• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. BAHAN DAN METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. BAHAN DAN METODE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Februari 2010. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Penetasan Artemia dan Kultur Kutu Air

Artemia yang digunakan dalam penelitian ini bermerk Supreme Plus yang diproduksi oleh Golden Mark®, USA, dengan derajat penetasan (hatching rate) sekitar 80-90%. Siste Artemia ditetaskan pada wadah khusus berupa botol air mineral terbalik dengan dinding berwarna gelap serta dilengkapi dengan sistem aerasi (Lampiran 7N). Siste Artemia ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dicuci dengan air tawar sebanyak 2 kali. Siste tersebut kemudian didekapsulasi dengan cara merendamnya menggunakan larutan hipoklorit 5 ppm selama 30 menit. Setelah siste terlihat berwarna jingga, siste kemudian dicuci dengan air tawar sebanyak dua kali dan ditetaskan pada media dengan salinitas 29 ppt selama 18-24 jam pada 28-30ºC. Artemia yang telah menetas dipisahkan dengan menggunakan penyaring dengan ukuran 150 mesh dan dicuci dengan air tawar untuk menghilangkan sisa media. Setelah itu, Artemia ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah perlakuan.

Inokulan kutu air dikultur dalam media khusus. Media berupa air tawar yang telah ditambahkan suspensi pupuk kandang. Media tersebut ditampung dalam wadah berdimensi 3x2x0,6 m3 dan dibiarkan selama 3 hari sampai warna berubah coklat pekat. Wadah penampung tersebut didesain sedemikian rupa sehingga kontaminasi dari luar media, seperti air hujan, dapat dihindarkan. Setelah 3 hari persiapan media, inokulan ditebar dan dibiarkan tumbuh selama 4 hari. Pada saat yang sama, dilakukan kembali pemupukan media menggunakan pupuk kandang. Kutu air tersebut terlihat tumbuh optimal pada hari ketujuh setelah penebaran. Kutu air dipanen menggunakan penyaring berukuran 1500 mikron

(2)

kemudian dicuci dengan air tawar sebanyak dua kali. Kutu air yang telah diperoleh, ditimbang bobot basahnya kemudian dimasukkan ke dalam wadah perlakuan.

3.2.2 Kultur Cair Bakteri dan Isolasi Plasmid

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri Escherichia coli strain DH5α. Bakteri tersebut telah dikonstruksi dan disisipi plasmid dengan gen penanda green flourescent protein (GFP) yang dikendalikan oleh promoter keratin. Promoter keratin diisolasi dari ikan flouder Jepang, Paralichthys olivaceus (Yazawa et al., 2005). Bakteri tersebut dikultur dalam media cair 2xYT sebanyak 60 ml serta ditambahkan antibotik kanamycin dengan perbandingan 1:1000 atau sebanyak 60 µL. Inokulan bakteri diambil menggunakan jarum ose dari stok dan dipindahkan pada media cair tersebut. Selanjutnya, media tersebut diinkubasi dalam shaker (Lampiran 7K) dengan kecepatan 240 rpm selama 18 jam pada suhu 37ºC.

Sebanyak 15 ml media yang telah ditumbuhi oleh bakteri tersebut digunakan untuk perlakuan, sedangkan 3 ml digunakan untuk isolasi plasmid. Bakteri yang digunakan untuk perlakuan terlebih dahulu dilemahkan menggunakan formalin (modifikasi dari Lin, 2007). Untuk perlakuan, bakteri dari 15ml kultur diendapkan dalam microtube bervolume 1,5 ml dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 menit pada 4ºC. Endapan bakteri selanjutnya diresuspensi dengan menggunakan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 1 ml kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm. Proses resuspensi dengan PBS tersebut dilakukan sebanyak 2 kali. Langkah selanjutnya, bakteri diresuspensi menggunakan formalin 3,7% dan disentrifugasi kembali dengan kondisi yang sama, kemudian diinkubasi pada 4ºC selama 16 jam. Setelah diinkubasi, bakteri kembali diresuspensi dengan PBS dan disimpan dalam 4ºC sebelum digunakan.

