• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL PENELITIAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Profil Responden

Pada bagian ini akan dijelaskan profil responden yang menjadi objek penelitian yaitu 84 dokter yang bekerja di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Analisis deskriptif untuk karakteriktik responden disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, masa kerja beserta unit kerja Staf Medik Fungsional (SMF) di RSJPDHK.

Pada Tabel 5.1 diketahui bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki (69,05%) sementara responden wanita sebesar 30,95%. Dalam hal ini RSJPDHK tidak mempekerjakan dokter berdasarkan jenis kelamin namun dilihat dari kesesuaian profesinya. Sementara, mayoritas usia responden adalah di atas 60 tahun (34,52%) maka diharapkan para dokter usia produktif harus lebih terampil. Kemudian mayoritas pendidikan terakhir adalah Dokter Spesialis (S2) sebesar 76,19%, artinya Dokter RSJPDHK sudah memenuhi kualifikasi sebagai RS penanganan spesialis jantung. Masa kerja terlama para responden adalah 1-10 tahun (38,1%) dan lebih dari 20 tahun (38,1%). Dalam hal ini status pengangkatan dan pemberhentian kepegawaian dokter ditetapkan oleh Kemenkes. Selanjutnya responden tersebar dari beberapa unit kerja Staf Medik Fungsional (SMF) pada beragam profesi kedokteran dan terbanyak adalah Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah (51,19). Dengan demikian, RSJPDHK sudah memenuhi kualifikasi sebagai RS Tipe A yang menangani pasien penyakit jantung dan pembuluh darah.

(2)

Tabel 5.1

Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase

1 Jenis Kelamin Laki-laki 58 69,05 Perempuan 26 30,95 2 Usia <40 10 11,9 40-50 24 28,57 50-60 21 25 >60 29 34,52 3 Pendidikan Terakhir S1 7 8,33 S2 64 76,19 S3 13 15,47 4 Masa Kerja 1 – 10 tahun 32 38,1 10 – 20 tahun 20 23,81 >20 tahun 32 38,1

5 Unit KerjaStaf Medik Fungsional (SMF)

Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular (SpBTKV)

10 11,9

Spesialis Jantung & Pembuluh Darah (SpJP)

43 51,19

Spesialis Anak (SpA) 3 3,57

Spesialis Radiologi (SpRad) 3 3,57

Spesialis Saraf/Neurologist (SpS) 1 1,19

Spesialis Gizi Klinik (SpGK) 1 1,19

Spesialis Paru (SpP) 1 1,19

Spesialis Patologi Klinik (SpPK) 2 2,38

Spesialis Anestesiologi (SpAn) 12 14,29

Dokter Gigi (drg) 3 3,57

Dokter Umum (dr) 5 5,95

(3)

5.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Tabel 5.2 merupakan deskripsi statistik untuk menyajikan rata-rata skor, nilai tertinggi dan nilai terendah dari jawaban responden atas variabel-variabel pelatihan (X1), motivasi (X2), lingkungan kerja (X3) dan kinerja dokter (Y).

Tabel 5.2

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Min. Max. Mean

Pelatihan Instruktur 2,00 5,00 3,6071 Peserta 2,00 5,00 3,5655 Materi 1,50 5,00 3,6488 Metode 1,67 5,00 3,6788 Tujuan 1,00 5,00 3,3929 Sasaran 2,00 5,00 3,5595 Motivasi Intrinsik 2,00 5,00 3,5324 Ekstrinsik 1,75 4,88 3,5311 Lingkungan Kerja Fisik 2,11 4,89 3,6124 Non-Fisik 1,67 4,67 3,5595 Kinerja Dokter Profesionalitas 2,33 5,00 3,7698 Mawas Diri

