. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingat untuk dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Pendidikan kita tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki, dengan kata lain, proses pendidikan kita yang berlangsung tidak pernah diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kritis dan inovatif.
informasi dan pengetahuan yang tersedia karena sangat banyak dan tidak semuanya berguna dan diperlukan (Dikti dalam Hidayat, 2010). Kondisi seperti ini merupakan tantangan yang hanya dihadapi oleh orang-orang terdidik dan mempunyai kemampuan mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi atau pengetahuan dengan efektif dan efisien. Agar orang-orang terdidik di masa depan mempunyai kemampuan seperti yang dikemukakan tadi diperlukan sistem pendidikan yang berorientasi pada pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis, kreatif, sistematis dan logis (Depdiknas, 2003).
Di dalam indikator berpikir kritis menurut Ennis dalam Bahriah (2011). menguraikan lima kategori indikator kemampuan berpikir kritis. Memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjutan, Mengatur strategi taktik.
Jika indikator ini diterapkan dalam pembelajaran, maka peserta didik dapat terlatih dan membiasakan diri berpikir kritis secara mandiri.
Kemampuan berpikir kritis melatih peserta didik untuk membuat keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti, dan logis.
Dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat mempertimbangkan pendapat orang lain serta mampu mengungkapkan pendapatnya sendiri. Oleh karena itu pembelajaran di sekolah sebaiknya melatih peserta didik untuk menggali kemampuan dan keterampilan dalam mencari, mengolah, danmenilai berbagai informasi secara kritis.
Pentingnya mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang sebagai sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan lagi. Penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi ketidaktentuan masa mendatang (Cabera, 1992). Sungguh sangat naif apabila kemampuan berpikir kritis diabaikan oleh guru.
mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang Non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa. Hal serupa juga berdasarkan hasil penelitian Maulana (2008) bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD kurang dari 50% skor maksimal.
Tim Survey IMSTEP-JICA (1999) di kota Bandung berikutnya, antara lain menemukan sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya antara lain, pembuktian pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan, generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sulit tersebut, kalau kita perhatikan merupakan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir kritis.
Berpikir merupakan bagian dari pembelajaran. Menurut La Costa dalam Sanjaya (2006:105) mengklasiifikasikan berpikir menjadi tiga yaitu teaching of thinking, teaching for thingking, dan teaching about thinking.
Kemampuan berpikir kritis dapat meningkatkan partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, berpikir kritis, dan mengadakan justifikasi. Kemampuan berpikir juga diharapkan mampu mengembangkan pemahaman konseptual dan inovasi siswa sebagai bekal siswa di masa depan.
Menurut Mukhayat (2004), belajar dengan menghafal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas berpikir anak dan mengandung akibat buruk pada perkembangan mental anak. Anak akan cenderung suka mencari gampangnya saja dalam belajar. Anak kehilangan sense of learning, kebiasaan yang membuat anak bersikap pasif atau menerima begitu saja apa adanya tanpa berpikir dari mana mendapatkannya.
Siswa tidak dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi. Mereka tidak dibiasakan belajar dengan mencoba menjawab mengapa, apa, dan bagaimana sesuatu itu bisa terjadi dan bisa didapatkan. Kebiasaan inilah yang membuat siswa mempunyai daya nalar yang rendah dan logika matematika yang sangat rendah
Dalam beberapa pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses pembelajaran yang berlangsung di Sekolah Dasar (SD) khususnya pembelajaran IPS, pembelajaran ini dirasakan sebagian besar siswa kurang memiliki daya tarik untuk dipelajari. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajarannya tidak berjalan sebagaimana mestinya dan siswa cenderung lebih berminat terhadap pelajaran lain. Siswa dalam belajar cenderung merasa bosan, kurang tertarik, bahkan monoton atau berjalan seperti hari-hari biasa sebelumnya.
