• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN SISTEM PENCAMPURAN BAHAN BAKAR BENSIN DAN BIOETHANOL PADA MOTOR BAKAR 4-LANGKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANG BANGUN SISTEM PENCAMPURAN BAHAN BAKAR BENSIN DAN BIOETHANOL PADA MOTOR BAKAR 4-LANGKAH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN SISTEM PENCAMPURAN BAHAN BAKAR BENSIN

DAN BIOETHANOL PADA MOTOR BAKAR 4-LANGKAH

Fikri Nur Nafi, Bambang Sugiarto

Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Program Studi Teknik Mesin

E-mail: fikri.nur@hotmail.com

ABSTRAK

Terus meningkatnya angka konsumsi bahan bakar oleh masyarakat Indonesia dalam kurun waktu tahun 2008-2011 patut dikhawatirkan mengingat tingginya ketergantungan ketahanan energi Indonesia pada bahan bakar minyak dan gas bumi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, salah satu langkah solusinya adalah memanfatkan bioethanol sebagai sumber energi alternatif. Pemanfaatan bioethanol pada motor bakar 4 langkah berfokus pada pencampuran bensin dan bioethanol dengan sistem yang sederhana namun memungkinkan kontrol volume sebagai variabel penelitian. Desain penelitian ini memanfaatkan pencampuran bioethanol dengan bensin yang langsung dilakukan pada saat pengkabutan di ruang venturi karburator. Tujuan dari perancangan sistem pencampuran bahan bakar ini nantinya akan digunakan pada penelitian mengenai pengaruh pencampuran bahan bakar bioethanol pada emisi gas buang serta konsumsi bahan bakar dengan variabel berupa kontrol volume bioethanol (7%, 10%, 13%, 16%, 20%).

Kata kunci :

Bioethanol; kontrol volume; konsumsi bahan bakar; sistem pencampuran bahan bakar

ABSTRACT

Ever-increasing fuel consumption in Indonesia in span of 2008-2011 should be worried about, considering the high dependency of Indonesian energy sustainability in oil and gas energy. Since 2008, the production quantity in petrolyum sector continue to decline. In anticipation of that, one of the solutions is to utilize bioethanol as a source of alternative energy. The utilization in a 4-stroke engine is to focus on mixing gasoline and bioethanol using a simple system but allowing control volume as research variables. This particular research design utilize the mixing of bioethanol and gasoline which performed directly at the carburateor ventury chamber. This fuel mixer will eventually be used in the correlated research about the effect of controlled-volume bioethanol mix with gasoline towards the engine exhaust gas emission and fuel consumption, which varies between 7%, 10%, 13%,16%, 20%.

Keywords :

Bioethanol; controlled-volume; fuel mixer; fuel consumption.

(2)

1. Latar Belakang

Kondisi ketahanan energi Indonesia saat ini mulai masuk ke dalam tahap mengkhawatirkan. Meski dari segi kuantitas ketahanan energi Indonesia masih dalam tahap terpenuhi, namun dari segi tren kenaikan kebutuhan masyarakat akan energi dan produksi energi dari segi minyak dan gas bumi justru berbanding terbalik Kebutuhan masyarakat Indonesia akan energi selama beberapa tahun belakangan meningkat sedikit demi sedikit menuju ke angka yang cukup mengkhawatirkan. Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66 persen, gas alam 28,57 persen dan batubara 15,34 persen. Persediaan bahan bakar tersebut kian waktu semakin berkurang. Cadangan minyak bumi akan habis sekitar 12 tahun lagi, gas 30 tahun dan batu bara masih bisa dimanfaatkan hingga 70 tahun ke depan.(sumber : ristek.go.id). Sejak tahun 2008 hingga 2011, jumlah produksi dari minyak bumi terus menurun kuantitasnya. Dari tahun 2008 ke tahun 2009, terjadi penurunan total 11.187 ribu barel per hari. Pada tahun 2009 ke tahun 2010, terjadi penurunan 1477 ribu barel per hari. Kemudian penurunan produksi sebesar 15.587 dari tahun 2010 ke tahun 2011.