Isolasi plasmid bertujuan untuk membuat kontrol positif pada proses amplifikasi polymerase chain reaction (PCR). Isolasi plasmid dilakukan dengan menggunakan kit Plasmid Isolation Plasmid MicroSpin® (GE Healthcare, UK) sesuai dengan prosedur dalam manualnya. Sebanyak 3 ml media yang telah

(3)

ditumbuhi oleh bakteri diendapkan dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 detik pada suhu 4ºC. Pelet bakteri diresuspensi menggunakan 175 µL lysis buffer I, kemudian ditambahkan 175 µL lysis buffer II dan 350 µL lysis buffer III, serta diaduk pelan. Langkah ini dilakukan untuk menghancurkan sel bakteri. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan plasmid. Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 12.000, 4ºC selama 5 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dipindahkan ke plasmid mini column yang terpasang pada collection tube. Sentrifugasi dilakukan kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 30 detik, dan larutan hasil penyaringan dibuang. Langkah ketiga adalah pencucian pertama; sebanyak 400µL lysis buffer III ditambahkan pada plasmid mini column dan disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 30 detik. Larutan hasil penyaringan pun dibuang. Langkah keempat adalah dilakukan pencucian kedua dan pengeringan. Langkah ini dilakukan dengan cara menambahkan 400 µL wash buffer dan disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit serta larutan hasil penyaringan dibuang. Langkah terakhir adalah pelarutan plasmid dengan cara plasmid mini column dipindahkan ke tube baru dan ditambahkan 30 µL SDW. Hasil isolasi plasmid dibiarkan pada suhu ruang selama 30 detik dan konsentrasi DNA diukur menggunakan GeneQuant. Plasmid DNA disimpan pada -20ºC hingga akan digunakan.

3.2.3 Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri

Jumlah sel bakteri hasil kultur pada media 2xYT sebanyak 60 ml dihitung menggunakan metode pengenceran serial pencawanan kuantitatif. Langkah pertama yaitu 100 µL dari kultur bakteri diambil dan dimasukkan ke dalam microtube yang telah diisi 900 µL PBS (pengenceran 10x). Pengenceran dilakukan sampai 1:108. Langkah selanjutnya adalah sebanyak 10 µL media hasil pengenceran disebar dalam cawan petri bermedia padat (media 2xYT ditambah kanamycin). Penyebaran dilakukan secara merata pada media tersebut. Penyebaran hanya dilakukan untuk pengenceran 105, 106, 107, dan 108 sebanyak 2 ulangan (Lampiran 1). Media sebar tersebut diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18 jam dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Perhitungan jumlah koloni mengikuti persamaan berikut ini.

(4)

Persamaan perhitungan jumlah koloni bakteri:

Keterangan:

C : Jumlah sel bakteri per ml biakan bakteri (cfu/ml)

A : Rerata jumlah koloni bakteri pada media kultur dalam cawan petri FP : Faktor pengenceran (1x10-5, 1x10-6, 1x10-7, dan 1x10-8)

3.2.4 Perendaman Artemia dan Kutu Air dengan Bakteri

Bakteri mengandung DNA keratin-GFP yang telah disiapkan pada proses sebelumnya, diresuspensi dengan PBS sebanyak 5 ml. Hasil resuspensi ini kemudian dicampurkan ke dalam wadah yang telah berisi akuades steril sebanyak 145 ml. Artemia dan kutu air yang telah ditimbang dengan bobot yang sama (202 mg), dimasukkan ke dalam media tersebut. Setiap 30 menit sekali selama 3 jam, 100 ekor Artemia diambil untuk isolasi DNA (modifikasi dari Lin, 2007). Hal yang sama dilakukan untuk kutu air, setiap 2 jam sekali selama 10 jam, 30 ekor kutu air (setara dengan 100 ekor Artemia) diambil untuk isolasi DNA.