& Pengembangan Diri

1,67 4,67 3,4885 Komunikasi Efektif 1,00 5,00 3,6845 Pengelolaan Informasi 1,00 5,00 3,7857 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran 1,00 5,00 3,5714 Keterampilan Klinis 2,00 4,67 3,4926 Pengelolaan Kesehatan 2,50 5,00 3,7619 Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Berdasarkan Tabel 5.2 tersebut, variabel pelatihan memiliki nilai minimum 1,00 pada dimensi tujuan pelatihan dan nilai maksimum rata-rata yaitu 5,00. Sementara nilai minimum pada variabel motivasi yaitu dimensi motivasi ekstrinsik sebesar 1,75 dan nilai maksimum 5,00. Dengan demikian, variabel

(4)

motivasi masih dapat ditingkatkan oleh RSJPDHK. Selanjutnya nilai minimum pada variabel lingkungan kerja ada pada dimensi lingkungan kerja non-fisik yaitu 1,67 dan nilai maksimum sebesar 4,89. Artinya, variabel lingkungan kerja masih dapat ditingkatkan oleh RSJPDHK. Kemudian nilai minimum rata-rata pada variabel kinerja dokter yaitu 1,00 dan nilai maksimum rata-rata sebesar 5,00. Maka kinerja dokter RSJPDHK masih bisa terus ditingkatkan.

5.3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Beikut disajikan hasil uji validitas dan reliabilitas pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel Dimensi Pearson

Correlation

r

tabel Cronbach Alpha Pelatihan Instruktur 0,395 0,2146 0,892 Peserta 0,452 0,2146 Materi 0,527 0,2146 Metode 0,472 0,2146 Tujuan 0,524 0,2146 Sasaran 0,391 0,2146 Motivasi Intrinsik 0,393 0,2146 0,856 Ekstrinsik 0,434 0,2146 Lingkungan Kerja Fisik 0,443 0,2146 0,838 Non-Fisik 0,525 0,2146 Kinerja Dokter Profesionalitas 0,436 0,2146 Mawas Diri

& Pengembangan Diri

0,471 0,2146 0,789 Komunikasi Efektif 0,484 0,2146 Pengelolaan Informasi 0,455 0,2146 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran 0,379 0,2146 Keterampilan Klinis 0,375 0,2146 Pengelolaan Kesehatan 0,415 0,2146 Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

(5)

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa 61 butir pernyataan instrumen kuesioner diuji dengan teknik Pearson Correlation melalui metode corrected item total correlation. Pada penelitian ini, diketahui bahwa semua butir pernyataan

memiliki rhitung paling kecil 0,379 dan paling besar 0,484 dibanding rTabel dari df = n-2 atau df = 84-2 yaitu 0,2146 dalam taraf signifikan 5%. Dengan kata lain rhitung lebih besar ketimbang rtabel. Artinya, butir-butir pernyataan pada instrumen kuesioner yang mengukur variabel penelitian dinyatakan valid.

Selanjutnya suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seorang responden terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini, metode yang digunakan pada uji reliabilitas adalah Cronbach alpha. Butir – butir pernyataan dalam kuesioner dapat dinyatakan

reliabel jika memiliki nilai cronbach alpha > rtabel. Hasil penelitian (Tabel 5.3) menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai Cronbach alpha lebih besar dari 0,2146, sehingga 61 pernyataan di kuesioner yang mengukur variabel pelatihan, motivasi, lingkungan kerja dan kinerja dinyatakan reliabel.

5.4. Uji Asumsi Klasik

Berbeda dengan metode analisis lainnya, regresi liner ganda memerlukan uji persyaratan yang sangat ketat yang disebut dengan istilah uji asumsi klasik. Persyaratan awal untuk menggunakan regresi sebagai salah satu alat analisis yaitu, variabel penelitian harus diukur minimal dalam bentuk skala interval. Sementara di penelitian ini menggunakan skala pengukuran likert yang berbentuk ordinal. Setelah data ordinal diubah menjadi data interval, maka dapat dilanjutkan dengan

(6)

melakukan uji normalitas data dan homogenitas, kemudian untuk analisis liner ganda, dilanjutkan dengan uji linieritas garis regresi, uji korelasi atau hubungan antara variabel bebas satu dengan variabel bebas lainnya (uji multikolinieritas) dan uji heterokedasitas.