Tabel 1 Produksi minyak bumi Cair 2004-2012 (Ditjen MIGAS, 2012)

Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil ini menjadi masalah besar dan perlu solusi yang mendesak. Salah satu langkah solusinya adalah memanfatkan bioethanol sebagai sumber energi alternatif. Meski tentunya keberadaan energi alternatif tersebut belum mampu menggantikan ketergantungan kebutuhan energi Indonesia terhadap minyak bumi, namun diharapkan mampu membantu kebutuhan energi masyarakat, mengurangi konsumsi bahan bakat minyak, mendorong diversifikasi sumber energi, serta mendorong terciptanya pemanfaatan energi yang berbasis ramah lingkungan. Tentu saja penggunaan energy alternatif ini harus

(3)

bersifat aplikatif agar dapat digunakan masyarakat dengan segera. Salah satu ide dari penggunaan bioethanol ini adalah pada sepeda motor dinamis. Namun ada beberapa kendala untuk mengembangkan bioethanol sebagai campuran bahan bakar sepeda motor. Pertama adalah bagaimana mengatur volume pencampuran bensin dengan bioethanol secara homogen dan sesuai dengan kebutuhan mesin yang fluktuatif. Yang kedua adalah bagaimana pengaruh pencampuran bahan bakar bensin dengan bioethanol terhadap performa dan emisi gas buang dari motor dinamik.

2. Tinjauan Teoritis 2.1 Motor Otto

Motor pembakaran dalam (internal combustion engine) adalah mesin kalor yang berfungsi untuk mengkonversikan energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanis dan prosesnya terjadi di dalam suatu ruang bakar yang tertutup. Energi kimia dalam bahan bakar terlebih dahulu diubah menjadi energi thermal melalui proses pembakaran. Energi thermal yang diproduksi akan menaikkan tekanan yang kemudian menggerakkan mekanisme pada mesin seperti torak (piston), batang torak (conecting rod) dan poros engkol (crank shaft).

Berdasarkan metode penyalaan campuran bahan bakar-udara, motor pembakaran dalam diklasifikasikan menjadi spark ignition engine dan compression ingintion engine. Dalam proses pembakaran tersebut, bagian-bagian motor yang telah disebutkan di atas akan melakukan gerakan berulang yang dinamakan siklus. Setiap siklus yang terjadi dalam mesin terdiri dari beberapa urutan langkah kerja.

Berdasarkan siklus langkah kerjanya, motor pembakaran dalam dapat diklasifikasikan menjadi motor 2 langkah dan motor 4 langkah. Peralatan uji yang digunakan adalah motor Otto berbahan bakar bioethanol atau Premium dengan sistem 4 langkah. Motor Otto merupakan motor pembakaran dalam karena motor Otto melakukan proses pembakaran gas dan udara di dalam silinder untuk melakukan kerja mekanis.

Motor Otto dengan sistem Spark Ignition menggunakan bantuan bunga api untuk menyalakan atau membakar campuran bahan bakar-udara. Bunga api yang digunakan

(4)

berasal dari busi. Busi akan menyala saat campuran bahan bakar-udara mencapai rasio kompresi, temperatur, dan tekanan tertentu sehingga akan terjadi reaksi pembakaran yang menghasilkan tenaga untuk mendorong torak bergerak bolak-balik. Siklus langkah kerja yang terjadi pada mesin jenis ini dinamakan siklus Otto dengan mempergunakan bahan bakar bensin.

2.2 Performa Mesin Otto

Ada beberapa hal yang mempengaruhi peforma motor Otto, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bahan bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi.Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara dan bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

2.3 Air Fuel Ratio

Air fuel ratio adalah rasio perbandingan massa udara dengan bahan bakar pada internal combustion engine. Untuk mengetahui apakah campuran bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar mempunyai ratio yang tepat kita bisa melihat kondisi motor di bagian ruang bakar dan performa saat dinyalakan.

Proses pembakaran dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya pada waktu dan keadaan yang dikehendaki. Selain itu, pembakaran sempurna terjadi bila seluruh iso-oktana (C8H18) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O. Berikut ini adalah reaksi pembakaran sempurna:

2 2

2 2 2 18 8H 12.5O 3.76N 8CO 9H O 47N C     

 

 

15.02 2278 . 114 85 . 1715 0079 . 1 18 12.0107 8 0 . 14 2 76 . 3 994 . 15 2 5 . 12 Fuel Air AFR            

(5)

Dengan memasukkan bilangan Avogadro maka didapat perhitungan AFR untuk reaksi pembakaran bensin (C8H18) dengan udara secara sempurna adalah 15.02.