3.2.5 Isolasi DNA Genom Artemia dan Kutu Air

DNA diekstraksi menggunakan kit (Puregene, Minneapolis, USA) dengan cara seperti yang dijelaskan dalam manualnya. Sebanyak 100 ekor Artemia hasil perlakuan dimasukkan ke dalam microtube bervolume 1,5 mL dan ditambahkan 200 µL Cell Lysis Solution dan 1,5 µL proteinase K (20 mg/ml) menggunakan micropipette (Lampiran 7A), larutan dihomogenasi menggunakan vorteks (Lampiran 7D), dan lisis dilakukan pada Dry Thermo Unit (Lampiran 7B) dengan suhu inkubasi 55ºC dan dibiarkan semalaman (overnight, 12-16 jam). Setelah melewati proses inkubasi, langkah selanjutnya adalah perusakan RNA. Sampel diangkat dari inkubator dan dibiarkan pada suhu ruang selama 10 menit. Setelah itu, ditambahkan 1,5 µL RNase (4 mg/mL) ke dalam larutan dan diaduk dengan membolak-balik microtube secara perlahan sebanyak 25 kali. Inkubasi dilakukan pada suhu 37ºC selama 60 menit dan setelah itu disimpan dalam es (on ice)

(5)

selama 5 menit. Tahap berikutnya adalah pengendapan protein dengan penambahan 100 µL Protein Precipitation Solution, lalu disentrifugasi (Lampiran 7C) dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit.

Langkah keempat adalah pengendapan DNA. Supernatan hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam microtube bervolume 1,5 ml yang sebelumnya telah diisi dengan 300 µL isopropanol. Selanjutnya diaduk dengan hati-hati sebanyak 50x dan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4ºC. Supernatan dari sampel dibuang dan ditambahkan etanol 70% (dingin) pada pelet genom serta disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Langkah terakhir, etanol dibuang dan dikering udarakan. DNA dilarutkan dengan SDW sebanyak 30 µL dan disimpan dalam freezer (-20ºC) untuk digunakan pada proses selanjutnya (PCR dan elektroforesis). DNA hasil isolasi dilihat kualitas dan kuantitasnya dengan menggunakan spektrofotometer GeneQuant® (Lampiran 7E) dan dielektroforesis pada gel agarosa 0,7%. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 nm. Sebelum amplifikasi PCR, konsentrasi DNA cetakan disamakan menjadi 32 ng/µl.

3.2.6 Perancangan dan Penyusunan Primer

Primer β-aktin dirancang sebagai primer kontrol internal loading DNA yang dapat mengidentifikasi DNA Artemia dan kutu air. Primer β-aktin Artemia yang dirancang dengan menyejajarkan (alignment) sekuen β-aktin Artemia franciscana (Bank Gen no.: AM.850110.1), sekuen β-aktin Artemia sp. (Bank Gen no.: X52605.1), dan sekuen β-aktin Calanus finmarchicus (Bank Gen no.: U21222.1). Selanjutnya aktin kutu air didisain dengan menyejajarkan sekuen β-aktin Daphnia magna (Bank Gen no.: AJ292554.1) dan sekuen β-β-aktin Daphnia pulex (Bank Gen no.: AJ245730.1; AJ245731.1; AJ245732.1; AJ245733.1). Penyejajaran sekuen-sekuen tersebut dilakukan menggunakan program GENETYX versi 7.0, dengan tujuan untuk memperoleh area potensial primer forward dan reverse β-aktin Artemia dan kutu air.

(6)

3.2.7 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Amplifikasi DNA hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) (Lampiran 7F). Tahap PCR diawali dengan pembuatan premix, yaitu campuran bahan pereaksi yang akan digunakan dalam proses PCR. Jenis dan jumlah bahan yang digunakan untuk pembuatan premix dapat dilihat pada Tabel 1, 2, dan 3. Dalam penelitian ini proses PCR menggunakan tiga primer yang berbeda yaitu primer β-aktin Artemia dan β-aktin kutu air yang didisain dalam penelitian ini, serta primer green flourescent protein (GFP) yang dirancang oleh Yazawa et al. (2005). Primer β-aktin digunakan sebagai kontrol internal, sedangkan primer GFP digunakan untuk menentukan jumlah copy DNA yang berada dalam tubuh Artemia dan kutu air.