Guna menyiasati pembelajaran IPS ini diperlukan kegiatan pembelajaran yang merangsang siswa menjadi kritis. Peran guru bukan lagi pemberi informasi tetapi sebagai fasilitator dan organisator. Guru dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui perencanaan yang matang, memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada serta memperhatikan taraf perkembangan intelektual dan perkembangan psikologi belajar siswa. Guru yang demikian akan dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang dalam pengelolaan pembelajarannya dilakukan seadanya tanpa mempertimbangkan berbagai faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran siswa dididik dan diarahkan agar dapat menemukan pengetahuan yang akan dipelajari secara tidak langsung. Dengan kata lain, tidak serta merta siswa diberi pengetahuan tentang fakta-fakta atau meteri pelajaran secara langsung, sehingga guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merasakan” Ilmu Pengetahuan Sosial.
kegiatan pembelajaran, tidak bosan terhadap KBM, dan kritis dalam belajar, sehingga menghasilkan prestasi belajar yang baik pula.
Permasalahan yang ada perlu diatasi, sehingga dapat memperbaiki kualitas pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Salah satu alternatif metode pembelajaran IPS yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa tersebut adalah menggunakan metode pembelajaran Problem Based Lerning (PBL)
Metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berlandaskan pada psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada metode Problem
Based Learning (PBL), guru lebih berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah mereka sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, guru perlu merancang pembelajaran yang mampu membangkitkan potensi siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Salah satu pendekatan pembelajaran tersebut adalah apa yang disebut “Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)” atau “Problem Based Learning (PBL)”. Pendekatan pembelajaran ini dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh. Secara lebih lengkapnya, inilah yang akan penulis sajikan dalam tesis ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai rumusan masalah yaitu:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) pada pengukuran awal (Pretes) dan pengukuran akhir (Postes)?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang menggunakan metode konvensional pada pengukuran awal (Pretes) dan pengukuran akhir (Postes)?
3. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh pengetahuan dan bukti empirik mengenai efektivitas metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa dalam pelajaran IPS. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) pada pengukuran awal (Pretes) dan pengukuran akhir (Postes)?
2. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang menggunakan metode konvensional pada pengukuran awal (Pretes) dan pengukuran akhir (Postes)?
3. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional?
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangsih dari segi keilmuan mengenai pengembangan berpikir kritis, metode pembelajan berbasis masalah (Problem Based Learning)
b. Memberikan informasi tentang indikator siswa kritis.
c. Bagi dunia pendidikan secara umum, bahwa penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi tentang pentingnya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pihak Lembaga/Sekolah
Dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam pengaruh metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pelajaran IPS di Sekolah Dasar.
b. Bagi siswa
(a) Mendapatkan kegiatan pembelajaran yang lebih menarik dan menggugah motivasi siswa sehingga diharapkan lebih meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa.
(b) Mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga siswa memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang konten mata pelajaran.
(c) Memiliki pola pikir yang yang lebih tinggi dan kritis dalam hidup sehingga mampu memenuhi ekspektasi keberadaannya di masyarakat.
c. Bagi Guru
(a) Memberi masukan bagaimana cara menerapkan pengembangan pengaruh metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pelajaran IPS di Sekolah Dasar.
(b) Lebih tergerak untuk memberikan pembelajaran yang menarik, tidak membosankan, dan lebih bermakna bagi siswa.
(c) Mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang lebih mengeksplorasi kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswanya khususnya berpikir kritis.
(d) Mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa.
(e) Tidak monoton dan membosankan dalam memberikan kegiatan pembelajaran bagi siswa.
d. Bagi Peneliti
(a) Memberikan masukan terhadap pengaruh metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar.