5.4.1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas sampel yang menggunakan Kolmogorov-Smirnov menghasilkan besaran statistik dan taraf kepercayaannya (significance level) ditemukan lebih kecil dari taraf kepercayaan yang ditentukan (Significance level < 0,05) untuk variabel dependen pada penelitian. Dengan kata lain, jika nilai Asymp sig. (2 tailed) melebihi nilai tingkat signifikan 5%, maka artinya variabel residual

berdistribusi normal.

Tabel 5.4

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Variabel Asymp. Sig (2-tailed)

Pelatihan 0,268

Motivasi 0,454

Lingkungan Kerja 0,531

Kinerja 0,773

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Pada Tabel 5.4 nilai signifikansi residual pada variabel pelatihan lebih tinggi dari taraf signifikan 5% (0,268 > 0,05), nilai variabel motivasi lebih tinggi

(7)

dari taraf signifikan 5% (0,454 > 0,05), nilai variabel lingkungan kerja lebih tinggi dari taraf signifikan 5% (0,531 > 0,05) dan nilai pada variabel kinerja lebih tinggi dari taraf signifikan 5% (0,773 > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa variabel residual berdistribusi normal.

5.4.2. Uji Homogenitas

Untuk melakukan pengujian homogenitas populasi penelitian diperlukan hipotesis sebagai berikut:

Ho : Data populasi bervarian homogen Ha : Data populasi tidak bervarian homogen

Mengacu pada kriteria pengujian jika nilai significancy <0,05 maka Ho ditolak, sedangkan jika nilai significancy > 0,05 maka Ho diterima. Apabila nilai significancy > α=0,05 yang ditetapkan, maka dapat dinyatakan bahwa data tersebut berasal dari populasi yang bervarian homogen. Hasil uji analisis homogenitas menghasilkan besaran signifikansi seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.5

Test of Homogeneity of Variances

Variabel Signifikansi

Pelatihan 0,007

Motivasi 0,014

Lingkungan Kerja 0,006

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Hasil uji homogenitas pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa data yang terdapat pada butir-butir pernyataan terkait variabel pelatihan, motivasi dan

(8)

lingkungan kerja berasal dari populasi yang bervarian homogen karena nilai signifikansi variabel pelatihan 0,07 lebih besar dari nilai alpha 0,05, nilai signifikansi variabel motivasi 0,14 lebih besar dari nilai alpha 0,05 dan nilai signifikansi variabel lingkungan kerja 0,06 lebih besar dari nilai alpha 0,05. Dengan demikian statistik parametrik pada teknik analisa data secara regresi dapat digunakan.

5.4.3. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas berfungsi untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk menguji korelasi antar variabel independen ini dapat diamati dari nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factors (VIF). Jika nilai tolerance < 0,10, maka tidak terjadi

multikolinieritas sedangkan jika melebihi nilai 0,10 artinya terjadi multikolinieritas. Selain itu, apabila nilai VIF < 10,00 maka tidak terjadi multikolinieritas sedangkan jika > 10,00 artinya terjadi multikolinieritas.

Tabel 5.6

Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF Pelatihan 0,610 1,638 Motivasi 0,814 1,228 Ling.Kerja 0,527 1,899

Dependen Variabel: Kinerja Dokter

(9)

Berdasarkan Tabel 5.6 diperoleh nilai tolerance pada variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF pada ketiga variabel tersebut kurang dari 10,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak terjadi masalah multikolinieritas, artinya pada model yang diajukan tidak ada variabel independen yang harus dihilangkan.

5.4.4. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel independennya. Untuk semua pengamatan pada model regresi menghendaki tidak adanya heteroskedastisitas karena akan menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menggunakan grafik plot antara nilai vaiabel dependen dan nilai residualnya, dimana sumbu Y adalah yang telah diprediksi dan X adalah residual. Apabila terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola yang teratur, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Apabila tidak ada pola yang jelas serta titik-titiknya menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Berdasarkan scatterplot pada Gambar 5.1 bahwa titik-titik tidak membentuk suatu pola tertentu atau menyebar dengan pola yang acak serta letaknya tidak beraturan (di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa regresi tidak mengalami gangguan heteroskedastisitas dan model regresi tersebut layak dipakai untuk memprediksi

(10)

variabel kinerja dokter berdasarkan masukan variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja.