Tabel 1. Jenis dan jumlah bahan premix PCR untuk β-aktin Artemia

Bahan Jumlah (µL)

Primer β-aktin Artemia: Forward (BAr-F) (5’-GCCATGTATGTTGCCATCCARG-3’) Reverse (BAr-R) (5’-TCAGCAGTGTGGTGGTRAARGA-3’) 1,00 x (jumlah sampel + 1 R) 1,00 x (jumlah sampel + 1 R) dNTP 1,00 x (jumlah sampel + 1 R)

10x Buffer Ex Taq 1,00 x (jumlah sampel + 1 R)

Ex Taq (Takara Bio®, Shiga, Japan) 0,05 x (jumlah sampel + 1 R)

Ion Exchange Water (IEW) 5,00 x (jumlah sampel + 1 R)

Keterangan:

R : Kontrol bahan (hanya mengandung reagen PCR)

Tabel 2. Jenis dan jumlah bahan premix PCR untuk β-aktin kutu air

Bahan Jumlah (µL)

Primer β-aktin kutu air: Forward (BDa-F) (5’-GACATCAAGGAGAARYTBTGCTAY- 3’) Reverse (BDa-R) (5’-GTACAGATCCTTACGGATGTCGAC-3’) 1,00 x (jumlah sampel + 1 R) 1,00 x (jumlah sampel + 1 R) dNTP 1,00 x (jumlah sampel + 1 R)

10x Buffer Ex Taq 1,00 x (jumlah sampel + 1 R)

Ex Taq (Takara Bio®, Shiga, Japan) 0,05 x (jumlah sampel + 1 R)

Ion Exchange Water (IEW) 5,00 x (jumlah sampel + 1 R)

Keterangan:

(7)

Tabel 3. Jenis dan jumlah bahan premix PCR untuk GFP Bahan Jumlah (µL) Primer GFP: Forward GFP-F (5’ GGTCGAGCTGGACGG 3’) Reverse GFP-R (5’ ACGAACTCCAGCAGG 3’) 1,00 x (jumlah sampel + 1 R + 1 P + 1 N) 1,00 x (jumlah sampel + 1 R + 1 P + 1 N) dNTP 1,00 x (jumlah sampel + 1 R + 1 P + 1 N)

10x Buffer Ex Taq 1,00 x (jumlah sampel + 1 R + 1 P + 1 N)

Ex Taq (Takara Bio®, Shiga, Japan) 0,05 x (jumlah sampel + 1 R + 1 P + 1 N) Ion Exchange Water (IEW) 5,00 x (jumlah sampel + 1 R + 1 P + 1 N)

Keterangan:

R : Kontrol bahan (hanya mengandung reagen PCR) P : Kontrol positif (plasmid krt-GFP)

N : Kontrol negatif (DNA Artemia tanpa diberi bakteri krt-GFP)

Volume total reaksi PCR adalah 10 µL yang terdiri dari 9 µL premix yang telah dibagikan ke masing-masing microtube bervolume 0,2 mL dan 1 µL DNA genomik hasil pengenceran 30x. Amplifikasi PCR dilakukan dengan program yang berbeda antara β-aktin Artemia, β-aktin Daphnia, dan GFP. Amplifikasi PCR dengan primer β-aktin Artemia menggunakan program: pre-denaturasi pada suhu 94ºC selama 3 menit; 35 siklus pada suhu 94ºC selama 30 detik (denaturasi), 61ºC selama 30 detik (annealing), dan 72ºC selama 30 detik (extension); serta final extension pada suhu 72ºC selama 3 menit. Sama halnya dengan β-aktin Artemia, β-aktin kutu air diamplifikasi dengan menggunakan program PCR yang sama. Hanya saja, suhu annealing pada proses amplifikasi β-aktin kutu air adalah 62ºC. Sementara itu, program untuk PCR dengan primer GFP yaitu: pre-denaturasi pada suhu 94ºC selama 3 menit; 28 siklus untuk Artemia dan 35 siklus untuk kutu air pada suhu 94ºC selama 30 detik (denaturasi), 62ºC selama 30 detik (annealing), dan 72ºC selama 1 menit (extension); serta final extension pada suhu 72ºC selama 3 menit. Analisis hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1%.

3.2.8 Elektroforesis

Gel agarosa 1% dibuat dengan melarutkan serbuk gel agarosa sebanyak 0,30 gram dalam 30 ml larutan tris borik EDTA (TBE) yang mengandung etidium bromida (0,01 g/mL). Larutan tersebut dipanaskan dalam microwave (Lampiran 7G) sampai terlihat bening, kemudian didiamkan hingga hangat. Langkah

(8)

selanjutnya adalah larutan dituang ke dalam cetakan yang telah terpasang sisir pembuat sumur (Lampiran 7H) dan dibiarkan sampai mengeras. Setelah mengeras, sisir dilepas dan padatan gel dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang berisi buffer elektroforesis (TBE) yang juga mengandung etidium bromida (Lampiran 7I).