Proses pembakaran tidak sempurna (tidak stoikiometri) terjadi bila terdapat sebagian bahan bakar yang tidak ikut terbakar atau pembakaran yang terjadi bila iso-oktana (C8H18) tidak dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O melainkan menjadi CO, HC, dan H2O. Reaksi pembakaran tidak sempurna dapat dituliskan sebagai berikut: C8H18 + 7O2 6CO + 8H2O + 2HC

Untuk mendapatkan ratio yang tepat, karburator disetting agar aliran udara yang masuk sesuai dengan bahan bakar yang dikabutkan.Secara teoritis, untuk membakar bensin secara sempurna, ratio udara banding bahan bakar yang tepat adalah 15:1. Namun mesin memerlukan kondisi campuran yang berbeda bergantung pada kondisi kerja, contohnya sbb Start mesin dingin 2~3 : 1 (choke dioperasikan), start mesin yang sudah panas 7~8 : 1, stasioner/langsam 8~10 : 1, kecepatan rendah 10~12 : 1, kecepatan menengah 15~17 : 1, kecepatan tinggi / beban berat 12~13 : 1.

Secara umum, peruntukan ratio yang baik sbb:

a. 12~13:1 Adalah ratio yang menghasilkan tenaga yang paling besar / max

b. 15:1 Adalah ratio yang memungkinkan pembakaran bensin secara sempurna

c. 16~17:1 Adalah ratio untuk pemakaian bensin yang paling irit

Secara stoikiometri AFR 15,02 : 1 adalah yang paling sempurna. Campuran yang terlalu kurus/miskin, bisa ditandai dengan kondisi sbb:

a. Electrode pada busi berwarna putih b. Stasioner / langsam tidak stabil c. Mesin terasa cepat panas d. Mesin sulit distart e. Ngelitik / detonasi

Campuran yang terlalu gemuk/kaya bisa ditandai dengan kondisi sbb: a. Electrode busi berwarna hitam dan basah (Knalpot berasap hitam)

(6)

b. Bahan bakar sangat boros c. Putaran mesin tidak stabil

d. Banyak deposit karbon di dalam ruang bakar e. Mesin sulit distart

Campuran yang tepat akan menghasilkan pembakaran yang sempurna sehingga busi berwarna coklat keabu-abuan dan kering, deposit karbon tidak banyak terbentuk, putaran mesin stabil dan mesin mudah distart.

Sedangkan untuk reaksi pembakaran Gasohol (etanol + bensin) dengan udara secara stoikiometri dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

Dari perhitungan di atas AFR untuk reaksi pembakaran gasohol dengan udara secara sempurna sebesar 14,76.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yaitu melakukan pengujian dengan mencampur bioethanol dan bensin pada beberapa kadar prosentase bioethanol dan variasi putaran mesin yang berbeda seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 2 Variabel Data Penelitian

No variasi volume 1 7% 2 10% 3 13% 4 16% 5 20%

2 2

2 2 2 5 2 18 8H 0.1C H OH 11.5O 3.76N 7.4CO 8.4H O 43.428N 0.9C      

 

 

 

76 . 14 4113 . 107 4454 . 1585 60628 . 4 80502 . 102 4454 . 1585 994 . 15 0079 . 1 6 0107 . 12 2 1 . 0 0079 . 1 18 12.0107 8 9 . 0 0 . 14 2 76 . 3 994 . 15 2 55 . 11 Ethanol Gasoline Air Fuel Air AFR                     

(7)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bioethanol sebagai campuran bahan bakar terhadap peforma mesin Otto dengan menggunakan fuel mixer hasil rancangan. Besar kadar bioetanol yang digunakan adalah 95%. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diketahui berapa banyak bioethanol yang dibutuhan sebagai campuran dan waktu pemasukkan yang paling tepat agar performa mesin Otto optimal. Proses pencampuran bioethanol dengan bensin premium dilakukan dengan cara memasukkan bensin dan bioethanol melalui jalur independen pada main jet , dan bensin pada pilot jet dengan menggunakan wadah yang terpisah untuk masing-masing bahan bakar. Karburator digunakan sebagai wadah untuk bensin dan sebuah tangki untuk wadah bioethanol. Dikarenakan masa jenis yang berbeda untuk kedua bahan bakar tersebut, maka digunakan fuel pump sebagai alat bantu agar bioethanol dapat masuk ke karburator utama dengan harapan bioethanol dan bensin yang masuk melalui main jet akan terkaburasi.