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Gambar 5.1

Grafik Plot Hasil Uji Heteroskedastisitas

5.4.5 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja terhadap variabel kinerja dokter. Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dideskripsikan unstandardized coefficient parameter konstanta (2,527), koefisien variabel pelatihan (0,011), koefisien variabel motivasi (0,432) dan koefisien variabel lingkungan kerja (0,455).

(11)

Tabel 5.7

Regresi Variabel Pelatihan, Motivasi & Lingkungan Kerja terhadap Variabel Kinerja Dokter

Model Coefficients t Sig. (Constant) 2,527 2,943 0,004 Pelatihan 0,011 0,185 0,854 Motivasi 0,432 7,731 0,000 Ling.Kerja 0,455 6,200 0,000 R Square 71,6% Fhitung 70,903 0,000

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)

Bila nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier berganda, maka diperoleh persamaan:

Y = 2,527 + 0,011 X1 + 0,432 X2 + 0,455 X3

Hasil persamaan tersebut dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: 1) Konstanta (β0) sebesar 2,527 bermakna apabila tidak ada pengaruh ketiga

variabel independen (pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja) maka nilai kerja dokter adalah 2,527. Dalam hal ini kinerja dokter adalah buruk. 2) Koefisien regresi pada variabel motivasi (β2) sebesar 0,432. Artinya,

variabel motivasi akan berpengaruh positif 0,432 terhadap kinerja Dokter. Sehingga motivasi yang dimiliki oleh Dokter RSJPDHK mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja mereka.

(12)

3) Koefisien regresi pada variabel lingkungan kerja (β3) sebesar 0,455. Artinya, variabel lingkungan kerja akan berpengaruh positif 0,455 terhadap kinerja Dokter. Dengan demikian, lingkungan kerja di RSJPDHK memiliki kontribusi nyata terhadap kinerja Dokter.

5.5. Koefisien Determinasi

Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan besarnya variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. Apabila R2 mendekati 1, ini menunjukkan bahwa variasi variabel dependen secara bersama-sama dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen. Sebaliknya jika R2 mendekati 0, maka variasi dari variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen. Hasil koefisien determinasi (R2) berdasarkan Tabel 5.7 adalah 0,716. Artinya, pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja dapat menjelaskan 71,6% variasi kinerja dokter. Sedangkan 28,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Dengan demikian model regresi cukup baik.

5.6. Pengujian Hipotesis 5.6.1 Uji F

Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja terhadap variabel kinerja dokter secara simultan maka dilakukan uji F. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS 21 diperoleh hasil sebagaimana Tabel 5.7.

(13)

Ho : Variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.

Ha : Variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.

Dengan cara pengambil keputusan:

Jika signifikan > 0,05 atau Fhitung < FTabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau Fhitung > FTabel maka Ho ditolak

Berdasarkan Tabel 5.7 diperoleh nilai Fhitung sebesar 70,903. Sedangkan untuk mendapatkan nilai Ftabel diperoleh dengan cara:

df1 = k-1 atau df pembilang = jumlah variabel - 1

df2 = n-k atau df penyebut = jumlah populasi – jumlah seluruh variabel Maka Ftabel pada penelitian ini adalah 2,72. Dalam hal ini Fhitung > FTabel yaitu 70,903 > 2,72 artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Selain membandingkan nilai Fhitung dengan FTabel, uji F dapat juga dapat ditentukan dari nilai signifikan dibandingkan dengan α=0,05. Pada Tabel 5.9, nilai signifikan diperoleh 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dari kedua cara tersebut maka hasil uji F pada penelitian ini disimpulkan bahwa variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.

5.6.2 Uji t

Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara parsial terhadap variabel kinerja dokter. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 5.7.

(14)

a. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Dokter

Hipotesa 1: Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Ho : Pelatihan tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja

dokter.