(b) Tergerak untuk mensukseskan dan mensosialisasikan pelaksanaan pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan, dan lebih bermakna bagi siswanya melalui metode pembelajaran yang relevan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Winduhaji 1 Kel. Winduhaji Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat. Sekolah ini beralamat di Jalan Tuba No. 351 kelurahan Winduhaji. Alasan mengambil sekolah tersebut karena tingkat pemahaman siswa cukup memenuhi kriteria dan sekolahnya dekat dengan tempat tinggal peneliti, serta peluang waktu yang luas dan subyek penelitian yang sangat sesuai dengan peneliti
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas siswa kelas IV SD Negeri Winduhaji 1 Kecamatan Kuningan Kabupaten kuningan Tahun Ajaran 2014/2015 yang terdiri dari kelas IV A dengan Kelas IV B dengan total jumlah siswa sebanyak 40 siswa
2. Sampel Penelitian
kemampuan siswa berada pada level sedang berdasarkan data dari kantor dinas setempat. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel populasi.
C. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian ini adalah metode eksperimen Kuasai , Dengan desain penelitian “non-equivalent control group design” (Sugiyono, 2012) dimana desain ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menurut Schumacer 2001 dalam Hamid Darmadi (2011:182) desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Group Pretest Treatment Posttest
A O1 X O2
B O3 O4
Keterangan:
A = Kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan
B = Kelompok kontrol
O1 = Test awal sebelum perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen
O2 = Test akhir setelah perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen
X = Perlakuan dengan menggunakan metode Problem Based Learning
(PBL).
Dengan menggunakan desain diatas, kedua kelompok diberikan pretes terlebih dahulu sebelum diberikan perlakuan. Setelah diberikan perlakuan, kedua kelompok tersebut diberikan postes untuk pengukuran. Tujuan diberikan pretes adalah untuk melihat kemampuan awal siswa kedua kelompok.
Problem Based Learning (PBL) yang diujikan dapat dilihat dari perbedaan nilai tes kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan (pretest) dan nilai setelah diberi perlakuan. Adapun alur penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Pengolahan dan analisis data
Kesimpulan Postes Pretes
Pengumpulan data Identifikasi
Masalah
PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD
Penentuan sampel
Pembelajaran menggunakan Metode
Desain perlakuan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.2
Gambar 3.2
Desain Penelitian pada Pembelajaran dengan
Metode Problem Based Learning (PBL)
Pada desain Gambar 3.2 dilakukan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang telah dipersiapkan oleh guru dalam kegiatan instruksionalnya, dan siswa mendapatkan penjelasan dan pembimbingan oleh guru. Dalam hal ini akan terjadi adanya interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang akan diperbaiki atau disempurnakan atau ditambahkan oleh guru dalam Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)tersebut
Guru
Siswa Siswa
METODE PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING
Gambar 3.3
Desain Penelitian pada Pembelajaran Mandiri dengan Metode Konvensional
Pada desain gambar 3.3 dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Metode Konvensional yang telah dipersiapkan oleh guru dalam kegiatan instruksionalnya, siswa diberika tugas untuk dikerjakan secara mandiri beserta kelompoknya guru hanya mengarahkan agar siswa memahami konten dalam Metode Konvensional tersebut. Siswa Dalam hal ini dituntut untuk belajar mandiri, mengkonstruk pengetahuan berdasarkan informasi yang didapatkan dari metode dan interaksi dengan siswa lainnya sebagai saling tutor sebaya. Dalam hal ini hanya akan terjadi adanya interaksi antara siswa dengan siswa dalam membahas konten metode tersebut.
Gambar 3.4
Desain Penelitian pada Pembelajaran dengan Metode Konvensional
Siswa Siswa
Metode Konvension
al
Siswa Siswa
Sedangkan Pada desain Gambar 3.4 dilakukan kegiatan pembelajaran dengan Metode Konvensional.
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif / hubungan, dimana penelitian asosiatif menurut David Kline (dalam Eman Leman, 2011 : 56) merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel atau lebih, dengan penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala. Untuk mendapatkan data yang valid, reliabel dan objektif tentang variabel tertentu data yang diolah dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.