Sebanyak 3 µL sampel DNA hasil PCR dicampurkan dengan 1 µL loading buffer bromophenol blue, lalu dimasukkan ke dalam sumur yang terdapat dalam gel dengan menggunakan micropipette. Setelah itu, 4 µL marker DNA (1 kb DNA ladder) dimasukkan ke dalam sumur yang berada di dekat sumur sampel. Bak elektroforesis ditutup dan listrik dialirkan dengan tegangan 200 Volt dan kuat arus 70 mA.

Fragmen DNA akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Setelah bromophenol blue bermigrasi sampai 3/4 bagian dari lebar gel, aliran listrik dihentikan dan gel diangkat dan dilepaskan dari cetakannya. Gel tersebut diletakkan di atas ultraviolet illuminator untuk visualisasi DNA. Pengambilan gambar menggunakan kamera digital Canon® PowerShot A640 yang terpasang pada kotak ultraviolet illuminator. Kamera tersebut terhubung ke komputer dan pemotretan dilakukan secara otomatis menggunakan bantuan software (image capture).

3.2.9 Perhitungan Jumlah Copy DNA pada Artemia dan Kutu Air

Keberadaan pita DNA produk PCR pada gel agarosa dengan ukuran sesuai dengan prediksi (240 bp untuk β-aktin dan 600 bp untuk GFP) menunjukkan kemampuan Artemia dan kutu air dalam memakan bakteri yang mengandung konstruksi gen keratin-GFP. Perbedaan ketebalan pita-pita DNA tersebut yang diukur menggunakan software UN-SCAN-IT gel 6.0 menunjukkan perbedaan kemampuan Artemia dan kutu air dalam memakan (uptake) bakteri mengandung konstruksi gen kertain-GFP (Lampiran 6). Nilai yang menggambarkan ketebalan pita DNA kemudian dikonversi menggunakan persamaan berikut ini untuk mengetahui jumlah copy DNA yang termakan oleh Artemia dan kutu air (Lampiran 6).

(9)

Persamaan perhitungan jumlah DNA yang dimakan oleh Artemia dan kutu air

Keterangan:

CP : Jumlah copy DNA yang termakan oleh Artemia dan kutu air (copy/µg) A : Hasil digitasi (running elektroforesis 3 μL) pada plasmid mix DNA B : Hasil digitasi (running elektroforesis 3 μL) pada perlakuan

* : Konsentrasi acuan adalah plasmid mix DNA sebesar 10 µg/µl ** : Konversi base pairs (1 bp = 1,1 x 10-15 µg)

Ukuran total plasmid sirkuler DNA untuk Keratin-GFP (8,5 kbp) 3.3 Analisis Data

Parameter yang diamati adalah visualisasi hasil PCR dengan menggunakan primer GFP dan jumlah DNA yang dimakan oleh Artemia dan kutu air. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel, grafik, dan gambar.

Referensi

Dokumen terkait

Grafik hubungan antara panjang de- ngan volume dari beras varietas Be. ngawan

Nama penulis diketik di bawah judul, ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar, diletakkan di tengah-tengah ( centered ), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 12,

Diperlukan penanganan khusus untuk memperbaiki kualitas dari daging kerbau tersebut, yaitu dengan cara memperbaiki sistem pemeliharaan dan dengan pemberian pakan yang

Hubungan dari setiap variabel bebas (X) dengan loyalitas konsumen (Y) memiliki tingkatan yang berbeda-beda antara lain: Harga memiliki tingkat hubungan yang sangat kuat,

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai model strategi pembelajaran yang sesuai dan reliabel untuk mengatasi masalah kebahasaan dalam soal cerita matematika

Untuk teknik sampling dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh (total sampling), Teknik ini ialah teknik penentuan sampel dengan sasaran penelitiannya adalah seluruh

terdapat penurunan jumlah (nominal) bantuan atau pengurangan jumlah penerima beberapa program seperti home care dan JSLU. Isu lain yang muncul terkait dengan masih

Hubung singkat pada suatu penyulang dapat terjadi pada sisi atas trafo, kabel, rel dan pemutusan sirkit. Dalam hal ini perhitungan digunakan untuk menentukan