Gambar 1 Rancangan Perakitan Alat Fuel Mixer

Dapat dilihat pada gambar 1, dua karburator penyuplai hanya dimanfaatkan sistem pelampung dan penampungnya saja untuk mengontrol kebutuhan bahan bakar sesuai dengan kondisi putaran dan beban engine. Sedangkan satu karburator utama (tengah) digunakan untuk proses pengkabutan dan pemasukan bahan bakar bio-etanol dan bensin premium secara terpisah melalui main jet.

3.1 Karburator

Di dalam karburator terdapat dua komponen yang berfungsi sebagai jalur keluarnya bahan bakar dari ruang pelampung karburator menuju ke intake mesin otto. Dua komponen tersebut adalah main jet dan pilot jet.

(8)

Gambar 2 Posisi Main Jet dan Pilot Jet Karburator

Pilot jet berfungsi untuk mensuplai bahan bakar di putaran rendah (stasioner) hingga 4.000 rpm.Suplai berangsur hilang dan beralih ke main-jet sesuai bukaan skep dan akhirnya digantikan secara penuh oleh main jet untuk di putaran tinggi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi peforma motor Otto, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bahan bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi.Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara dan bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

3.2 Konsumsi Bahan bakar

Konsumsi bahan bakar adalah salah satu data yang ingin didapat dari penelitian ini. Dari data tersebut kemudian akan dibandingkan hubungan antara tingkat konsumsi bahan bakar, baik secara statis maupun dinamis terhadap daya serta torsi yang dihasilkan sepeda motor serta menganalisa efek yang terjadi dengan pencampuran bahan bakar bioethanol.

3.3 Emisi Gas Buang

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan

(9)

mesin. Sisa hasil pembakaran berupa H2O (air), gas CO (karbon monooksida) yang beracun, CO2 (karbon dioksida) yang merupakan gas rumah kaca, NOx (senyawa nitrogen oksida). Di Indonesia sendiri standar emisi Euro 2 mulai diterapkan.

3.3.1 Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna.Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira-kira 85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara lebih gemuk daripada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk.Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

3.3.2 Nitrogen Oksida (NOx)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalama masalah polusi udara adalah NO dan NO2.Kedua senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar.Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna cokelat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas yang berbahaya karena menggangu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi diatas 1210 ˚C.

3.3.3 Karbon Dioksida (CO2)

Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik.Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Apabila CO2 berada dibawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus.

(10)

Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC (Catalytic Converter).Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe.

3.3.4 Oksigen (O2)

Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon.

Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat “bertemu” dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempurna. Ini berarti AFR 15:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO2.

Mesin tetap dapat bekerja dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR mencapai 16:1. Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx juga akan meningkat drastis.

Umumnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih kecil bahkan mungkin 0%.Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam kondisi demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust system.

(11)

3.3.5 Lambda

Lambda adalah system pengukuran yang berasal dari Eropa dan mewakili konsentrasi udara sempurna dalam stokiometrik yang ideal dari Air/Fuel ratio. Ketika AFR suatu kendaraan 14.7:1, maka lambdanya = 1. Hal ini menunjukkan bahwa mesin mendapatkan 100% dari udara yang dibutuhkan dalam campuran bahan bakar.Makin rendah nilai lambda mengindikasikan bahwa kondisi campuran rich, dan sebaliknya.

3. Hasil Penelitian & Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bioethanol sebagai campuran bahan bakar terhadap peforma mesin Otto dengan menggunakan fuel mixer hasil rancangan. Besar kadar bioetanol yang digunakan adalah 95%, dengan variabel berupa kontrol volume bioethanol (7%, 10%, 13%, 16%, 20%) pada tiap-tiap rpm. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diketahui berapa banyak bioethanol yang dibutuhan sebagai campuran dan waktu pemasukkan yang paling tepat agar performa mesin Otto optimal.