Ha : Pelatihan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter. Dengan cara pengambilan keputusan:

Jika signifikan > 0,05 atau thitung < ttabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau thitung > ttabel maka Ho ditolak

Berdasarkan data Tabel 5.10 diketahui skor thitung untuk variabel pelatihan sebesar 0,185. Nilai tTabel dilihat dari derajat bebas (df = n-2) yaitu 1,989. Maka diperoleh thitung < tTabel atau 0,185 < 1,989. Kemudian, nilai signifikan pada variabel pelatihan adalah 0,854 lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima. Artinya, variabel pelatihan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja Dokter.

b. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dokter

Hipotesa 2: Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Ho : Motivasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja

dokter.

Ha : Motivasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter. Dengan cara pengambilan keputusan:

Jika signifikan > 0,05 atau thitung < ttabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau thitung > ttabel maka Ho ditolak

(15)

Berdasarkan data Tabel 5.10 diketahui skor thitung untuk variabel motivasi sebesar 7,731. Nilai ttabel dilihat dari derajat bebas (df = n-2) yaitu 1,989. Maka diperoleh thitung > tTabel atau 7,731 > 1,989. Kemudian, nilai signifikan pada variabel motivasi adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel motivasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.

c. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Dokter

Hipotesa 3: Lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter.

Ho : Lingkungan kerja tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.

Ha : Lingkungan kerja berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja dokter.

Dengan cara pengambilan keputusan:

Jika signifikan > 0,05 atau thitung < ttabel maka Ho diterima Jika signifikan < 0,05 atau thitung > ttabel maka Ho ditolak

Berdasarkan data Tabel 5.10 diketahui skor thitung untuk variabel lingkungan kerja sebesar 6,200. Nilai ttabel dilihat dari derajat bebas (df = n-2) yaitu 1,989. Maka diperoleh thitung > tTabel atau 6,200 > 1,989. Kemudian, nilai signifikan pada variabel lingkungan kerja adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel lingkungan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja Dokter.

(16)

5.7. Matriks Korelasi antar Dimensi

Berikutnya, penulis akan menyimpulkan hasil perhitungan koefisien korelasi (r) untuk mengetahui dimensi variabel independen yang berpengaruh paling dominan terhadap dimensi variabel dependen. Semakin besar nilai pearson correlation nya maka semakin kuat hubungannya dan pengaruhnya besar terhadap

peningkatan dimensi dari variabel dependennya. Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi (r) antar dimensi dapat dilihat pada korelasi berikut ini:

Tabel 5.8

Matriks Korelasi antar Dimensi

Variabel Dimensi Kinerja Dokter (Y) Profesi-onalitas (Y1.1) Mawas diri & Pengemba ngan diri (Y1.2) Komuni-kasi efektif (Y1.3) Pengelo- laan informasi (Y1.4) Landasan ilmiah ilmu kedokteran (Y1.5) Keteram-pilan klinis (Y1.6) Pengelo- laan kesehatan (Y1.7) Pelatihan (X1) Instruktur (X1.1) 0,006 0,428 0,110 -0,056 0,320 0,405 0,046 Peserta (X1.2) 0,177 0,327 0,243 0,058 0,140 0,138 0,239 Materi (X1.3) 0,739 0,315 0,512 0,708 0,174 0,258 0,687 Metode (X1.4) 0,034 0,643 0,063 -0,085 -0,030 -0,239 0,110 Tujuan (X1.5) 0,008 0,651 0,143 -0,028 0,121 0,263 0,031 Sasaran (X1.6) -0,153 0,623 -0,039 -0,163 0,177 0,506 -0,132 Motivasi (X2) Intrinsic motivation (X2.1) 0,298 0,237 0,641 0,337 0,206 0,529 0,242 Extrinsic motivation (X2.2) 0,568 0,135 0,728 0,583 0,470 0,482 0,503 Lingk. Kerja (X3) Lingkungan fisik (X3.1) 0,539 0,532 0,311 0,360 0,561 0,457 0,607 Lingkungan nonfisik (X3.2) 0,193 0,787 0,141 0,078 0,305 0,299 0,252

(17)

Sebagai bahan acuan untuk mengetahui tingkat hubungan antar dimensi digunakan tabel tingkat hubungan berdasarkan koefisien interval yang dikutip dari Riduwan (2006: 280) seperti pada Tabel 5.12.