Sebelum dilaksanakan penelitian perlu dipersiapkan sebaik mungkin faktor faktor sebagai berikut:
a. Metode yang akan digunakan telah dipersiapkan secara matang sehingga dapat dilaksanakan sebaik mungkin.
b. Butir soal tersusun dan dipersiapkan sehingga benar- benar dapat dipahami oleh siswa.
c. Jam pelajaran dipilih hanya dari jam pertama sampai jam keempat, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol agar kondisi siswa masih dalam keadaan segar untuk berpikir.
d.
Mengontrol keadaan lingkungan kelas sebaik mungkin sehingga penelitian berlangsung dalam keadaan yang kondusif.D. Operasional Variabel
Sugiyono (2012) merumuskan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
E. Populasi dan Sampel Penelitian
membedakan populasi sasaran (target population) dan populasi terjangkau (accessible population)”. Berdasarkan pendapat tersebut yang menjadi populasi sasaran adalah Siswa SD Negeri Winduhaji 1 Kecamatan Kuningan Kabupataen Kuningan, Sedangkan populasi terjangkaunya adalah siswa SD Negeri Winduhaji 1 Kecamatan Kuningan Kabupataen Kuningan. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas IV SD Negeri Winduhaji 1 Kecamatan Kuningan Kabupataen Kuningan, yang terbagi atas IV B kelas eksperimen dan IV A kelas kontrol.
F. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang akan dipergunakan diantaranya adalah:
Pretest adalah alat uji kemampuan awal siswa. Pretest ini akan digunakan pada 1 kelas perlakuan dan 1 kelas kontrol. Pretest ini akan dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran pada materi diajarkan. Pretest dalam penelitian ini merupakan soal tes individu 5 opsi jawaban dan soal tes kelompok 5 opsi jawaban. Jumlah soal yang akan diujikan pada Pretest ini adalah sebanyak 10 soal.
Posttest adalah alat uji kemampuan siswa setelah siswa mendapatkan kegiatan pembelajaran tentang kelangkaan. Post test ini juga akan digunakan pada 1 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol. Posttes dalam penelitian ini merupakan soal ujian tes individu 5 opsi jawaban dan soal tes kelompok 5 opsi jawaban. Jumlah soal yang akan diujikan pada Pretest ini adalah sebanyak 10 soal.
1. Analisis Instrumen
Sebelum digunakan dalam penelitian instrumen dalam penelitian ini akan diujicobakan terlebih dahulu kemudian diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya.
2. Uji Validitas
Insrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,2012:173). Untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan rumus Korelasi Product Moment dengan memakai angka kasar dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
rxy = Koefisien korelasi xi = Jumlah skor item yi = Jumlah skor total n = Jumlah responden
Kemudian seluruh item dihitung dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriteria koefisienvaliditas sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kriteria Koefisien Validitas
No. Nilai rxy Interpretasi
1. 0,80 < rxy 1,00 Sangat Tinggi
2. 0,60 < rxy 0,80 Tinggi
3. 0,40 < rxy 0,60 Sedang
4. 0,20 < rxy 0,40 Rendah
Sumber: Suherman dan Sukjaya (1990: 154)
3. Uji Reliabilitas
Reabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Reliabilitas suatu tes adalah taraf sampai dimana suatu tes mampu menunjukkan konsisten hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf ketetapan dan ketelitian hasil. Reliabel tes berhubungan dengan ketetapan hasil tes.