3.1 Konsumsi Bahan Bakar

Dari data-data yang didapat saat uji konsumsi kendaraan secara statis, akan dibandingkan antara besarnya laju konsumsi bahan bakar E0 (100% bensin) dengan laju konsumsi saat E7, E10, E13, E16, E20. Kemudian dari hasil perbandingan tersebut akan dianalisa konsumsi bahan bakar kendaraan serta hubungannya dengan daya yang dihasilkan kendaraan. Agar lebih mudah membandingkan hal tersebut, akan dilakukan plot data ke dalam bentuk grafik.

(12)

Gambar 3 Grafik Konsumsi Bahan Bakar

Dapat dilihat dari grafik pada gambar 3, pada rpm rendah (1850-3500), semakin tinggi volume ethanol , konsumsi bensin cenderung semakin tinggi. Hal ini disebabkan nilai kalor yang terkandung dalam ethanol hampir setengah kali yang dikandung bensin, karena itu dibutuhkan lebih banyak bahan bakar untuk mencapai jumlah energi yang setara. Namun pada rpm tinggi (4000-5000), ethanol dengan kadar E7 dan E10 cenderung memiliki kenaikan yang lebih drastis ketimbang E13. Jika dianalisa lebih jauh, hal ini terjadi karena volume bioethanol pada E7 dan E10 membuat campuran bahan bakar justru tidak lebih baik ketimbang E13, E16 dan E20, terutama pada keadaan mesin rpm tinggi. Bahkan pada rpm 5000, konsumsi bahan bakar E7 dan E10 lebih tinggi ketimbang E13, E16 dan E20. Dapat disimpulkan bahwa E7 dan E10 lebih baik digunakan hanya pada rpm rendah, sedangkan untuk kondisi mesin rpm tinggi lebih baik digunakan campuran bahan bakar E13, E16 dan E20.

Selain uji konsumsi kendaraan statis, dilakukan juga uji konsumsi kendaraan secara dinamis. Uji dinamis dilakukan berdasarkan SNI 06-3763-1995. Uji dilakukan dengan trek lurus sepanjang 300m dengan variasi kecepatan 20km/jam – 60km/jam dengan perubahan kecepatan setiap interval 10km/jam.

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 1850 2350 3000 3500 4000 4500 5000 k on su m si ( m l/ s) putaran (rpm) Konsumsi Bahan Bakar Statis

e0 e7 e10 e13 e16 e20

(13)

Gambar 4 Grafik Konsumsi Bahan Bakar

Dapat dilihat di grafik pada gambar 4, secara umum konsumsi bahan bakar pada semua variabel campuran bahan bakar lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar E0 (100% bensin). Hal ini dikarenakan dibutuhkannya bioethanol dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan bensin untuk menghasilkan jumlah energi yang setara. Jika dilihat lebih dalam, kalor spesifik dari bensin 10.500 kcal/kg, sedangkan bioethanol hanya 6100 kcal/kg, 58% dari nilai kalor bensin. Tentu saja hal ini berimbas pada jumlah bahan bakar yang dikonsumsi.

Pada kecepatan rendah (20 km/jam-40 km/jam) efisiensi konsumsi dibanding jarak pada E0 sangat tinggi (30 km/l – 16 km/l), jauh jika dibandingkan dengan bahan bakar campuran E7,E10, E13, E16, E20 (16 km/l – 5 km/l). namun pada kecepatan tinggi (50 km/l – 60 km/l) efisiensi konsumsi E16 & E20 mendekati konsumsi E0. Dapat disimpulkan bahwa E16 dan E20 bagus digunakan pada kondisi kendaraan kecepatan tinggi. 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

20 km/jam 30km/jam 40km/jam 50km/jam 60km/jam

k on su m si (k m /l ) Kecepatan (km/jam) Konsumsi Bahan Bakar Dinamis

E0 E7 E10 E13 E16 E20

(14)

3.2 Daya dan Torsi

Gambar 5 Grafik Daya dan Torsi E0

Grafik pada gambar 5 menunjukkan Brake Horse Power (BHP) dan torsi pada setiap putaran (rpm 3500 – rpm 8500). Daya maksimal kendaraan dicapai pada putaran 6700 dengan Maksimal 6.7 HP. Sedangkan Torsi maksimal dicapai pada putaran 5300 dengan torsi 5.7ftLb. Grafik dibaca dari rpm 3500 karena roda belakang kendaraan baru memberikan daya yang cukup untuk dibaca sensor alat dynotest hingga maksimal rpm 8500.