Tabel 5.9

Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 – 1,000 Sangat kuat 0,60 – 0,799 Kuat 0,40 – 0,599 Cukup kuat 0,20 – 0,399 Rendah 0,00 – 0,199 Sangat rendah Sumber: Riduwan. (2006: 280)

Hasil analisis korelasi pada Tabel 5.11 disimpulkan bahwa semua dimensi variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja memiliki nilai koefisiensi antara 0,60 – 0,799, artinya ketiga variabel tersebut memiliki hubungan yang bersifat ‘kuat’ terhadap kinerja dokter.

5.8. Pembahasan dan Temuan Penelitian

Pada bagian ini akan dibahas terkait temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini. Berikut ini adalah pembahasannya.

1. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel pelatihan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Pernyataan ini telah dibuktikan dengan nilai signifikan 0,854 > 0,05 dan thitung < tTabel atau 0,185 < 0,2146. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian dari Obisi

(18)

(2011) bahwa ada beberapa penyebab mengapa pelatihan tidak berpengaruh, diantaranya manfaat dari pelatihan yang tidak jelas bagi manajemen puncak, manajemen puncak tidak memberikan penghargaan pengawas untuk melaksanakan pelatihan yang efektif, manajemen puncak tidak memperhatikan rencana dan anggaran secara sistematis untuk pelatihan, selama masa evaluasi pelatihan para instruktur memberikan layanan konseling terbatas. Hal ini memberikan implikasi bahwa Divisi Diklat RSJPDHK secepatnya harus mengembangkan modul keterampilan medis penanganan penyakit kardiovaskular terkini, membuat rancangan pelatihan yang aplikatif dan pihak manajemen seyogyanya mampu memotivasi serta memberikan dukungan kepada para dokter baik secara finansial, teknologi dan kesempatan untuk peningkatan karir melalui pelatihan-pelatihan yang telah diikuti.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Pernyataan ini telah dibuktikan dengan nilai signifikan 0,000 < 0,05 dan thitung > tTabel atau 7,731 > 0,2146. Artinya, tinggi rendahnya kinerja seseorang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki. Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya (Kiruja: 2013, Chaudary: 2012 dan Awosuwi: 2011) bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hal ini memberikan implikasi bahwa penting bagi pihak manajemen RSJPDHK untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan motivasi para dokter sehingga mereka bersedia melakukan pekerjaan penuh dedikasi

(19)

seperti peningkatan gaji sesuai peran dan loyalitas, status pegawai tetap, kompensasi yang adil, perlindungan/jaminan kesehatan, penghargaan, promosi, tindakan disiplin, dll. Jika hal tersebut diperbaiki dan ditingkatkan maka akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja dokter RSJPDHK. Kemudian, dimensi yang terkuat pada variabel motivasi adalah motivasi ekstrinsik terhadap komunikasi efektif dengan korelasi sebesar 0,728. Artinya apabila pihak manajemen RSJPDHK mampu meningkatkan motivasi ekstrinsik para dokter, maka komunikasi efektif antar dokter akan meningkat. Hal ini dapat diberlakukan dengan menambahkan insentif dan penghargaan bagi dokter yang bersedia melanjutkan ke jenjang program doktoral (S3) sehingga FKUI Divisi Kardiologi mampu memenuhi kualifikasi pengajar dalam mendidik dokter spesialis.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel lingkungan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Pernyataan ini didukung oleh hasil analisis data diperoleh thitung > tTabel atau 6,200 > 0,2146 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Munira: 2013, Kahya: 2007 dan Ollukkaran: 2012) bahwa lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Artinya, semakin baik lingkungan kerja yang diciptakan maka semakin baik pula kinerjanya atau sebaliknya. Menurut Ivanko (2012:124) Lingkungan kerja menjadi tanggung jawab pimpinan dengan menciptakan human relations yang sebaik-baiknya antara pimpinan dengan karyawan