Perhitungan reliabilitas instrument menggunakan rumus perhitungan koefisien dari Alpha Cronbach yaitu rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen. Rumus Reliabilitas Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui reliabilitas instrumen kemudian dikosultasikan dengan berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Hair, dkk dalam Kusnendi (2008:96) bahwa jika rα ≥ 0,70 maka instrumen dinyatakan
Tabel 3.3
Kriteria Koefisien Realibilitas
No. Nilai r11 Interpretasi
1. 0,80 < rxy 1,00 Sangat Tinggi
2. 0,60 < rxy 0,80 Tinggi
3. 0,40 < rxy 0,60 Sedang
4. 0,20 < rxy 0,40 Rendah
5. rxy 0,20 Sangat Rendah
Sumber: Suherman dan Sukjaya (1990: 177)
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda digunakan untuk melihat seberapa mampu soal tersebut dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung indeks daya pembeda setiap soal digunakan rumus:
Dp = JBA - JBB
Keterangan :
Dp = Indeks daya pembeda
JBA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
JBB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
JSA = Jumlah skor ideal kelompok atas
JSB = Jumlah skor ideal kelompok bawah
(Suheman, 2003:160
Tabel 3.4
Interpretasi Daya Pembeda
No. Nilai Daya Pembeda (DP) Interpretasi
1. DP 0,00 Sangat Jelek
4. 0,40 < DP 0,70 Baik
5. 0,70 < DP 1,00 Sangat Baik Sumber: Suherman dan Sukjaya (1990 : 202)
5. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran setiap soal dihitung dengan rumus:
Keterangan:
IK = Indeks Kesukaran
SA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
SB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
N = jumlah siswa Smaks = skor maksimum
(Suherman, 2003:170) Interpretasi tingkat kesukaran seperti tabel berikut:
Tabel 3.5
Interpretasi Tingkat Kesukaran
No. Nilai Indeks Kesukaran (IK) Interpretasi
1. IK 0,00 Sangat Sukar
2. 0,00 < IK 0,30 Sukar 3. 0,30 < IK 0,70 Sedang 4. 0,70 < IK 1,00 Mudah
5. IK 0,00 Sangat Mudah
Sumber: Suherman dan Sukjaya (1990: 213)
6. Teknik Analisis Data
7. Analisis Data Hasil Pretes dan Postes
Teknik analisis data pretes dan postes dengan menggunakan program SPSS .17 yaitu uji paired sampel test. Untuk memperoleh gambaran Metode Metode problem beased learning . (X) sebagai variabel bebas, Kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar (Y) sebagai variabel terikat dihitung berdasarkan teknik persentase sebagai berikut:
a. Menghitung skor ideal
b. Menentukan skor atas, tengah dan bawah dengan kategori :
Tabel3.7
Interpretasi kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Skor Interpretasi
< 74 Rendah
75 – 83 Sedang
84 – 92 Tinggi
93 – 100 Sangat Tinggi
c. Menghitung jumlah jawaban siswa yang termasuk kategori rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi terhadap masing-masing variabel.
7. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasarat analisis dilakukan untuk membuktikan bahwa kelompok kelas eksperimen dan kelas kontrol berangkat dari titik tolak yang sama. Data yang dipakai dalam analisis ini adalah data skor aspek kemampuan berpikir kritis dan data hasil belajar pada materi kelangkaan sumber daya.Rangkaian uji tersebut yaitu:
8. Uji Normalitas
Keterangan = Chi-kuadrat
Oi = Frekuensi yang diperoleh dari data penelitian
Ei = Frekuensi yang diharapkan
k = Banyaknya kelas interval
Jika maka distribusi normal dengan taraf signifikansi α = 5 % dan dk = 3 (Sudjana, 192 : 273).
Pengolahan data dibantu dengan program SPSS V17. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara membandingkan nilai p value dengan taraf signifikansi α(0,05). Apabila p value >α (0,05) maka data berdistribusi normal.
9. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berangkat dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistikyang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians dari data yang digunakan sama atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan rumus :
Keterangan:
F = Homogenitas varians
= varians terbesar = varians terkecil
Pengujiannya menggunakan alat bantu program SPSS V.17.0
pada taraf signifikansi α (0,05). Apabila maka data homogen.