(15)

Grafik pada gambar 6 menunjukkan Brake Horse Power (BHP) dan torsi pada setiap putaran (rpm 3500 – rpm 8500). Daya maksimal kendaraan dicapai pada putaran 6900 Rpm dengan Maksimal 6.9 HP, sedangkan torsi maksimal dicapai pada putaran 5200 sebesar 5.8 Ftlb. Sama seperti halnya dengan pengujian E0 (100% bensin), grafik dibaca dari rpm 3500 karena roda belakang kendaraan baru memberikan daya yang cukup untuk dibaca sensor alat dynotest hingga maksimal rpm 8500.

Gambar 7 Grafik Daya dan Torsi E20

Grafik pada gambar 7 menunjukkan Brake Horse Power (BHP) dan torsi pada setiap putaran (rpm 3500 – rpm 8500). Daya maksimal kendaraan dicapai pada putaran 7300 Rpm dengan Maksimal 7 HP, sedangkan torsi maksimal dicapai pada putaran 5500 sebesar 5.8 Ftlb. Sama seperti halnya dengan pengujian E0 (100% bensin), grafik dibaca dari rpm 3500 karena roda belakang kendaraan baru memberikan daya yang cukup untuk dibaca sensor alat dynotest.

3.3 Analisa Perbandingan Daya dan Torsi E0, E10 & E20

Data yang ditampilkan pada grafik di gambar 5 sampai 7 diplot untuk menghasilkan grafik agar lebih menggambarkan pengaruh yang terjadi. Berikut adalah grafik perbandingan tersebut :

(16)

Gambar 8 Grafik Perbandingan Daya E0, E10 & E20

Dari grafik pada gambar 8, Dapat dilihat bahwa daya maksimal dicapai kendaraan pada campuran bahan bakar E20. Daya yang dihasilkan kendaraan cukup setara pada putaran 5500 – 6000. Namun daya yang dihasilkan pada putaran 6500 - 8000 mulai berbeda tingkatannya untuk tiap-tiap volume campuran. Daya dihasilkan cenderung semakin tinggi dengan bertambahnya volume bioethanol pada bahan bakar. Daya dihasilkan rata-rata pada putaran 7000 – 7500, namun justru menurun pada putaran 8000. Hal ini mengindikasikan kendaraan berada pada kondisi optimal sampai putaran 7500. Secara umum kenaikan daya maksimal kendaraan tidak terlalu signifikan (sebesar 2,8%).

Gambar 9 Grafik Perbandingan Torsi E0, E10 & E20 5 6 7 8 E0 E10 E20 D a ya ( H P ) Variasi ethanol Daya 5500 6000 6500 7000 7500 8000 2,8 % 5 6 E0 E10 E20 To r si (f t. lb ) Variasi ethanol Torsi 3500 4000 4500 5000 5500 6000 1.7%

(17)

Dari grafik pada gambar 9, Dapat dilihat bahwa torsi maksimal dicapai kendaraan pada campuran bahan bakar E20. Daya yang dihasilkan kendaraan cukup setara pada putaran 3500 – 4500. Namun daya yang dihasilkan pada putaran 5000 - 6000 mulai berbeda tingkatannya untuk tiap-tiap volume campuran. Torsi dihasilkan cenderung semakin tinggi dengan ditambahkannya volume bioethanol pada bahan bakar. Penambahan volume bioethanol dari E10 ke E20 tidak menunjukkan kenaikan torsi maksimal, justru cenderung setara. Torsi dihasilkan rata-rata pada putaran 5500, namun justru menurun pada putaran 6000. Hal ini mengindikasikan kendaraan berada pada kondisi torsi terbesar sampai putaran 5500. Secara umum kenaikan torsi maksimal kendaraan tidak terlalu signifikan hanya sebesar 1,7% baik pada E10 maupun E20.

5. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian mengenai penambahan bioethanol sebagai campuran bahan bakar maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh penambahan bioethanol terhadap performa mesin motor bakar dinamis antara lain :

1. Maksimal daya kendaraan mengalami kenaikan, jika dibandingkan antara penggunaan bahan bakar E0 (100% bensin) dengan E20 (80% bensin, 20% bioethanol) sebesar 2,8%. Pada E0, daya maksimal mesin dicapai pada putaran 6700 rpm sebsar 6,7 HP. Sedangkan pada E20, daya maksimal mesin dicapai pada putaran 7300 Rpm sebesar 7 HP.