(20)

atau antar sesama karyawan. Implikasinya terhadap RSJPDHK, pihak manajemen harus menciptakan suasana interaksi / komunikasi efektif di lingkungan kerja antara atasan dengan bawahan, antar sejawat dokter, manajemen dengan para dokter, para dokter dengan suster dan petugas administrasi pelayanan RS. Kemudian, dimensi yang terkuat pada variabel lingkungan kerja adalah lingkungan kerja non fisik terhadap mawas diri dan pengembangan diri dengan korelasi sebesar 0,787. Artinya apabila pihak manajemen RSJPDHK mampu meningkatkan lingkungan kerja non-fisik dengan kondusif, maka sikap mawas diri dan pengembangan diri dokter akan meningkat. Hal ini dapat diberlakukan oleh pihak Manajemen RSJPDHK untuk membuat suatu team work dan gathering tidak hanya bagi para dokter namun juga bagi para pemangku pelayanan kesehatan Rumah Sakit lainnya seperti suster dan pegawai agar terjalin harmonisasi kenyamanan berinteraksi dengan rekan kerja sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik untuk pasien.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varibel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter. Hal ini diketahui dari perolehan nilai Fhitung > FTabel sebesar 70,903 > 2,72 dan nilai signifikansi 0,004 < 0,05. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Azar: 2013 dan Munparidi: 2012) bahwasanya ketiga variabel tersebut berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja. Konsil Kedokteran Indonesia (UU No.29 Tahun 2012) terkait Praktik Kedokteran memiliki kewenangan untuk memicu

(21)

para dokter dalam memenuhi kinerja dan prestasinya sesuai dengan kemajuan IPTEK kedokteran serta sebagai upaya menjawab kebutuhan masyarakat tercapainya patient safety dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Dengan demikian, variabel pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap meningkat atau menurunnya kinerja para dokter RSJPDHK. Pihak manajemen RSJPDHK seyogyanya harus memberikan fasilitas pelatihan yang bermutu, motivasi dari pimpinan kepada para dokter untuk terus berprestasi serta menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Gambar

Tabel  5.2  merupakan  deskripsi  statistik  untuk  menyajikan  rata-rata  skor,  nilai  tertinggi  dan  nilai  terendah  dari  jawaban  responden  atas  variabel-variabel  pelatihan (X1), motivasi (X2), lingkungan kerja (X3) dan kinerja dokter (Y)
Grafik Plot Hasil Uji Heteroskedastisitas

Referensi

Dokumen terkait

perempuan yang dikenal dengan film berbau feminisme. Film-film yang dianggap memiliki muatan perjuangan dan gambaran perempuan adalah sebagai berikut: 1) Perempuan Punya

Perpisahan SDN dan Warga Peulandok tunong Masyarakat 150 orang Meunasah Gampong 1

Proses adalah kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh orang, mesin atau komputer (kesatuan luar) dari hasil suatu arus data yang masuk ke dalam proses untuk dihasilkan arus data

Sistem informasi perpustakaan sekarang ini sangatlah penting untuk sekolah, instansi maupun pihak lainnya, dengan menggunakan sistem informasi perpustakaan, proses peminjaman,

Pektin juga berfungsi sebagai biosorben logam berat dimana pektin merupakan salah satu komponen pada tumbuhan yang banyak mengandung gugus aktif, yaitu komponen yang berperan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan awal bergabungnya Timor Timur dengan Indonesia dan proses lepasnya Timor Timur dari Indonesia, serta

Primer spesifik nifH ini telah banyak digunakan pada penelitian-penelitian sebelum- nya, seperti yang dilakukan oleh Chowdhury et al., (2009) untuk mengidentifikasi gen

Asam sitrat menghambat pertumbuhan kecambah kedelai varietas anjasmoro baik dalam ketiadaan cekaman aluminium maupun dibawah cekamanan aluminium yang ditunjukkan