10.Uji Gain
Uji gain ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana peningkatan hasil belajar siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus uji gain menurut Meltzer (2002) sebagai berikut :
Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan gain ternormalisasi menurut klasifikasi Meltzer (2002) sebagai berikut:
Tabel 3.8
Tabel Kriteria Indeks Gain
Nilai g Interpretasi Tinggi Sedang Rendah
11.Uji Hipotesis
clinical research it is usually set to 0.01, thoug there is nothing sacred
about 0.05 or 0.01” (Singh,2007).
Adapun petunjuk untuk memilih rumus t-test yang dikemukan (Sugiyono, 2009) adalah sebagai berikut :
a. Bila jumlah anggota sampel n1 = n2 dan varians homogens , maka dapat digunakan rumus t-test, baik untuk separated maupun polled varians.
b. Bila , varians homogens dapat digunakan t-test dengan polled varians
c. Bila , varians tidak homogens dapat digunakan rumus separated varians maupun polled varians
d. Bila , dan varians tidak homogens , untuk ini digunakan rumus separated varians. Rumus t-test separated varians
Rumus t-test untuk sampel independen (polled varians)
Hasil yang diperoleh dikonsultasikan pada table distribusi t. Ada pun cara untuk mengkonsultasikan dan adalah: a. Menentukan derajat kebebasan (dk) = n – 2
b. Melihat tabel distribusi t pada taraf signifikansi tertentu, miaslnya pada taraf 0,05 atau interval kepercayaan 95%, sehingga akan diperoleh nilai t dari tabel distribusi t dengan persamaan . Bila pada dk yang diinginkan tidak ada maka dilakukan interpolasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, S dan Iif, S. (2010) Proses Pembelajaran Kretaif dan Inovatif dalam Kelas : Metode, Landasan Teoritis -Praktis dan Penerapannya. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.
Bahriah E.P. (2011) Indikator Berpikir Kritis dan Kreatif.On line at http:// www.berpikir kritis/internet kritis/indikator berpikir kritis dan kreatif « evisapinatulbahriah.htm [diakses tanggal 01 Februari 2013].
Bahri, S, D dan Aswan, Z (2006) Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Rhineka Cipta.
Barret, T (2005) Understanding Problem Based Learning. [online].Tersedia : http:// [19 – 06 - 2015].
Cabera, G.A. (1992 A Framework for Evaluating the Teaching of Critical Thinking. Dalam R.N Cassel (ed). Education. 113 (1). 59-63.
Depdiknas. (2003) Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD dan MI. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2003) Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tentang SistemPendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan organisasi Depdiknas.
Ennis, R, H. (1996) Critical thinking. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Facione, P. (1998) Critical Thinking and Clinical judgment. Available on-line from California Academic Press: http://www.calpress.com/resource.html.
Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hal. 176
Fisher, A. (2009) Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta : Erlangga
Johnson, E.B. (2007) Contextual Teaching and Learning.(Ibnu Setiawan, Terj.). Bandung: Mizan Leaning Center.
Gagne, R, M.al.(1992) Principles of Instructional Design, Philadelphia : Harcourt Brace Jovanovich College Publisher.
Habermas, J. (1972) Knowledge and Human Interest: A General Perspectives, Dalam Knowledge and Human Interest, Diterjemahkan Oleh J. Shapiro, Boston Beacon Press, halaman 301-307.
Habermas, J. (1990) Ilmu Dan Teknologi Sebagai Ideologi, Jakarta: LP3E, hal. 158. Hamalik, O (2003) Proses Belajar Mengajar, Jakarta : PT Bumi Aksara.
IMSTEP-JICA (1999) Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung: Bandung: FMIPA UPI.
Karlimah. (2010) Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.Jurnal Pendidikan PGSD FIP Universitas Pendidikan Indonesia. 11 (2) : 51-60.
Kiley, M., Mullins, G., & Peterson, R. (1969) Problem-based learning. Australia: The University of Adelaide Sa 5005.
Kimble, G.A (1961) Hilgard and Marquis „conditioning and learning (2 nd ed), Englewood cliffs, NJ: Prentice Hall.