2. Maksimal torsi kendaraan mengalami kenaikan, jika dibandingkan antara penggunaan bahan bakar E0 (100% bensin), E10 (90% bensin, 10% bioethanol) dengan E20 (80% bensin, 20% bioethanol) sebesar 1,7%. Pada E0, torsi maksimal mesin dicapai pada putaran 5300 rpm sebsar 5,7 ftlb. Sedangkan pada E20, torsi maksimal mesin dicapai pada putaran 5500 Rpm sebesar5,8 ftlb.

3. Dari segi konsumsi, pada rpm rendah (1850-3500) campuran ethanol dengan konsumsi bensin tertinggi dicapai pada E7. Sedangkan pada rpm tinggi (4000-5000) campuran dengan konsumsi bensin terendah dicapai pada E13.

(18)

KEPUSTAKAAN

Sugiarto, Bambang. Motor Pembakaran Dalam. Jakarta: Universitas Indonesia

Aribowo, Atlanta. Analisia Kinerja Motor Dinamis Dengan Pemanfaatan Etanol Kadar Tinggi Dari Hasil Kompak Destilator Sebagai Bahan Bakar Tambahan.2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI Devanta Bayu Prasetyo & Fajar Patriayudha.Pemakaian Gasohol Sebagai Bahan Bakar Pada Kendaraan Bermotor. 2009. Semarang: Departemen Teknik Kimia FT UNDIP

Indrianto, Fariza. Pengaruh Injeksi Distillate Sebagai Bahan Bakar Tambahan Pada Genset Berbahan Bakar Bensin.2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Rahman, Raksa Aulia. Pengaruh Variasi Beban Pada Evaporator 90˚ Terhadap Laju Destilasi Etanol Low Grade Pada Compact Destilator.2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Sihaloho, Ridho Daniel. Uji Eksperimental Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol BE-5 dan BE-10). 2009. Medan : Departemen Teknik Mesin FT USU

Sugiarto, Rino. Unjuk Kerja Low grade Etanol Dari Pemanfaatan Panas Gas Buang Motor Bakar Dinamis Sebagai Sumber Energi Kompak Distilator. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Wibowo, Gilang Arief. Rancang Bangun Compact Destilator Low Grade Etanol Memanfaatkan Panas Gas Buang Motor Bakar Dinamik. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Khandani, S. Engineering Design Process Handbook. 2010

Shahin, M. Haik, Y. Engineering Design Process. 2010. USA:Nelson Engineering.

Yacobucci B, D. intermediate-level blends of ethanol in gasoline .2010. Congressional research service Turner, Dale. Xu, Hongmin.Combustion performance of bio-ethanol at various blend ratios in a gasoline direct injection engine. 2011. Science direct

http://esdm.go.id/Publikasi/Statistik/Statistik%20Minyak%20Bumi.pdf http://www.suzuki.co.id/motor_prods_thunder_125_spec.htm

http://www.autousa.com/content/flex-fuel-vehicle.jsp

Gambar

Tabel 1 Produksi minyak bumi Cair 2004-2012 (Ditjen MIGAS, 2012)
Tabel 2 Variabel Data Penelitian
Gambar  1 Rancangan Perakitan Alat Fuel Mixer
Gambar  2 Posisi Main Jet dan Pilot Jet Karburator
+6

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi ini diharapkan membantu bagian kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat Kota Palembang dalam mengelolah data pensiun PNS (Pegawai Negeri Sipil)

Berdasarkan hasil pengolahan analisis data dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan mengenai “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams

Koordinasi DJBC dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait untuk menunjang kelancaran ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan yakni koordinasi yang terkait dengan pengawasan

Formulir Pemesanan Pembelian Unit Penyertaan beserta bukti pembayaran yang diterima secara lengkap dan disetujui oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) meliputi semua kegiatan intrakurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai latihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Berdasarkan seluruh hasil pengukuran ini, maka diperoleh dasar-dasar perencanaan yang akan digunakan dalam perencanaan instalasi pengolahan lumpur IPA Badak Singa, meliputi:

[r]

The upper middle class is often made up of highly educated business and professional people with high incomes, such a doctors, lawyers,. stockbrokers, and CEO (chief