Lechte, J. (2001) 50 Filsuf Kontemporer: dari strukturalisme sampai Post Modrnisme, Penerjemah A. Gunawan Admiranto, Yogyakarta: Kanisius.
Maulana. (2008) Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD. Jurnal Pendidikan Dasar No.10-Oktober 2008, 39-45.
Mayadiana, D. (2005) Pembelajaran dengan Pendekatan Diskursif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir kritis Matematik Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar. Tesis Pada PPs UPI: Tidak Diterbitkan.
Meltzer, D.E. (2002) The Relationship Between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in
Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics [Online]. Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Dec-2002-Vo.70-1259-1268.pdf. [September 2010].
Mohamad Surya, (2003) “Psikologi Pembelajaran & Pengajaran”. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
M. Taufiq Amir.( 2009)Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Mutmainnah, S. (2008) Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Berbasis Kasus yang Berpusat pada Mahasiswa terhadap Efektifitas Pembelajaran Akuntansi Keperilakuan. Jurnal. Semarang : UNDIP
Mukhayat, T. (2004) Mengembangkan metode belajar yang baik pada anak. Artikel
diambil pada tanggal 10 Mei 2015, dari
http://bimbinganmath.blogspot.com/2004_06_01_arch ve.html
Patasoon Brooks. (2011) “Multimedia in a Constructivist Learning Environment”. ETEC 510.
Paul, R. & Elder, L.(2001) Critical Thinking.Tools for taking Charge of your Learning and Your Life. Upper Saddle River. NJ: Prentice Hall.
Purwanto, N. (1997)Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sanjaya, W. (2006) Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Sanjaya, W. (2008)Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sapriya. (2012) Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Rosda Karya.
Sudjana, N (1996) CBSA Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono, (2012) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatifdan R & D, Bandung : Alfabeta.
Sumner,W.G. (1906) Folkways: a study of the sociological importance of usages, Manners, Custom, mores and Morals: Boston : Ginn and co.
Supardan, D. (2015) Teori- teori Belajar dan Pembelajaran, Bandung : Yayasan Rahardja.
Suprijono, (2009)Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Suryabrata, S. (1971) Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Thobroni. M dan Mustofa. A. (2011) Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Thomas McCarthy. (1979) Communication and The Evolution of Society, London: Heinemann.
Titus, Harold, H. (1964) Living Issues in Philosophy: An Introductory Texbook, (4th ed) New York : American Book.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2007) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyuni, Ike. (2011) Upaya Meningkatkan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar IPS Sejarah dengan MenerapkanStrategi Inkuiri Sosial di Kelas VII D SMP Negeri 1 Bawen Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi. Semarang : UNNES.
Walker, G. H., (2005)“Critical Thinking in Asynchronous Discussions.”International Journal of Instrucyional Technology and Distance Learning, 2(6), hlm.19-21.
Walker, W., & Leary, L. (2009) A Problem-based learning meta analysis: Diff erences across problem types, implementation types, disciplines, and assessment levels. The Interdiciplinary Journal of Problem-based Learning (IJPBL),Vol. 3 No.12.
Wina Senjaya. (2008) Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wood, E.J. (2004). Problem-based learning. Acta Biochimica Polonica, Vol. 51 No.2, XX I- XXVI.
Yatim, R (2009) Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai referensi bagi pendidik dalam implementasi pembelajaran yang efektif dan berkualitas. Jakarta: Kencana.
Zohar, A., Weinberger, Y., & Tamir, P. (1994) “The Effect of Biology
CriticalThinking Project inp The Developmentof Critical thinking.”Journal of
Research in ScienceTeaching, 31(2), hlm.183-196.
Zurinal, Z dan Wahdi, S ( 2006) Ilmu Pendidikan (Penganar dan Dasar- dasar Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Sumber : 2007.http://jurnal.pendidikan.net/PendidikanNetwork.
http://ramlimpd.blogspot.com /2010/09/kreativitas-anak-dapat-dilihat-ari.html